Anda di halaman 1dari 16

Produksi Mikroalga dengan Photobioreactor

Latar Belakang
Mikroalga merupakan salah satu organisme yang dapat dinilai ideal dan potensial untuk
dijadikan sebagai bahan baku produksi biofuel (Li, et al., 2008 ; Raja, et al., 2008 ; Gouveia and
Oliveira, 2009). Kandungan lipid dalam biomassa mikroalga kering spesies tertentu dapat
mencapai di atas 50% dengan pertumbuhan yang sangat cepat (Hossain, et al, 2008 ; Hu, et al,
2008 ; Massinggil, 2009). Proses pembiakan mikroalga hanya membutuhkan waktu 10 hari untuk
siap dipanen sehingga secara matematis produktivitasnya mencapai (120.000 kg biodiesel/Ha
tahun) lebih dari 20 kali lipat produktivitas minyak sawit (5.800 kg biodiesel/Ha tahun) dan 80
kali lipat dibandingkan minyak jarak (1.500 kg/biodiesel/Ha tahun) (Teresa, et al, 2010). Kadar
karbohidrat mikroalga juga tinggi (29-31% berat kering untuk spesies clorella) lebih tinggi dari
pada ubi singkong (23% berat kering) dan dengan memperhitungkan masa panen, secara
matematis produktivitas bioetanolnya mencapai lebih dari 100 kali lipat ubi singkong (Ansyori,
2008).
Berdasarkan hal ini maka produksi biodiesel berbahan dasar mikroalga secara logika
tentunya akan lebih menguntungkan jika limbah produksinya berupa biomassa mikroalga
dimanfaatkan lebih lanjut untuk menghasilkan bioetanol.
Mikroalga merupakan mikroorganisme (ukuran 1-100 mm) photosintetik yang berpotensi
digunakan untuk produk fine chemicals (Borowitzka,1999), unsur tambahan makanan untuk
manusia dan hewan (Dallaire et al,2007), sistem imobilisasi pembentuan senyawa extraselullar
(Chetsummon et al,1994), untuk biosorpsi logam berat (Wilde and Benemann,1993), dan fiksasi
CO2 (Beneman,1997).
Mikroalga menggunakan cahaya untuk memetabolise CO2 menjadi biomasa- CH2O dengan
bantuan sinar dan air sesuai dengan reaksi berikut:
CO2 +H2O+cahaya

CH2O+O2.

Reaksi tersebut disebut proses fotosintetik dimana oksigen juga di hasilkan sebagai hasil
samping. Cahaya yang digunakan untuk proses fotosintetik dapat berupa cahaya sintetik ataupun
cahaya matahari yang sampai ke permukaan bumi sekitar 1500-2500 W/m2.

Gambar 1. Bentuk Sel dari berbagai jenis mikroalga


Mikroalga mengandung banyak senyawa yang sangat potensial untuk dijadikan produk.
Misalnya untuk pharamasi produk: Eicosapentaenoic acid (EPA) berguna untuk status vascular
tubuh manusisa, docosahexaenoic acid (DHA) untuk jaringan saraf otak, b-carotene sebagai provitamin A dan astaxanthin sebagai anti oksidan. Dua produk terakhir telah dikomersialkan dalam
skala besar (Borowitzka,1992, Olaizola,2000). Karena mikroalga juga merupakan sarana
fotosintetik yang baik, maka mikroalga juga kaya akan pigment dikarenakan mempunyai sifat
fluoresecentnya (Apt and Behrens,1999). Mikroalga akhir-akhir ini diexplorasi untuk
penggunaannya dalam bidang bioenergi dikarenakan mikroalgae juga mempunyai kandungan
karbon dan lipid yang tinggi. Beberapa jenis mikroalga berpotensi sebagai sebagai sumber
minyak dengan kadar yang bervariasi tergantung jenis mikroalganya.
1. Photobioreactor
Photobioreactor dikembangkan untuk mengatasi permasalahan kontaminasi dan evaporasi
yang sering terjadi dalam sistem open pond. Sistem tersebut terbuat dari material tembus
pandang dan umumnya diletakkan di lapangan terbuka untuk mendapatkan cahaya matahari.
Pada dasarnya, photobioreactor terdapat dalam 2 jenis, plate dan tubular. Photobioreactor
tubular lebih sesuai digunakan di lapangan terbuka. Pada dasarnya,, terdapat dua tipe
photobioreactor, yaitu tipe flat plate dan tipe tubular. Apabila dibandingkan, tipe tubular lebih
cocok untuk aplikasi di luar ruangan karena luasnya permukaan untuk proses iluminasi. Namun,
flat plate photobioreactor juga sering digunakan karena tipe ini dapat meratakan intensitas
penyinaran sehingga sel yang dihasilkan memiliki densitas yang lebih tinggi. Tipe plate-flat
photobioreactor lebih disukai karena: (i) konsumsi energi lebih rendah dan kapasitas transfer
massa tinggi; (ii) efesiensi fotosintetis tinggi; dan (iii) tdak terdapat ruang yang tidak terkena
cahaya. Desain dari tipe ini juga beragam mulai dari tipe gelas hingga PVC transparan dan tebal.

Gambar 2. Instalasi flat photobioreactor


Photobioreactor memiliki rasio luas permukaan dan volume yang besar. Produktivitas
mikroalga menggunakan photobioreactor dapat mencapai 13 kali lipat total produksi dengan
menggunakan sistem open raceway pond.

Gambar 3. Instalasi tubular photobioreactor


Perbandingan antara penggunaan sistem open pond dengan sistem photobioreactor dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan antara penggunaan sistem open pond dengan sistem photobioreactor.
(Harun, R., dkk., 2010)
Faktor
Ruang

Open pond
yang Tinggi

Photobioreactor
Rendah

dibutuhkan
Kehilangan air
Kehilangan CO2

Sangat tinggi
Tinggi

Rendah
Rendah

Konsentrasi O2

Rendah

Tinggi, terjadi build

Temperatur

Bervariasi

up
Membutuhkan

Pembersihan
Kontaminasi
Kualitas biomasa
Evaporasi

Tidak perlu
Tinggi
Bervariasi
Tinggi

pendingin
Perlu
Tidak ada
Tergantung produksi
Tidak ada

Biaya pemanenan
Tinggi
Kebutuhan energi 4000

Lebih rendah
1800

(W)
2. Kultivasi Mikroalga
Untuk memeproleh biomasa yang tinggi, pemilihan jenis photobioreaktor merupakan hal
yang penting untuk dilakukan (Richmond, 2000). Mikroalga biasanya dikultivasi di sistem
terbuka (open photobioreactors) dan tertutup (closed photobioreactors) dengan diiluminasi baik
dengan cahaya buatan ataupun cahaya matahari dengan temparture 27-30oC dan pH 6.5-8. Open
pond merupakan sistem kultivasi mikroalga yang palingvlama digunakan. Pada awalnya sistem
ini digunakan sebagai sarana pengolahan limbah cair (Oswald,1950).
Kultivasi mikroalga dalam open ponds sudah dilakukan beberapa tahun terakhir (Boussiba
et al,1988; Tredici and Metrassi,1992; Hase et al,2000). Open pond dapat dikategorikan ke dalam
kolam yang menggunakan air alam : danau, tambak atau kolam, sedangkan yang termasuk kolam
buatan yaitu kolam dengan menggunakan dinding dari bahan tertentu seperti PVC, semen, atau
tanah liat. Bioreaktor yang banyak dipakai yaitu kolam dengan aliran sirkular dengan 1 pedal
roda (wheel paddle) untuk menghasilkan. Keuntungan dari open pond ini adalah mudah untuk
dibuat, dan lebih mrah dikarenakan hanya menggunakan sinar matahari untuk sistem
fotosintetinya. Sebaliknya kelemahan open ponds adalah untuk sistem dengan volume kultur
yang besar, sinar matahari tidak sepenuhnya diserap oleh mikroalga di dasar kolam (Ugwu et
al,2007).
Selain itu, dengan kontak langsung dengan udara maka kehilangan akibat evaporasi
relative lebih besar (loss evaporation) dan mixing atau pengadukan tidak maksimal dan
mengakibatkan sedimentasi sel di dasar kolam reaktor. Selain itu kontaminasi merupakan
permasalahan lain dari kultivasi dalam reaktor ini. Flate photobioreactor termasuk sistem tertutup
dan banyak digunakan karena mempunyai surface area yang besar (Milner,1953). Dibanding
reactor lain, akumulasi di flat-plate photobioreactor relative rendah akan tetapi mempunyai
effisiensi fotosintesis yang tinggi (Hu et al,1996; Richmond,2000). Diantara yang lain,
photobioreaktor jenis ini paling banyak digunakan untuk system terbuka (Vonshak and
Torzillo,2004). Perpindahan masa di tubular photobioreactor dapat ditingkatkan dengan sistem
turbulensi dengan menggunakan static mixer. Kelemahan dari bioreaktor ini adalah kenaikan
temperatur yang tinggi, terjadi re-karbonisasi yang mengakibatkan biaya pemeliharaan
meningkat.
Kultivasi bertujuan untuk menyediakan spesies tunggal pada kultur masal mikroalga untuk
tahap pemanenan. Adapun tahapan-tahapannya ialah sebagai berikut :

Penyiapan Media tumbuh : media yang digunakan dalam praktikum disini ialah media

walne.
Sampling : sampling dilakukan didaerah pantai kedonganan dengan menggunakan
planktonnet yang berupa seperti jaring hanya saja ukuran pori-porinya lebih kecil,

berukuran 2 mikron.
Isolasi : Isolasi mikroalga merupakan suatu teknik untuk memisahkan spesies
mikroalga dari sumbernya di alam. Tujuannya adalah untuk memperoleh satu spesies
mikroalga untuk tahap monokultur. Pengambilan sampel mikroalga diambil dari
habitat aslinya kemudian dilakukan perlakuan khusus di laboratorium. Ada beberapa
metode isolasi yang dapat digunakan, tapi kali ini digunakan metode pengenceran

bertingkat.
Kultivasi : Kultivasi mikroalga merupakan suatu teknik untuk menumbuhkan
mikroalga dalam lingkungan tertentu yang terkontrol. Tujuannya adalah menyediakan
spesies tunggal pada kultur masal mikroalga untuk tahap pemanenan. Proses kultivasi
ini dapat dilakukan didalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor).

Kebutuhan mikroalga selama proses kultivasi harus sangat diperhatikan diataranya:

Cahaya
Air
Karbondioksida
Mineral dan Nutrien

Selama proses kultivasi terdapat fase pertumbuhan mikroalga yaitu:


a.
b.
c.
d.

Lag or Induction Phase


Exponensial Phase
Phase of Declining Growth Rate
Stationary Phase

Contohnya pada Perkembangan mikroalga Spirulina SP


Spirulina SP
Spirulina sp adalah alga hijau biru yang berbentuk spiral. Kata spirulina berasal dari
bahasa Latin spira yang berarti spiral. Panjang sel spirulina adalah 300-500 mikron atau sekitar

milimeter, dimana kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata. Spirulina dapat hidup di
kolam yang hangat dan sedikit mengandung garam. Dia tumbuh sangat cepat dan merupakan
salah satu penghasil oksigen di planet ini.
spirulina sp berfungsi untuk mencegah penyakit dan mempercepat penyembuhan.
Spirulina sp bersifat sangat alkali sehingga dapat membantu memperbaiki keseimbangan pH
basa pada sel tubuh.
Spirulina sp merupakan makhluk hidup autotrof berwarna kehijauan, kebiruan, dengan
sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix) sehingga disebut juga alga
biru hijau berfilamen (cyano bacterium). Bentuk tubuh spirulina sp yang menyerupai benang
merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 112 mikrometer. Filamen spirulina hidup berdiri sendiri dan dapat bergerak bebas.
Kondisi operasi perkembangbiakan mikroalga Spirulina sp.
Untuk melakukan perkembangan alga Spirulina sp. tidak dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yang fluktuatif khususnya kondisi fisik dan kimiawi lingkungan. Dalam melakukan
kultivasi sel Spirulina sp. ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Suhu Medium
Suhu optimum dari medium yang digunakan adalah 35-37 0C, karena pada suhu tersebut
kandungan karotenoidnya lebih tinggi. Sedangkan apabila suhu di atas 40 0C, sel Spirulina
sp. tidak tumbuh dan baru akan tumbuh apabila suhu diturunkan kembali pada suhu
optimumnya.
2. Cahaya
Spirulina sp. tahan terhadap intensitas cahaya matahari dalam kultur skala lapang yang
berkisar 150.000-350.000 lux.
3. Pengadukan
Pengadukan biasanya dilakukan menggunakan hi-blow dengan kecepatan 60 cm/detik
secara terusmenerus selama kultur berjalan.

4. Gelembung Udara (bubbling)


Gelembung udara adalah sistem pemberian oksigen yang diperkaya dengan 1% CO 2 ke
dalam kultur dengan sistem difusi sehingga oksigen lebih cepat terserap ke dalam medium
kultur.

5. Makronutrisi dan mikronutrisi


Unsur hara makronutrisi didefinisikan sebagai unsur hara yang digunakan untuk
pertumbuhan dan perbanyakan sel. Unsur hara tersebut terdiri atas kalsium (Ca), hidrogen
(H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), fosfor (P), kalium (K), dan magnesium (Mg).
Sedangkan, mikronutrisi yang biasa digunakan dalam kultur mikroalga adalah zat besi (Fe),
boron (B), mangan (Mn), dan lain-lain.
Tahapan Kultivasi Spirulina sp.

Kultur Spirulina sp. dimasukkan ke dalam masing-masing medium.

Media diaerasi selama 24 jam

Media diberi pencahayaan selama 24 jam

Media dikultivasi selama 14 hari.

3. Pertumbuhan Mikroalga
Mikroalga merupakan organisme autotrof yang tumbuh melalui proses fotosintesis. Struktur
uniseluler mikroalga memungkinkan mengubah energi matahari menjadi energi kimia dengan mudah.
Mikroalga dapat tumbuh dimana saja, baik di ekosistem perairan maupun di ekosistem darat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga, diantaranya faktor abiotik (cahaya
matahari, temperatur, nutrisi, O2, CO2, pH, salinitas), faktor biotik (bakteri, jamur, virus, dan kompetisi
dengan mikroalga lain), serta faktor teknik (cara pemanenan, dll). Mikroalga dapat tumbuh dengan sangat
cepat pada kondisi iklim yang tepat. Umumnya, mikroalga menduplikasikan diri dalam jangka waktu 24
jam atau bahkan 3,5 jam selama fasa pertumbuhan eksponensial. Skematik proses pertumbuhan mikroalga
ditunjukkan oleh Gambar.

Gambar

4.

Skematik

proses pertumbuhan mikroalga

4. Pemanenan Mikroalga
Teknik yang banyak diaplikasikan untuk proses pemanenan mikroalga adalah flokulasi,
sentrifugasi, dan filtrasi. Proses flokulasi dapat digunakan sebagai tahap awal untuk

mempermudah proses selanjutnya. Mikroalga memiliki muatan negatif, sehingga untuk


membentuk flok dibutuhkan flokulan kationik seperti Al 2(SO4)3, FeCl3, dan Fe2(SO4)3. Filtrasi
adalah metode pemanenan yang terbukti paling kompetitif dibandingkan dengan teknik
pemanenan yang lain. Jenis filtrasi yang dapat digunakan adalah dead end filtration,
mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, filtrasi bertekanan, dan filtrasi aliran tangensial. Kinerja teknik
pemanenan secara kuantitatif dapat dievaluasi menggunakan beberapa parameter antara lain: laju
pemisahan air, kandungan padatan pada lumpur mikroalga, dan yield dari proses.
I.

Sentrifugasi

Sentrifugasi merupakan proses pemisahan yang menggunakan gaya sentrifugal sebagai


driving force untuk memisahkan padatan dan cairan. Proses pemisahan ini didasarkan pada
ukuran partikel dan perbedaan densitas dari komponen yang akan dipisahkan.
Penelitian Chen, C.Y., dkk pada tahun 2011 menunjukkan bahwa proses sentrifugasi dengan
kecepatan tinggi secara efektif dapat memisahkan mikroalga dari cairan medianya. Tes
laboratorium pada 500-1000 gr hasil kultivasi mikroalga dalam pond menunjukkan 80-90%
mikroalga dapat dipisahkan dalam waktu 2-5 menit. Walaupun proses sentrifugasi efektif
digunakan secara teknis, proses ini juga memiliki kelemahan terutama pada investasi alat
yang tinggi dan biaya operasional yang tinggi.
II.

Flokulasi

Flokulasi adalah proses dimana partikel zat terlarut dalam larutan membentuk agregat yang
disebut flok. Proses flokulasi terjadi saat partikel zat terlarut saling bertumbukan dan
menempel satu sama lain. Bahan kimia yang biasa disebut flokulan ditambahkan ke dalam
sistem untuk membantu proses flokulasi. Sel mikroalga umumnya berukuran 5-50m. Sel
mikroalga dapat membentuk suspensi cukup stabil dengan bahan kimia yang memiliki
muatan negatif pada permukaannya. Terdapat dua tipe flokulan yang digunakan yaitu:
flokulan inorganik dan flokulan polimer organik/ polielektrolit.
Flokulan yang dinilai paling efektif digunakan untuk proses pemanenam mikroalga adalah
aluminium sulfat serta beberapa jenis polimer kationik.
III.

Filtrasi

Metode pemisahan ini melibatkan media yang permeabel untuk melewatkan cairan
sekaligus menahan padatan sehingga kedua komponen ini terpisah. Proses filtrasi
memerlukan pressure drop untuk mendorong cairan melewati media filter. Pressure drop
yang umum digunakan adalah gravitasi, vakum, tekanan atau sentrifugal. Menurut penelitian
yang dilakukan Grima dkk (2003), proses filtrasi yang paling efektif diaplikasikan untuk
proses pemanenan mikroalga dengan ukuran sel yang besar adalah filtrasi bertekanan atau
filtrasi vakum. Namun proses filtrasi tidak cocok untuk operasi pemanenan mikroalga yang

memiliki ukuran sel yang kecil seperti spesies Dunaliella. Gambar 5 menunjukkan skematik
sistem filtrasi aliran tangensial. Kultur mikroalga dan retentat hasil proses filtrasi
dipompakan ke modul filter. Filtrat dialirkan ke proses selanjutnya, sedangkan retentat
dikembalikan lagi ke tangki umpan sehingga lama kelamaan mikroalga dalam tangki akan
semakin terkonsentrasi.

Gambar 5. Skematik sistem filtrasi aliran tangensial

5. Kandungan Mikroalga
Mikroalga memiliki kandungan protein yang sa-ngat tinggi, sehingga mikroalga juga dikenal
sebagai single cell protein (SCP). Sumber SCP yang dikenal masyarakat diantaranya Spirulina
maxima dan Chlorella vulgaris. Kar-bohidrat dalam mikroalga dapat ditemukan dalam bentuk pati,
glukosa, gula dan polisakarida lain-nya. Kandungan lemak rata-rata sel alga bervari-asi antara 1%
dan 70% tetapi bisa mencapai 90% dari berat kering pada kondisi tertentu.
Lemak dalam mikroalga terdiri dari gliserol, asam lemak jenuh atau asam lemak tak jenuh.
Komposisi lemak pada masing-masing mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perbedaan nutrisi, lingkungan dan fasa pertumbuhan.
Mikroalga juga merupakan sumber vitamin pen-ting, seperti vitamin A, B, B1, B2, B6, B12,
C, E, nikotinate, biotin, asam folat, dan asam panto-tenat. Kandungan vitamin tersebut dapat meningkatkan nilai gizi dari sel alga, namun kuan-titasnya berfluktuasi, hal ini disebabkan oleh faktor
lingkungan, teknik pemanenan, dan metode pengeringan sel. Mikroalga juga kaya akan pigmen
seperti klorofil (0,5% - 1% berat kering), karotenoid (rata-rata 0,1 0,2% berat kering, hingga lebih
dari 14% untuk karoten untuk mikroalga Dunaliella sp.) dan phycobili-proteins. Molekul tersebut
dapat diaplikasikan untuk kepentingan komersial.

Komoditas

Protein

Karbohidra

Lemak

Bakerss yeast

39

t
38

Daging

43

34

Susu

26

38

28

Nasi

77

37

30

20

43-56

25-30

4-7

48

17

21

Chlorella vulgaris

51-58

12-17

14-22

Dunaliella salina

57

32

Porphyridium cruentum

28-39

40-57

9-14

Scenedesmus

50-56

10-17

12-14

60-71

13-16

6-7

63

15

11

Kedelai
Anabaena cylindrical
Chlamydomonas rheinhardii

obliquus

Spirulina maxima
Synechocococcus sp.

Mikroalga adalah mikroorganisme yang mudah dicerna, sehingga penggunaan mikroalga


dalam makanan atau pakan ternak tidak ada batasan. Tabel 3 menunjukkan komposisi protein,
karbohidrat dan lemak pada beberapa komoditas bahan pangan.
Tabel.3 Komposisi umum sumber makanan manusia dan alga yang berbeda.

6. Produk Turunan Mikroalga


Mikroalga merupakan sumber biomasa yang mengandung beberapa kompoenen penting
diantaranya karbohidrat, protein, asam lemak, dll, sehingga mikroalga dapat dijadikan sebagai bahan
baku untuk memproduksi produk produk yang lain. Gambar 4. menunjukkan beberapa produk turunan
mikroalga.

Mikroalga
Energi
biodiesel
bioetanol
Pangan
Minyak omega 3
klorofil
Pakan

Gambar 6. Produk turunan mikroalga

A. Biodiesel
Biodiesel terbuat dari minyak nabati dan lemak hewani yang mengandung trigliserida.
Trigliserida terdiri dari tiga rantai asam lemak yang digabungkan oleh molekul gliserol. Proses
pembuatan biodiesel atau transesterifikasi merupakan proses penggantian molekul gliserol dengan
methanol yang kemudian membentuk fatty acid methyl ester (FAME) yang disebut biodiesel. Proses
pembuatan biodiesel harus memenuhi beberapa parameter seperti: (i) kontinuitas bahan baku harus
terjaga; (ii) ongkos produksi harus lebih rendah dari produksi minyak bumi; produk yang dihasilkan
harus memenuhi standar bahan bakar. Berdasarkan parameter tersebut, mikroalga merupakan biomasa
yang potensial untuk digunakan sebagai bahan baku produksi biodiesel karena tingkat

pertumbuhannya sangat tinggi serta memiliki fraksi lipid yang dapat digunakan sebagai bahan baku
biodiesel. Tabel 4 menunjukkan minyak yang terkandung dalam beberapa jenis mikroalga.
Banyak teknologi yang diteliti untuk mengekstraksi minyak (lipid) dari mikroalga, namun
hanya beberapa teknologi yang umum digunakan. Teknologi tersebut antara lain: expeller/
pengepresan minyak, ekstraksi cair-cair dengan menggunakan solven, supercritical fluid extraction
(SFE), dan teknik ultrasound. Tabel 5 menunjukkan kelebihan dan kekurangan masing masing
teknologi dalam mengekstraksi minyak dari mikroalga.
Mikroalga
Botryococcus braunii
Chlorella sp.
Crypthecodinium cohnii
Cylindrotheca sp.
Dunaliella primolecta
Isochrysis sp.
Monallanthus salina

Kandungan minyak
(% berat kering)
2575
2832
20
1637
23
2533
20

Nannochloris sp.

2035

Nannochloropsis sp.

3168

Neochloris oleoabundans

3554

Nitzschia sp.

4547

Phaeodactylum tricornutum

2030

Schizochytrium sp.
5077
Tabel 4. Kandungan minyak dari beberapa spesies mikroalga

B. Bioetanol
Bioetanol yang dihasilkan dari biomasa biasanya diproduksi secara proses biokimia seperti
fermentasi atau proses termokimia seperti gasifikasi. Biomasa yang digunakan sebagai bahan baku
bioethanol adalah jagung dan tebu dimana bahan baku tersebut masih memiliki nilai yang tinggi untuk
pangan dan dibutuhkan area luas dalam memproduksinya.
Keberadaan mikroalga sangat berpotensi dalam produksi bioethanol untuk menggantikan
bahan baku yang masih bernilai pangan tinggi. Mikroalga mengandung karbohidrat dan protein yang
dapat digunakan sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi pembentukan bioethanol. Tabel 6
menunjukkan kandungan protein dan karbohidrat dari beberapa spesies mikroalga.

Kelebihan dari penggunaan mikroalga sebagai bahan baku produksi bioethanol antara lain:
proses fermentasi memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses produksi
biodiesel, selain itu produk samping yang berupa karbon dioksida dapat digunakan kembali sebagai
sumber karbon dalam proses kultivasi mikroalga.

C. Minyak omega 3
Mikroalga secara alami mengandung asam lemak omega 3 yang dapat diekstrak dan
dipurifikasi untuk dijadikan produk nutrisi yang bermanfaat bagi manusia. Asam lemak omega-3
(PUFA n-3) merupakan asam lemak tak jenuh ganda yang terdapat dalam makanan sebagai linolenat acid (ALA, C18:3, n-3) kacangan. ALA merupakan rantai terpendek dari n-3 dan banyak
terkandung dalam minyak nabati dan kacang-kacangan. Eicosapentaenoic acid (EPA, C20:5, n-3) dan
docosahexaenoic acid (DHA, C22:6, n-3) merupakan produk turunan dari n-3 yang banyak terdapat
dalam ikan dan mikroorganisme lain seperti mikroalga dan bakteri. Struktur kimia dari minyak omega
3 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 7. (a) DHA, (b) EPA, (c) ALA


ALA dapat dikonversi menjadi EPA dan DHA dalam tubuh, namun konversinya sangat
terbatas dan tidak efisien, oleh karena itu n-3 harus disediakan dalam bentuk suplemen makanan.
Apabila dibandingkan dengan minyak omega 3 dari ikan, mikroalga memproduksi sendiri minyak
omega 3 dalam tubuhnya dan membuat proses produksinya lebih sederhana dan ekonomis. Gambar 6.
menunjukkan salah satu diagram alir proses produksi mikroalga menjadi produk nutrisi. Karbohidrat
akan dikonversi menjadi etanol dan karbon dioksida melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh
mikroorganisme seperti bakteri dan yeast. Berikut ini adalah persamaan reaksinya.
Tabel 5. Kelebihan dan kekurangan beberapa teknologi dalam mengekstraksi minyak dari mikroalga
Metode Ekstraksi
Pengepresan minyak

Kelebihan
Mudah digunakan, tidak ada

Kekurangan
Memerlukan jumlah sampel yang

keterlibatan solven

sangat banyak, proses lama

Ekstraksi menggunakan

Solven yang digunakan relatif murah

Solven organik memiliki sifat

solven

dan dapat diproduksi kembali

mudah terbakar dan toksisitas


tinggi serta biaya recovery
solven cukup mahal, selain itu
jumlah solven yang digunakan

Supercritical fluid extraction

Tidak bersifat toksik dan sistem

sangat banyak.
Operasi sering gagal terutama

Ultrasound

operasi sederhana
Dapat mereduksi waktu ekstraksi dan

dalam kuantitas besar


Konsumsi energi tinggi dan sulit

konsumsi solven

untuk discale up

Tabel 6. Kandungan protein dan karbohidrat dari beberapa spesies mikroalga dalam % berat kering
Mikroalga
Scenedesmus obliquus

Protein
5056

Karbohidrat
1017

Scenedesmus quadricauda

47

818

2152

48

17

5158

1217

57

26

620

3364

Dunaliella bioculata

49

Dunaliella salina

57

32

Euglena gracilis

3961

1418

Prymnesium parvum

2845

2533

Tetraselmis maculate

52

15

Porphyridium cruentum

2839

4057

Spirulina

platensis

4663

814

Spirulina

maxima

6071

1316

63

15

4356

2530

Scenedesmus dimorphus
Chlamydomonas rheinhardii
Chlorella

vulgaris

Chlorella

pyrenoidosa

Spirogyra sp.

Synechoccus sp.
Anabaena cylindrical

Gambar 8. diagram alir proses produksi mikroalga menjadi produk nutrisi

D. Pakan ternak
Komoditas lain yang berbahan baku mikroalga adalah pakan akuakultur atau ternak.
Mikroalga sebagai pakan memiliki sifat rendah kalori, kaya mineral, vitamin dan protein serta
kandungan lemak rendah (Kumar). Selain itu mikroalga jenis Spirullina, memiliki kandungan nutrisi
tinggi seperti protein (6070 % berat), vitamin B12 dan provitamin A (bcarotene) serta mineral dan
mudah dicerna oleh ternak. Mikroalga terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan berat badan pada
ikan, dan babi, selain itu mikroalga yang dijadikan pakan ayam dapat menurunkan kandungan
kolesterol dalam telur yang dihasilkan serta warna dari telur menjadi lebih gelap akibat pertambahan
kandungan pigmen karoten.

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Sebutkan alasan pemilihan spirulina dalam proses tersebut, kenapa tidak menggunakan
mikroalga yang lain?
Jawab :
2. Maksud dari pengenceran bertingkat adalah?
3. Bagaimana cara memilih mikroalga yang sesuai untuk proses?
4. Setelah photobioreaktor di hidupkan, apakah ditinggal begitu saja atau ada proses
tambahan yang harus dilakukan?
5. Photobioreactor

Anda mungkin juga menyukai