Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketombe merupakan gangguan pada kulit kepala yang mengakibatkan

berkurangnya kenyamanan dalam beraktivitas karena menimbulkan rasa gatal

pada kepala serta dapat mengurangi rasa percaya diri akibat adanya bintik putih

pada rambut. Ketombe dapat diakibatkan oleh adanya infeksi jamur dengan

skuama berwarna putih abu-abu dalam jumlah banyak, mudah rontok disertai

dengan rasa gatal yang sangat laur biasa pada kulit kepal, serta berbau dengan

tanpa peradangan (Wijayanti et al., 2019).

Pada umumnya ketombe sangat sering terjadi pada orang dewasa

dikarenakan banyak yang tidak memperhatikan terhadap kesehatan tubuhnya

sendiri, misalnya ialah bagian kulit. Penggunaan sampo atau produk kecantikan

yang lainnya cukup merawat kulit, tetapi faktanya penyakit kulit di indonesia

menepati urutan ketiga terbanyak setelah infeksi saluran nafas dan juga hipertensi

asensial (Kusuma et al., 2019).

Beberapa penelitian telah menunjukan prevelensi penderita ketombe

didunia yakni mencapai 50% dari keseluruhan populasi. Prevelensi yang

didapatkan diseluruh dunia dengan prevelensi yang berbeda sekitar 18%-26%.

Penderita ketombe diIndonesia menurt data International Date Base, Us Sensus

Bereau tahun 2004 adalah 43.833.262 dari 238.452.952 jiwa dan menempati urtan

keempat setelah China, India, USA (Dwi Widowati et al., 2020).


2

Prevelensi ketombe pada laki-laki sebesar 20,7% sedangkan pada

perempuan sebesar 12,8%. Prevelensi penderita ketombe pada laki laki dan

perempuan sangat berbeda, dimana laki-laki penderita ketombe cenderung lebih

tinggi daripada perempuan penderita ketombe. Karena laki-laki memiliki hormon

androgen yang lebih tinggi dibandingkan perempuan (Dwi Widowati et al., 2020).

Mekanisme penyebab terjadinya ketombe pada kepala manusia yang

disebabkan oleh jamur merupakan flora normal yang terdapat dikulit kepala

namun pada kondisi rambut dengan kelenjar minyak berlebih jamur dapat tumbuh

dan bersifat pathogen (Putri Aulia et al., 2015).

Pencegahan ketombe dapat dilakukan dengan melakukan perawatan

rambut dengan kosmetika rambut, salah satunya sampo anti ketombe. Sampo

adalah kosmetika rambut yang digunakan untuk mencuci kulit kepala dan rambut

(Pendidikan et al., 2020).

Salah satu tanaman diindonesia yang banyak memberikan manfaat untuk

kehidupan adalah belimbing (Averrhoa blimbi). Tanaman ini dipercaya dapat

digunakan sebagai obat (Saputra & Anggraini, 2016).

Daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi) mengandung zat flavanoid,

tanin, dan saponin. Flavanoid merupakan salah satu senyawa dari daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi) yang mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol,

butanol, dan aseton. Flavanoid merupaka golongan yang terbesar dari senyawa

fenol, seyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus,

bakteri dan jamur (Saputra & Anggraini, 2016).


3

Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat

termasuk sediaan sampo anti ketombe. Kosmetik yang berbahan aktif zat kimia

berbahaya dan banyak beredar di pasar. Padahal, kosmetik khusunya sampo yang

berbahan zat aktifnya kimia dapat menimbulkan inflamasi, radang kulit, bahkan

dapat menimbulkan kanker kulit. Saat ini, masyrakat membutuhkan kosmetik

yang berbahan alami dan tidak berbahaya bagi kesehatan (Hidayah et al., 2016).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sari daun belimbing wuluh

sudah efektif pada konsentrasi 10% dalam menghambat pertumbuhan Cadida

albicans. Namun pada konsentrasi 40% zona hambat semakin kecil. Diameter

daya hambat tidak selalu naik sebanding dengan naiknya konsentrasi perlakuan.

Kemungkinan hal ini terjadi karena perbedaan kecepatan difusi senyawa aktif

pada media agar serta jenis dan konsentrasi senyawa antimikroba juga

memberikan diameter daya hambat yang berbeda pada lama waktu tertentu (Sari

& Suryani, 2014).

Dalam penelitian tentang belimbing wuluh, yang menerangkan bahwa

kadar senyawa aktif tertinggi terdapat pada bagian daun. Perbandingan kadar

tannin pada bagian daun belimbing wuluh menunjukkan bahwa daun muda

mengandung kadar tannin 1.60% dan daun tua 1.28%. Dalam menghambat

Candida albicans, tanin berkaitan dengan dinding sel yang akan menghambat

aktivitas protease dan inaktivasi secara langsung. Selain tanin, daun belimbing

wuluh juga mengandung senyawa flavonoid, saponin, sulfur, asam format,

peroksida, dan steroid. Flavonoid mempunyai aktivitas anti kapang dan khamor

pada Candida albicans dengan menggunakan pembentukan pseudohifa selama


4

proses patognesis, sedangkan saponin dapat membentuk komplek dengan sterol

dan mempengaruhi perubahan permeabuilitas membran kupang (Sari & Suryani,

2014).

hasil pengujian yang telah dilakukan (Syifa Silviyah 2017) mengatakan uji

aktivitas daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbil)pada konsentrasi 50 60

70%b/v dari hasil pengujian di ketahui bahwa ekstrak daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbil) memiliki hambatan jamur dengan konsentrasi 50 60 70 dari

hasil uji aktivitas hambatan jamur diketahui bahwa ekstrak daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbil) dapat menghambat pertumbuhan (malessezia fulfur L).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi) dapat di

formulasikan dalam bentuk sediaan sampo?

2. Bagaimana aktivitas ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi)

terhadap pertumbuhan Malassezia Fulfur L?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :.


5

1. Untuk mengetahui ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dapat di

formulasikan sebagai sediaan sampo antiketombe.

2. Untuk mengetahui daya hambat sediaan sampo dari ekstrak daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap pertumbuhan jamur Malassezia Fulfur L.


6

D. Manfaat Penelitian

1. Peneliti

Dapat menambah wawasan atau pengetahuan, dan juga sebagai

pegangan untuk ilmu yang di peroleh selama menjadi mahasiswa

universitas megarezky Makassar.

2. Institut Farmasi

Penelitian ini akan memberikan informasi tentang khasiat daun

belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi) yang dibuat dalam bentuk sediaan

sampo antiketombe yang disebabkan oleh jamur (Malassezia Fulfur L)

yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di universitas

Megarezky Makassar.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi tumbuhan Daun Belimbing (Averrhoa Bilimbi L)

Gambar 2.1. Daun belimbing wuluh

Klasifikasi tanaman daun belimbing (Averrhoa bilimbi L) adalalah

sebagai berikut: (Lailis,2010).

Kingdom : Plantae

Divisi : Manoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Oxalidales

Family : Oxalidacea

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi

2. Nama Daerah

Beberapa daerah di indonesia , daun belimbing wuluh dikenal

dengan nama antara lain: blimbing buloh (bali), belimbing asam (Melayu),
8

Balimbing (jawa sunda), Limbi (bima), Lembitue (gorontalo), malimbi

(halmahera), Irian (uteke) (Nurhastuti, 2019).

3. Morfologi tanaman

Belimbing wuluh merupakan tanaman berbentuk tajuk membulat,

dengan tinggi 5-10 meter. Batang berbentuk pokok monopodial,

percabangan simpodial,permukaan dengan tanda bekas daun berbentuk

ginjal. Daun majemuk menyirip gasal,berseling,. Bunga berupa susunan

yang mulai muncul pada benjolan dipermukaan batang, menggantung,

panjang 5-20 cm (Nurhastuti, 2019).

4. Kandungan kimia

Kandungan kimia dalam daun belimbing adalah alkaloid, saponin,

tanin, kumarin, pektin, minyak atsiri, glukosida, kalsium oksalat, sulfur,

dan flavanoid (Nurhastuti, 2019).

5. Manfaat daun belimbing wuluh

Daun belimbing merupakan tanaman dengan berbagai macam

manfaat bagi kesehatan, daun digunakan sebagai obat encok, diabetes,

sakit perut, rematik, penurun panas dan obat gondok (Sari & Suryani,

2014).

6. Khasiat daun belimbing wuluh

Daun belimbing wuluh yang dilumatkan unuk mengatasi demam

dan obat luar. Rebusan daun untuk mengatasi peradangan, gerusan tangkai
9

muda dan bawang merah sebagai obat oles untuk obat gondong. Dapat

digunakan antinyeri dan antiinflamasi (Bashori, 2008).

B. Ekstraksi

1. Definisi Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian merupakan suatu proses penarikan zat

aktif dari bahan-bahan alam seperti hewani, tumbuhan dan nabati dengan

menggunakan pelarut organik. Proses estraksi dihentikan ketika tercapai

kesetimbangan antara kosentrasi senyawa dalam pelarut dengan kosentrasi

dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi pelarut dipisahkan dalam

sampel dengan penyaringan (Endayani et al., 2019).

2. Metode Ekstraksi

Dalam proses ekstraksi terbagi dalam beberapa metode seperti:

(Ibrahim et al., 2016).

a. Metode Maserasi

Metode maserasi adalah cara mengekstraksi atau penyarian

yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia

dalam cairan penyari selama beberapa hari pada suhu kamar dan tidak

terpapar oleh cahaya matahari. Setelah proses ekstraksi pelarut dipisahkan

dengan penyaringan.

Kerugian dalam menggunakan metode maserasi yaitu

memakan banyak waktu dan menggunakan pelarut cukup banyak dan


10

kemungkinan besar eberapa senyawa hilang. Namun disisi lain metode ini

juga mempunyai keuntungan yaitu dapat menhindari rusaknya seyawa

-senyawa termolabil.

b. Ultrasound – Assisted Solvent Extraction

Yaitu metode dengan menggunakan bantuan Ultrasound (sinyal

dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang berisi sampel diletakan

dalam wadah ultrasound dan ultrasonic. Hal ini dilakukan untuk

memberikan tekanan mekanik pada sel sehingga menghasilkan rongga

pada pel.

c. Metode Perkolasi

Metode ini dilakukan dengan cara serbu sampel dibasahi secara

perlahan di dalam sebuah percolator (wadah silinder yang dilengkapi

dengan kran pada bagian bawah). Kelebihan dari metode ini yaitu sampel

senantiasa dialiri oleh pelarut baru, sedangkan kerugiannya adalah jika

sampel dalam perkulator tidak homogeny maka pelarut akan sulit

menjangkau seluruh area.

d. Metode Soxhlet

Pada metode ini dilakukan dengan cara yaitu menempatkan

serbuk sampel dalam sarung selulosa (dapat juga menggunakan kertas

saring) dalam klonsong yang ditempatkan diataslabu dibawah kondensor.

Keuntungan dari metode ini yaitu proses ekstraksi yang kontinu sampel

akan terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak


11

membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu,

sedangkan kerugiannya adalah senyawa bersifat termolabil singga dapat

terdegradasi karena ekstraksi yang terus menerus berada pada titik didih.

e. Metode Reflux dan Destilasi Uap

Pada metode reflux, sampel dimasukkan secara bersamaan

dengan pelarut kedalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pada

metode destilasi uap biasa digunakan untuk mengekstraksi minyak

esensial. Kerugian dari metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabi

yang dapat terdegradasi.

C. Alasan Penggunaan Bahan

1. Detergen

Dalam sedian gel sampo juga mengandung surfaktan yaitu natrium

lauril sulfat. Natrium lauril sulfat sebagai pembersih, surfaktan juga dapat

berguna sebagai pengemulasi untuk menstabilkan bentuk dari gel sediaan

sampo (Budiman et al., 2015).

2. Humektan

Menjaga kestabilan sediaan gel propilen glikol merupakan salah

satu bahan yang sering digunakan dalam sediaan sampo yang berfungsi

sebagai pengawet. Karena dapat mencegah terjadinya mikroorganisme

(Yogesthinaga, 2016).

3. Gilling Agent
12

HPMC merupakan derivat selulosa yang dapat menstabilkan busa,

meningkatkan nilai estetika dan psikologis konsumen. Memiliki viksositas

yang stabil pada penyimpanan jangka panjang, HPMC memiliki daya

pengikat zat aktif yang sangat kuat dibandingkan dengan carbopol.

Kelebihan lain dari HPMC adalah tidak terpengaruh oleh ektrolit, dan

dapat bercampur dengan pengawet serta rentang pH luas (Budiman et al.,

2015).

4. Perasa

Perasa yang banyak digunakan pada sediaan pada sediaan kosmetik

salah satunya adalah sampo. Perasa yang sering digunakan seperti mentok,

karena memiliki sensansi dingin pada kulit kepala sehingga para pengguna

akan merasa segar (Yusni et al., 2016).

D. Sampo

1) Pengertian Sampo

Sampo merupakan sediaan kosmetika yang digunakan sehari hari

untuk membersihkan rambut, sehingga rambut dan kulit kepala menjadi

lembut, bersih, sehat, berkilau dan untuk meningkatkan percaya diri

seseorang (Kasim & Sampebarra, 2017).

Sampo adalah salah satu sediaan kosmetik untuk tujuan keramas.

Sampo memiliki banyak manfaat diantaranya adalah menghilangkan

minyak, debu serpihan kulit dan kotoran lain dari rambut. Kulit kepala

ataupun rambut menjadi bersih , lembut mudah teratur serta menjadi


13

berkilau apabila sudah melakukan keramas dengan sampo (Ambarwati et

al., 2020).

Kosmetik merupakan bahan atau campuran bahan untuk

digosokkan, diletakkan, dituangkan, dipercikan atau di semprotkan

dibadan dimasukkan kedalam ,dipergunakan pada bahan atau bagian badan

manusia dengan maksud dengan tujuan membersihkan, memilihara

menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan

obat.

2) Syarat Sampo Antiketombe

Kandungan dan persyaratan dari sampo antiketombe sangat tidak

berbeda dengan sampo biasa, hanya pada sampo antiketombe mengandung

zat untuk menghilangkan jamur pada kulit kepala. Syarat yang harus

dimiliki sampo ketombe adalah :

a. Membersihkan rambut serta kulit kepala tanpa menjadikan rambut

berlemak atau kering dan membuat rambut menjadi mudah diatur

b. Tidak merangsang kelenjar minyak

c. Efektif sebagai fungisidum sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan

jamur, dan dapat mencegah infeksi

d. Kadar zat yang digunakan tidak boleh meningkatkan kulit kepala, zat

yang digunakan dalam kadar tertentu tidak boleh menyebabkan

kegatalan, kulit mengelupas atau peradangan (Ambarwati et al., 2020).

e. Tidak toksik dan tidak mengiritasi

f. Tidak merusak jaringan mata


14

g. Menghasilkan busa yang optimum, rambut mudah disisir (Setiomulyo,

2011).

3) Karateristik sampo

Kriteria sampo yang baik minimal, harus dapat membersihkan,

memiliki Emulsi minyak dalam air (m/a) yang stabil, aroma dan warna

yang kosisten, viksositas yang baik (kental), pH mendekati pH fisiolgis

kulit kepala. Menghasilkan busa kecil yang stabil dan melimpah, tidak

mengiritasi kulit, dan tidak melampaui batas kontaminasi mikroba (Kasim

& Sampebarra, 2017).

4) Komposisi sampo

a. Komponen sampo

1. Surfaktan / deterjen

Ada 4 jenis surfaktan, yaitu: (Etika, 2019).

a) Anionic deterjen misalnya sodium tallow soap, potassium stearate,

sodium lauryl sulfate, dll. Yang pali sering digunakan adalah

sodium lauryl sulfate.

b) Cationik deterjen, misalnya diethylaminoethyl-oleyl amide acetate.

Daya pembasah kuat tetapi daya pembersihnya kurang baik, tidak

pernak dicampur dengan anionic karena akan menonaktifkannya.

c) Ampoterik deterjen, misalnya triethanolamine-lauryl-beta-

aminopropionate dan sodium lauryl beta aminopropionate.

d) Nonionic deterjen, misalnya asam lemak monodiethanolamide dan

sorbiton monolaurate. Deterjen ini tidak dipakai sendirian dalam


15

sampo karena akan menghasilkan sedikit busa dan harganya juga

cukup mahal.

2. Bahan pelarut deterjen

Karena tidak mudah larut didalam air maka diperlukan bahan pelarut

deterjen dalam sampo tidak akan menjadi seperti awan atau busa banyak,

yang biasa dipakai adalah alkohol, glikol atau gliserol.

3. Bahan pengental

Misalnya gums, polyvinyl alcohol, methylselulosa.

4. Bahan pembentuk atau penstabil busa

Misalnya amida-amida asam lemak.

5. Warna dan bau

Bahan yang ditambahkan kenyamanan bagi, seperti penambahan parfum

(Nasution, 2019).

6. Pelembut

Pelembut membuat rambut mudah disisir dan dapat menurunkan friksi

antara rambut, mengkilapkan rambut dan memperbaiki keadaan rambut

yang rusak (Nasution, 2019).

7. Pemisah logam

Pemisah logam dibutuhkan keberadaannya untuk mengikat logam berat,

yang terdapat pada air pencuci rambut (Nasution, 2019).

8. Pengawet

Larutan atau bahan dari pemilihan pengwet yang tepat termasuk

pormaldehid, propil, metil, butyl dll (Nasution, 2019).


16

9. pH

Bahan yang ditambahkan untuk menetralisasi basa yang terjadi dalam

penyampoan misalnya asam sitrat .

10. Bahan pelembab rambut dan kulit kepala

Misalnya formaldehyde, sorbic acid, dan lain-lain

b. Jenis-jenis shampo

Adapun jenis jenis shampo sebagai berikut : (Nasution, 2019).

1. Sampo cair jernih

2. Sampo dalam bentuk krim

3. Sampo dalam bentuk gel

4. Sampo kering

E. Rambut

1. Definisi Rambut

Rambut adalah organ tubuh manusia yang berbentuk seperti

helaian benang yang tumbuh dikulit, rambut berbentuk tipis namun rambut

memiliki fungsi yang sangat besar bagi tubuh manusia. salah satu fungsi

rambut yang paling besar adalah untuk melindungi kulit kepala dari panas

(Iskandar & Syampurma, 2019).

Rambut merupakan tambaham pada kulit kepala yang memberikan

kehangatan, perlindungan dan keindahan (Nurhikma et al., 2018).

2. Anatomi Rambut
17

Rambut dikenal dengan rambut yang berada didalam kulit dan

diluar kulit atau biasa disebut batang rambut dan akar rambut: (Ismayenti,

2014).

a) Batang rambut

Bagian rambut yang bagian luar kulit dinamakan dengan batang

rambut. Jika rambut dipotong melintang, maka akan terlihat tiga

lapisan dari luar kebagian dalam yaitu : (Apriani, 2014).

1. Kurtikula rambut, sel-sel keratin yang pipih, dan saling tertumpuk

seperti sisik ikan. Berfungsi melindungi rambut dari dari kekeringan

dan masukknya bahan asing keedalam batang rambut.

2. Korteks rambut, adalah lapisan yang lebih dalam (kurtikula dan

medula), terdiri sel-sel yang memanjang tersusun rapi.

b. Akar rambut

Bagian rambut yang terletak didalam lapisan dermis kulit

disebut rambut atau dengan kata lain folikel rambut. Folikel rambut

dikelilingi dengan pembuluh darah yang memberikan makanan

(Apriani, 2014).

1. Umbi rambut, bagian rambut yang akan terbawa jika rambut

dicabut.

2. Papila rambut, bagian yang tertinggal didalam kulit meskipun

rambut dicabut sampai akar-akarnya, sehingga akan selalu terjadi

pertumbuhan rambut baru kecuali jika papila rambut tersebut

rusak.
18

F. Ketombe

1. Definisi ketombe

Ketombe merupakan masalah yang dialami banyak orang , mulai

dari bayi sampe orang dengan orang tua juga menderita ketombe.

Ketombe adalah salah satu masalah yang paling sering pada rambut,

kondisi ini mengakibatkan timbulnya sisik yang berlebihan atas sel-sel

kulit mati pada kulit kepala (Dursun, 2012).

Penyebab munculnya ketombe disebabkan karena terdapat jamur

malassezia yang sebelumnya merupakan (pytirosporum) adalah ragi

penyebab infeksi kulit dan kulit kepala sehingga menyebabkan gatal.

Kondisi hangat dan lembab serta kepadatan penduduk yang berlebihan dan

kebersihan diri buruk sangat ideal untuk pertumbuhan Malassezia.

Ketombe dapat terjadi secara ekselusif pada kepala dengan tingkat sebum

yang tinggi (Berliana, 2020).

Ketombe juga disebut sindap dan kelemumur, dengan nama ilmiah

pytiriasis capitis yaitu, pengelupasan kulit mati berlebihan dikulit kepala.

Sel kulit yang mati merupakan kejadian alami yang normal bila

pengelupasan itu jumlahnya sedikit (Khusnul et al., 2020).

2. Jenis ketombe

Adapun jenis ketombe terbagi menjadi dua bagian yaitu sebagai

berikut anatara lain :


19

a) Ketombe kering (pityariasis captisis simples) adalah ketombe yang

paling banyak dan paling mudah terindikasi, ketombe kering muncul

dalam bentuk yang kering dan kecil, berwarna putih dan abu-abu kulit

seperti berkerak dan sering mengganggu penampilan seseorang karena

serpihan yang berjatuhan pada bahu atau punggung dan menimbulkan

rasa gatal yang berlebihan (Dewi puspita et al., 2018).

b) Ketombe basah berupa sisik basah (pityariasis steatoides), tanda tanda

dari ketombe basah ini adalah berupa sisik bewarna seperti juga

ketombe kering, akan tetapi bukan kering melainkan basah, ciri lain

lain sama seperti ketombe kering dan akibat ditimbulkannya tapi

ketombe basah biasanya berbau dibandingkan ketombe kering. Susah

dalam penataan rambut karena kondisi rambut lepek atau basah

(Apriyani & Marwiyah, 2014).

3. Faktor Penyebab Ketombe

Sampai saat ini beberapa ilmuwan berpendapat bahwa penyebab

ketombe disebabkan oleh : (Ismayenti, 2014).

a) Malassezia jamur yang dapat menyebabkan seborrheic dermatitis

yaitu radang pada kulit, kulit kepala yang terlalu kering, kulit kepala

yang terlalu berminyak, nutrisi yang kurang, terlalu sering keramas,

stres, konsumsi makanan yang berlemak secara berlebihan (Apriyani

& Marwiyah, 2014).

b) Faktor yang berpengaruh munculnya ketombe adalah faktor harnormal

yang berkaitan dengan produksi sebum, faktor kerentanan individu,


20

faktor lingkungan, (suhu dan kelembaban lingkungan), stress, dan

petumbuhan jamur malassezia sp yang sangat berlebihan menyebabkan

kepala berskuama (Aprilia & Subakir, 2010).

c) Jamur yang menyebab kan ketombe adalah malassezia sp. Salah satu

spesiesnya adalah pityrsporum ovale. Jamur ini sebenarnya merupakan

flora normal yang ada di rambut, akan tetapi berbagai keadaan seperti

suhu, kelembaba, kadar minyak yang sangat tinggi, serta penurunan

imunitas tubuh dapat memicu pertumbuhan jamur ini (Education &

Advice, 2018).

4. Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya timbul ketombe , kesehatan kulit

kepala harus selalu dijaga dengan baik. Hindari menggaruk kepala secara

berlebihan karena dapat menyebabkan kerusakan kulit, yang selanjutnya

dapat menigkatkan resiko infeksi kulit kepala. Untuk itu pencegahan

ketombe sangat penting . bagi yang memiliki faktor resiko berketombe

untuk lebih sering mencuci rambut dengan sampo biasa atau bisa

menggunkan sampo antiketombe (Irfan, 2019).

5. Gambaran Klinis Ketombe

Ada beberapa gambaran klinis yang dilihat yaitu: (Silviya, 2018).

a. Kerion

Adalah ketombe yang disertai dengan adanya peradanagan yang

hebat. Berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dan

degan serbukan sel radang disekitarnya.


21

b. Grey Patch Ringworm

Biasanya timbul dengan papula merahkecil disekitar folikel

rambut. Popula ini menyebar dan membentuk becak pucat

disebabkan timbulnya sisik pada kulit kepala. Penderita akan

mengeluh gatal, warna rambut akan menjadi abu-abu dan tidak

berkilau.

c. Black Dot Ringworm

Adalah ketombe yang mempunyai gambaran klinis berupa

terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya

rambut yang terinfeksi tepat dimuara folikel.

G. Uraian Jamur

1. Klasifikasi Malassezia Fulfur L

Kingdom : Fungi

Kelas : Basidiomycota

Divisio : Ustilaginomycotina

Sub Divisio : Malasseziales

Genus : Malassezia

Spesies : Malassezia Fulfur (Khoirunnisak, 2018).

2. Morfologi Jamur

Adapun ciri ciri dari jamur Malassezia fulfur yaitu sebagai berikut

sel bulat, bertunas, berdinding tebal, hifanya berbatang pendek dan tidak

lurus. Menghasilkan konidia yang kecil (mikrokonidia) pada hifanya, dan


22

juga menghasilkan makrokonidia besar dan berbentuk gelendong, yang

jauh lebih besar di bandingkan mikrokonidianya.

Malassezia furfur juga merupakan flora normal di tubuh dimana

jamur ini dan sering di temukan pada daerah kulit yang banyak

menghasilkan sebum (Khoirunnisak, 2018).

H. Mekanisme Terjadinya ketombe

Terjadi perubahan di stratum korneum epidermis pada ketombe, dengan di

temukan hiperproliferasi, lipid interseluler dan intraseluler yang berlebihan dan

parakeratosis yang menimbulkan skuama halus, kering, berlapis lapis, sering

mengelupas sendiri, serta rasa gatal (Utami, et al., 2018).

I. Mekanisme Flavanoid

Flavanoid merupakan senyawa yang mudah larut dalam pelarut polar,

seperti etanol, butanol, dan aseton. Flavaoid juga merupakan golongan terbesar

dari senyawa fenol . senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat

pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur. Flavanoid bekerja dengan denaturasi

protein sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Denaturasi protein

menyenbabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah

komposisi komponen protein. Fungsi membran sel yang terganggu dapat

menyebabkan meningkatnya permeabilitas sel, sehingga dapat menyebabkan

kerusakan sel jamur. Kerusakan tersebut dapat menyebabakan kematian sel

jamur. Flavanoid juga merupakan senyawa fenol yang dapat menyebabkan

denaturasi protein dan befungsi sebagai antibakteri dan anti jamur. Denaturasi
23

protein dapat merusak sel secara permanen dan tidak bisa di perbaiki lagi

(Saputra & Anggraini, 2016).

J. Mekanisme ketokonazole

Mekanisme ini yang dipakai ketokonazole dalam menghambat pertumbuhan

jamur. Ketokonnazole dalam konsentrasi 2% yang terdapat dalam sampo

berfungsi untuk medikasi atau pengobatan ketombe (Aprilia & Subakir, 2010).

K. Kerangka Teori

Sampo Daun belimbing


Rambut wuluh (Averrhoa
bilimbi)

Ketokenazol 2%
Ekstrak etanol
Anatomi rambut daun belimbing
wuluh (Averrhoa
bilimbi)

Faktor penyebab Peningkatan flora Flavanoid


ketombe normal

Etanol butane dan


aseton

Formula sampo
antiketombe

Uji aktivitas Uji stabilitas

Gambar 3 Kerangka Teori Penelitian


24

L. Kerangka Konsep

X Y

Sediaan sampo antiketombe ekstrak pertumbuhan jamur Malassezia

etanol daun belimbing wuluh Furfur L

(Averrhoa bilimbi)

Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian

M. Hipotesis

Ho= Ekstrak etanol daun brlimbing wulu (Averrhoa Bilimbi) tidak dapat

menghambat pertumbuhan jamur (Malassezia fulfur L).

H1= Ekstrak etanol daun brlimbing wulu (Averrhoa Bilimbi) dapat

menghambat pertumbuhan jamur (Malassezia fulfur L).


25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dimana arti

pengertiannya penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui akibat yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan

secara sengaja oleh peneliti. Dengan rancangan subjek laboratorium fraksi

daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L) sebagai penghambat jamur

malassezia fulfur L.

B. Waktu dan Tempat Peneitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan april 2021 dilaboratorium teknologi

sediaan farmasi, laboratorium fitokimia dan laboratorium mikrobiologi

universitas megarezky makassar.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu autoklaf, aluminium foil,

batang pengaduk, blender, cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia,

incubator, jarum ose, lampu spirtus, lumpang dan alu, oven, pinset, pipet

tetes, spoit 1 cc, rak tabung, rotavapor, tabung reaksi, timbangan analitik,

Viscometer Brookfield, wadah sampo.

2. Bahan
26

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daun

belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L), etanol 96%, jamur malassezia

fulfur L.

D. Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Sampel

Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah daun

belimbing wuluh (Avverhoa blimbi L) yang diambil pada jam 08.00

sampai jam 10.00 karena pada saat tersebut terjadi proses fotosintesis.

Sampel ini didapat dari Gowa dan Makassar.

2. Pengelolaan Sampel

Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang telah dipetik

kemudian dilakukan sortasi basah untuk memisahkan dari kotoran-kotoran

atau bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Kemudian dilanjutkan

dengan mencuci daun belimbing wuluh dibawah air yang mengalir untuk

menghilangkan tanah dan kotoran lainnya yang melekat pada daun

belimbing wuluh tersebut. Setelah daun belimbing wuluh(Averrhoa

bilimbi L.) yang telah dicuci bersih lalu ditiriskan untuk menghilangkan

air bekas cucian. Setelah itu daun belimbing wuluh dirajang menjadi kecil-

kecil agar dapat mempermudah proses pengeringan. Setelah itu dilakukan

sortasi kering untuk memisahkan benda-benda asing dan kotoran lainnya

yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Lalu sampel yang

kering diserbukkan dengan blender.

3. Pembuatan Ekstrak
27

Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi.L) yang telah

dihaluskan atau yang sudah menjadi serbuk ditimbang masing-masing

sebanyak 500 g pada timbangan analitik. Kemudian bahan uji dimaserasi

dengan menggunakan pelarut etanol 96% sampai semua bahan uji

terdendam. Lalu dibiarkan selama 3 hari ditempat yang gelap sambil

diaduk sesekali, kemudian dilakukan penyarin menggunakan kain yang

berwarna putih dimasukan kedalam rotavapor dan dilakukan penguapan

sampai menghasilkan ekstrak kental.

4. Formulasi Sediaan Shampo Antiketombe

1. Rancangan Formula Sampo Antiketombe

Konsentrasi (%b/v)
Fungsi F0 F1 F2 F3
Bahan
Daun belimbing wuluh Zat aktif - 30% 60% 90%
HPMC Basis gel 1% 1% 1% 1%
Propilenglikol Humektan 10% 10% 10% 10%
Natrium benzoat Pengawet 0,2% 0,2% 0,2% 0,2%
Menthol Perasa 0,5% 0,5% 0,5% 0,5%
Natrum lauryl sulfat Pembusa 3% 3% 3% 3%
Parfum lemon Parfum Qs Qs Qs Qs
Aquadest Pelarut Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100

Keterangan:

F0(-) : Formula tanpa ekstrak (Kontrol negatif)

F1: Formula ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L.) 30%

F2: Formula ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L.) 60%
28

F3: Formula ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L.) 90%

2. Pembuatan Sediaan Sampo Anti Ketombe

Langkah untuk pembuatan sampo yaitu HPMC di masukkan

kedalam mortar dan di larutkan menggunakan air panas sambil di aduk

sampai terbentuk masa semisolid. Lalu ditambahkan propilenglikol sedikit

demi sedikit sambil diaduk. Selanjutnya ditambahkan natrium lauril sulfat

sedikit demi sedikit sambil diaduk secara pelan agar tidak terbentuk busa.

Selanjutnya dimasukkan satu-persatu methol, parfum lemon, dan ekstrak

daun belimbing wuluh sambil diaduk. Selanjutnya ditambahkan aquadest

sampai volume yang diperlukan dan diaduk sampai homogen.

5. Evaluasi Sediaan

a. Pengamatan Organoleptik

Analisis organoleptis digunakan untuk mengamati perubahann

bentuk, warna, dan bau pada sediaan sampo.

b. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar dilakukan dengan meletakkan 2g sediaan sampo

dipusat antara lempeng cawan petri dimana lempeng bagian atas dibebani

dengan anak timbang 25 g diatasnya. Permukaan yang dihasilkan dengan

meningkatkan beban merupakan daya sebar.

c. Pengukuran Viskositas

Pengukuan viskositas dengan menggunakan alat Viskometer

Brookfield. Caranya adalah dengan menempatkan sediaan sampo didalam

gelas kimia kemudian disimpan dialat Viscometer Brookfield.


29

d. Pengukuran Tinggi Busa

Sediaan sampo anti ketombe yang dibuat dari berbagai kosentrasi.

Diambil 0,1% dari sediaan sampo dan dimasukkan kedalam gelas kimia

ditambahkan 100 ml aquadest dan di kocok atau digoyangkan selama 30

detik. Kemudian diamati tinggi busa dan 10 menit kemudian diamati

stabilitasnya.

e. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter.

f. Uji Cycling Test (Pengujian Yang Dipercepat)

Uji dilakukan dengan cara menyimpan sediaan dari masing-masing

formula yang ditempatkan dalam wadah gelas transparan sediaan disimpan

pada suhu 40C selama 24 jam, lalu dipindahakan kedalam oven yang

bersuhu 400C selama 24 jam. Perlakuan ini adalah siklus. Pengujian

dilkukan selama 6 siklus atau 12 hari dan diamati ada atau tidaknya

perubahan yang terjadi pada masing-masing sediann. Kondisi sediaan

dibandingkan selama percobaan dengan kondisi sediaan sebelumnya.

6. Uji Aktivitas Sediaan Sampoo Antiketombe

1. Pembutan Medium PDA

Ditimbang sebanyak 1,75 gram media PDA lalu dimasukkan

kedalam Erlenmeyer 250 ml, kemudian dilarutkan dalam 80 ml aquadest di

aduk hingga homongen dan dipanaskan hingga mendidih atau media

menjadi bening.

2. Pembuatan Suspensi Jamur


30

Biakan Malassezia Furfur L dimasukkan kedalam media agar miring

dan disuspensikan dengan NaCl sebanyak 3 mL. lalu diambil secukupnya

dan dimasukan kedalam media pembenihan. Kemudian dicampur dan

diatur kekeruhannya sama dengan larutan.

3. Pengujian Sampo Antiketombe

Metode difusi sumuran dimulai dengan membuat lubang sumuran

berdiameter 5 mm pada masing-masing cawan Petri. Pada masing- masing

sumuran diisi sesuai dengan ukuran sumuran Kontrol Positif, Kontrol

Negatif dan Sediaan Sampo Antiketombe ekstrak daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L) dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Lalu

diinkubasi pada suhu 25˚C selama 48 jam. Kemudian Setelah diinkubasi

dilakukan pengukur diameter daerah yang bening (zona hambatan) dengan

menggunakan jangka sorong melewati pusat sumuran.

7. Analisis Data

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh diameter zona hambat terhadap

pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale dan Candida albicans maka dilakukan

uji statistic dengan menggunakan uji One Way Anova.


31

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, N. S. S., Supiani, T., Laksmi, N. A., & Atmanto, D. (2020). LIDAH
BUAYA UNTUK PERAWATAN KULIT KEPALA DAN RAMBUT
Improvement of Welfare with The Utilization of Aloe vera for Scalp and
Hair Care Abstract mencucinya ( Guna & Amatiria , 2015 ). Ketombe adalah
suatu kondisi kulit kepala yang umumnya ditandai dengan ras. JKKP (Jurnal
Kesejahteraan Keluarga Dan Pendidikan), 7(2), 117–129.
Apriani. (2014). APRIANI, W. (2019). STUDI ETNOBOTANI TANAMAN
OBAT MASYARAKAT DESA PASAWAHAN KIDUL KECAMATAN
PASAWAHAN KABUPATEN PURWAKARTA (Doctoral dissertation,
FKIP UNPAS). Apriani, 9–66.
Aprilia, F., & Subakir. (2010). Efektivitas Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale
Rosc.) 3,13% dibandingkan Ketokonazol 2% Terhadap Pertumbuhan
Malassezia sp. pada ketombe.
Apriyani, D., & Marwiyah. (2014). Pengaruh Nanas (Ananas Comosus) Terhadap
Rambut Berketombe (Dandruff) Pada Mahasiswa Pendidikan Tata
Kecantikan. Journal of Beauty and Beauty Health Education, 3(1), 1–8.
Aria Rizky Utami, Asep Sukohar, Gigih Setiawan, C. W. M. (2018). Pengaruh
Penggunaan Pomade Terhadap Kejadian Ketombe Pada Remaja Pria.
Majority, 7, 187–192.
Berliana. (2020). Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Media Pemasaran Terhadap
Produk Nurayya Sampo Dandruff Tanpa Kandungan Sls. Jurnal Tata …, 09,
51–59. https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-tata-
rias/article/view/33580
Budiman, A., Faulina, M., Yuliana, A., & Khoirunisa, A. (2015). Activity Test of
Lemon Essential Oil (Citrus limon Burm.) Shampoo Gel as Antidandruff
against Fungus Malassezia sp. Indonesian Journal of Pharmaceutical
Science and Technology, 2(2), 68–74.
https://doi.org/10.15416/ijpst.v2i2.7813
Dursun, P. (2012). PENGARUH PEMANFAATAN JERUK NIPIS TERHADAP
PENYEMBUHAN KETOMBE KERING DI KULIT KEPALA
RAHMADANI. Jurnal, 66(December), 37–39.
Dwi Widowati, P., Rafifa Zalfani, Q., Vidya Lestari, A., Nur Syahbana, S., Razani
Aksan Putri, N., Yoga Sena, R., Afifah Binti Wulandari, D., Kartika
Prabansari, A., Gebyta Fajrin, N., & Impian Sukorini, A. (2020).
IDENTIFIKASI PENGETAHUAN DAN PENGGUNAAN PRODUK
ANTIKETOMBE PADA MAHASISWA UPN VETERAN SURABAYA. In
Jurnal Farmasi Komunitas (Vol. 7, Issue 1).
Dyah, D. (n.d.). Nim : 05530003 Jurusan Kimia.
Education, A., & Advice, S. (2018). PENGARUH EKSTRAK DAUN KETEPENG
CINA (Cassia alata L.) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Malassezia
furfur PENYEBAB KETOMBE. 14, 63–65.
https://doi.org/10.15900/j.cnki.zylf1995.2018.02.001
32

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH


( Averrhoa bilimbi Linn .) PADA TIKUS PUTIH JANTAN YUSUF
MUAMAR BASHORI FAKULTAS FARMASI. (2008).
EFEKTIVITAS GEL LIDAH BUAYA ( Aloe vera) TERHADAP
PENYEMBUHAN ) TERHADAP PENYEMBUHAN KETOMBE
KERING. (2018). Jurnal, 45–56.
Etika, A. (2019). FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS SEDIAANSAMPO
ANTIKETOMBEPERASANJERUK PURUT ( Citrus hystrix DC)
TERHADAPPERTUMBUHAN JAMUR Candida albicans SECARA IN
VITRO. Insitut Kesehatan Helvetia Medan.
Ibrahim, W., Mutia, R., Nurhayati, N., Nelwida, N., & Berliana, B. (2016).
Penggunaan Kulit Nanas Fermentasi dalam Ransum yang Mengandung
Gulma Berkhasiat Obat Terhadap Konsumsi Nutrient Ayam Broiler. Jurnal
Agripet, 16(2), 76. https://doi.org/10.17969/agripet.v16i2.4142
Irfan, A. (2019). UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI
DALAM MENGENDALIKAN HAMA RAYAP (Coptotermes curvignathus
H.) DI LABORATORIUM. Skripsi.
http://repository.umsu.ac.id/bitstream/123456789/731/1/SKRIPSI.pdf
Iskandar, G., & Syampurma, H. (2019). Tinjauan Pengetahuan Kesehatan Pribadi
Siswa Kelas VII di SMP Negeri 03 Painan Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal
Pendidikan Dan Olahraga, 2(1), 220–225.
Ismayenti, monika putri. (2014). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Waru
(Hibiscus Tiliaceus) Sebagai Penumbuh Rambut Kelinci Jantan
(Oryctolagus Cuniculus). 35.
Kasim, R., & Sampebarra, A. L. (2017). PENGARUH PENAMBAHAN LEMAK
KAKAO TERHADAP KESTABILAN, EFEK IRITASI, DAN SIFAT
SENSORI SAMPO RAMBUT. (The Effect of Cocoa Butter Addition on
Stability, Irritation Effect, and Sensory Properties of Hair Shampoo). Jurnal
Industri Hasil Perkebunan, 12(2), 40.
https://doi.org/10.33104/jihp.v12i2.3457
Khoirunnisak, R. (2018). Identifikasi Jamur Malassezia furfur pada Handuk.
Karya Tulis Ilmiah, 5–95.
Khusnul, Wardani, R., & Hidana, R. (2020). PENGARUH EKSTRAK ETANOL
BUNGA CENGKEH ( Syzygium Effect of Ethanol Extract of Clove Flower
( Syzygium Aromaticum ( L .) Merr . & L . M . Perry ) On The Growth Of
Fungi Causing Dandruff by In vitro Prodi D III Analis Kesehatan , Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehat. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, 20(2), 288–
294.
Nasution, Y. S. (2019). Uji Aktivitas Formulasi Sediaan Shampo Ekstrak Etanol
96% Daun Pare (Momordica Charantia L.) Terhadap Pertumbuhan Rambut
Pada Kelinci.
Nurhastuti. (2019). PENGARUH EKSTRAK BUAH BELIMBING WULUH
(Averhoa bilimbi) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH
DAN HISTOLOGI PANKREAS TIKUS (Rattus norvegicus) YANG
33

DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN SKRIPSI.


Nurhikma, E., Antari, D., & Tee, S. A. (2018). Formulasi Sampo Antiketombe
Dari Ekstrak Kubis (Brassica oleracea Var. Capitata L.) Kombinasi Ekstrak
Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb). Jurnal Mandala
Pharmacon Indonesia, 4(1), 61–67. https://doi.org/10.35311/jmpi.v4i1.25
Pendidikan, S., Rias, T., Teknik, F., Surabaya, U. N., Suhartiningsih, D. H., & Pd,
M. (2020). SIFAT FISIK SHAMPOO ANTI KETOMBE Dwian Fristika. 09,
52–59.
Putri Aulia Anwar, Ali Napiah Nasution, Sri Wahyuni Nasution, Sri Lestari
ramadhani Nasution, Hafiz muchti Kurniawan, E. G. (2015). Uji Efektivitas
Ekstrak Daun Sirih Hijau ( Piper betle L) Terhadap Pertumbuhan Jamur
Pityrosporum ovale pada Ketombe. 32–37.
Saputra, O., & Anggraini, N. (2016). Khasiat Belimbing Wuluh ( Averrhoa
bilimbi L .) Terhadap Penyembuhan Acne Vulgaris. Majority, 5(1), 76–80.
Sari, M., & Suryani, C. (2014). the Effect of Leaf Extract Starfruits ( Averrhoa
Bilimbi L .) in. PENGARUH EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH
(Averrhoa BilimbiL.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN JAMUR
Candida Albicans SECARA IN VITRO, 05, 325–332.
Satul, A., Abdul, I., Suratno, Belajar, H., Siswa, P., Negeri, S. D. M. P., Madiun,
K., Contoh, B., Issa, J., Tabares, I., Objek, P. B. B., Hasil, L., Informasi, T.,
Aradea, Ade Yuliana, H. H., Pattiserlihun, A., Setiawan, A., Trihandaru, S.,
Fisika, P. S., Sains, F., … García Reyes, L. E. (2019). Uji Antimikroba
Curcuma spp. Terhadap Pertumbuhan Candida albicans, Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli. Jurnal Biologi Universitas Andalas,. Jurnal,
1(1), 41–57.
Setiomulyo, L. N. (2011). Efek Carbopol 940 Sebagai thickening agent dan
propilenglikol sebagai humectan terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan
shampo ekstrak kering teh hijau (Camellis Sinensis L.). Skripsi Program
Sarjana.
Sinta Listani. (2016). OPTIMASI GELLING AGENT CARBOPOL DAN
HUMEKTAN PROPILEN GLIKOL DALAM FORMULASI SEDIAAN
GEL EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis). Jurnal, 147, 11–40.
Wijayanti, M., Puti, T., Widowati, D., Wijayanti, R., Triasningrum, M., &
Setyaningsih, E. (2019). Potensi Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Untuk
Mengatasi Masalah Ketombe. Prosiding SNPBS (Seminar Nasional
Pendidikan Biologi Dan Saintek) Ke-4, 310–313.

Anda mungkin juga menyukai