Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu
antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa
dewasa muda. Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu mereka
tidak termasuk golongan anak-anak, juga tidak termasuk golontgan dewasa
(Soetjiningsih,2010).
Dalam demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi
yang besar dari penduduk dunia. Data WHO(1995) menunjukan seperlima
dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta
berada di negara sedang berkembang.
Hasil survei dari Markplus.I dan Marketeers.M (2013) dalam
Budiargo (2015) menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia sudah
mencapai 74,57% dan rata-rata mengakses internet lebih dari 3 jam setap
harinya. Penggunaan internet di Indonesia sampai saat ini masih didominasi
oleh usia 15 sampai 29 tahun sebanyak 65%. Hal ini menunjukkan bahwa
remaja diasumsikan sebagai pengguna internet yang paling produktif.
Amir dalam Budiargo (2015) mengatakan bahwa di Indonesia
menunjukan bahwa remaja menepati urutan pertama dalam jumlah pengguna
internet.Penelitian yang di klaim pertama di Indonesia untuk studi internet
terdapat beberapa fakta di antaranya, sekitar 1 dari 3 penduduk Indonesia
mengakses internet. Penetrasi internet pada segmen penduduk usia 15 sampai
29 tahun 64%, usia 20 sampai 24 tahun 42%, usia 25 sampai 29 tahun 28%,
usia 30 sampai 34 tahun 16%, usia 35 sampai 39 tahun 13%, usia 40 sampai
44 tahun 12 %. 6 dari 10 pengguna internet mengunjungi situs jejaring sosial
setiap bulannya.
Republika dalam Budiargo (2015) yang menunjukkan bahwa pada
tahun 2005 Indonesia menjadi negara pengakses situs porno di peringkat ke-
7, sedangkan di tahun 2009 menjadi peringkat ke-3 sebagai pengakses situs

1
porno di dunia. Menurut survei yang dilakukan oleh Komnas Perlindungan
Anak(2007) mengenai perilaku seksual remaja, ditemukan 97% anak pada
usia 13 sampai 17 tahun, di 12 kota besar di Indonesia mengaku pernah
menonton film porno. Data KPAI Januari 2011-September 2014 bahwa ada
205 orang yang mengalami pornografi dan napza, dan pada Januari (2014)
terdapat kepemilikan konten pornografi 38%, korban dari internet 12%, dan
korban vidio porno 12%.
Remaja yang selalu mempunyai rasa ingin tahu yang besar, karena
tidak memiliki pengetahuanyang cukup maka mereka mencoba mencari-cari
informasi sendiri lewat media informasi, yang belum tentu kebenarannya.
Dengan rasa ingin tahu yang besar dan disertai pengetahuan yang minim
membuat remaja tidak bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
Apalagi keadaan saat ini di mana setiap informasi telah dibumbui dengan kata
atau aksi pornografi (Handayani, 2015).
Dampak yang timbul dari pornografi sangatlah beragam mulai dari,
dampak medis ponografi menyebabkan empat hal, yaitu: kerusakan otak,
penyimpangan seksual, penyebaran penyakit menular seksual, dan
penyebaran HIV-AIDS. Menurut pakar bedah syaraf Dr.Donald Hilton,
ponografi yang memuat gambaran tentang eksploitasi seks dapat membuat
sesorang kecanduan. Ia akan terus-menerus mengkonsumsi ponografi setelah
ia melihat untuk peratama kalinya. Kondisi ini, secara ilmu syaraf jika tidak
segera diatasi akan mengakibatkan rusaknya fungsi otak bagian depan, yaitu
pre frontal cortex. Pre frontal kortex mempunyai fungsi sebagai kontrol diri,
mengambil keputusan, mengatur emosi, mengorganisasi, dan merencanakan
(Soebagijo et al. 2009).
Seseorang yang melihat materi pornografi lewat mata ke otak, akan
memicu pelepasan zat kimia yang ada didalam tubuh. Bagi pengkonsumsi
pornografi dapat menjadi kecanduan karena mengalami rasa senang, gembira
dan tenang yang mengakibatkan seseorang menjadi kecandu materi
pornografi. Sama hal nya dengan seseorang yang menjadi pecandu obat-
obatan seperti narkoba akan mengeluarkan zat kimia yang ada didalam tubuh.
Dr. Mark Kasteleman dalam “The Drug of The New Melinnium” menyatakan

2
bahwa pornografi merupakan “Narkoba Millenium Baru” (Kasteleman,
2012).
Hasil penelitian Haryani et al,2012 tentang Dampak Pornografi
Terhadap Perilaku Siswa dan Upaya Guru Pembimbing Untuk mengatasinya
di SMAN 7 Padang didapatkan hasil bahwa intensitas menonton dan
membaca siswa berada pada kategori tinggi dengan persentase 45,98%
,sedangkan perilaku seksual menyimpang terhadap diri sendiri juga berada
pada kategori tinggi dengan 47,13%, dan perilaku seksual menyimpang
terhadap orang lain tetap berada pada kategori tinggi dengan 37,93%. Dan,
57,14% guru pembimbing sering mengupayakan pencegahan sebelum terjadi
dampak pornografi terhadap siswa dan 57,14% guru pembimbing sering
mengupayakan pengentasan saat terjadi dampak pornografi terhadap siswa,
kemudian 71,43% guru pembimbing jarang mengupayakan pemeliharaan
setelah terjadi dampak pornografi terhadap siswa.
Dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat dan tidak
dapat dipisahkan lagi di kehidupan masyarakat terutama pada remaja dengan
tingginya pengguna internet dan gadget, dan remaja tidak mampu menyikapi
perkembangan teknologi dengan baik, maka remaja akan merasakan dampak
negatif dan bahaya penggunaan internet dan gadget. Hal yang paling
ditakutkan dari perkembangan teknologi adalah Narkolema ( narkotika lewat
mata). Untuk mengatasi bahaya tentang narkolema maka pada peringatan
HKN (Hari Kesehatan Nasional) ke-52 Kota Solo diadakan kampanye anti
narkolema yang di selenggarakan serentak di 50 SMA/SMK, di antaranya
adalah SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 5, SMAN 6, SMAN
7, SMAN 8, SMKN 1, SMKN 2, SMKN 3, SMKN 4, SMKN 5, SMKN 7,
SMK Batik 1, SMA Batik 1, SMA Batik 2, MAN 1 dan MAN 2 di Kota
Surakarta pada tangga 4 November 2016 yang melibatkan institusi
pendidikan kesehatan untuk sebagai edukator yang memberikan pembekalan
anti narkolema. Kampanye ini sengaja dilakukan karena bahaya yang di
timbulkan lebih besar dari pada bahaya pengkonsumsi narkoba. Diharapkan
kampanye anti narkolema yang dilakukan serentak di 50 SMA/SMK dalam
peringatan ke-52 HKN di Kota Surakarta dapat mengurangi bahaya

3
narkolema bagi remaja di Kota Surakarta. Dengan demikian masih tingginya
kejadian narkolema di Kota Solo peneliti tertarik untuk menindak lanjuti
kejadian narkolema di 5 SMA/SMK di Kota Surakarta.
Hasil dari studi pendahuluan di sekolah yang telah di berikan
pendidikan kesehatan pada HKN ke-52 yang diberikan koesioner kepada
siswa di 5 sekolah SMA/SMK di Kota Surakarta.

Kejadian Narkolema
10
8
6
kejadian narkolema
4
2
0
SMA Batik SMK Batik SMKN 4 SMKN 5 SMKN 7
2 1

Grafik 1.1. Distribusi jumlah kejadian narkolema pada 5 sekolah


SMA dan SMK di Kota Surakarta April 2017.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa kejadian narkolema
masih tinggi di 5 SMA/SMK di Solo. Karena didapat 9 dari 10 siswa yang
diberikan koesioner menjawab masih sering melihat atau menonton
pornografi. Dan menurut wawancara dari 5 guru Bimbingan Konseling (BK)
di 5 sekolah tersebut dari salah satu guru BK sekolah tersebut mengatakan
pernah dilakukan razia handphone di dapatkan siswa yang masih menyimpan
vidio porno dan pada saat jam sekolah didapatkan siswa yang sedang melihat
atau menonton vidio porno pada handphone siswa tersebut.
Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang
gambaran kejadian narkolema setelah di lakukan pendidikan kesehatan
tentang narkolema pada siswa SMK/SMA di Kota Surakarta.

4
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis dapat
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut “ Bagaimana gambaran
kejadian narkolema setelah di lakukan pendidikan kesehatan tentang
narkolema pada siswa SMA dan SMK Di Kota Surakarta?”.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Bagaimana gambaran kejadian narkolema setelah di lakukan
pendidikan kesehatan tentang narkolema pada siswa SMA dan
SMK Di Kota Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kejadian narkolema setelah dilakukan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan metode ceramah tentang
narkolema pada siswa SMA Batik 2 Di Kota Surakarta.
b. Mengetahui kejadian narkolema setelah dilakukan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan metode ceramah tentang
narkolema pada siswa SMK Batik 1 Di Kota Surakarta.
c. Mengetahui kejadian narkolema setelah dilakukan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan metode ceramah tentang
narkolema pada siswa SMKN 4 Di Kota Surakarta.
d. Mengetahui kejadian narkolema setelah dilakukan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan metode ceramah tentang
narkolema pada siswa SMKN 5 Di Kota Surakarta.
e. Mengetahui kejadian narkolema setelah dilakukan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan metode ceramah tentang
narkolema pada siswa SMKN 7 Di Kota Surakarta.

5
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Remaja.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pembuktian tentang
pornografi di media massa yang dapat merusak otak.
2. Bagi instasi pendidikan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan
dapat dijadikan masukan dalam pemberian pendidikan seks lebih awal
sehingga dapat mencegah kerusakan otak lewat pornografi di media
massa.
3. Bagi peneliti.
Penelitian ini diharapkan dapat menambahan pengetahuan dan
pengalaman dalam meneliti tentang seberapa banyak kejadian
narkolema pada siswa SMA di surakarta yang sudah dilakukan
pendidikan kesehatan tentang narkolema.
4. Bagi Orang Tua.
Penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan orang tua akan bahaya
narkolema dan dampak yang ditimbulkan dari narkolema dengan cara
memberikan perhatian memperkuat spiritual anak dan memperbaiki
pola asuh pada anak agar anak mengalihkan diri dari pornografi.

E. KEASLIAN PENELITIAN.
1. Surya.M, et al. (2015) dengan judul “Hubungan Pengetahuan
Tentang Pornografi Dengan Perilaku Seks Bebas Pada Remaja Di
SMK Penti Pamardi Siwi Ngrambe Kabupaten Ngawi”. Metode ini
menggunakan pendekatan cross sectional, teknik pengambilan sample
menggunakan random sampling dengan populasi berjumlah 157 siswa
dengan sampel 79 siswa. Metode pengumpulan data menggunakan
kuesioner dengan observasional analitik. Data yang diperoleh dengan
menggunakan uji chi-square didapatkan hasil bahwa pengetahuan
tentang pornografi mempunyai hubungan dengan nilai (10,061>5,991)
maka H0 ditolak dan Ha diterima atau apabila nilai p-
value=0,007(p<0,05). Disimpulkan100 % terdapat hubungan antara

6
pengetahuan tentang pornografi dengan perilaku seks bebas pada
remaja di SMK Panti Pamardi Siwi Kecamatan Ngrambe Kabupaten
Ngawi.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian
Surya.M, et al. (2015) adalah terletak pada judul, populasi, sampel,
lokasi, waktu penelitian, dan jenis penelitian.
Persamaan penelitian terdapat padavariabel pornografi dan responden
adalah Remaja.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hasli.Y,et al. (2015)“Hubungan
Paparan Pornografi Melalui Elektronik Terhadap Perilaku seksual
Remaja”. Penelitian ini menggunakan deskriptif kolerasi dengan
pendekatan cross sectional yang melibatkan dua variabel, yaitu
dependen dan independen. Pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling dengan jumlah sampel 99 responden. Data yang
diperoleh dengan uji chi-square untuk frekuensi p value 0,000 < α
(0,05), maka ada hubungan yang signifikan antara frekuensi
keterpaparan pornografi terhadap perilaku seksual remaja. Untuk
jumlah keterpaparan materi p value 0,966 > α (0,05), maka tidak ada
hubungan yang signifikan antara jumlah keterpaparan materi pornografi
terhadap perilaku seksual remaja di Pekanbaru, sedangkan untuk media
elektronik p value 0,057 > α (0,05), maka tidak ada hubungan yang
signifikan antara media elektronik terhadap perilaku seksual remaja di
Pekanbaru.Kesimpulan dari penelitian terdapat hubungan yang
signifikan antara frekuensi keterpapatan pornografi terhadap perilaku
seksual remaja. Maka tidak ada hubungan yang signifikan antara
jumlah keterpaparan materi pornografi terhadap perilaku seksual
remaja. Dan tidak ada hubungan yang signifikan antara media
elektronik terhadap perilaku seksual remaja.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan Hasli.Y,et
al. (2015) adalah judul, populasi, sampel, lokasi, waktu penelitian, dan
jenis penelitian. Persamaan penelitian terdapat pada variable
pornografi dan responden adalah Remaja.

7
3. Penelitian yang dilakukan oleh Euis.S, et al.(2009)“Efek Paparan
Pornografi Pada remaja SMPN di Kota Pontianak”.penelitian yang
digunakan adalah cross sectional denga teknik pengambilan sampel
menggunakan metode multistage proportionate to size sampling dengan
jumlah sampel 395 responden. Metode pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner dan wawancara dengan informedconsent. Data
yang diperoleh dengan uji analisis univariat, uji chi-square dan uji
regresi logistik ganda hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak
83,8% responden telah memiliki pengalaman mendapatkan pornografi
(terpapar). Sebagian besar (55,2%) dari yang terpapar, mendapatkan
pornografi melalui media yaitu media cetak dan elektronik. Sejumlah
21,4% responden telah sering terpapar dengan pornografi yaitu lebih
dari satu kali dalam seminggu. Hanya 16,2% responden yang belum
pernah terpapar dengan pornografi.
Kesimpulan dari penelitian adalah Bahwa Sejumlah 83,3% remaja
SMPN di Kota Pontianak telahterpapar oleh pornografi, dan dari yang
terpaparsebanyak 79,5% mengalami efek paparan pornografi.Remaja
yang mengalami efek paparan pornografisebanyak 19,8% berada pada
tahap adiksi, dari remajayang adiksi 69,2% berada pada tahap eskalasi,
dari yangeskalasi 61,1% berada pada tahap desensitisasi, dan dari yang
desensitisasi 31,8% berada pada tahap act out. Faktor dominan yang
berpengaruh pada efek paparan pornografi pada remaja SMPN di Kota
Pontianak adalah jenis kelamin (laki-laki), kelas (tiga), waktu
keterpaparan(baru) dan frekuensi paparan (sering).Frekuensipaparan
(sering) merupakan faktor paling dominan dengan OR sebesar 5,02
(95% CI: 1,39-18,09). Perbedaanpenelitian yang dilakukan oleh
peneliti dengan Euis.S,etal.(2009) adalah judul,
populasi,sampel,lokasi,waktu, penelitian, dan jenis
penelitian.Persamaanterdapat pada variabel pornografi, dan responden
nya adalah remaja.

Anda mungkin juga menyukai