Anda di halaman 1dari 12

J. Sains & Teknologi, Desember 2012, Vol.12 No.

3 : 265 – 276 ISSN 1411-4674

OPTIMALISASI SUHU DAN LAMA INKUBASI DALAM EKSTRAKSI DNA


TANAMAN BITTI (Vitex cofassus Reinw)SERTA ANALISIS KERAGAMAN
GENETIK DENGAN TEKNIK RAPD-PCR

Optimization of Temperature and Length of Incubation in Extracting Bitti Plant (Vitex


cofassus Reinw.) Dna and Genetic Variety Analysis with RAPD-PCR

Indah Fajarwati Langga, Muh. Restu dan Tutik Kuswinanti

Program Studi Sistem-Sistem Pertanian,Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin

ABSTRAK
Suhu dan lama inkubasi yang optimal dalam isolasi DNA tanaman kehutanan khususnya bitti
merupakan salah satu faktor yang memudahkan di dalam mengekstraksi DNA tanaman dan sebagai
dasar informasi untuk mendapatkan data keragaman yang bisa dimanfaatkan dalam proses pemuliaan
tanaman bitti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik tanaman bitti dari
provenansi Enrekang dan Bone di Sulawesi Selatan dengan menggunakan penanda molekuler
RAPD-PCR. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Kehutanan,
Laboratorium Bioteknologi Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin dan Rumah Sakit
Wahiddin). Sampel yang digunakan berasal dari Enrekang dan Bone. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode Lengkong et al. Hasil pengamatan dengan menggunakan metode
RAPD-PCR diperoleh keragaman genetik yang analisis kluster dengan UPGMA menghasilkan tiga
kluster. Berdasarkan perhitungan jarak genetiknya, diketahui bahwa jarak genetik terjauh adalah
antara provenansi Enrekang dan Bone dengan jarak genetik 0,6389. Sedangkan jarak genetik
terdekat adalah provenansi Enrekang dengan Enrekang dengan jarak genetik 0,4194. Oleh karena itu
berdasarkan hasil perhitungan jarak genetik menunjukkan bahwa sampel yang berasal dari
provenansi Enrekang memiliki keragaman genetik yang tinggi kriteria ini berdasarkan atas
perhitungan jarak genetik yang mendekati nilai 1 yang mana cocok untuk dijadikan sebagai sumber
keragaman genetik atau pohon induk dalam populasi ini.

Kata Kunci: Isolasi DNA, RAPD-PCR, Vitex cofassus Reinw

ABSTRACT

Temperature and old of optimal inkubasi in insulation of DNA of forestry crop specially bitti
represent one of factor facilitating in mengekstraksi DNA crop and as information base to get the
data keragaman which can be exploited in course of glorifying of crop bitti. This research aim to to
know the keragaman genetik of crop bitti from provenansi Enrekang and Bone in Sulawesi of South
arch by using penanda molekuler RAPD-PCR.This Research is executed in Laboratory of
Bioteknologi of Forestry Faculty, Laboratory of Bioteknologi of Centre Of Activities of Research of
University of Hasanuddin and Hospital Wahiddin). Sampel used come from Enrekang and Bone.
Method used in this research is method of Lengkong et al.Perception result by using method RAPD-
PCR obtained by keragaman genetik which analyse the kluster by UPGMA yield 3 kluster. Pursuant
to calculation apart the genetiknya, known that by the furthermost distance genetik is
among/between provenansi Enrekang and Bone with the distance genetik 0,6389. While distance
genetik closest is provenansi Enrekang by Enrekang with the distance genetik 0,4194. Therefore
pursuant to calculation result apart the genetik indicate that the sampel coming from provenansi
Enrekang own the high keragaman genetik of this criterion by virtue of calculation apart the genetik
coming near value 1 which suited for made by as source of keragaman genetik or mains tree in this
population.
Keywords: DNA Isolation , RAPD-PCR, Vitex cofassus Reinw

265
Indah Fajarwati Langga ISSN 1411-4674

PENDAHULUAN umum di Indonesia bitti dikenal dengan


gofasa, biti, bitti, bitum, atau bana (Seran
Pengembangan hutan tanaman
et al., 1997; Wardiyono, 2007). Potensi
akan berperan besar dalam menunjang
tegakan bitti khususnya di Sulawesi
perekonomian nasional ke depan, karena
Selatan semakin rendah. Bitti merupakan
akan menjadi tumpuhan harapan untuk
jenis pionir yang saat ini banyak
menggantikan peranan hutan alam. Hutan
ditemukan pada areal hutan sekunder.
tanaman berperan dalam pemenuhan
Perbanyakan tanaman umumnya
bahan baku industri kehutanan,
menggunakan anakan alam yang dicabut
peningkatan pendapatan dan
dari bawah tegakan sehingga kualitasnya
kesejahteraan masyarakat yang berada
kurang terjamin. Kondisi ini
disekitar hutan. Salah satu komponen
menyebabkan penurunan kualitas dan
penting untuk mendukung kegiatan
produksi kayu bitti.
pembangunan hutan tanaman adalah
Salah satu kendala dalam
pengembangan jenis potensial dengan
perbaikan mutu tanaman adalah
spektrum luas.
terbatasnya koleksi plasma nutfah dan
Bitti (Vitex cofassus Reinw.)
informasi genetik tanaman. Kelemahan
merupakan salah satu jenis pohon
dari segi keterbatasan plasma nutfah
terpenting di Sulawesi yang di beberapa
dapat diatasi dengan cara menggiatkan
daerah dikenal pula dengan nama gofasa.
aktifitas konservasi dan membangun
Kayu bitti telah dimanfaatkan oleh
kebun-kebun koleksi secara terarah.
masyarakat Sulawesi Selatan sebagai
Sedangkan kelemahan dari segi
bahan pembuat perahu pinisi. Tanaman
ketersediaan informasi genetik dapat
bitti merupakan jenis unggulan lokal
dibenahi melalui studi-studi genetik pada
Sulawesi Selatan dan mempunyai nilai
plasma nutfah yang telah ada. Studi
ekonomi dan ekologi yang tinggi. Jenis
tentang faktor genetik pada plasma nutfah
ini digunakan sebagai bahan baku
yang telah ada. Studi tentang faktor
industri kapal di Bulukumba dan bahan
genetik, khususnya keragaman genetik
bangunan rumah. Oleh karenanya
sangat penting, untuk mengetahui
diperlukan mengetahui dan pemahaman
besarnya keragaman genetik pada suatu
tentang potensi genetik untuk dijadikan
populasi.
bahan dan pengembangan di masa depan.
Keragaman genetik merupakan
Titik tumbuh dari jenis ini terletak pada
faktor yang sangat berpengaruh dalam
akarnya sehingga apabila jenis ini
menyusun strategi pemuliaan pohon.
terbakar maka dalam waktu singkat akan
Karakter genetik suatu jenis pohon baik
segera bertunas dan proses pembentukan
yang terdapat dalam satu tempat tumbuh
daunnya sangat cepat. Dengan demikian
maupun yang berbeda provenansi dapat
jenis ini punya potensi untuk
berbeda, hal ini disebabkan karena
dikembangkan sebagai salah satu jenis
perbedaan genetik. Hal ini akan
Andalan Yang Unggul (AYU) (Dinas
menunjukkan sifat dan kekhasan suatu
Kehutanan, 2002).
tegakan. Sehingga tegakan atau
Di Sulawesi marga bitti yang
provenansi yang memiliki karakter
banyak ditemui yaitu spesies V. cofassus,
genetik yang baik dapat menjadi sumber
V. celebica, dan V. pubencens. Bitti
yang tepat untuk kegiatan pemuliaan
memiliki nama tersendiri di masing-
pohon.
masing daerah. Di Jawa dikenal dengan
Keragaman genetik dapat
nama Gandaria, Jatake; Remieu di Gayo;
diamati dengan pengamatan karakter
Barania di Dayak; Dandoriah di
genetik, sifat yang diamati adalah DNA
Mingankabau; Wetes di Sulawesi Utara;
yang sulit dipengaruhi lingkungan. Oleh
dan di Sulawesi Selatan dikenal dengan
karena itu, untuk mengetahui tingkat
nama Kalawasa, Rapo-rapo Kebo, Buwa
variasi bitti antar provenansi dan dalam
Melawe, Katondeng, dan Bitti. Secara

266
Isolasi DNA, RAPD-PCR, Vitex cofassus Reinw ISSN 1411-4674

provenansi dapat dilakukan dengan Length Polymorphisms (RELP) dan


melihat karakter genetik. Selain itu, Simple Sequence Repeats (SSR), teknik
keragaman genetik sangat penting dalam RAPD lebih murah, mudah dilakukan,
upaya menyediakan informasi bagi cepat memberikan hasil, menghasilkan
kegiatan pengembangan dan peningkatan polimorfisme pita DNA dalam jumlah
hasil produksi serta upaya konservasi. banyak dan mudah memperoleh primer
Salah satu upaya yang dapat dilakukan acak yang diperlukan untuk menganalisis
untuk mempersingkat waktu pemuliaan genom semua jenis organisme.
adalah menganalisis secara molekuler. Teknik RAPD tidak
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian membutuhkan informasi awal tentang
tentang keragamanan genetis tegakan bitti urutan basa suatu spesies. Yang
dengan menggunakan penanda molekuler diperlukan adalah DNA yang relatif
perlu dilakukan. murni dan dalam jumlah yang relatif
Penggunan penanda molekuler kecil dibandingkan RFLP. Oleh
berupa DNA (Deoxyribonucleic acid) karenanya RAPD dapat diterapkaan pada
digunakan seiring dengan perkembangan hampir semua jenis tanaman. DNA
ilmu pengetahuan tentang biologi sebagai pembawa informasi genetik
molekuler. Penanda DNA yang terdapat pada semua makhluk hidup,
digunakan sejak tahun 1980-an, terdapat di dalam sel khususnya di dalam
merupakan pendekatan untuk lebih inti sel. DNA dapat diperoleh dari suatu
meningkatkan informasi genetik yang makhluk hidup dengan suatu proses
belum dapat diperoleh dengan penanda ekstraksi, sehingga memudahkan untuk
protein. Kelebihan penanda DNA adalah mengidentifikasi DNA yang disebut
dapat digunakan untuk jumlah yang tidak proses isolasi DNA.
terbatas dan dapat mencakup seluruh Ada tiga langkah utama dalam
genom tanaman, tidak dipengaruhi oleh ekstraksi DNA, yaitu perusakan dinding
regulasi perkembangan tanaman, serta sel (lisis), pemisahan DNA dari bahan
memiliki kemampuan tinggi untuk padat seperti selulosa dan protein, serta
menggambarkan keragaman karakter pemurnian DNA. Melalui proses tersebut
antar individu. Kelemahannya adalah DNA dipisahkan dari komponen seluler
masih membutuhkan biaya yang besar lain seperti protein, RNA (Riboksi
dibanding dengan analisis isozim dalam nukleat acid), dan lemak. Banyak
pemanfaatanya serta peralatan yang metode yang digunakan untuk
tersedia masih terbatas pada lembaga atau mengisolasi DNA, tergantung spesimen
institusi tertentu. yang akan dideteksi. Metode tersebut
Penanda molekuler yang pada dasarnya memiliki prinsip yang
banyak digunakan dalam analisis sama, namun ada beberapa hal tertentu
keragaman genetik tumbuhan, salah yang biasanya digunakan modifikasi
satunya adalah RAPD (Random untuk dapat menghancurkan inhibitor
Amplified Polymorphic DNA). Marka yang ada di dalam masing-masing
molekuler ini dapat berbasis PCR sumber spesimen.
(Polymerase Chain Reaction) yang Berbagai teknik analisis dalam
banyak digunakan dalam pemuliaan tanaman dan biologi
mengidentifikasi keragaman pada tingkat molekuler yang berdasarkan pada
intraspesies maupun antarspesies. hibridisasi molekuler membutuhkan
Teknik ini digunakan untuk DNA dalam jumlah yang cukup dan
mengidentifikasi genotipe tumbuhan, kualitas yang baik. Oleh karena
karena memiliki kelebihan dalam kandungan senyawa sekunder dalam sel
pelaksanaan dan analisisnya. tanaman berbeda-beda, maka setiap
Dibandingkan dengan penanda DNA tanaman membutuhkan prosedur isolasi
yang lain, seperti Restriction Fragment yang optimum agar diperoleh DNA

267
Indah Fajarwati Langga ISSN 1411-4674

genom yang dapat digunakan sebagai mikrotip, nitrogen cair, buffer lysis,
template (cetakan) dalam analisis isopropanol, ddH₂O Mikrozone
molekuler. Optimasi prosedur tersebut MegaMix Blue, Agarose, PCR tube,
dapat dilakukan terhadap suhu dan lama loading dye, TAE dan TBE. Alat yang
inkubasi yang digunakan dalam proses digunakan selama pengambilan sampel
isolasi DNA. etanol, cutter, plastik, label dll. Analisis
Penelitian mengenai molekuler menggunakan mortar,
optimalisasi suhu dan lama inkubasi mikropipet (Eppendorf Research),
dalam isolasi DNA tanaman kehutanan Inkubator (Juliabo Paratherm II), Mesin
khususnya bitti merupakan langkah awal sentrifugasi (Ependorf Centrifuge 5415
yang akan digunakan sebagai referensi D), thermal cycler (Applied Biosystem),
untuk penelitian-penelitian selanjutnya. mesin Elektrolisis (BioRad).
Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan suhu dan lama inkubasi HASIL
yang optimal serta menghasilkan DNA
Isolasi DNA
genom yang berkualitas baik dengan
Hasil penelitian isolasi DNA
jumlah yang memadai sehingga dapat
mengunakan metode Lengkong et al.
digunakan untuk analisis keragaman
dalam Masniawati (2000) yang telah
genetik pada tanaman bitti berdasarkan
dimodifikasi oleh indah (2011), terhadap
RAPD.
tanaman bitti dari 10 sampel mewakili
provenansi Enrekang dan Bone, maka
METODE PENELITIAN
yang dihasilkan hanya dua sampel yang
Waktu dan Tempat dapat dianalisis hasilnya dari masing-
Pengambilan sampel akan masing provenansi tersebut. Ini dapat
dilaksanakan pada bulan April 2011 di dilihat pada Gambar 1.
Kabupaten Enrekang dan Bone. Sampel DNA yang kurang murni dan
tanaman berupa daun muda. Analisis pengenceran yang kurang tepat akan
molekuler dilakukan pada bulan April menyebabkan tidak menempelnya primer
2011 hingga Desember 2012 di pada DNA target. Hal ini ditegaskan oleh
Laboratorium Bioteknologi Fakultas Young, dkk (2000) dimana pananda
Kehutanan, Laboratorium Pusat Kegiatan genetik (RAPD) sangat sensitive pada
Penelitian Universitas Hasanuddin Dan kondisi reaksi serta kualitas DNA
pada RSWS (Rumah Sakit Wahidin templat. Oleh karena itu diperlukan
Sudirohusodo). konsentrasi dan kemurnian DNA primer
serta prosedur penyiapan DNA genom
Alat dan Bahan konsisten. Tiga konsep dasar yang harus
Bahan yang digunakan dalam dilakukan adalah pembukaan sel pada
penelitian ini adalah daun muda dari 10 sampel untuk mengeluarkan asam
tanaman bitti yang berasal dari nukleatnya, memisahkan asam
provenansi kabupaten Enrekang dan nukleatnya dari komponen sel yang lain,
Bone yang telah ditetapkan sebagai lokasi dan pemurnian asam nukleat (Yusdiana,
penelitian. Analisis molekuler 2008).
menggunakan eppendorf (e-cup),

268
Isolasi DNA, RAPD-PCR, Vitex cofassus Reinw ISSN 1411-4674

Gambar 1. Sampel Bone dan sampel Enrekang yang menghasilkan pita DNA yang diuji
cob akan pada primer OPD-03 dan OPA-10

Pembukaan sel untuk merusak dinding sel secara kimiawi


mengeluarkan asam nukleatnya dapat dengan cara mengikat ion magnesium
dilakukan dengan cara mekanik yaitu berfungsi mempertahankan integritas sel
diblender, digerus atau dapat juga maupun aktifitas enzim nuclease yang
menggunakan bahan kimia untuk merusak asam nukleat. Kotoran (debris)
mendegradasi dan melarutkan komponen yang dihasilkan dari aktivitas lysis ini
dinding sel. DNA akan terpisah menjadi dibersihkan dengan cara sentrifugasi agar
suatu larutan dan dapat dimurnikan kotoran mengumpul didasar eppendorf.
(dipurifikasi) melalui dua cara yang Untuk membersihkan protein dan
umum dilakukan yaitu sentrifugasi dan polisakarida dari larutan digunakan
ekstraksi kimia. Sampel disentrifugasi kloroform sedangkan kondisi yang lebih
dengan kecepatan yang tinggi sehingga ekstrem, dapat digunakan proteinase.
komponen yang berukuran lebih besar Pada tahap selanjutnya
atau lebih berat akan mengendap dilakukan proses sentrifugasi untuk
membentuk sedimen pada bagian bawah mendapatkan supernatan, kemudian
tabung. ditambahkan isopropanol dingin untuk
Akhir proses isolasi, sampel mengendapkan, melekatkan dan
disentrifugasi kembali sehingga DNA memisahkan DNA dari larutan. Proses
dan komponen lain yang berukuran lebih sentrifugasi ulangan dilakukan untuk
besar akan mengendap pada bagian mendapatkan pellet DNA. Pellet DNA ini
bawah dan hasil kontaminan dari kemudian dimurnikan atau ditambahkan
perusakan dinding sel berada pada bagian air (ddH₂O) untuk disimpan atau
suspense. Metode Lengkong dkk dianalisis.
modifikasi Indah (2011) dalam proses Hasil pengukuran konsentrasi
isolasi DNA menggunakan buffer lysis dan tingkat kemurnian DNA berdasarkan
yang mengandung EDTA (etilen diamin hasil spektrometer pada inkubasi 60ºC
tetra asetat) dan es batu yang diletakkan selama 30, 60 dan 90 menit adalah
dibawah cawan dengan tujuan agar DNA berturut-turut untuk pengukuran rata-rata
pada saat penggerusan tidak rusak. konsentrasi untuk provenansi Enrekang
Muladno (2002), buffer lysis ini 3300, 3275 dan 2475 µg/ml sedangkan
mengandung EDTA yang berfungsi untuk pengukuran rata-rata tingkat

269
Indah Fajarwati Langga ISSN 1411-4674

kemurnian adalah 1,32; 1,31 dan 0,99. pengukuran rata-rata tingkat kemurnian
Untuk provenansi Bone 3325, 3350 dan 1,01, 0,80 dan 0,64. Hasil pengukuran
3325 µg/ml sedangkan untuk pengukuran konsentrasi dan tingkat kemurnian DNA
rata-rata tingkat kemurnian adalah 1,33; pada provenansi Enrekang inkubasi 70ºC
1,34 dan 1,33. Hasil pengukuran selama 30, 60 dan 90 menit adalah
konsentrasi dan tingkat kemurnian DNA berturut-turut untuk pengukuran rata-rata
pada provenasi Enrekang inkubasi 65ºC konsentrasi 3325, 3275 dan 3325 µg/ml
selama 30, 60 dan 90 menit adalah sedangkan untuk pengukuran rata-rata
berturut-turut untuk pengukuran rata-rata tingkat kemurnian 1,33; 1,31 dan 1,33
konsentrasi 2525, 2750 dan 850 µg/ml dan pada provenansi Bone 3325, 3275
sedangkan untuk pengukuran rata-rata dan 3275 µg/ml sedangkan untuk
tingkat kemurnian 1,01; 1,10 dan 0,34 pengukuran rata-rata tingkat kemurnian
dan pada provenansi Bone 2525, 2000 1,32; 1,31 dan 1,31.
dan 1600 µg/ml sedangkan untuk

4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Grafik 1. Hasil Pengukuran Konsentrasi DNA

Keterangan Grafik:
- Warna Biru menunjukkan Provenansi Enrekang
- Warna Merah Menunjukkan Provenansi Bone
- 1, 2 dan 3 menunjukkan inkubasi dengan suhu 60ºC selama 30, 60 dan 90 menit
- 4,5 dan 6 menunjukkan inkubasi dengan suhu 65ºC selama 30, 60 dan 90 menit
- 7,8 dan 9 menunjukkan inkubasi dengan suhu 70ºC selama 30, 60 dan 90 menit

Perlakuan pada konsentrasi dan inkubasi tidak berpengaruh nyata


DNA ada tiga yaitu perlakuan suhu, lama terhadap konsentrasi.
inkubasi dan interaksi antara suhu dengan Berdasarkan hasil tersebut
lama inkubasi dari ketiga faktor tersebut, diperoleh rata-rata konsentrasi yang
suhu berpengaruh nyata terhadap tinggi pada perlakuan inkubasi 60ºC
konsentrasi DNA sedangkan lama selama 60 menit yaitu 3350 µg/ml.
inkubasi tidak berpengaruh nyata, sedangkan untuk perlakuan tingkat
demikian pula interaksi antara lama suhu kemurnian diperoleh pada perlakuan
inkubasi 65ºC selama 30 menit yaitu 1,78

270
Isolasi DNA, RAPD-PCR, Vitex cofassus Reinw ISSN 1411-4674

cukup tinggi. Pada perlakuan inkubasi suhu satu derajat akan meyebabkan
tersebut telah memenuhi persyaratan primer gagal melekat.
yang dibutuhkan dalam analisis Menurut Prana dan Hartati
molekular karena mendekati nilai (2003), keberhasilan amplifikasi DNA
kemurnian yang tinggi dan DNA yang genom menggunakan teknik RAPD
dihasilkan cukup bersih. Inkubasi 65ºC selain ditentukan oleh urutan basa primer
selama 30 menit memaksimalkan yang digunakan serta kuantitasnya
keluarnya DNA dari sel dan (kandungan primer dalam setiap reaksi),
mendegradasi protein dari dinding sel ditentukan pula oleh kesesuaian kondisi
secara optimal dibandingkan dengan PCR yang meliputi suhu annealing
perlakuan inkubasi lain. Penelitian primer dan ekstensi. Selain faktor yang
sebelumnya yang dilakukan oleh Restu, telah dijelaskan diatas, PCR juga sangat
dkk (2010) pada tanaman Suren (Tooma dipengaruhi oleh beberapa faktor lain
sureni) menunjukkan bahwa inkubasi yaitu : (1) kondisi deoksiribonukleotida
selama 60 menit pada suhu 60ºC triphosphat (dNTP), (2) oligonukleotida
memberikan hasil kualitas DNA terbaik primer, (3) DNA template (cetakan), (4)
walaupun dengan konsentrasi yang relatif komposisi larutan buffer, (5) jumlah
rendah. Adanya perbedaan keberhasilan siklus reaksi, (6) enzim yang digunakan,
ekstraksi DNA dipengaruhi oleh jenis dan (7) faktor teknis dan non-teknis
tanaman serta kandungan yang terdapat lainnya, misalnya kontaminasi (Yuwono,
pada tanaman tersebut. Berdasarkan hasil 2006).
tersebut menunjukkan bahwa setiap jenis
tanaman membutuhkan proses ekstraksi Analisis PCR-RAPD
dengan perlakuan suhu dan lama inkubasi Berdasarkan hasil seleksi primer,
yang berbeda. Selain itu, inkubasi dan maka primer OPD-03, OPA-10, OPK-10,
ekstraksi DNA dipengaruhi oleh OPY-06, OPQ-06, OPQ-15, OPM 06,
kandungan polifenol dan metabolit OPW-11 dan OPP-18 kemudian
sekunder lainnya seperti tannin, tarpen digunakan dalam melakukan analisis
dapat menurunkan kemurnian DNA. molekuler PCR-RAPD. Primer OPD-03
dan OPM-06 menghasilkan 11 pita
PEMBAHASAN polimorfik dengan panjang berkisar dari
100 bp hingga 700 bp, OPQ-06 dan
Seleksi Primer
OPWQ-11 menghasilkan 10 pita
Hasil seleksi primer
polimorfik dengan panjang berkisar 100
menunjukkan bahwa primer OPD-03,
bp hingga 800 bp, OPK-10 menghasilkan
OPA-10, OPK-10, OPY-06, OPQ-06,
sembilan pita polimorfik dengan panjang
OPQ-15, OPM 06, OPW-11 dan OPP-18
berkisar 100 bp hingga 600 bp, OPY-06
mampu menghasilkan konsentrasi pita
menghasilkan delapan pita polimorfik
polimorfik sedangkan OPG-11 tidak
dengan panjang berkisar 100 bp hingga
menghasilkan pita polimorfik, penyebab
600 bp, OPA-10 dan OPP-18
lainnya adalah suhu pada tahapan proses
menghasilkan tujuh pita polimorfik
PCR yang digunakan. Pengaturan suhu
dengan panjang berkisar 100 bp hingga
fase annealing pada proses PCR sangat
600 bp, dan OPQ-15 menghasilkan enam
berpengaruh pada proses pelekatan
pita polimorfik dengan panjang berkisar
primer sehingga perubahan suhu satu
100 bp hingga 400 bp. Adapun rata-rata
derajat akan menyebabkan primer gagal
jumlah pita yang dihasilkan setiap primer
melekat. Ini ditunjukkan pada tahapan
adalah 9,88.
proses PCR yang digunakan. Pengaturan
Jumlah pita polimorfik ini
suhu fase annealing pada proses PCR
diperoleh dari hasil pengamatan pada gel
sangat berpengaruh pada proses
agarose 2% setelah di elektroforesis
pelekatan primer sehingga perubahan
selama 45 menit. Elektroforesis adalah

271
Indah Fajarwati Langga ISSN 1411-4674

suatu teknik pemisahan dan purifikasi dalam hal ini adalah menggunakan gel
fragmen DNA, RNA, atau protein. agarosa. Agarosa merupakan polisakarida
Prinsip dasar dari elektroforesis adalah yang diekstrak dari rumput laut. Ukuran
memisahkan molekul berdasarkan pori agarosa sesuai untuk pemisahan
muatan listrik intrinsik. Elektroforesis polimer asam nukleat yang tersusun dari
DNA biasanya digunakan untuk ratusan nukleotida (Clark (2005) dalam
memisahkan DNA berdasarkan Firdausi dkk, 2008). Ini dapat dilihat
perbedaan ukurannya. Pemisahan DNA pada Gambar 2, 3, 4, dan 5.

Gambar 2. Pita DNa dengan sampel provenansi Enrekang dengan perlakuan 60º30’ (a₁₁)
dengan kesembilan primer OPD-03, OPA-10, OPK-10, OPY-06, OPQ-06,
OPQ-15, OPM-06, OPW-11, DAN OPP-18

Gambar 3. Pita DNA dengan sampel provenansi Bone pada perlakuan 600C 90’ dengan
kesembilan primer OPD-03, OPA-10, OPK-10, OPY-06, OPQ-06, OPQ-15,
OPM-06, OPW-11, DAN OPP-18

272
Isolasi DNA, RAPD-PCR, Vitex cofassus Reinw ISSN 1411-4674

Gambar 4. Pita DNA sampel provenansi Enrekang pada perlakuan 700C 30’ dengan
kesembilan primer OPD-03, OPA-10, OPK-10, OPY-06, OPQ-06, OPQ-
15, OPM-06, OPW-11, DAN OPP-18

Gambar 5. Pita dengan provenansi Bone pada perlakuan 700 C 30’ (c₁₂) dengan
kesembilan primer OPD-03, OPA-10, OPK-10, OPY-06, OPQ-06, OPQ-
15, OPM-06, OPW-11, DAN OPP-18

Hasil amplifikasi menyatakan primer lima dan primer delapan


bahwa dari provenansi Enrekang sampel menghasilkan sepuluh pita pada ukuran
a11, a31, dan c11 yang menghasilkan 100 bp hingga 800 bp, penggunaan
amplifikasi baik dan pita jelas, sedangkan primer tiga menghasilkan sembilan pita
untuk provenansi Bone adalah C12. pada ukuran 100 bp hingga 600 bp,
Zimogram pola pita yang dihasilkan. primer empat menghasilkan delapan pita
Hasil amplifikasi dari sejumlah sampel pada ukuran 100 bp hingga 600 bp,
menunjukkan bahwa semua sampel primer dua dan primer sembilan
teramplifikasi dengan ke Sembilan menghasilkan tujuh pita ukuran 100 bp
primer. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi dan 600 bp, dan primer enam
DNA hasil ekstraksi yang menunjukkan menghasilkan enam pita pada ukuran 100
adanya kesamaan sekuens antara sampel bp dan 500 bp. Pita yang diperoleh
dengan primer.Penggunaan primer satu merupakan hasil amplifikasi primer dan
dan primer tujuh menghasilkan sebelas DNA template. Semakin banyak sekuens
pita pada ukuran 100 bp hingga 700 bp, yang dapat dikenali oleh primer pada

273
Indah Fajarwati Langga ISSN 1411-4674

sebuah DNA template akan kesamaan 0,42%. Yang menunjukkan


menghasilkan pita yang lebih banyak. bahwa keragaman genetik pada taraf
tersebut tergolong tinggi, kluster pertama
Jumlah Pita Polimorfik Tiap primer adalah a₁₁, kluster kedua a₃₁ dan c₁₁,
Intensitas pita DNA hasil sedangkan kluster ketiga adalah c₁₂.
amplifikasi oleh setiap primer sangat Tingginya variasi dalam
dipengaruhi oleh kemurnian dan populasi sampel bitti yang diuji diduga
konsentrasi DNA cetakan. DNA cetakan akibat proses penyerbukan yang dibantu
yang mengandung senyawa-senyawa serangga. Bunga bitti mempunyai warna
seperti polisakarida dan senyawa fenolik, yang indah sehingga menjadi faktor yang
serta konsentrasi DNA cetakan yang menarik kedatangan serangga ke bunga
terlalu kecil sering menghasilkan pita tersebut. Serangga atau pollinator
DNA amplifikasi yang redup atau tidak memanfaatkan pollen yang ada sebagai
jelas (Weeden et al (1992) dalam Roslim, vektor pembawa serbuk sari dari satu
2003). Selain itu juga disebabkan, bunga ke bunga lainnya dalam satu
sebaran situs penempelan primer pada pohon maupun antar pohon. Kunjungan
DNA cetakan (Grattapaglia et al (1992); lebah ke bunga dipengaruhi oleh warna,
Weeden et al (1992) dalam Roslim et al, bau dan bentuk. Adanya penyerbukan
2003). Faktor lainnya adalah adanya menyebabkan terjadinya pola variasi
kompetisi tempat penempelan primer genetik di alam yang dapat terekspresi
pada DNA cetakan yang menyebabkan secara morfologi. Mekanisme
satu fragmen diamplifikasi dalam jumlah penyerbukan pada tanaman sangat
banyak dan fragmen lainnya sedikit. menentukan pola variasi genetik tersebut
Proses amplifikasi mungkin saja (Bawa dan Hadley (1990) dalam Restu,
diinisiasi pada beberapa tempat, namun 2007).
hanya beberapa set yang dapat dideteksi Bitti memiliki bunga monocius,
sebagai pita sesudah diamplifikasi dimana bunga jantan dan bunga betina
(Grattapaglia et al (1992) dalam Roslim dijumpai pada satu pohon,
et al, 2003). perkawinannya dapat melalui perantara
Proses amplifikasi yang terjadi angin atau insekta. Terjadinya
selama analisis PCR-RAPD perkawinan silang melalui proses
menghasilkan pita-pita polimorfik yang penyerbukan, khususnya penyerbukan
menunjukkan perbedaan karakter genetik terbuka dan penyerbukan silang (Santoso
setiap individu yang diamati. Menurut (1997) dalam Yusdiana, 2008).
Anonim (2008) dalam Firdausi (2008) Berdasarkan karakter genetik pada
Polimorfisme dari fragmen-fragmen yang dendogram menunjukkan bahwa
teramplifikasi dapat terjadi dikarenakan koefisien kesamaan berada antara 0.42
substitusi basa atau penghilangan sisi hingga 0.58. Hasil ini menunjukkan
priming, penyisipan dari sisi primer yang keragaman genetik yang cukup besar
diterjemahkan terlalu pendek untuk dalam populasi bitti yang diamati.
mendukung terjadinya amplifikasi dan Penggunaan primer yang lebih banyak
penyisipan atau penghilangan yang dan tepat akan memberikan gambaran
menyebabkan perubahan ukuran dari hasil yang lebih baik. Primer yang
fragmen yang diamplifikasi. digunakan pada penelitian ini mengacu
pada primer yang digunakan oleh
Kekerabatan Genetik Rimbawanto (2006), pada jenis merbau
Hasil dianalisis dengan (Intsia bijuga), dengan 10 primer.
menggunakan analisis program NTSys Jarak genetik terjauh adalah
dengan metode UPGMA menunjukkan antara a₁₁ terhadap c₁₂ dengan jarak
bahwa keempat individu terbagi dalam genetik 0,6389. Sedangkan jarak genetik
tiga kelompok pada taraf koefisien terdekat adalah sampel a₃₁ terhadap c₁₁

274
Isolasi DNA, RAPD-PCR, Vitex cofassus Reinw ISSN 1411-4674

dengan jarak genetik 0,4194. Hasil Sarjana Universitas Brawijaya.


perhitungan jarak genetik menunjukkan Malang. (Diakses tanggal 30 Juni
bahwa sampel a₁₁ memiliki keragaman 2009)
genetik yang tinggi sehingga cocok untuk Masniawati, A. (2000). Keragaman
dijadikan sebagai sumber keragaman Genetik Kelapa Dalam Mapanget-
genetik atau pohon induk dalam populasi 32 (DMT-32) Hasil Penyerbukan
ini. Terbuka dan Penyerbukan Sendiri
Berdasarkan Penanda Molekuler
KESIMPULAN Random Amplified Polymorphic
DNA (RAPD). Institut Pertanian
Kesimpulan yang dapat diambil
Bogor. Bogor.
dari keseluruhan hasil penelitian ini
Muladno. (2002). Seputar Teknologi
adalah rata-rata konsentrasi yang
Rekayasa Genetika. Pusataka
tertinggi diperoleh pada perlakuan
Wirausaha Muda. Bogor.
inkubasi 60°C selama 60 menit.
Prana, T. K., dan N. S. Hartati. (2003).
Perlakuan tingkat kemurnian
Identifikasi Sidik Jari DNA Talas
menunjukkan rata-rata tingkat kemurnian
(Colocasia esculenta L. Schott)
yang masih rendah kecuali pada
Indonesia dengan Teknik RAPD
perlakuan inkubasi 70°C selama 90
(Random Amplified Polymorphic
menit. Penggunaan primer yang tepat
DNA) : Skrining Primer dan
untuk tanaman bitti adalah OPD-03 dan
Optimalisasi Kondisi PCR. Jurnal
OPM-06. Keragaman genetik jenis bitti
Natur Indonesia 5(2): 107-112
tergolong cukup tinggi, dengan koefisien
(2003). (Diakses tanggal 29 April
kesamaan yang rendah. Untuk
2009)
melestarikan keragaman genetik bitti
Restu, M. (2010). Keragaman Genetik
maka disarankan optimalisasi terhadap
Lima Provenansi Eboni (Diospyros
reagen pada saat ekstraksi sehingga
celebica Bakh) Untuk Keperluan
mendapatkan tingkat kemurnian DNA
Pemuliaan Pohon dan Konservasi
yang lebih tinggi. Perlu penggunaan
Genetik. Universitas Hasanuddin.
primer yang lebih banyak sehingga
Makassar.
memberikan gambaran yang lebih baik
Rimbawanto, A., dan AYPBC
terhadap hasil analisis keragaman
Widyamoko. (2006). Keragaman
genetik.
Genetik Empat Populasi Intsia
bijuga Berdasarkan Penanda
DAFTAR PUSTAKA
RAPD dan Implikasinya Bagi
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Program Konservasi Genetik.
Selatan. (2002). Rencana Makro Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Kehutanan Provinsi Sulawesi Vol. 3 No. 3. Juni 2006.
Selatan. Dinas Kehutanan Prov. Roslim, D. I., A. Hartana, dan Suharsono.
Sulawesi Selatan Bekerjasama (2003). Hubungan Genetika
dengan Fak. Pertanian dan Populasi Kelapa Dalam
Kehutanan Universitas Banyuwangi, Lubuk Pakam, dan
Hasanuddin. Makassar. Paslaten berdasarkan Analisis
Firdausi, I. dan L. Kusumawati. (2008). RAPD (Random Amplified
Laporan Praktikum Teknik Analisis Polymorphic DNA). Jurnal Natur
Biologi Molekuler dan Seluler : Indonesia 6(1): 5-10 (2003).
Analisis Kekerabatan pada (Diakses tanggal 19 Oktober 2008)
Berbagai Jenis Tanaman Seran, D., M. Lempang, dan
Aglonema Menggunakan RAPD. Suhartati.,(1997). Pedoman Teknis
Fakultas Matematika dan Ilmu Budidaya Gofasa (Vitex cofassus
Pengetahuan Alam Program Pasca

275
Indah Fajarwati Langga ISSN 1411-4674

Reinw.). Balai Pelatihan Universitas Hasanuddin. Makassar


Kehutanan. Ujung Pandang (Tidak Dipublikasikan)
Wardiyono. (2007). Detil data Vitex Yuwono, T. (2006). Teori dan Aplikasi
cofassus Reinw. (Diakses tanggal 4 Polymerase Chain Reaction :
September 2008). Pnduan Eksperimen PCR untuk
Yusdiana. (2008). Karakterisasi Lima Memecahkan Masalah Biologi
Provenansi Bitti (Vitex cofassus Terkini. Penerbit ANDI.
Reinw.) di Sulawesi Selatan. Yogyakarta.

276

Anda mungkin juga menyukai