Anda di halaman 1dari 77

SINTESIS DAN BIOAKTIVITAS SENYAWA

TURUNAN KLOROKALKON DARI


PREKURSOR 4-METOKSI BENZALDEHIDA
DAN 2-HIDROKSI-5-KLORO ASETOFENON

SKRIPSI

OLEH
WULAN NUR SAFITRI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
SINTESIS DAN BIOAKTIVITAS SENYAWA
TURUNAN KLOROKALKON DARI
PREKURSOR 4-METOKSI BENZALDEHIDA
DAN 2-HIDROKSI-5-KLORO ASETOFENON

SKRIPSI

Oleh

Wulan Nur Safitri


NIM : 1413015031

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
iv

RIWAYAT HIDUP

Wulan Nur Safitri, lahir di Kota Tanah Grogot, pada


tanggal 11 Februari Tahun 1997. Merupakan anak kedua
dari pasangan Selamet dan Badriyah. Peneliti adalah
mahasiswa yang sedang menempuh jenjang pendidikan
Strata 1 Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas
Mulawarman. Peneliti telah menyelesaikan pendidikan
dasar dimulai pada tahun 2002 di SD 003 Tanah Grogot,
dan lulus pada tahun 2008. Pendidikan menengah tingkat pertama di SMP N 1
Tanah Grogot dan lulus pada tahun 2011. Pendidikan menengah tingkat atas di
SMA Negeri 1 Tanah Grogot dan lulus pada tahun 2014, kemudian melanjutkan
jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman yang
dimulai pada tahun 2014.
v
vi

@ Hak Cipta
Hak Cipta Skripsi ini adalah Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman,
sehingga jika terkait dengan perihal Hak Kekayaan Intelektual Fakultas
Farmasi Universitas Mulawarman sebagai pemilik sah dengan atas nama
mahasiswa yang bersangkutan sebagai pembuat karya. Jika dikemudian hari
Karya Ilmiah ini diklaim oleh pihak lain sebagai pemilik, maka pihak lain
tersebut telah melanggar @ Hak Cipta Fakultas Farmasi Universitas
Mulawarman.
vii

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Sintesis dan Bioaktivitas Senyawa Turunan Klorokalkon Dari Prekursor 4-
Metoksi Benzaldehida dan 2-Hidroksi-5-Kloro Asetofenon”. Skripsi ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Program Studi
Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman.
Penelitian dilaksanakan kurang lebih 6 bulan di Laboratorium Penelitian
dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas
Mulawarman. Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian hingga
tersusunnya skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan, namun berkat
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia yang begitu
banyak sehingga penulis dimudahkan dalam menyelesaikan skripsi dengan
lancer.
2. Kedua orang tua tercinta (Bapak Selamet dan Ibu Badriyah) yang telah
memberikan semangat, nasehat dan doa yang tak henti-hentinya untuk
kesuksesan ananda. Serta dukungan baik moril maupun materil yang telah
diberikan selama ananda menempuh pendidikan hingga menyelesaikan
pendidikan sarjana. Restumu akan menjadi bekal dalam hidup ananda
untuk mengarungi hidup. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
kesehatan, keselamatan, dan limpahan rahmat-Nya, Aamiin ya Rob’bal
alamiin.
2. Bapak Dr. Laode Rijai, M.Si., Drs. selaku Dekan Fakultas Farmasi
sekaligus pembimbing utama yang telah banyak memberikan arahan,
motivasi dan bimbingan serta saran yang membangun sehingga penulis
dapat menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini.
viii

3. Ibu Vina Maulidya M. Farm., Apt. selaku pembimbing pendamping yang


memberikan arahan, motivasi dan bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini
4. Bapak Agung Rahmadani, S.Pd., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah
banyak membimbing, memberikan motivasi, dorongan, kritik dan saran
serta ilmu yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Dr. Rolan Rusli dan Bapak M. Arifuddin M.Si., Apt. selaku dosen
penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran serta ilmu yang
bermanfaat dalam penyusunan skripsi.
6. Ibu Risna Agustina, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan nasehat serta arahan akademik selama berkuliah di
Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman.
7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Farmasi yang telah banyak memberi
motivasi dan ilmu pengetahuan selama proses perkuliahan hingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
8. Seluruh Bapak/Ibu Staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah
memberikan pelayan yang baik.
9. Laboran Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA
TROPIS. Kak Edy dan Kak Ali yang telah banyak memberikan bantuan
bagi penulis selama proses penelitian.
10. Bubuhan Katanya Radikal, teman terbaik selama kuliah (Eka Rizky
Meilinda, Tina Dwi Rahayu, Clara, Ida April dan Nurul Khotimah ) yang
senantiasa memberikan dukungan, semangat dan motivasi untuk penulis
dari awal penulisan proposal hingga dapat terselesaikannya penulisan
skripsi ini. Serta sudah dianggap seperti saudara sendiri walaupun
dilahirkan dari Ibu yang berbeda-beda. Terimakasih untuk kebersamaan
yang telah diberikan selama 4 tahun terakhir ini semoga kelak kita dapat
menggapai kesuksesan bersama, aamiin.
11. Sahabat-sahabat yang tergabung dalam grup Mahasiswa Tabah (Emey,
Ida, Khoti, Naomi, Khusnul, Anas, Rahman, Ansar, Ka Angga Gusti
ix

Saputra) dan sahabat-sahabat lainnya selama bekerja di Lab Farmasi


khususnya Nurul Musdalifah dan Landy Hartina dan Muhammad Qomarul
Hadi yang selalu mau direpotkan dan yang selalu ada disaat suka maupun
duka selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi UNMUL.
12. Teman-teman KKN (Misa, Tina, Rere, Laili dan Rahman ) di Kelurahan
Bukuan yang tetap kompak dan terimakasih atas kerja sama yang solid
selama KKN.
13. Seluruh kepengurusan dan keanggotaan KMM (Keluarga Mahasiswa
Muslim (KMM) Fakultas Farmasi Periode 2014-2017 yang telah
memberikan banyak pengalaman organisasi selama berkuliah.
14. Sekretaris Departemen KMM Ibnu Sina (Khoti, Ade Dian, Ade Nayah)
yang merasakan suka duka dikala perkuliahan dan tugas organisasi sampai
proses penyusunan skripsi selesai.
15. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 khususnya kelas A dan B yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk pelajaran,
kebersamaan, pengalaman, dan suka maupun duka yang telah dilalui
bersama saat kuliah maupun praktikum.
Akhir kata semoga semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh
berbagai pihak mendapat balasan dari Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua yang membacanya. Aamiin

Samarinda, Maret 2018

Penulis
x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL UTAMA .......................................................................... i


HALAMAN SAMPUL PENDUKUNG ............................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ...................................................... v
HAK CIPTA ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ................................ vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................xiii
ABSTRACT .......................................................................................................... 1
ABSTRAK ............................................................................................................ 2
RINGKASAN HASIL PENELITIAN .................................................................. 3
PENDAHULUAN ................................................................................................ 5
BAB I KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 9
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 23
BAB IV BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN ................................. 30
BAB V PROSEDUR PENELITIAN ............................................................. 34
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ............................... 39
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 57
BAB VIII IMPLIKASI HASIL PENELITIAN ................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 60
LAMPIRAN ........................................................................................................ 63
xi

DAFTAR ISTILAH

ISTILAH/SINGKATAN ARTI/KEPANJANGAN
Sintesis Suatu cara untuk mendapatkan
senyawa baru yang didapat dengan
menggabungkan dua gugus yang
fungsional, cara penggabungan
tersebut bisa melewati adisi, eliminasi,
subtitusi, atau oksidasi.

WNS Senyawa hasil sintesis

Tetapan Kopling Ukuran kuantitatif (Hertz) pengaruh


putaran antar inti atom yang
berdekatan.

BSLT BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)


merupakan uji pendahuluan yang
biasa dipakai untuk penentuan
toksisitas dari suatu senyawa yang
diukur nilai LC50 nya dari kematian
larva udang Artemia salina Leach.

LC50 Nilai konsentrasi yang menyebabkan


kematian pada 50% indikator uji.

IC50 Nilai konsentrasi antioksidan yang


digunakan untuk meredam 50%
aktivitas radikal bebas.
xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman


Gambar
1.1 Senyawa kalkon 9

1.2 Mekanisme reaksi pembentukan senyawa kalkon 10

1.3 Sintesis senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon 11

1.4 Retrosintesis senyawa klorokalkon 12

1.5 Struktur 2-hidroksi-5-kloro asetofenon 13

1.6 Struktur 4-metoksi benzaldehida 13

3.1 Skema penentuan struktur WNS 26

3.2 Skema penentuan rendemen 26

3.3 Skema rancangan analisis data 28

6.1 Reaksi senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon 40

6.2 Spektra IR 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon 41

6.3 Spektra massa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon 42

6.4 Spektra 1H-NMR 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon 43

6.5 Spektra 13C-NMR 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon 44

6.6 Mekanisme reaksi pembentukan senyawa 2’-hidroksi- 45


5’-kloro-4-metoksikalkon
xiii

DAFTAR TABEL

Nomor
Judul Tabel Halaman
Tabel
3.1 Perhitungan analisis Reed and Muench 27

3.2 Data aktivitas antioksidan senyawa klorokalkon 27

4.1 Bahan yang diperlukan dalam pengumpulan data 30


penelitian

4.2 Alat yang diperlukan dalam pengumpulan data 32


penelitian

6.1 Data bilangan gelombang infra merah senyawa 2’- 41


hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon

6.2 Spektra massa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon 42

6.3 Hasil analisis spektra 1H-NMR dan 13


C-NMR senyawa 44
2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon

6.4 Tabel perhitungan analisis Reed and Muench 52

6.5 Tabel perhitungan % aktivitas antioksidan 52


1

ABSTRACT
Chalcones is a compound that has many biological activities, but found in small
amounts in plants. The synthesis of chalcones derived compounds was performed
to obtain large amounts of chalcones compound in a relatively short time. In this
research, an analog chalcone of 2'-hydroxy-5'-chloro-4-methoxichalcones was
successfully synthesized by Claisen-Schmidt method for 72 hours in base
situation and obtained a yield of 84,54%. These compounds have been
characterized using IR, MS, 1H-NMR and 13C-NMR. The result of bioactivity test
by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method showed that the compound had
LC50 value 75,07 ppm, antioxidant activity test by 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl
(DPPH) method showed IC50 value of 45,99 ppm.

Keywords : synthesis, chlorochalcones, bioactivity


2

ABSTRAK
Senyawa kalkon merupakan senyawa yang banyak memiliki aktivitas biologis,
namun ditemukan dalam jumlah yang sedikit pada tumbuhan. Sintesis senyawa
turunan kalkon dilakukan untuk mendapatkan senyawa kalkon dalam jumlah besar
dalam waktu yang relatif singkat. Senyawa turunan kalkon 2’-hidroksi-5’-kloro-4-
metoksikalkon berhasil disintesis dengan metode Claisen-Schmidt selama 72 jam
dalam suasana basa dan didapat rendemen 84,54%. Senyawa ini telah
dikarakterisasi menggunakan IR, MS, 1H-NMR dan 13C-NMR. Hasil uji
bioaktivitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menunjukkan
senyawa tersebut memiliki nilai LC50 75,07 ppm, uji aktivitas antioksidan dengan
metode 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) menunjukkan nilai IC50 45,99 ppm.
Kata kunci : sintesis, klorokalkon, bioaktivitas
3

RINGKASAN HASIL PENELITIAN

Kalkon merupakan senyawa yang sangat penting dialam, mengandung dua


cincin aromatis dan satu atom α, β tak jenuh. Kalkon merupakan senyawa
prekursor yang biasanya akan diubah langsung menjadi flavonoid saat di tanaman,
sehingga sulit diisolasi. Kalkon telah disintesis dengan berbagai gugus fungsi
yang berbeda, dan memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antibakteri, antikanker
bahkan antimalaria. Senyawa kalkon dialam sangat terbatas karena kalkon
merupakan senyawa intermediet dari senyawa flavonoid. Oleh karena itu,
dibutuhkan sintesis senyawa kalkon yang memiliki variasi struktur yang berbeda-
beda.
Penambahan gugus hidroksi, kloro, dan metoksi pada senyawa kalkon
pada peneitian ini dimaksudkan agar kalkon yang disintesis meningkat
aktivitasnya dari kalkon hasil sintesis yang dibuat oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Gugus metoksi yang disubtitusi ke senyawa kalkon oleh beberapa
peneliti dapat meningkatkan nilai toksisitas. Hidroksikalkon banyak memiliki
aktivitas sebagai antioksidan. Gugus halogen yang disubtitusi pada cincin kalkon,
seperti kloro dilaporkan oleh beberapa peneliti memiliki aktivitas sebagai
antikanker. Subtitusi senyawa kalkon yang tersubtitusi halogen sulit dijumpai di
alam. Sehingga, diperlukan pengembangan sintesis senyawa kalkon yang
mengandung gugus halogen, salah satunya adalah dengan membuat kalkon yang
mempunyai gugus kloro pada salah satu cincin aromatiknya. Senyawa kalkon
yang memiliki subtituen kloro ini dinamakan sebagai senyawa klorokalkon.
Pencarian senyawa klorokalkon melalui sintesis dari bahan dasar 2-
hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida dengan metode Claisen
Schmidt diharapkan dapat memperoleh senyawa turunan kalkon yang berpotensi
memiliki aktivitas biologis.
Sintesis senyawa diawali dengan melarutkan 5 mmol senyawa 2-hidroksi-
5-kloroasetofenon dengan metanol, kemudian diaduk menggunakan magnetic
stirrer didalam labu sintesis. Setelah larutan homogen, ditambahkan NaOH 40%
sebanyak 5 mL sebagai katalis. Setelah 15 menit, ditambahkan senyawa 4-
4

metoksibenzaldehida 5 mmol yang telah dilarutkan dengan metanol kedalam


campuran, dan di aduk hingga 72 jam dibawah UV 254 nm dan 366 nm. Setelah
72 jam diaduk, senyawa ditambahkan HCl 10% hingga pH ≤ 7. Kemudian
dikristalisasi dengan aquades dan disaring. Senyawa hasil sintesis kemudian
dimurnikan dengan metode kromatografi kolom. Hasil kolom berupa kristal
bernama senyawa WNS yang kemudian dihitung persen rendemennya
menggunakan metode gravimetri.
Senyawa WNS kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan data
analisis spektroskopi inframerah, spektroskopi massa dan Nuclear Magnetic
Resonance. Kemudian dilakukan uji bioaktivitas dengan metode BSLT (Brine
Shrimp Lethality Test) terhadap larva udang Artemia salina Leach untuk
mengukur nilai LC50, dikatakan beraktivitas toksik apabila nilai LC50 kurang dari
200 ppm. Uji antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2 diphenyl-1-
picrylhydrazyl) untuk mendapatkan nilai IC50 , senyawa dikatakan beraktivitas
sebagai antioksidan jika kurang dari 200 ppm.
Data hasil analisis menggunakan spektroskopi inframerah, spektroskopi
massa, dan NMR menunjukkan bahwa kristal WNS merupakan senyawa dengan
nama trivial 2’hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon dengan rendemen sebesar
84,54% berbentuk kristal jarum berwarna kuning terang. WNS memiliki nilai
LC50 75,07 ppm dan nilai IC50 45,99 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa WNS
memiliki aktivitas toksik dan berpotensi sebagai antioksidan sangat kuat.
Saran yang diharapkan untuk penelitian yang telah dilakukan, yaitu
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas-aktivitas lain dari
senyawa WNS. Perlunya pengembangan variasi struktur senyawa kalkon agar
aktivitas senyawa kalkon lebih bervariasi dan penggunaan senyawa kalkon
sebagai senyawa prekursor pembentukan senyawa pirazolina.
Implikasi dari penelitian ini adalah senyawa WNS dapat dijadikan sebagai
prospek untuk dapat dikembangkan sebagai bahan obat yang mudah diproduksi
dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan
senyawa isolasi dari bahan alam.
5

PENDAHULUAN

Senyawa kalkon (1,3-difenil-2-propen-1-on) merupakan senyawa yang


sangat penting di alam. Kalkon mengandung dua cincin aromatis (A dan B) dan
satu atom karbon α, β tak jenuh. Senyawa kalkon yang terdapat pada tanaman
merupakan prekursor dari senyawa flavonoid (Belsare dkk., 2010). Beberapa jenis
senyawa kalkon memperlihatkan aktivitas biologi seperti antimalaria,
antituberkulosis, anti-inflamasi, sitotoksik, antioksidan, analgesik, antiviral dan
antimikroba (Sridhar dkk., 2011).
Kalkon sangat sulit diisolasi dari tanaman karena adanya enzim kalkon
sintetase (CSH) yang dengan mudah mengubah kalkon menjadi flavonoid. Selain
itu, senyawa kalkon hanya ditemukan pada beberapa golongan tumbuhan dan
dalam jumlah yang sangat sedikit. Hal ini merupakan kendala bagi perkembangan
senyawa kalkon. Mengingat keperluan kalkon dalam jumlah yang banyak dan
membutuhkan struktur yang bervariasi, sehingga perlu ada upaya untuk
mendapatkan kalkon dengan cara sintesis. Membuat kalkon dengan cara sintesis
ini menguntungkan, baik dari segi biaya dan waktu yang relatif singkat (Ningsih
dkk., 2014).
Secara umum, kalkon dapat disintesis dengan berbagai metode salah
satunya adalah melalui reaksi kondensasi suatu aldehida aromatik dengan suatu
keton aromatik baik dalam kondisi asam maupun basa. Reaksi ini dikenal dengan
reaksi kondensasi aldol atau lebih khusus reaksi kondensasi Claisen-Schmidt
(Palleros, 2004). Reaksi kondensasi Claisen-Schmidt banyak digunakan dalam
reaksi pembentukan kalkon, karena reaksinya sederhana, bahan baku mudah
didapat dan juga ramah lingkungan (green chemistry) (Eryanti dkk, 2010 ). Selain
itu, metode kondensasi Claisen-Schmidt banyak dilakukan karena isolasi langsung
senyawa kalkon dari bahan alam kurang menguntungkan dan dibutuhkan banyak
bahan untuk mendapatkannya, sehingga sintesis merupakan alternatif yang terbaik
untuk mendapatkan kalkon dalam jumlah besar (Hastiningrum, 2013). Dalam
kondisi sedikit asam atau basa, aldehida atau keton yang mempunyai minimal satu
atom hidrogen α akan mengalami reaksi adisi sesamanya, reaksi ini kemudian
6

diikuti dengan reaksi dehidrasi sehingga dihasilkan suatu keton α, β tak jenuh
(Wingrove & Caret, 1981).
Sebagian besar kalkon memiliki banyak aktivitas biologis. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Eryanti dkk. (2010) bahwa senyawa
turunan kalkon yang mengandung gugus hidroksil berpotensi sebagai antibakteri
terhadap bakteri B. subtilis. Penelitian Arty (2010) mengandung gugus hidroksil
dan gugus halogen yang tersubtitusi pada senyawa kalkon, aktivitas senyawa ini
sangat kompeten sebagai antikanker. Belsare dkk. (2010) juga telah mensintesis
turunan kalkon yang mengandung gugus halogen dan gugus hidroksil yang nilai
IC50-nya antara 40-140 ppm. Penelitian Lelani (2014) juga membuktikan senyawa
turunan kalkon yang mengandung gugus hidroksi, setelah diuji menggunakan
metode BSLT, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis berpotensi aktif
sebagai senyawa antikanker yang dibuktikan dengan nilai LC50 <200 μg/mL. Smit
dan N’Da (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa senyawa turunan
kalkon yang mengandung gugus kloro memiliki potensi sebagai antimalaria baru
yang aktif dan aman. Menurut Perdana (2013), senyawa yang mengandung gugus
halogen berpotensi sangat baik sebagai antikanker. Senyawa kalkon yang
tersubtitusi halogen sulit dijumpai di alam, sehingga diperlukan pengembangan
sintesis senyawa kalkon yang mengandung gugus halogen, salah satunya adalah
dengan membuat kalkon yang mempunyai gugus kloro pada salah satu cincin
aromatiknya. Senyawa kalkon yang memiliki subtituen kloro ini dinamakan
sebagai senyawa klorokalkon.
Oleh sebab itu, peneliti melakukan sintesis senyawa klorokalkon dari
bahan dasar 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida dengan
metode Claisen Schmidt diharapkan dapat memperoleh senyawa turunan kalkon
yang berpotensi memiliki aktivitas biologis.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (a) Senyawa apa yang
dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida
dalam suasana basa pada temperatur kamar, (b) Berapa rendemen senyawa yang
dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida
7

(c) Bagaimana bioaktivitas dari senyawa yang dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-
5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida?
Berdasarkan hasil dari perumusan masalah, maka tujuan yang ingin
dicapai pada penelitian ini adalah (a) Untuk mengetahui senyawa apa yang
dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida
dalam suasana basa pada temperatur kamar, (b) Untuk mengetahui rendemen
senyawa yang dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-
metoksibenzaldehida, (c) Untuk mengetahui bioaktivitas dari senyawa yang
dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida.
Manfaat umum yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan, yaitu
dapat menjadi informasi ilmiah, dalam hal ini senyawa WNS memiliki potensi
sebagai antioksidan sangat kuat dan dapat memiliki aktivitas sebagai antikanker,
antimalaria, larvasida dan lain-lain karena memiliki nilai LC50 < 200 µL. Selain
itu, senyawa kalkon hasil sintesis dapat digunakan sebagai intermediet untuk
sintesis senyawa turunan flavonoid dan pirazolina.
Sintesis senyawa diawali dengan melarutkan 5 mmol senyawa 2-hidroksi-
5-kloroasetofenon dengan metanol, kemudian diaduk menggunakan magnetic
stirrer didalam labu sintesis. Setelah larutan homogen, ditambahkan NaOH 40%
sebanyak 5 mL sebagai katalis. Setelah 15 menit, ditambahkan senyawa 4-
metoksibenzaldehida 5 mmol yang telah dilarutkan dengan metanol kedalam
campuran, dan diaduk hingga 72 jam. Setelah 72 jam diaduk, senyawa
ditambahkan HCl 10% hingga pH ≤ 7. Kemudian dikristalisasi dengan aquades
dan disaring. Senyawa hasil sintesis kemudian dimurnikan dengan metode kolom
kromatografi. Hasil kolom berupa kristal bernama WNS yang kemudian dihitung
persen rendemennya menggunakan metode gravimetri. Rendemen senyawa WNS
dihitung dari membagi berat senyawa hasil sintesis dengan berat senyawa secara
teoritis kemudian hasil pembagian dikalikan 100%. Senyawa WNS juga dianalisis
secara deskriptif menggunakan spektroskopi IR, spektroskopi MS dan Nuclear
Magnetic Resonance (NMR). Selanjutnya, dilakukan pengujian bioaktivitas
menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan dihitung nilai
Lethal Concentration (LC50) dari hubungan antara persen kematian dengan
8

konsentrasi senyawa WNS. Uji antioksidan digunakan metode 2,2 diphenyl-1-


picrylhydrazyl (DPPH) dan diperoleh nilai Inhibit Concentration (IC50) dari
hubungan antara % aktivitas antioksidan dengan konsentrasi senyawa WNS.
Data hasil analisis menggunakan spektroskopi inframerah, spektroskopi
massa, dan NMR menunjukkan bahwa kristal WNS merupakan senyawa dengan
nama trivial 2’hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon dengan rendemen sebesar
84,54% berbentuk kristal jarum berwarna kuning terang. Senyawa WNS memiliki
nilai LC50 75,07 ppm dan nilai IC50 45,99 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa
Senyawa WNS memiliki aktivitas toksik dan berpotensi sebagai antioksidan
sangat kuat.
Implikasi dari penelitian ini adalah senyawa WNS dapat dijadikan sebagai
prospek untuk dapat dikembangkan sebagai bahan obat yang mudah diproduksi
dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan
senyawa isolasi dari bahan alam. Selain itu, pembuatan senyawa melalui jalur
sintesis dapat meminimalisir penggunaan tanaman secara besar-besaran
(eksploitasi) karena untuk mengambil senyawa bioaktif secara langsung dari
suatu tanaman, diperlukan banyak bagian dari tanaman yang akan digunakan.
BAB I
KAJIAN PUSTAKA

1.1. Senyawa Kalkon

Senyawa kalkon (1,3-difenil-2-propen-1-on) merupakan senyawa yang


sangat penting di alam. Kalkon mengandung dua cincin aromatis (A dan B) dan
tiga atom karbon α, β tak jenuh (Belsare dkk., 2010). Beberapa jenis senyawa
kalkon memperlihatkan aktivitas biologi seperti antimalaria, antituberkulosis, anti-
inflamasi, sitotoksik, antioksidan, analgesik, antiviral dan antimikroba (Sridhar
dkk., 2011). Selain itu, senyawa kalkon dapat digunakan sebagai senyawa
prekursor untuk sintesis senyawa flavonoid (Patil dkk., 2009).

Gambar 1.1 Senyawa kalkon


Melalui analisis retrosintesis, senyawa kalkon dapat disintesis dengan
menggunakan bahan asal (starting material) yaitu aldehida aromatik dan keton
aromatik. Reaksi ini dikatalis oleh asam atau basa, yang biasa dikenal dengan
kondensasi Claisen-Schmidt. Struktur dasar kalkon yaitu berupa dua cincin
aromatik yang saling terikat. Kedua cincin tersebut dihubungkan oleh tiga atom
karbon yang tergabung dalam sistem karbonil α, β tak jenuh (Tiwari dkk., 2011).
Kalkon di alam sedikit dan sulit didapat, karena adanya enzim kalkon
sintetase (CSH) yang dengan mudah mengubah kalkon menjadi flavonoid. Oleh
karena itu, banyak yang telah mensintesis senyawa kalkon karena mengingat
aktivitasnya yang begitu banyak. Sintesis kalkon dilakukan dengan menggunakan
katalis basa telah dilakukan oleh Harmastuti dkk (2012) dengan bahan dasar
turunan benzaldehida dan asetafenon (1:1) dalam pelarut metanol yang diaduk
selama 24 jam . Hasilnya adalah diperoleh kristal kuning muda dengan rendemen
10

56,17%. Berikut disajikan mekanisme sintesis senyawa turunan kalkon pada


gambar 1.2

Gambar 1.2. Mekanisme reaksi pembentukan senyawa kalkon (Khaeruni, 2016)

1.1.1. Sintesis Organik


Sintesis organik merupakan suatu cara untuk mendapatkan senyawa baru
yang didapat dengan menggabungkan dua gugus yang fungsional, cara
penggabungan tersebut bisa melewati adisi, eliminasi, subtitusi, atau oksidasi
(Warren, 1995).
11

Sintesis senyawa kalkon sering dilakukan dengan metode kondensasi


Claisen Schmidt. Kalkon dibuat dengan berbagai subtitusi, seperti subtitusi gugus
halogen, hidroksil dan metoksi. Arty (2010) telah mensintesis senyawa turunan
kalkon yang mengandung gugus hidroksil dan gugus halogen, aktivitas senyawa
ini sangat kompeten sebagai antikanker. Penelitian Lelani (2014) yang
mensintesis senyawa turunan kalkon lain yang mengandung gugus halogen dan
diuji menggunakan metode BSLT menghasilkan senyawa hasil sintesis berpotensi
aktif sebagai senyawa antikanker yang dibuktikan dengan nilai LC50 <200 μg/mL.
Kedua penelitian ini menggunakan gugus halogen dan gugus hidroksil dalam
strukturnya. Menurut Perdana (2013), senyawa yang mengandung gugus halogen
berpotensi sangat baik sebagai antikanker. Subtitusi senyawa kalkon yang
tersubtitusi halogen sulit dijumpai di alam. Sehingga, diperlukan pengembangan
sintesis senyawa kalkon yang mengandung gugus halogen, salah satunya adalah
dengan membuat kalkon yang mempunyai gugus kloro pada salah satu cincin
aromatiknya. Senyawa kalkon yang memiliki subtituen kloro ini dinamakan
sebagai senyawa klorokalkon. Sintesis senyawa klorokalkon dapat menggunakan
2-hidroksi-5-kloro-asetofenon dan 4-metoksibenzaldehida sebagai senyawa
prekursornya yang ditunjukkan pada Gambar 1.3.

2-hidroksi-5- 4-metoksi- 2’-hidroksi-5’-kloro-4-


kloro-asetofenon benzaldehida metoksikalkon

Gambar 1.3. Sintesis senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon

1.1.2. Analisis Retrosintesis

Retrosintesis adalah proses pembelahan molekul target sintesis menuju ke


material awal yang tersedia melalui serangkaian pemutusan ikatan (diskoneksi)
12

dan perubahan gugus fungsi atau interkonvensi gugus fungsional (IGF).


Retrosintesis merupakan teknik pemecahan masalah untuk mengubah struktur dari
molekul target sintesis menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana melalui jalur
yang berakhir pada suatu material awal yang sesuai dan mudah didapatkan untuk
keperluan sintesis.
Dengan cara ini, struktur molekul yang akan ditentukan terlebih dahulu
yang dikenal sebagai molekul target. Selanjutnya, molekul target dipecah dengan
cara diskoneksi.
Diskoneksi adalah pemotongan ikatan secara imaginer pemecah molekul
yang diharapkan lebih sederhana. Diskoneksi bisa disebut kebalikan dari sintesis,
jika sintesis mereaksikan senyawa starting material menjadi suatu produk
senyawa baru. Proses dikoneksi dapat dilakukan beberapa tahap hingga mendapat
senyawa yang diinginkan (Warren, 1995).
Retrosintesis senyawa klorokalkon ditunjukkan pada Gambar 1.3.
OCH3 OH OCH3

OH CH
Cl HC
O
Cl
O
2'-hidroksi-5'-kloro-4-metoksikalkon
OH OCH3

CH3 H
Cl
O O

2-hidroksi-5-kloro asetofenon 4-metoksi benzaldehida


Gambar 1.4. Retrosintesis Senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon

1.2. Reaksi Claisen Schmidt

Reaksi Claisen Schmidt merupakan salah satu reaksi kondensasi aldol,


reaksi kondensasi Claisen Schmidt adalah reaksi kondensasi suatu aldehid
aromatik dengan suatu keton aromatik baik dalam kondisi asam maupun basa.
Reaksi ini melibatkan ion enolat dari senyawa keton yang bertindak sebagai
13

nukleofil untuk menyerang karbon karbonil senyawa aldehida aromatik


menghasilkan senyawa - hidroksi keton, yang selanjutnya mengalami dehidrasi
menghasilkan senyawa α, β keton tak jenuh (Bruice, 2007).

1.3. Bahan Baku Sintesis

1.3.1. Senyawa 2-hidroksi-5-kloro-asetofenon

Merupakan bubuk kristal berwarna kuning dan bersifat iritan, titik leleh
54-56oC. Senyawa ini memiliki titik lebur 126-128oC. Berat molekul senyawa
170,59 g/mol. Struktur 2-hidroksi-5-kloro-asetofenon ditunjukkan pada Gambar
1.5.

Gambar 1.5. Struktur 2-hidroksi-5-kloro asetofenon

1.3.2. Senyawa 4-metoksibenzaldehida

Merupakan cairan tidak berwarna dan memiliki bau seperti amina. 4-


metoksibenzaldehida memiliki berat molekul 136,15 g/mol. Struktur 4-
metoksibenzaldehida ditunjukkan pada Gambar 1.6.

Gambar 1.6. Struktur 4-metoksi benzaldehida


14

1.4. Pengujian Bioaktivitas

1.4.1. Pengujian BSLT

Uji BSLT merupakan uji pendahuluan (primary assay) untuk mengetahui


potensi aktivitas biologi tanaman berdasarkan toksisitas senyawa metabolit sekunder
yang terkandung didalamnya. Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) adalah uji
toksisitas yang paling umum digunakan karena terbukti memiliki korelasi dengan
aktivitas kanker, antimikroba dan larvasida. Metode BSLT menggunakan larva udang
Artemia salina Leach sebagai bioindikator. Suatu ekstrak dari bahan alam dianggap
menunjukkan aktivitas toksik bila mempunyai nilai LC 50 kurang dari 1000 ppm
sedangkan untuk senyawa murni memiliki aktivitas toksik apabila nilai LC 50 kurang
dari 200 ppm (Meyer, 1982).
1.4.2. Pengujian Antimikroba

Uji antimikroba adalah uji yang dilakukan mengukur respon pertumbuhan


populasi mikroorganisme terhadap agen antimikroba (Pratiwi, 2008). Uji
antimikroba dapat menggunakan berbagai metode pengujian, yakni metode difusi
agar, metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Bioautografi dan metode dilusi.
Salah satu pengujian aktivitas antimikroba adalah metode difusi agar cara
cakram. Metode tersebut umum digunakan dalam pengujian aktivitas antimikroba
karena pengerjaannya mudah dan relatif murah. Secara umum, metode tersebut
dilakukan dengan cara meletakkan kertas cakram (paper disc) yang mengandung
senyawa antibiotik atau antimikroba di atas medium agar yang telah
diinokulasikan dengan mikroba uji, dan kemudian diinkubasi pada kondisi yang
sesuai. Senyawa antimikroba yang terkandung dalam kertas cakram akan berdifusi
ke segala arah (radial). Aktivitas antimikroba dari metode difusi agar cara cakram
ditandai dengan terbentuknya zona hambat atau zona bening (clear zone) di
sekitar cakram yang mengindikasikan terhambatnya pertumbuhan
mikroorganisme oleh senyawa antimikroba tersebut. diameter zona hambat 5 mm
atau kurang dikategorikan lemah, diameter zona hambat 5-10 mm dikategorikan
sedang, diameter zona hambat 10-20 mm dikategorikan kuat, diameter zona
hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat (Davis dan Stout ,1971).
15

1.4.3. Pengujian Antioksidan


Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam
dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara
mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsih, 2007).
Uji aktivitas antioksidan adalah pengujian yang dilakukan dengan
mengukur nilai IC50 dari suatu senyawa terhadap radikal (Ozgen dkk., 2006). Uji
aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan berbagai metode, yakni dengan
metode DPPH (2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl), metode ABTS ( 2,2’-azino-bis-3-
etylbenzotiazolin sulfonate), metode xantin oksidase, dan metode deoksiribosa.
Uji aktivitas antioksidan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
metode DPPH (2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl). DPPH merupakan radikal bebas
yang stabil dan tidak membentuk dimer akibat delokalisasi dari elektron bebas
pada seluruh molekul. Delokalisasi elektron bebas ini juga mengakibatkan
terbentuknya warna ungu pada larutan DPPH, sehingga bisa diukur absorbansinya
pada panjang gelombang sekitar 520 nm. Ketika larutan DPPH dicampur dengan
senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, maka warna ungu dari larutan
akan hilang seiring dengan tereduksinya DPPH (Molyneux, 2004).
Uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode ini dapat diamati
berdasarkan dari hilangnya warna ungu akibat tereduksinya DPPH oleh
antioksidan. Intensitas warna dari larutan uji diukur melalui spektrofotometri UV-
Vis pada panjang gelombang sekitar 520 nm. Hasil persen (%) inhibisi tersebut
disubstitusikan dalam persamaan linear. Hasil dari substitusi persen (%) inhibisi
tersebut kemudian diinterpretasikan sebagai IC50. Persen inhibisi adalah
perbandingan antara selisih dari absorbansi blanko dan absorbansi sampel dengan
absorbansi blanko. Persen inhibisi digunakan untuk menentukan persentase
hambatan dari suatu bahan yang dilakukan terhadap senyawa radikal bebas. IC 50
didefinisikan sebagai jumlah antioksidan yang diperlukan untuk menurunkan
konsentrasi awal DPPH sebesar 50%. Parameter ini diperkenalkan oleh Brand-
Williams dan rekan-rekannya tahun 1995. Pada metode ini memiliki keuntungan,
yaitu lebih sederhana dan waktu analisis lebih cepat (Molyneux, 2004).
16

Tingkat kekuatan antioksidan adalah sangat kuat apabila nilai IC50 antara
10-50 ppm, kuat apabila nilai IC50 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 101-150
ppm, dan lemah apabila nilai IC50 150-200 ppm (Mardawati, dkk., 2008).
1.4.4. Pengujian Larvasida

Metode larvasida menurut Atta dkk, (2001) digunakan sebagai pengujian


aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk A. aegypti. Pengujian larvasida biasanya
diawali dengan menyiapkan sebanyak 10 ekor larva nyamuk A. aegypti instar III,
kemudian dipindahkan dari wadah penampung ke dalam gelas piala yang berisi
ekstrak (sesuai konsentrasi), abate dan kontrol. Aktivitas larvasida yang diamati
yaitu selama 24 jam. Perhitungan waktu dimulai setelah pemasukkan larva ke
dalam gelas piala. Pengamatan alur hidup yaitu larva uji diberikan ekstrak mampu
bertahan hidup pada jangka waktu tertentu namun tidak dapat mencapai tahap
selanjutnya. Efek kematian yang dimaksud yaitu larva uji mengalami mortalitas
akibat adanya aktivitas ekstrak larvasida yang diberikan (Rumengan, 2010).
Pengujian larvasida dimaksudkan sebagai pengujian dasar/praskrining
untuk senyawa-senyawa yang diduga memiliki sifat sitotoksik. Pengujian ini
dipilih karena waktu yang diperlukan relatif lebih cepat, murah, sederhana (tidak
memerlukan keadaan yang aseptis), tidak memerlukan peralatan khusus, murah
dan hasil yang ditunjukkan representatif dan dapat dipercaya. Pengujian larvasida
dihitung menggunakan nilai LC50 (Lethal Concentration) Dimana suatu senyawa
dikatakan toksik apabila LC50 < 1000 μg/mL (Utami dkk., 2016).
1.4.5. Pengujian Sitotoksik

Uji sitotoksik adalah uji toksisitas secara in vitro menggunakan kultur sel
yang digunakan untuk mendeteksi adanya aktivitas antineoplastik dari suatu
senyawa. Penggunaan uji sitotoksik pada kultur sel merupakan salah satu cara
penetapan in vitro untuk mendapatkan obat-obat sitotoksik. Sistem ini merupakan
uji kuantitatif dengan cara menetapkan kematian sel. Parameter yang digunakan
untuk uji sitotoksik yaitu dengan nilai IC50. Nilai IC50 menunjukkan nilai
konsentrasi yang menghasilkan hambatan poliferasi sel sebesar 50% dan
menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai ini merupakan
17

patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika sel. Nilai IC50 dapat
menunjukkan potensi suatu senyawa sebagai sitotoksik. Semakin besar harga IC 50
maka senyawa tersebut semakin tidak toksik. Akhir dari uji sitotoksik pada organ
target memberikan informasi secara langsung tentang perubahan yang terjadi pada
fungsi sel secara spesifik. (Djajanegara & Prio, 2009).
Pengujian sitotoksisitas dilakukan dengan menyiapkan plate 96 sumuran.
Sampel dilarutkan dalam media kultur yang mengandung DMSO 0,05%. Setiap
sumuran dimasukkan 100 µL sampel dengan berbagai konsentrasi menggunakan
3 kali ulangan. Sumuran yang tersisa digunakan untuk kontrol positif yang berisi
sel tanpa penambahan sampel, dan kontrol negatif hanya mengandung media
kultur. Selanjutnya diinkubasi 12-24 jam pada suhu 37oC di inkubator CO2. Media
kemudian diambil, dan masing-masing sumuran ditambahkan 110 µL media
kultur yang mengandung MTT. Kultur diinkubasi 4 jam pada suhu 37oC di
inkubator CO2. Selanjutnya ditambahkan 100 µL pelarut formazan, di gojog
pelahan dengan shaker selama 5 menit. Dilanjutkan diinkubasi 12-24 jam pada
suhu kamar dalam ruang gelap. Serapan dibaca dengan ELISA reader pada
panjang gelombang 595 nm. Setelah itu dilakukan analisa probit.
(Arianingrum dkk., 2011)

1.5. Metode Penentuan Struktur


1.5.1. Spektroskopi Infra Merah
Spektrofotometri inframerah (IR) merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk menganalisa senyawa kimia. Spektra inframerah suatu senyawa
dapat memberikan gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR
dapat dihasilkan dengan mengukur absorbsi radiasi, refleksi atau emisi di daerah
IR. Pada alat spektrofotometri inframerah, satuan bilangan gelombang merupakan
satuan yang umum digunakan (1/λ). Nilai bilangan gelombang berbanding
terbalik terhadap frekuensi atau energinya. Informasi absorbsi inframerah pada
umumnya diberikan dalam bentuk spektrum dengan panjang gelombang atau
bilangan gelombang (cm-1).
Pada temperatur diatas nol absolut, semua atom di dalam molekul
bervibrasi antara satu dengan yang lainnya. Ketika frekuensi dari vibrasi spesifik
18

sama dengan frekuensi dari radiasi inframerah yang mengenai langsung pada
molekul, molekul tersebut akan menyerap radiasi. Setiap molekul mempunyai
kebebasan sebesar jumlah derajat kebebasan atom-atom lainnya dalam molekul.
Syarat suatu gugus fungsi dalam suatu senyawa dapat terukur pada spektra IR
adalah adanya perbedaan momen dipol pada gugus tersebut. Vibrasi ikatan akan
menimbulkan fluktuasi momen dipol yang menghasilkan gelombang listrik.
Untuk pengukuran menggunakan IR biasanya berada pada daerah bilangan
gelombag 400-4500 cm-1. Daerah pada bilangan gelombang ini disebut daerah IR
sedang dan merupakan daerah optimum untuk penyerapan sinar IR bagi ikatan-
ikatan dalam senyawa organik (Stuart, 2004). Berikut disajikan daerah serapan
beberapa ikatan yang ada pada senyawa kalkon yang ingin disintesis.
Tabel. 2.1. Serapan Ikatan pada Spektroskopi Infra Merah (Pavia dkk., 2001)
Bilangan Gelombang (cm-1) Jenis Ikatan
3200-3500 O-H
1600-1700 C=O
1450-1600 C=C aromatik
1000-1300 C-O fenolik & eter
675-995 C=C trans
540-785 C-Cl

Suatu ikatan kimia dapat bervibrasi dengan level energinya sehingga


memberikan frekuensi yang spesifik. Hal inilah yang menjadi dasar pengukuran
spektroskopi inframerah. Terdapat dua macam vibrasi, yaitu vibrasi ulur dan
tekuk. Vibrasi ulur merupakan suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan
sehingga jarak antar atom akan bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat
terjadi karena penambahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan sebuat atom.
(Hardjono, 2007)
1.5.2. Spektroskopi Massa

Spektroskopi massa merupakan perangkat untuk menghasilkan dan


menghitung berat ion suatu senyawa yang berat molekul dan informasi
19

strukturalnya ingin kita ketahui. Semua spektrometer massa menggunakan tiga


tahapan dasar, yaitu molekul M dibuat menjadi fase gas, ion, kemudian ion-ion
dipisahkan berdasarkan rasio massa terhadap muatannya (m/z). Spektrum massa
merupakan catatan kelimpahan setiap ion yang mencapai detektor terhadap nilai
m/z. Metode spektroskopi massa melengkapi informasi yang disajikan ahli kimia
organik melalui spektrum UV, IR, dan NMR, metode ini paling sensitif dan dapat
dilakukan dengan beberapa mikrogram sampel, sehingga metode ini menjadi
sangat penting untuk mengatasi jumlah sampel yang sedikit.
(Williams & Fleming, 2010)
Pemisahan dan deteksi komponen campuran senyawa organik mudah
diperoleh dengan menggunakan kromatografi gas (GC) dan dengan kromatografi
cair kinerja tinggi (HPLC). Setelah senyawa organik masuk kedalam alat
kromatografi gas, maka akan terbentuk ion-ion dalam bentuk kation radikal M++,
MH+, MNa+ karena adanya tembakan elektron sehingga ion molekul dapat
dipecah menjadi fragmen yang lebih kecil (kation, radikal, atau molekul netral).
Ion yang terbentuk dipisahkan menggunakan medan magnet sesuai dengan
perbandingan massa/muatannya (m/z), dan menghasilkan arus listrik (arus ion)
pada kolektor/detektor yang sebanding dengan kelimpahan relatifnya. Fragmen
dengan m/z yang besar akan turun terlebih dahulu diikuti fragmen dengan m/z
yang lebih kecil. Kebanyakan kation yang dihasilkan dalam spektrometer massa
mempunyai muatan = 1 (z = 1), sehingga m/z secara langsung menunjukkan
massa dari kation tersebut (Kealey & Haines, 2002).

1.5.3. Nuclear Magnetic Resonance spectroscopy

Spektroskopi resonansi magnet inti atau Nuclear Magnetic Resonance


spectroscopy (NMRs) didasarkan pada penerapan gelombang radio oleh inti
tertentu dalam molekul organik, bila molekul ini berada dalam medan magnet
yang sangat kuat dan homogen. Beberapa inti atom memiliki suatu
perputaran/spin nuklir (l) yang membuat inti seolah menyerupai medan magnet.
Dengan adanya medan magnet tersebut, magnet nuklir dapat menyesuaikan diri
dalam 2l+1 bentuk inti yang memiliki nomor massa ganjil memiliki spin
20

nuklir1/2, 3/2, atau 5/2 dan seterusnya. Pada penerapan spektroskopi NMR dalam
kimia organik, inti 1H dan 13
C merupakan inti yang paling penting, keduanya
memiliki nilai spin ½ sehingga hanya dapat memiliki salah satu dari dua orientasi;
orientasi energi rendah selaras dengan medan terapan dan orientasi energi tinggi
berlawanan dengan medan terapan yang pada dasarnya dapat mengukur kekuatan
magnet nuklir dan nilainya berbeda untuk masing-masing inti.
(Williams & Flemming, 2010)
Prinsip penentuan C-NMR sama dengan penentuan H-NMR. Lindungan
geseran kimia lebih besar pada daerah C-NMR dibandingkan dengan H-NMR.
Kebanyakan puncak spektrum H menunjukkan lindungan dengan jarak yang kecil,
kira-kira 10 ppm, sedangkan lindungan pada spektrum karbon memiliki jarak
lebih besar dari 250 ppm. Luas daerah puncak pada H-NMR merupakan faktor
penting karena dapat menentukan jumlah hidrogen yang ekuivalen. Luas puncak
spektrum C-NMR berhubungan dengan jumlah karbon, tetapi praktisnya luas
daerah puncak tidak berhubungan dengan jumlah karbon.
Ada tiga informasi yang penting pada spektrum H-NMR, yaitu informasi
geseran kimia, informasi pemecahan, dan informasi luas daerah puncak. Dari
ketiga informasi tersebut, hanya informasi geseran kimia yang biasanya
didapatkan dari spektrum C-NMR. Secara kualitatif, efek elektronik pada
spektrum C-NMR sama pentingnya pada spektrum H. Subtituen elektronegatif
biasanya menggeser resonansi kearah medah magnet lemah (Harmita, 2015).
Apabila molekul senyawa organik berada dalam medan magnet yang kuat,
spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti-inti
tertentu dalam molekul organik tersebut. Dalam spektroskopi NMR, senyawa
yang digunakan sebagai rujukan (referensi) ialah tetrametilsilan (TMS), yang
proton-protonnya menyerap pada ujung kanan dalam spektrum NMR. Absorbsi
proton lain kebanyakan dijumpai dibawah medan absobsi TMS. Selisih antara
posisi absorbs TMS dan posisi absorbs suatu proton tertentu disebut dengan
pergeseran kimia yang dilambangkan dengan δ (Supratman, 2010).
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

2.1. Tujuan Umum

Mengetahui cara sintesis senyawa klorokalkon yang mempunyai


bioaktivitas dengan menggunakan metode kondensasi Claisen Schmidt dari
senyawa 2-hidroksi-5-kloro asetofenon dan 4-metoksibenzaldehida yang dihitung
rendemennya menggunakan metode gravimetri, kemudian dikarakterisasi
menggunakan spektroskopi inframerah, spektroskopi massa, dan Nuclear
Magnetic Resonance spectroscopy (NMRs) selanjutnya dilakukan pengujian
bioaktivitas.

2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui senyawa hasil sintesis dari bahan dasar 2-hidroksi-5-kloro


asetofenon dan 4-metoksibenzaldehida dalam suasana basa dan temperatur
kamar yang dikarakterisasi menggunakan teknik elusidasi struktur yaitu
spektroskopi inframerah, spektroskopi massa, dan Nuclear Magnetic
Resonance spectroscopy (NMRs)
2. Mengetahui rendemen senyawa yang dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-
kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida.
3. Mengetahui nilai LC50 dari senyawa klorokalkon yang diperoleh dari
pengujian toksisitas menggunakan metode BSLT dan mengetahui nilai
IC50 dari senyawa klorokalkon yang diperoleh dari pengujian antioksidan
menggunakan metode DPPH.

2.3. Manfaat Terhadap Ilmu Pengetahuan


Sebagai bahan referensi bagi para akademisi untuk melakukan penelitian
yang terkait dengan kimia farmasi terutama sintesis senyawa kalkon yang
memiliki aktivitas biologi.
22

2.4. Manfaat Terhadap Terapan Keilmuan


Sebagai informasi tentang bioaktivitas senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-
metoksikalkon dan dapat dijadikan aplikasi pengembangan senyawa obat baru
yang memiliki aktivitas biologis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini diawali dengan mereaksikan senyawa 2-hidroksi-5-kloro-


asetofenon dan 4-metoksibenzaldehida melalui reaksi Claisen Schmidt hingga
didapatkan senyawa WNS. Senyawa WNS kemudian dihitung persentase
rendemennya dan dilakukan karakterisasi senyawa menggunakan spektroskopi
infra merah, spektroskopi massa, dan Nuclear Magnetic Resonance spectroscopy.
Selanjutnya, dilakukan pengujian bioaktivitas mengunakan uji BSLT (Brine
Shrimp Lethality Test) dan uji antioksidan menggunakan metode DPPH (2,2
diphenyl-1-picrylhydrazyl).

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif dan


kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan terhadap karakterisasi senyawa WNS.
Penelitian kuantitatif dilakukan terhadap penentuan nilai LC50 yang diperoleh dari
uji BSLT dan penentuan nilai IC50 yang diperoleh dari metode DPPH.

3.3. Bahan yang Diteliti

Bahan yang diteliti adalah senyawa turunan kalkon yaitu 2’-hidroksi-5’-


kloro-4-metoksikalkon yang disintesis dari bahan dasar 2-hidroksi-5-kloro
asetofenon dan 4-metoksibenzaldehida.
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi

3.4.1. Variabel Penelitian

1. Senyawa klorokalkon, diperoleh dari hasil karakteriksasi menggunakan


metode spektroskopi IR, spektroskpi MS, dan spektroskopi NMR.
2. Rendemen, diperoleh dari perhitungan menggunakan metode gravimetri
3. Bioaktivitas senyawa klorokalkon yang ditentukan dari nilai LC50 dan IC50
24

3.4.2. Definisi
1. Definisi Konsepsional
b. Senyawa klorokalkon adalah senyawa kalkon yang memiliki substituen
kloro pada cincin aromatisnya.
c. Rendemen adalah perbandingan berat percobaan dengan berat teoritis
kemudian dikalikan seratus persen.
d. Uji bioaktivitas dengan menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test) merupakan uji pendahuluan yang biasa dipakai untuk
penentuan toksisitas dari suatu senyawa yang diukur nilai LC50 nya dari
kematian larva udang Artemia salina Leach (Mayer, 1982).
e. LC50 adalah konsentrasi yang menyebabkan kematian pada 50% hewan
percobaan (Molyneux, 2004).
g. Uji aktivitas antioksidan adalah pengujian yang dilakukan dengan
mengukur nilai IC50 dari suatu senyawa terhadap radikal (Ozgen dkk.,
2006).
h. IC50 adalah nilai konsentrasi antioksidan yang digunakan untuk meredam
50% aktivitas radikal bebas.
2. Definisi Operasional

a. Sintesis senyawa klorokalkon dibuat dengan cara mereaksikan 4-


metoksibenzaldehida dengan 2-hidroksi-5-kloro asetofenon pada suasana
basa dan pada temperatur kamar sehingga akan membentuk senyawa
klorokalkon yaitu 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon.
b. Pengujian karakterisasi senyawa klorokalkon menggunakan teknik
elusidasi struktur yang meliputi spektroskopi inframerah, spektroskopi
massa, dan Nuclear Magnetic Resonance spectroscopy (NMRs).
c. Perhitungan rendemen dilakukan dengan cara perbandingan antara berat
yang diperoleh dari pengujian sintesis senyawa dengan berat teoritis yang
diperoleh dari perhitungan berdasarkan jumlah mol yang bereaksi
kemudian dikalikan seratus persen.
25

d. Pengujian toksisitas dari senyawa turunan kalkon menggunakan metode


BSLT untuk menentukan aktivitas senyawa tersebut terhadap larva udang
Artemia salina Leach dengan menghitung nilai LC50-nya.
f. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH untuk
menentukan nilai IC50 dari senyawa klorokalkon.

3.5. Data dan Sumber Data Penelitian

Data penelitian menggunakan data primer yang diperoleh dari data hasil
pengujian di laboratorium. Data penelitian tersebut adalah hasil karakteristik
senyawa hasil sintesis dengan menggunakan instrumen spektroskopi inframerah,
spektroskopi massa, dan Nuclear Magnetic Resonance spectroscopy (NMRs), data
persentase rendemen yang dihasilkan dari perbandingan antara berat yang
diperoleh dari pengujian sintesis senyawa dengan berat teoritis yang diperoleh
dari perhitungan berdasarkan jumlah mol yang bereaksi serta nilai LC50 dan IC50
dari senyawa uji. Adapun sumber data penelitian diperoleh dari hasil pengujian
berdasarkan aspek yang dikaji berdasarkan pengujian di laboratorium.

3.6. Rancangan Penelitian


3.6.1. Rancangan Penentuan Senyawa
1. Penentuan senyawa menggunakan spektroskopi IR digunakan untuk
mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa WNS.
2. Karakterisasi menggunakan spektroskopi MS digunakan untuk mengetahui
berat senyawa WNS.
1
3. Karakterisasi menggunakan spektroskopi H-NMR digunakan untuk
mengetahui jumlah dan posisi atom H pada senyawa WNS.
13
4. Karakterisasi menggunakan spektroskopi C-NMR digunakan untuk
mengetahui jumlah posisi atom C pada senyawa WNS.
26

Skema penentuan senyawa disajikan pada skema dibawah ini.

2-hidroksi-5-kloro-asetofenon 4-hidroksi-benzaldehida
4-metoksibenzaldehida
5 mmol 5 mmol

NaOH/ Metanol
25oC / 72 jam

Senyawa WNS

Purifikasi

Karekterisasi struktur
menggunakan IR, MS, dan
NMR

Gambar 3.1 Skema penentuan struktur WNS

3.6.2. Penentuan rendemen

Gambar 3.2 Skema penentuan rendemen

Penentuan rendemen dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri.


Rendemen diperoleh dari hasil bagi antara berat senyawa hasil sintesis dengan
berat senyawa teoritis yang terbentuk dari reaksi antara senyawa 2-hidroksi-5-
kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida.
27

3.6.3. Pengujian Bioaktivitas Senyawa WNS


Skema rancangan pengujian bioaktivitas senyawa WNS ditunjukkan pada
Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.
1). Tabel 3.1. Perhitungan analisis Reed and Muench
No Konsentrasi Log Jumlah Akumulasi Rasio Mortalitas
(ppm) konsentrasi
Mati Hidup Mati Hidup x: (x+y) (%)
1
2
3
4
5

2). Tabel Pengujian Uji Antioksidan Senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-


metoksikalkon
Aspek pengujian antioksidan senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-
metoksikalkon ditunjukkan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Data aktivitas antioksidan senyawa klorokalkon
Konsentrasi Absorbansi % AA Persamaan
(y) regresi
1 2 3 X
Xa ppm
Xb ppm
Xc ppm
Xd ppm
Xe ppm
28

3.6.4. Rancangan Analisis Data


Rancangan analisis data ditunjukkan pada Gambar 3.3

Sintesis Senyawa WNS

Kristal Senyawa WNS

Pengujian Bioaktivitas Penentuan rendemen Karakterisasi menggunakan


menggunakan metode menggunakan Spektroskopi IR, MS dan
BSLT dan metode DPPH metode gravimetri NMR

Analisis Statistik

Gambar 3.3. Skema rancangan analisis data

3.7. Teknik Pengambilan Data

3.7.1. Senyawa hasil sintesis


Dilakukan karakterisasi senyawa WNS menggunakan instrumen
spektroskopi IR, MS, 1H-NMR, dan 13C-NMR.

3.7.2. Rendemen senyawa WNS


Pengambilan data rendemen senyawa WNS menggunakan metode
gravimetri.

3.7.3. Bioaktivitas senyawa WNS


Dilakukan uji bioaktivitas dengan menggunakan metode BSLT (Brine
Shrimp Lethality Test) dan uji antioksidan menggunakan metode DPPH (2,2
diphenyl-1-picrylhydrazyl).
29

3.8. Teknik Analisis Data

3.8.1. Penentuan struktur senyawa WNS


Hasil karakterisasi menggunakan instrumen spektroskopi berupa data
spektrum IR, spektrum massa, dan spektrum 1H-NMR serta 13
C-NMR dari
senyawa WNS.

3.8.2. Rendemen senyawa WNS


Dihitung menggunakan metode gravimetri dengan cara ditimbang senyawa
WNS untuk memperoleh berat senyawa WNS. Hasilnya kemudian dibagi dengan
berat senyawa WNS secara teoritis.

3.8.3. Bioaktivitas senyawa WNS


Dilakukan uji bioaktivitas dengan menggunakan metode BSLT (Brine
Shrimp Lethality Test) dan uji antioksidan menggunakan metode DPPH (2,2
diphenyl-1-picrylhydrazyl). Data hasil pengujian berupa nilai LC50 dan IC50.

3.9. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Januari 2018 di
Laboratorium Riset dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi
Universitas Mulawarman. Untuk analisis data Spektroskopi Inframerah (FTIR
8201PC Shimadzu) dan Spektroskopi Massa (MS QP2010S Shimadzu) dilakukan
di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta. Sedangkan analisis
1 13
H-NMR dan C-NMR (JEOL RESONANCE NMR 400 MHz) dilakukan di
Lembaga Penyakit Tropis UNAIR Surabaya.
BAB IV
BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN

4.1. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada


tabel 4.1.
Tabel 4.1. Bahan yang diperlukan dalam pengumpulan data penelitian
No. Bahan Penelitian Wujud Kegunaan dalam
Bahan Penelitian
1. 2-hidroksi-5-kloro asetofenon Padat Bahan dasar pereaksi
2. 4-metoksibenzaldehida Padat Bahan dasar pereaksi
3. Air laut Cair Sebagai media larva
Artemia salina Leach
4. Aquades Cair Pelarut
5. Asam klorida 10% (v/v) Cair Kristalisasi senyawa
6. DPPH Padat Radikal untuk uji
antioksidan
7. Es batu Padat Kristalisasi senyawa
8. Etil asetat Cair Eluen
9. Kapas Padat Penyumbat kolom
10. Kertas indikator universal Padat Alat untuk mengecek
keasaman/kebasaan
larutan
11. Kertas whatman Padat Alat untuk menyaring
filtrat
12. Larva Artemia salina Leach Padat Bioindikator Uji
13. Metanol Cair Pelarut dalam reaksi
14. n-heksana Cair Eluen
15. Natrium Hidroksida Padat Katalis dalam Reaksi
31

Lanjutan Tabel 4.1.


16. Plat Kromatogram Padat Sebagai fase diam dalam
proses pemisahan suatu
senyawa
17. Ragi Padat Sebagai makanan larva
18. Telur Artemia salina Leach Padat Sebagai asal larva udang
yang digunakan sebagai
bioindikator uji
4.2. Peralatan Penelitian

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel


4.2.
Tabel 4.2. Alat yang diperlukan dalam pengumpulan data penelitian
No. Nama Alat Kegunaan dalam Penelitian
1. Aquarium Sebagai wadah untuk penetasan telur Artemia salina
Leach
2. Autoklaf Sterilisasi alat dengan tekanan uap
3. Batang pengaduk Untuk mengaduk
4. Botol vial Wadah pengujian bioaktivitas Artemia salina Leach
5. Corong kaca Untuk menyaring filtrat
6. Desikator Untuk mengeringkan sampel
7. Gelas kimia Wadah larutan
8. Hot plate Untuk membuat dan mencairkan medium
9. Kolom Alat untuk memisahkan senyawa hasil sintesis
10. Labu alas bulat Wadah untuk mereaksikan starting material
11. Labu takar Wadah untuk membuat larutan
12. Lampu 40 watt Sebagai penyesuai suhu hidup larva udang Artemia
salina Leach
13. Lampu UV 254 nm Pengamat bercak noda yang akan berflouresensi atau
dan 366 nm berpendar sari senyawa
14. Magnetic stirrer Alat untuk pengadukan
15. Mikropipet Untuk mengambil bahan bentuk cairan atau larutan
secara kuantitatif µL
16. NMR Alat karakteristik senyawa hasil sintesis
17. Plastik wrap Untuk menutup wadah uji
18. Pipet tetes Mengambil bahan bentuk cairan atau larutan dan
untuk memindahkan larva Artemia salina Leach dar
tempat pembiakan ke dalam larutan uji
19. Pipet ukur Mengambil bahan bentuk cairan secara kuantitatif
33

Lanjutan Tabel 4.2.


20. Plastik wrap Untuk menutup wadah uji
21. Rak Tabung Reaksi Wadah tabung reaksi
22. Spektrofotometer Alat karakteristik senyawa hasil sintesis
Inframerah
23. Spektrometer Massa Alat karakteristik senyawa hasil sintesis
24. Spektrofotometer Alat untuk mengukur absorbansi
UV-Vis
25. Statif dan klem Alat untuk menyangga kolom
26. Tabung reaksi Untuk wadah biakan bakteri dan wadah pengujian
antioksidan
27. Termometer Alat pengukur suhu
28. Timbangan analitik Alat penimbang bahan
29. Tip mikropipet Untuk mengambil larutan dalam volume µL
30. Vortex Alat penghomogen
34

BAB V
PROSEDUR PENELITIAN

5.1. Fokus Penelitian

5.1.1. Fokus Umum Penelitian

Dilakukan sintesis senyawa dari bahan dasar dasar 2-hidroksi-5-kloro-


asetofenon dan 4-metoksibenzaldehida dengan menggunakan metode kondensasi
Claisen Schmidt hingga diperoleh senyawa WNS. Kemudian dikarakterisasi
senyawa WNS menggunakan instrumen spektroskopi inframerah, spektroskopi
massa, dan Nuclear Magnetic Resonance spectroscopy (NMRs). Selanjutnya
dilakukan uji bioaktivitas menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality
Test) dan uji antioksidan menggunakan metode DPPH.
5.1.2. Fokus Khusus Penelitian

1. Melakukan sintesis senyawa turunan kalkon dengan bahan dasar 2-


hidroksi-5-kloro asetofenon dan 4-metoksibenzaldehida dalam suasana
basa dan temperatur kamar yang dikarakterisasi menggunakan teknik
elusidasi struktur yaitu spektroskopi inframerah, spektroskopi massa, dan
Nuclear Magnetic Resonance spectroscopy (NMRs).
2. Menentukan jumlah rendemen yang dihasilkan dari sintesis senyawa
WNS.
3. Menentukan nilai LC50 senyawa WNS terhadap larva udang Artemia
salina Leach dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test).
4. Menentukan nilai IC50 senyawa WNS terhadap larva udang Artemia salina
Leach dengan metode DPPH.

5.2. Prosedur Pengumpulan Data

5.2.1. Prosedur Umum Pengumpulan Data Peneltian

Sintesis senyawa WNS diawali dengan mereaksikan 2-hidroksi-5-kloro


asetofenon dan 4-metoksibenzaldehida dalam suasana basa dan temperatur kamar.
Senyawa WNS ditentukan persen rendemennya dan dikarakterisasi senyawa WNS
menggunakan teknik elusidasi struktur yaitu spektroskopi inframerah,
35

spektroskopi massa, dan Nuclear Magnetic Resonance spectroscopy (NMRs).


Selanjutnya dilakukan pengujian bioaktivitas senyawa WNS terhadap larva udang
Artemia salina Leach dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) untuk
mendapatkan nilai LC50. Dilakukan pula uji antioksidan terhadap senyawa
dengan menggunakan metode DPPH untuk mendapatkan nilai IC50.

5.2.2. Prosedur Khusus Pengumpulan Data Penelitian

1. Sintesis Senyawa Klorokalkon (2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon)

Sebanyak 5 mmol (0,8525 g) 2-hidroksi-5-kloro asetofenon dimasukkan


ke dalam labu alas bulat 100 mL. Kemudian ditambahkan 20 mL metanol.
Campuran tersebut kemudian diaduk pada temperatur 25oC hingga 2-hidroksi-5-
kloro asetofenon terlarut. Kemudian ditambahkan 5 mmol (0,6807 g) 4-
metoksibenzaldehida. Selanjutnya ditambahkan 5 mL NaOH 40% (b/v) bertetes-
tetes dan diaduk selama 72 jam. Setiap beberapa jam, larutan di KLT untuk
memastikan bahwa senyawa yang diinginkan telah terbentuk, dengan
membandingkan nilai Rf pada masing-masing senyawa prekursornya. Setelah
noda di KLT menunjukkan nilai Rf yang berbeda, maka senyawa dapat
dikristalisasi. Kristalisasi dilakukan dengan mendinginkan larutan dalam wadah
yang berisi es. Kemudian ditambahkan HCl 10% setetes demi setetes sehingga
terbentuk padatan kristal. Penambahan HCl 10% dihentikan saat larutan mencapai
pH 7. Selanjutnya padatan tersebut disaring dan dicuci dengan es akuades hingga
pH larutan saringan mencapai pH 7. Produk yang dihasilkan dikeringkan dalam
desikator selama 24 jam. Dilakukan pemurnian senyawa menggunakan metode
kolom kromatografi. Senyawa hasil kolom yang bernama senyawa WNS
kemudian ditimbang untuk mendapatkan persen rendemen. Senyawa WNS
kemudian dianalisis strukturnya menggunakan spektroskopi inframerah,
spektroskopi massa, 1H-NMR dan 13C-NMR.
36

2. Uji Bioaktivitas dengan Metode BSLT

a. Penyiapan Bioindikator

Telur udang Artemia salina Leach sebanyak 1 gram direndam dalam


wadah penetasan yang berisi air laut dibawah cahaya lampu pijar 25 watt pada
suhu kamar, yang dilengkapi dengan aerator (jarak sinar lampu dengan wadah
penetasan ± 20 cm). Dibiarkan selama 24 jam sampai menetas menjadi larva yang
siap digunakan dalam percobaan. Setelah larva berumur 48 jam larva udang siap
digunakan.

b. Pembuatan Larutan Sampel (Stok)

Ditimbang senyawa hasil sintesis sebanyak 0,1 gram dilarutkan dengan air
laut sebanyak 100 mL, sehingga diperoleh larutan stok senyawa klorokalkon
dengan konsentrasi 1000 ppm.

c. Penentuan Seri Konsentrasi

Penentuan seri konsentrasi uji bioaktivitas dilakukan dengan cara diambil


larutan stok sebanyak sebanyak 200 µL, 400 µL, 600 µL, 800 µL dan 1000 µL
dimasing-masing vial yang telah dikalibrasi 10 mL, dibuat sebanyak lima
replikasi. Kemudian ditambahkan air laut hingga tanda batas vial dan diperoleh
variasi konsentrasi yang berbeda yakni 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, dan
100 ppm.
d. Pengujian Bioaktivitas
Dimasukkan Artemia salina Leach sebanyak 10 ekor dimasing-masing
vial. Kedalam vial-vial tersebut ditambahkan air laut sampai 5 mL dan 1 tetes
makanan larva (ragi). Vial-vial uji kemudian ditutup dengan plastic wrap dan
diberi lubang, selanjutnya diletakkan dibawah penerangan selama 24 jam,
kemudian diamati jumlah larva yang mati pada masing-masing vial. Dihitung nilai
LC50 (Lethality Concentration 50%) dengan menggunakan metode Analisa Reed
and Muench
37

3. Pengujian Aktivitas Antioksidan

a. Pembuatan Larutan Stok

Larutan stok 1000 ppm disiapkan dengan cara ditimbang 0,1 g senyawa
kalkon dan dilarutkan dengan metanol sambal dihomogenkan, volume akhir
dicukupkan metanol sampai 50 mL di labu ukur. Kemudian, dibuat larutan kalkon
dengan deret konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm didalam
labu ukur 25 mL.

c. Pembuatan Larutan Stok DPPH


Larutan stok 40 ppm disiapkan dengan cara ditimbang 4 mg DPPH dan
dilarutkan dengan metanol sambal dihomogenkan, volume akhir dicukupkan
metanol didalam labu ukur gelap 100 mL.

d. Pengukuran Serapan Larutan Blanko DPPH


Larutan DPPH 40 ppm dipipet sebanyak 2 mL dan ditambahkan 2 mL
metanol didalam tabung reaksi. Campuran dihomogenkan dengan vorteks lalu
didiamkan selam 30 menit. Larutan ini kemudian diukur dengan spektrofotometri
UV-Vis pada panjang gelombang 516 nm (Febrianti dkk., 2017)

e. Pengukuran Aktivitas Pengikatan Radikal Bebas DPPH dengan


Senyawa Klorokalkon

Masing-masing larutan uji dengan deret konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60


ppm, 80 ppm dan 100 ppm diambil sebanyak 2 mL dan ditambahkan 2 mL larutan
DPPH 40 ppm dimasing-masing tabung reaksi, dibuat 3 replikasi lalu didiamkan
selama 30 menit. Kemudian diukur serapan sampel dan blanko dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 516 nm. Besarnya daya
antioksidan dihitung dengan rumus: :

Absorbansi Blanko-Absorbansi sampel


Daya antioksidan = x 100%
Absorbansi Blanko
38

5.3 Prosedur Analisis Penelitian


5.3.1. Struktur Senyawa WNS
Dianalisis menggunakan analisis deskriptif dari data yang diperoleh
berupa spektrum IR, MS, 1H-NMR dan 13C-NMR.
5.3.2 Rendemen Senyawa WNS
Dianalisis menggunakan analisis statistik dari data penimbangan senyawa
WNS dibagi dengan berat teoritis senyawa WNS.
5.3.3. Bioaktivitas Senyawa WNS
Dianalisis data hasil pengujian bioaktivitas menggunakan metode BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test) dan diperoleh nilai LC50 . Selanjutnya, analisis data
pengujian antioksidan menggunakan metode DPPH diperoleh nilai IC50.
BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1 Uraian umum hasil penelitian


Hasil penelitian yang berjudul sintesis dan bioaktivitas senyawa 2’-
hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon diawali dengan mereaksikan senyawa
prekursor 2-hidroksi-5-kloro asetofenon dengan 4-metoksibenzaldehida dan
didapat rendemen senyawa hasil sintesis sebesar 84,54 %. Senyawa
dikarakterisasi menggunakan teknik elusidasi struktur dan menunjukkan bahwa
senyawa WNS merupakan senyawa klorokalkon dengan nama trivial 2’-hidroksi-
5’-kloro-4-metoksikalkon.
Hasil uji bioaktivitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
menunjukkan senyawa tersebut memiliki nilai LC50 75,07 ppm dan uji aktivitas
antioksidan dengan metode 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) menunjukkan
nilai IC50 45,99 ppm.

6.2. Uraian Khusus


6.2.1. Sintesis senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon
a. Pendahuluan
Permasalahan yang diteliti adalah senyawa apa yang dihasilkan dari
sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida dalam suasana
basa pada temperatur kamar. Tujuannya yaitu untuk mengetahui senyawa apa
yang dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-
metoksibenzaldehida dalam suasana basa pada temperatur kamar. Senyawa kalkon
merupakan senyawa yang banyak memiliki aktivitas biologis, mengandung dua
cincin aromatis (A dan B) dan tiga atom karbon α, β tak jenuh (Belsare dkk.,
2010). Sintesis senyawa dari prekursor 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-
metoksibenzaldehida menggunakan metode Claisen Schmidt menghasilkan
senyawa WNS yang dikarakterisasi menggunakan spektroskopi infra merah,
spektroskopi massa, dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR).
40

b. Gambaran Umum Pengambilan Data Penelitian


Metode atau teknik pengambilan data yang dilakukan untuk mendapatkan
data hasil sintesis senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon diperoleh
dengan menggunakan analisis deskriptif dari data spektroskopi IR, spektroskopi
massa, dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dan disesuaikan dengan teori
yang ada. Rendemen senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon dihitung
dengan rumus persen (%) rendemen yang didapat dari berat senyawa hasil sintesis
dibagi dengan berat teoritis senyawa kemudian dikalikan 100%.
c. Hasil Penelitian

Pada bagian ini disajikan dalam gambar dan tabel tentang hasil penelitian
berdasarkan metode yang telah diuraikan atau dilakukan
OCH3
OH OCH3
OH
NaOH H2O
CH3 H
Cl MeOH
Cl
O O
O

Gambar 6.1 Reaksi senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon

Setelah dilakukan sintesis senyawa kalkon dari bahan dasar 2-hidroksi-5-


kloroasetofenon dengan 4-metoksikalkon diperoleh senyawa kalkon 2’-hidroksi-
5’-kloro-4-metoksikalkon yang dihitung persentase rendemennya. Perhitungan
persentase rendemen didapatkan dari berat hasil sintesis yaitu 1,22 gram dan berat
hasil sintesis secara teori yaitu 1,443 gram. Setelah dilakukan perhitungan,
diperoleh persentasi rendemen senyawa kalkon hasil sintesis sebesar 84,54 %.

Senyawa hasil sintesis kemudian dianalisis lebih lanjut dengan


menggunakan spektroskopi inframerah. Pada gambar 6.2 disajikan hasil
spektroskopi infra merah.
41

Gambar 6.2 Spektra IR 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon

Tabel 6.1 Data bilangan gelombang inframerah senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-


metoksikalkon
Bilangan Gelombang
Hasil Bilangan
(cm-1) Literatur (Pavia Gugus Fungsi
Gelombang (cm-1)
dkk., 2001)
3263 3200-3500 O-H
1604 1600-1700 C=O
1558 1475-1600 C=C aromatik
1257 1000-1300 C-O fenol
1188 1000-1300 O-CH3
972 675-995 C=C trans
725 540-785 C-Cl

Senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon juga dianalisa menggunakan


spektroskopi massa. Pada gambar 6.3. disajikan hasil spektroskopi massa.
42

Gambar 6.3 Spektra massa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon

Tabel 6.2. Spektra massa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon


m/z Kelimpahan Relatif (%)
63 15
99 15
121 27
134 100
288 25

Analisis juga dilakukan dengan menggunakan analisis NMR (Nuclear Magnetic


Resonance) dimana hasil sintesis dapat dilihat pada gambar 6.4 ; 6.5 dan tabel 6.3.
43

ss

OH

OCH3

H-2/6
J = 9,2 Hz H-3/5
J = 8,4 Hz

Hβ J = 15,2 H-3
H-6’ J = 8,8 Hz
J = 16 Hz
Hz J = 2,4 Hz

H-4’ J = 8,8 Hz
CDCl3
J = 2,6 Hz

Gambar 6.4 Spektra 1H-NMR senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon


44

C-2,6 C-3,5

C-4’ C-6’C-1 C-3’C-4


C=O C-α OCH3
C-β C-5’
C-2’

Gambar 6.5 Spektra 13C-NMR senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon

Tabel 6.3. Hasil analisis spektra 1H-NMR dan 13


C-NMR senyawa 2’-hidroksi-
5’-kloro-4-metoksikalkon
Nomor Pergeseran Kimia Integrasi dan Pergeseran Kimia
Atom 1H-NMR Tipe 13C-NMR

(ppm) Multisiplitas (ppm)


1 - - 128,8
2/6 7,64 (J = 9,2 Hz) 2H, d 131,9
3/5 6,95 (J = 8,4 Hz) 2H, d 114,7
4 - - 116,9
1’ - - 120,8
2’ - - 162,4
3’ 6,97 (J = 8,8 Hz) 1H, d 120,3
4’ 7.42 (J = 2,6 Hz; 8,8 Hz) 1H, dd 146,5
5’ - - 127,1
6’ 7.85 (J =2,4 Hz) 1H, d 136,0
Cα 7.44 (J= 15.2 Hz) 1H, d 123,5
Cβ 7.92 (J = 16 Hz) 1H, d 162,4
C=O - - 192,8
OCH3 3.87 3H, s 55,59
OH 12.85 1H, s -
45

d. Pembahasan Hasil Penelitian

Sintesis senyawa 2-hidroksi-5-kloro-4-metoksi kalkon diawali dengan


mereaksikan 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida dengan
menggunakan metode Claisen-schmidt. Sintesis ini diawali dengan melarutkan
senyawa 2-hidroksi-5-kloroasetofenon terlebih dahulu dengan metanol absolut.
Kemudian ditambahkan basa NaOH sebagai katalis dan dilakukan pengadukan
menggunakan magnetik stirrer. Setelah itu, ditambahkan 4-metoksibenzaldehida
yang telah dilarutkan metanol dan diaduk hingga tercampur. Senyawa 2-hidroksi-
5-kloroasetofenon yang kehilangan satu atom H karena bereaksi dengan ion -OH
dari basa NaOH akan membentuk ion enolat. NaOH bertindak sebagai katalis
karena mempercepat terjadinya reaksi pembentukan senyawa kalkon dengan
membentuk ion enolat. Ion enolat yang terbentuk kemudian mengalami reaksi
adisi dengan karbonil pada senyawa 4-metoksibenzaldehida dan diakhiri dengan
pelepasan molekul air, sehingga membentuk senyawa WNS. Mekanisme reaksi
pembentukan senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon dapat dilihat pada
Gambar 6.6.
OH OH
H
OH H2O
CH2 CH2
Cl Cl

O O
OCH3
O
O H H
OH OCH3 H
OH

CH2 H
Cl
Cl
H H
O O
OCH3 O OCH3
OH
H
OH OH
-H2O

Cl Cl
H H
O O
Gambar 6.6 Mekanisme reaksi pembentukan senyawa 2’-hidroksi-5’- kloro-4-
metoksikalkon
46

Selama reaksi berlangsung, dilakukan uji kromatografi lapis tipis (KLT)


untuk mengidentifikasi terbentuknya senyawa baru. Identifikasi senyawa baru
hasil sintesis dari senyawa 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-
metoksibenzaldehida menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat 11:1
menunjukkan dua spot noda. Spot dengan nilai Rf (Retardation factor) = 0,59
merupakan spot yang berbeda dengan bahan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa hasil sintesis merupakan senyawa baru yang berbeda dengan bahan
dasar. Sedangkan spot kedua merupakan sisa dari senyawa 4-metoksi
benzaldehida yang belum habis bereaksi dengan senyawa 2-hidroksi-5-kloro
asetofenon. Spot ini tidak hilang meskipun dilakukan pengadukan lebih lama, hal
ini bisa disebabkan karena sifat fisik antara 4-metoksi-benzaldehida yang berupa
minyak dan 2-hidroksi-5-kloro asetofenon yang berupa serbuk, sehingga mol saat
penimbangan berlebih dan tersisa saat bereaksi dengan mol 2-hidroksi-5-kloro
asetofenon. Oleh karena itu, dilakukan pemisahan senyawa antara senyawa WNS
dan 4-metoksi benzaldehida menggunakan metode Kromatografi Kolom.
Pemisahan ini menggunakan eluen n-heksana dan etil asetat (11:1) dan didapat
spot tunggal yang merupakan senyawa WNS.
Data dalam gambar 6.1 disajikan reaksi sintesis senyawa klorokalkon dari
senyawa prekursor 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dengan 4-metoksibenzaldehida.
Senyawa WNS dianalisis dengan menggunakan spektroskopi IR, spektroskopi
massa, dan Nuclear magnetic Resonance (NMR).
Data dalam Tabel 6.3 menunjukkan data pergeseran kimia atom H serta
nilai tetapan kopling senyawa WNS yang dianalisis menggunakan yakni 1H-NMR
13
dan C-NMR. Data dalam gambar 6.2 menunjukkan spektra Infra Merah (IR)
senyawa WNS yang dianalisis menggunakan spektroskopi Infra Merah.
Spektroskopi IR digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikatan atau gugus fungsi
yang terdapat dalam senyawa WNS. Ikatan O-H umumnya menunjukkan pola
yang jelas dengan absorbsi yang luas antara 3200-3500 cm-1, senyawa WNS
memiliki ikatan O-H yang terletak di bilangan gelombang 3263 cm-1. Ikatan
karbonil C=O biasanya berada pada 1600-1800 cm-1, hasil data spektra IR
menunjukkan satu puncak pada bilangan 1604 cm-1 yang merupakan ikatan C=O.
47

Ikatan C=C aromatik umumnya terdapat pada 1450-1600 cm-1, hasil spektra IR
juga menunjukkan terdapat puncak pada bilangan gelombang 1558 yang
merupakan C=C aromatik. Ikatan C=C trans merupakan penanda penting pada
senyawa WNS karena ikatan ini dapat terbentuk apabila telah terjadi reaksi
Claisen-schmidt antara senyawa keton dengan aldehida. Ikatan C=C trans berada
pada pada bilangan gelombang 675-995 cm-1. Hasil data spektra IR menunjukkan
satu puncak pada bilangan gelombang 972 cm-1 yang merupakan ikatan C=C trans
dari senyawa WNS. Data hasil analisis menunjukkan bahwa senyawa klorokalkon
telah terbentuk jika dilihat dari jenis ikatan yang terbaca saat di spektrum IR.
Data dalam gambar 6.3 menunjukkan spektra massa senyawa WNS yang
dianalisis menggunakan spektroskopi massa. Analisis senyawa WNS
menggunakan spektroskopi massa ditujukan untuk mengetahui berat senyawa
hasil sintesis. Hasil data spektra massa menunjukkan senyawa WNS memiliki
berat molekul m/z 288.
Selanjutnya analisis juga dilakukan menggunakan Nuclear Magnetic
Resonance (NMR) yaitu 1H-NMR untuk menentukan jumlah dan posisi atom H.
Dalam spektrum 1H-NMR, proton H yang secara magnetik tidak equivalen akan
memberikan pergeseran kimia yang berbeda, proton H tetangga yang tidak saling
equivalen juga akan membentuk sinyal berupa puncak. Selain itu, jumlah proton
H yang terdapat dalam pergeseran tertentu juga dapat diketahui berdasarkan sinyal
integral pada spektra 1H-NMR. Sehingga, analisis menggunakan 1H-NMR dapat
menggambarkan keadaan lingkungan suatu senyawa dan mengetahui posisi-posisi
atom H dengan jelas. Spektra 1H-NMR pada senyawa WNS pada gambar 6.4
menunjukkan adanya 13 proton. Senyawa kalkon memiliki dua cincin aromatis (A
dan B) dan tiga atom karbon α, β tak jenuh. Ikatan α, β tak jenuh ini merupakan
ikatan C=C pada posisi trans yang terbentuk setelah penggabungan antara
aldehida dengan keton yang melepas air. Masing-masing C=C memiliki satu
proton H dengan konfigurasi trans. Diketahui bahwa proton H yang berada pada
posisi trans memiliki tetapan kopling (J) 11-19 Hz. Hasil spektra 1H-NMR pada
pergeseran 7,92 ppm memiliki tetapan kopling 16 Hz. Pada pergeseran 7,44 ppm
didapatkan tetapan kopling 15,2 Hz. Hal ini membuktikan bahwa senyawa kalkon
48

telah terbentuk karena ikatan α, β tak jenuh telah terkonfirmasi oleh data 1H-
NMR. Pada pergeseran 3,87 ppm, terdapat puncak singlet yang memiliki 3 atom
H jika dilihat dari hasil integral. Diperkirakan puncak ini berasal dari atom H yang
terikat pada gugus metoksi di posisi para. Diketahui bahwa atom H yang terikat
pada gugus metoksi berada pada pergeseran 3,7-4,3 ppm. Hal ini disebabkan
adanya efek induktif dari atom O menyebabkan inti proton tidak terlindungi oleh
elektron sehingga pergeseran atom H metil yang harusnya 0,9 ppm bergeser
menjadi 3,87 ppm. Proton pada pergeseran 6,95 ppm membentuk puncak doublet
dengan nilai integrasi sekitar 2 proton diperkirakan adalah atom H yang berada
pada posisi orto dengan gugus metoksi yaitu pada atom H aromatik posisi 3/5
dengan nilai J = 8,4 Hz. Proton pada pergeseran 7,64 ppm membentuk puncak
doublet dengan nilai integrasi sekitar 2 proton diperkirakan adalah atom H yang
berada pada posisi orto dengan gugus metoksi yaitu pada atom H aromatik posisi
2/6 dengan nilai J = 9,2 Hz. Atom nomor 2 dengan 3 dan 5 dengan 6 pada cincin
A berada pada posisi orto. Menurut teori atom H yang berada pada cincin
aromatik posisi orto memiliki nilai kisaran tetapan kopling J = 6-10 Hz.
Pada pergeseran 6,97 ppm terdapat puncak doublet dengan nilai integrasi
sekitar 1 proton dengan nilai kopling J = 8,8 Hz, diperkirakan sinyal ini
merupakan proton H di posisi 3’ pada cincin B yang memiliki proton H tetangga
secara orto di posisi 4’. Pada pergeseran 7,85 ppm terdapat puncak doublet
dengan nilai integrasi sekitar 1 proton dengan nilai kopling J = 2,4 Hz. Diketahui
posisi meta pada senyawa benzena memiliki nilai kisaran tetapan kopling J = 1-3
Hz. Diperkirakan sinyal pada pergeseran 7,85 ppm ini merupakan proton H di
posisi 6’ pada cincin B yang memiliki proton H tetangga secara meta di posisi 4’.
Proton dengan serapan doublet of doublet pada pergeseran 7,42 ppm dengan hasil
integrasi satu dan memiliki nilai tetapan kopling J = 2,4 Hz dan J = 8,8 Hz.
Diperkirakan berasal dari proton H di posisi 4’ pada cincin B yang saling
mengkopling secara orto proton H di posisi 3’ dan mengkopling secara meta
dengan proton H di posisi 6’. Kemudian pada pergeseran 12,85 ppm terdapat
puncak singlet dengan hasil integrasi senilai 1 proton diperkirakan merupakan
proton pada gugus hidroksil yang terikat pada cincin B kalkon.
49

13
Selanjutnya dilakukan pula analisis menggunakan C-NMR. Analisis
proton karbon digunakan untuk melihat berapa banyak jumlah C yang terdapat
13
dalam senyawa. Hasil analisis spektra C-NMR berupa sinyal tunggal (singlet).
Masing-masing proton karbon akan mengalami pergeseran yang berbeda
tergantung dengan gugus atau subtituen tempat berikatan, semakin besar subtituen
elektronegatif tempat berikatan maka semakin besar pula pergeserannya. Hasil
13
spektra C-NMR menunjukkan terdapat 12 sinyal, dimana senyawa WNS
memiliki 14 atom karbon yang dua diantaranya merupakan karbon ekuivalen,
sehingga hanya menunjukkan 12 sinyal proton karbon saat dilakukan analisis
13
dengan menggunakan C-NMR. Pergeseran 55,59 ppm diperkirakan merupakan
atom karbon pada metoksi yang terikat di cincin A aromatik. Diketahui bahwa
pergeseran proton C sp3 adalah 10-30 ppm pergeseran menjadi lebih besar karena
atom C terikat pada atom O, sehingga lebih tidak terlindungi oleh elektron dan
menyebabkan proton bergeser lebih besar. Pada pergeseran 114,3-162,4 ppm
terdapat 10 sinyal yang merupakan sinyal karbon dari cincin A, cincin B dan dua
karbon yang membentuk ikatan α, β tidak jenuh, karena menurut teori yang ada
atom C sp2 memiliki pergeseran 110-175 ppm. Pada pergeseran 192,7 ppm
terdapat sinyal yang diduga merupakan C karbonil. Ciri khas dari C karbonil pada
gugus keton adalah berkisar antara 190-220 ppm.
Berdasarkan hasil analisis spektroskopi IR, spektroskopi massa, dan
Nuclear Magnetic Resonance (NMR) yang telah dihubungkan dengan teori yang
ada, maka senyawa WNS merupakan senyawa klorokalkon dengan nama trivial
2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon.
f. Kesimpulan dan Saran Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis spektroskopi IR, spektroskopi massa, dan
Nuclear Magnetic Resonance (NMR) yang telah dihubungkan dengan teori yang
ada, maka senyawa WNS merupakan senyawa klorokalkon dengan nama trivial
2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon. Saran untuk peneliti selanjutnya sebaiknya
dipilih senyawa bahan dasar dengan bentuk fisik yang sama agar mol bahan dasar
habis bereaksi sehingga tidak dilakukan pemisahan senyawa hasil sintesis.
50

6.2.2 Rendemen Senyawa WNS


a. Pendahuluan
Permasalahan yang diteliti berapa rendemen senyawa yang dihasilkan dari
sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida. Tujuannya
adalah untuk menentukan persen rendemen dari senyawa yang dihasilkan dari
sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida. Rendemen
senyawa hasil sintetis telah dihitung melalui metode gravimetri.
b. Gambaran Umum Pengumpulan Data
Perolehan persen rendemen dilakukan menggunakan metode gravimetri.
Berat senyawa yang dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-
metoksibenzaldehida sintesis ditimbang. kemudian dibagi dengan berat senyawa
hasil sintesis secara teoritis hasil pembagian dikalikan 100% untuk memperoleh
persen rendemen. Perhitungan rendemen didasarkan pada analisis gravimetri.
Suatu metode analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat
tetap (berat konstannya) dan didasarkan pada reaksi kimia seperti:
aA + rR AaRr
yang mana sejumlah a analit A akan bereaksi dengan sejumlah r pereaksi R
membentuk produk AaRr yang biasanya merupakan suatu senyawa yang sangat
sedikit larut dan dapat ditimbang setelah pengeringan (Ganjar dan Rohman ,
2013).
c. Hasil Penelitian
Berat senyawa WNS yang dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-
kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida adalah sebesar 1,22 gram dan berat
senyawa hasil sintesis secara teoritis yaitu 1,433 gram. Persen rendemen yang
didapat dari perhitungan menggunakan metode gravimetri adalah sebesar 84,54
%.
d. Pembahasan Hasil Penelitian
Senyawa yang dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-
metoksibenzaldehida memiliki bentuk fisik kristal berwarna kuning. Persentase
rendemen yang dihasilkan adalah sebesar 84,54%. Rendemen menggambarkan
ketidakpastian hasil reaksi, dimana hasilnya selalu lebih rendah dari pada
51

perhitungan matematis. Rendemen relatif yang digunakan sebagai perhitungan


efektivitas prosedur, dihitung dengan membagi jumlah produk yang didapat dalam
mol dengan rendemen teoritis dalam mol untuk mendapatkan persen rendemen,
hasilnya kemudian dikalikan dengan 100%.
e. Kesimpulan dan Saran Penelitian
Senyawa yang dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-
metoksibenzaldehida memiliki bentuk fisik kristal berwarna kuning. Persentase
rendemen yang dihasilkan adalah sebesar 84,54%. Saran untuk peneliti yakni
lebih berhati-hati saat melakukan kristalisasi, karena penambahan sedikit asam
yang berlebih mengakibatkan senyawa hasil sintesis berbentuk minyak yang
lengket dan susah untuk disaring dan mengakibatkan senyawa kalkon hasil
sintesis sulit untuk dihitung persen rendemennya.
6.2.3. Bioaktivitas Senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon
a. Pendahuluan
Permasalahan yang diteliti yaitu bagaimana bioaktivitas dari senyawa yang
dihasilkan dari sintesis 2-hidroksi-5-kloro asetofenon dan 4-metoksi benzaldehida.
Tujuannya adalah untuk mengetahui bioaktivitas dari senyawa yang dihasilkan
dari sintesis 2-hidroksi-5-kloro asetofenon dan 4-metoksi benzaldehida yang diuji
menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan uji antioksidan
menggunakkan metode 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Bioaktivitas yang
baik dari senyawa kalkon dapat berguna untuk pengembangan obat baru yang
lebih berkhasiat.
b. Gambaran Umum Pengumpulan Data
Metode atau teknik pengambilan data dianalisis menggunakan analisis
statistik. Uji BSLT digunakan perhitungan analisis Reed and Muench untuk
mendapatkan nilai LC50 yang didapat dari persamaan regresi linier % kematian
larva dengan konsentrasi senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon. Uji
antioksidan dengan metode 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) digunakan
persamaan linier antara persen penghambatan dengan konsentrasi 2’-hidroksi-5’-
kloro-4-metoksikalkon sehingga didapatkan nilai IC50.
52

c. Hasil Penelitian
1) Uji Bioaktivitas senyawa WNS menggunakan metode BSLT.
Hasil perhitungan bioaktivitas senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-
metoksikalkon disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 6.4. Tabel perhitungan analisis Reed and Muench
No Konsentrasi Log Jumlah Akumulasi Rasio Mortalitas
(ppm) konsentrasi
Mati Hidup Mati Hidup x: (x+y) (%)
1 20 1,3 5 25 5 96 0,049 4,9
2 40 1,6 9 21 14 71 0,164 16,4
3 60 1,78 11 19 25 50 0,333 33,3
4 80 1,9 13 17 38 31 0,55 55
5 100 2 16 14 54 14 0,794 79,4

Keterangan:
x : nilai akumulasi larva Artemia salina yang mati
y : nilai akumulasi larva Artemia salina yang hidup

2) Bioaktivitas senyawa WNS menggunakan metode BSLT.


Hasil perhitungan aktivitas antioksidan senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-
metoksikalkon disajikan pada tabel 6.5
Tabel 6.5. Tabel perhitungan % aktivitas antioksidan
Absorbansi Aktivitas
Konsentrasi
No Antioksidan
(ppm) Blanko 1 2 3 rerata (%)
1 10 0,406 0,401 0,393 0,400 20,95
2 20 0,366 0,367 0,362 0,365 27,87
3 30 0,506 0,310 0,311 0,309 0,310 38,73
4 40 0,273 0,275 0,276 0,275 45,65
5 50 0,237 0,243 0,244 0,241 52,37
53

e. Hasil Penelitian
1) Pengujian BSLT
Uji bioaktivitas digunakan untuk mengetahui untuk mengetahui potensi
aktivitas biologi berdasarkan toksisitas senyawa kalkon. Uji bioaktivitas
dilakukan dengan menggunakan metode BSLT. Metode BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test) adalah uji toksisitas yang paling umum digunakan karena
umumnya memiliki korelasi dengan aktivitas kanker, antimikroba dan larvasida.
Data perhitungan nilai LC50 pada tabel 6.4 diperoleh dari uji bioaktivitas dengan
menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Pengujian ini diawali dengan penetasan telur Artemia salina Leach dalam
wadah berisi air laut selama 48 jam di bawah sinar lampu pijar 25 watt. Telur
Artemia salina yang menetas menjadi larva dimasukkan kedalam vial uji
sebanyak 10 ekor. Selanjutnya, dibuat larutan stok senyawa kalkon dengan
konsentrasi 1000 ppm dengan menimbang 0,1 g dalam 100 mL air laut. kemudian
dimasukkan kedalam vial yang dikalibrasi Setelah itu, diambil larutan stok
sebanyak 200 µL, 400 µL, 600 µL, 800 µL dan 1000 µL dimasing-masing vial
yang telah dikalibrasi 10 mL, dibuat sebanyak lima replikasi. Kemudian
ditambahkan air laut hingga tanda batas vial dan diperoleh variasi konsentrasi
yang berbeda yakni 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, dan 100 ppm. Perbedaan
konsentrasi yang digunakan bertujuan untuk melihat perbedaan toksisitas terhadap
larva dimana akan terbentuk hubungan bahwa semakin besar konsentrasi maka
semakin besar pula kematian larva. Vial-vial uji kemudian ditambahkan 1 tetes
makanan ragi, ditutup dengan plastik wrap dan diberi lubang, kemudian
diletakkan dibawah penerangan selama 24 jam, kemudian diamati jumlah larva
yang mati pada masing-masing vial. Dihitung nilai LC50 (Lethality Concentration
50%) dengan menggunakan metode Analisa Reed and Muench. LC50 adalah
konsentrasi yang menyebabkan kematian pada 50% hewan uji. Nilai LC50
diperoleh dari data pengujian yang dihitung berdasarkan metode analisis Reed and
Muench untuk memperoleh banyaknya larva yang mati dan larva yang hidup, dan
diperoleh % mortalitas pada masing-masing konsentrasi. Nilai konsentrasi
kemudian diubah menjadi log konsentrasi dan dihubungkan dengan % mortalitas.
54

Hubungan ini kemudian dimasukkan kedalam regresi linier untuk perhitungan


nilai LC50.
Berdasarkan hasil pengujian, senyawa WNS mempunyai nilai LC50
sebesar 75,07 ppm. Diketahui bahwa suatu senyawa murni dengan nilai LC50 <
200 ppm menandakan bahwa senyawa tersebut memiliki potensi sebagai
antikanker, antibakteri, antijamur, antioksidan dan sebagainya.
2). Uji antioksidan menggunakan metode DPPH
Uji aktivitas antioksidan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
metode DPPH (2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl). DPPH merupakan radikal bebas
yang akan bereaksi dengan senyawa WNS. Data perhitungan nilai IC50 pada tabel
6.5 diperoleh dari uji antioksidan dengan menggunakan metode 2,2 diphenyl-1-
picrylhydrazyl (DPPH). Pengujian ini diawali dengan pembuatan larutan stok 2’-
hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon 1000 ppm dengan menimbang 0,1 g dalam 100
mL methanol. Kemudian dibuat seri konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80
ppm dan 100 ppm didalam labu ukur 25 mL. Larutan seri konsentrasi masing-
masing dimasukkan sebanyak 2 mL ke dalam tabung reaksi bertutup dibuat
sebanyak 3 replikasi. Selanjutnya, dibuat larutan stok DPPH 40 ppm dengan
menimbang 4 mg DPPH yang dilarutkan dengan metanol dalam labu ukur gelap
100 mL, Larutan stok DPPH kemudian dimasukkan 2 mL ke dalam tabung reaksi
berisi larutan seri konsentrasi, didiamkan selama 30 menit dan diukur
absorbansinya menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang
516 nm. Aktivitas antioksidan dapat dilihat dari warna DPPH yang awalnya ungu,
berubah warna menjadi kuning setelah dicampur dan didiamkan selama 30 menit
didalam tabung reaks, yang menandakan bahwa radikal DPPH telah diredam atau
dihambat oleh senyawa uji. Perubahan warna ini dapat diukur dengan melihat
absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Absorbansi yang
diperoleh pada masing-masing konsentrasi yang diberikan radikal DPPH
kemudian digunakan untuk melihat % aktivitas antioksidan. Persen aktivitas
antioksidan diperoleh dari pengurangan absorbansi blanko dengan absorbansi
sampel, hasil pengurangan ini kemudian dibagi dengan absorbansi blanko lalu
dikalikan 100%. Semakin besar konsentrasi sampel, semakin besar pula aktivitas
55

antioksidan, sehingga diperoleh hubungan korelasi dalam persamaan regresi linier


antara % aktivitas antioksidan dengan konsentrasi. Persamaan regresi linier
kemudian digunakan untuk menghitung nilai IC50. Nilai IC50 adalah nilai
konsentrasi antioksidan yang digunakan untuk meredam 50% radikal bebas.
Diketahui bahwa tingkat kekuatan antioksidan sangat kuat apabila Nilai IC 50 < 50
ppm, kuat apabila nilai IC50 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 101-150 ppm,
lemah apabila nilai IC50 151-200 ppm dan tidak beraktivitas jika nilai IC 50 >200
ppm.
Senyawa WNS memiliki gugus metoksi, hidroksil dan subtituen Cl.
Senyawa kalkon mengandung gugus etilen keto (-CO-CH=CH-) yang reaktif.
Adanya gugus tersebut menyebabkan molekul kalkon mempunyai berbagai
macam aktivitas biologi (Jayapal dan Sreedhar, 2010). Menurut Ikhtiarudin (2014)
senyawa turunan kalkon yang mengandung gugus halogen dan hidroksi berperan
penting dalam aktivitas senyawa kalkon sebagai antikanker. Gugus metoksi secara
teoritis dari metoksi akan meningkatkan rapatan elektron cincin aromatis
(benzena). Hal ini menyebabkan cincin benzena menjadi lebih elektronegatif
sehingga atom C karbonil menjadi lebih elektropositif. Dengan demikian atom C
karbonil menjadi lebih mudah diserang oleh nukleofil sehingga reaksi lebih
mudah berlangsung.
Berdasarkan pengujian antioksidan menggunakan metode DPPH, senyawa
WNS memiliki potensi sebagai antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar
45,99 ppm.
f. Kesimpulan dan Saran Hasil Penelitian
Berdasarkan pembahasan diatas, senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-
metoksikalkon yang diuji bioaktivitas menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test) dan dianalisis dengan metode Reed and Muench diperoleh nilai
LC50 sebesar 75,07 ppm. Selanjutnya, uji antioksidan dengan menggunaan metode
DPPH (2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl) diperoleh nilai IC50 sebesar 45,99 ppm.
Disimpulkan bahwa senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon memiliki
aktivitas antioksidan sangat kuat. Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut
56

tentang aktivitas senyawa 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon yang


kemungkinan berpotensi sebagai antikanker, antimalaria, dan lain-lain.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Kesimpulan Umum


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu telah ditemukan
senyawa klorokalkon dengan nama trivial 2’-hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon
yang merupakan hasil sintesis dari senyawa 2-hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-
metoksibenzaldehida dengan rendemen sebanyak 84,54 %. Hasil pengujian
bioaktivitas dan antioksidan menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality
Test) dan metode DPPH (2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl) disimpulkan bahwa
senyawa klorokalkon memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai LC 50
75,07 ppm dan IC50 45,99 ppm.

7.1.2 Kesimpulan Khusus


1. Senyawa telah berhasil disintesis senyawa klorokalkon dari senyawa 2-
hidroksi-5-kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida yang
dikarakterisasi menggunakan spektroskopi IR, spektroskopi massa, dan
Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
2. Rendemen senyawa klorokalkon dari senyawa 2-hidroksi-5-
kloroasetofenon dan 4-metoksibenzaldehida adalah sebesar 84,54 %.
3. Senyawa klorokalkon yang diuji menggunakan metode BSLT (Brine
Shrimp Lethality Test) dan dianalisis dengan metode Reed and Munch
memiliki nilai LC50 sebesar 75,07 ppm. Uji antioksidan dengan
menggunaan metode DPPH (2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl) diperoleh
nilai IC50 sebesar 45,99 ppm.

7.2 Saran
1. Diperlukan pengujian-pengujian lebih lanjut tentang aktivitas senyawa
klorokalkon.
58

2. Diperlukan studi literatur tentang pengaruh posisi subtituen pada senyawa


kalkon untuk memperoleh senyawa kalkon dengan aktivitas yang lebih
baik.
BAB VIII
IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

8.1. Prospek senyawa klorokalon sebagai obat baru


Senyawa klorokalkon dengan nama trivial 2’-hidroksi-5’-kloro-4-
metoksikalkon dari hasil sintesis memiliki prospek untuk dapat dikembangkan
sebagai bahan obat yang mudah diproduksi dalam jumlah yang banyak dan waktu
yang relatif lebih singkat dibandingkan senyawa isolasi dari bahan alam.

8.2. Prospek senyawa klorokalkon dalam perkembangan terhadap


pelestarian alam
Untuk mengambil senyawa bioaktif secara langsung dari suatu tanaman,
diperlukan banyak bagian dari tanaman yang akan digunakan. Apalagi jumlah
senyawa kalkon yang dihasilkan dari tanaman memiliki kendala, dikarenakan
jumlah yang sangat terbatas dan siklus hidup dari tanaman yang relatif lama.
Sehingga dengan pembuatan senyawa kalkon melalui jalur sintesis dapat
meminimalisir penggunaan tanaman secara besar-besaran (eksploitasi). Karena
keunggulan senyawa sintesis yakni dapat diproduksi dalam skala besar, dengan
waktu yang relatif singkat dan tidak merusak tanaman serta tidak menimbulkan
kerusakan ekologis.
60

DAFTAR PUSTAKA

Arianingrum, R., Arty, I., dan Sri Atun., 2011, Uji Sitotoksik Beberapa Senyawa
Mono Para Hidroksi Kalkon terhadap Cancer Cell Line T47D. Jurnal
Penelitian Saintek, 16(2) :121-132.

Arty, I. S., 2010, Synthesis and Citotoxicity Test of Several Compounds of Mono
Para Hidroxy Chalcone. Indo. J. Chem., 10(1) :110-115.

Atta, R., I. Choudhary, and W. Thomsen, 2001. Bioassay Techniques for Drug
Development. Harwood Academic Publis-hers. Amsterdam.

Belsare, D.P., Pal S.C., Kazi A.A., Kankate R.S., and Vanjari S.S., 2010,
Evaluation of Antioxidant Activity of Chalcones and Flavonoids, Journal
of ChemTech Research, 2(2) :1080-1089.

Bruice, P. Y., 2007, Organik Chemistry, Fifth edition. New York.

Davis, W.W and Stout, T.R. 1971, Disc Plate Methods of Microbiological
Antibiotic Assay. Journal Microbiology, 22(4).

Djajanegara I., dan Prio Wahyudi, 2009, Pemakaian Sel HeLa dalam Uji
Sitotoksisitas Fraksi Kloroform dan Metanol Ekstrak Daun Annona
squamosal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 7(4) :7-11.

Eryanti, Y., Zamri, A., Jasril dan Rahmita, 2010, Sintesis Turunan 2’-Hidroksi
Kalkon melalui Kondensasi Claisen-Schmidt dan Uji Aktivitasnya sebagai
Antimikroba. Jurnal Natur Indonesia, 12(2) : 223-227.

Gandjar, Ibnu Golib dan Abdul Rohman., 2013. Kimia Analisis Farmasi. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.

Hardjono, S. 2007. Spektroskopi Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.

Harmastuti, Nuraini., Herowati, Rina., dan Susilowati, D.,2012, Syntesis and


Cytotoxic Activity of Chalcone Derivates on Human Breast Cancer Cell
Lines. Indo. J. Chem, 12(3) :261 – 267.

Harmita, 2015, Analisis Fisikokimia Potensiometri dan Spektroskopi. EGC.


Samarinda

Hastiningrum, W.P, 2013, Sintesis Senyawa Kalkon Analog 3’,4’-Dimetoksi


Asetofenon dan Uji Toksisitas Menggunakan Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Skripsi. Universitas Riau, Pekanbaru.

Kealey, D and Haines, P.J. 2002. Instant Notes: Analytical Chemistry. BIOS
Scientific Publishers Limited. New York.
61

Khaeruni, Annisa N., 2016, Sintesis Trans 1,3-Difneil-2-Propen-1-On Melalui


Reaksi Kondensasi Claisen Schmidt Terkatalis Basa Menggunakan
Pelarut Diklorometana dan Uji Toksisitas Terhadap Artemia salina L.
Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Lelani. 2014. Sintesis Dan Uji Toksisitas Senyawa Kalkon Turunan 2’-Hidroksi
Asetofenon. ). Skripsi. Universitas Riau, Pekanbaru

Mardawati, E., F. Filianty dan H. Harta. 2008. Kajian Aktivitas Antioksidan


Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Rangka
Pemanfaatan Limbah Kulit Manggis di Kecamatan Puspahiang Kabupaten
Tasikmalaya. Hal. 4.

Meyer, B.N.R Ferrigni, J.E., Putnam L, B., Jacosen, D.E., Nicholas., and JL, Mc,
Laughin .1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active
Plant Constituens. Journal of Medical Plant Medica. 45: 31-34.

Molyneux, P., 2004, The Use of the Stabel Free Radical Diphenylpicrilhidrazil
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, Journal Sci. Technol., 26(2)
:211-219.

Ningsih, Indah F., Balatif, Nur., dan Jasril. 2014. Sintesis Kalkon Turunan Piridin
dari Asetiltiopen dan Piridinkarbaldehid serta Uji Antioksidan
Menggunakan Metode DPPH. JOM FMIPA, 1(2) :105-111

Ozgen M, Reese, Neil R, Artemio Z, Joseph C. Scheerens, and A. Raymond


Miller. 2006. Modified 2,2-Azino-bis-3ethylbenzothiazoline-6-sulfonic
Acid (DPPH) Method to Measure Antioxidant Capacity of Selected Smaal
Fruits and Comparison to Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) and
2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazil (DPPH) Methods. Journal of Agricultural
and Food Chemistry. 1151-1157.

Palleros, D.R., 2000, Experimental Organik Chemistry. John Willey and Sons.
New York.

Patil, C.B., Mahajan, S.K., dan Katti, S.A., 2009, Chalcone: A Versatile Molecule.
Journal of Pharmaceutical Science and Research. 1(2) :11-12.

Pavia, L.D., Lampman G.M., Kriz, G.S., Vyvyan, J.S., 2001, Introduction to
Spectroscopy 4th, Thompson Learning, Washington

Pratiwi, Sylvia T., 2008, Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta.

Perdana, F., 2013, Sintesis dan Uji Toksisitas Beberapa Senyawa Analog Kalkon
Turunan Metoksi. Skripsi. Universitas Riau, Pekanbaru.

Pebrianti P., Prabowo W.C., Rijai. L., 2017 Aktivitas Antioksidan dan Tabir
Surya Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdalina Del.). Proceedings of
62

The 5th Mulawarman Pharmaceuticals Conferences. Fakultas Farmasi


Universitas Mulawarman. Samarinda

Rumengan, Antonius P., 2010, Uji Larvasida Nyamuk (Aedes aegypti) dari
Ascidian (Didemnum molle). Jurnal Perikanan dan Kelautan, 16(2) : 83-
86.

Smit, Frans J., and N’Da, David. 2014. Synthesis, in vitro antimalarial activity
and cytotoxicity of novel 4-aminoquinolinylchalcone amides. Jour. Med.
Chem. 22 (2014) 1128–1138.

Sridhar, S., Dinda, S.C., and Prasad, Y.R. 2011. Synthesis and Biological
Evaluation of Some New Chalcones Containing 2,5-Dimethylfuran
Moiety. E-Journal of Chemistry, 8(2) :541-546.

Stuart, Barbara H., 2004, Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Aplications.


John Willey and Sons. London.

Supratman, U., 2010, Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Widya Padjadjaran.


Bandung

Tiwari, B., Pratapwar, A.S., Tapas , A.R.,Butle, S.R., & Vatkar, B.S. 2010.
Synthesis and Antimicrobial Activity 2-Acetyl Thiophene. E-Journal of
Chemisty, 7(2) :433-436.

Utami, W.W., Akhmad A.R., dan Malik A., 2016. Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak
Daun Kepyar (Ricinus communis L.) Terhadap Larva Nyamuk Aedes
aegypti. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 3(1) :141-145.

Warren, S., 1995, Buku Kerja Untuk Sintesis Organik: Pendekatan Diskoneksi,
diterjemahkan oleh Reksohadiprodjo,S. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Williams, Dudley H., dan Flemming, I., 2010, Metode Spektroskopi dalam Kimia
Organik. EGC. Jakarta.
Winarsih, H., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Cetakan ke-5.
Kanisius. Yogyakarta.

Wingrove, A. S. & Caret, R. L., 1981, Organik Chemistry. Harper and Row
Publishers. New York.
63

LAMPIRAN
1. Senyawa 2’hidroksi-5’-kloro-4-metoksikalkon

1,22g
Rendemen = x x 100%
1,443g

= 84,54%

Rf Keton (K) = 0,74


Rf Kalkon (S) = 0,59
Rf Aldehid (A) = 0,51

K S A K S A

K S A
2. Tabel Perhitungan Analisis Reed and Muench
K S
No Konsentrasi Log Jumlah Akumulasi Rasio Mortalitas
(ppm) konsentrasi
Mati Hidup Mati Hidup x: (x+y) (%)
1
A20 1,3 5 25 5 96 0,049 4,9%
2 40 1,6 9 21 14 71 0,164 16,4%
3 60 1,78 11 19 25 50 0,333 33,3%
4 80 1,9 13 17 38 31 0,55 55%
5 100 2 16 14 54 14 0,794 79,4%
Keterangan:
x : nilai akumulasi larva Artemia salina yang mati
y : nilai akumulasi larva Artemia salina yang hidup
64

Analisis perhitungan dengan metode Reed and Muench:


50%−33%
Nilai h =
55%−33%
= 0,77
80
Nilai i = log 60
= 0,124
Nilai g = h x i
= 0,77 x 0,124
= 0,095
Nilai y = g + log s
= 0,095 + 1,78
= 1,878

LC50 = antilog y
= antilog 1,85
= 75.07 ppm
3. Tabel data antioksidan
Absorbansi Aktivitas
Konsentrasi
No Antioksidan
(ppm) Blanko 1 2 3 𝑥 (%)
1 10 0,406 0,401 0,393 0,400 20,95
2 20 0,366 0,367 0,362 0,365 27,87
3 30 0,506 0,310 0,311 0,309 0,310 38,73
4 40 0,273 0,275 0,276 0,275 45,65
5 50 0,237 0,243 0,244 0,241 52,37

Kurva aktivitas antioksidan

y = a + bx
y = 12,93 + 0,806x
50 = 12,93 + 0,806x
50−12.93
IC50 =
0,806
= 45,99 ppm

Anda mungkin juga menyukai