Anda di halaman 1dari 16

RESUME PRAKTIKUM

TEKNIK KULTUR IN VITRO

ACARA V (KULTUR MIKROALGA)

Nama : Istini Nurafifah

NIM : 21/475892/PBI/01760

Asisten : Dita Aulia Yulyanita S.Si.

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
1. Definisi Kultivasi Mikroalga
Kultivasi mikroalga merupakan cara untuk menumbuhkan mikroalga pada kondisi
terkendali/terkontrol dengan tujuan untuk menyediakan spesies tunggal pada kultur
massal mikroalga sehingga bisa dilakukan pemanenan. Kultivasi biasanya disesuaikan
dengan kebutuhan spesies mikroalga yang digunakan baik dari segi pH, salinitas, suhu,
jenis medium, dll.
a. Kultur skala laboratorium
Kultur skala laboratorium biasanya dilakukan sebanyak 100 ml – 15 L. Menurut
Sukardi et al., (2014), kultur mikroalga dapat dilakukan dalam skala laboratorium dan
skala massal. Bibit fitoplankton dikultur skala laboratorium terlebih dahulu hingga
mencapai volume 15 L. Pada tahap inokulasi yaitu transfer ke medium yang lebih
besar, bibit mikroalga yang digunakan harus steril, dan dijaga kondisi lingkunganya
seperti intensitas cahaya, pH, nutrient, salinitas, dll.

Gambar 1. Kultur Mikroalga Skala Laboratorium

b. Kultur semi massal


Kultur skala semi massal biasanya menggunakan fotobioreaktor dan ember fiber.
Jika menggunakan ember harganya relatif terjangkau menggunakan ember. Sedangkan
menggunakan fotobioreaktor hasil biomassa dan densitas tinggi, intensitas
pencahayaan merata, tidak membutuhkan area yang luas, tetapi biaya operasional
sangat tinggi. Skala semi massal digunakan untuk mempersiapkan mikroalga ke skala
komersial.

\
Gambar 2. Kultur Mikroalga Skala Semi Massal dengan fotobioreaktor dan ember.
c. Kultur Massal
Beberapa metode kultivasi skala massal yang umum digunakan adalah
open pond dan fotobioreaktor. Ketika kultur skala massal menggunakan open
pond, keunggulannya yaitu biaya operasional yang relatif rendah dan hasil
biomassa yang juga tinggi. Tetapi sering terjadi kontaminasi, evaporasi akut.

Gambar 3. Kultur Mikroalga skala massal

2. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga


a. Faktor abiotik
1) Cahaya
Cahaya menjadi faktor penting dalam pertumbuhan mikroalga karena
dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Aktivitas fotosintesis naik seiring kenaikan
intensitas cahaya. Hal ini menjadi penting apabila mikroalga dibiakkan dalam
kedalaman tertentu, semakin dalam medium mikroalga, intensitas cahaya yang
dibutuhkan juga semakin tinggi.
2) Temperatur
Temperatur menjadi parameter pertumbuhan mikroalgae yang cukup penting
karena didasarkan pada tempat tumbuhnya, baik dalam iklim tropis maupun sub
tropis. Sebagian besar algae dapat tumbuh pada suhu antara 15-4000C. Beberapa
mikroalga dapat tumbuh subur pada kondisi suhu kisaran 24-2600C. Pada suhu di
bawah 1600C, mikroalga masih dapat tumbuh dalam keadaan lambat. Namun pada
suhu di atas 3500C, beberapa mikroalga dapat mati atau lysis (pecah).
3) Nutrisi
Nutrient adalah faktor penting dalam produksi biomass alga. Sebagian
besar mikroalga membutuhkan makronutrien seperti karbon, (C), nitrogen (N),
hidrogen (H), sulfur (S), kalium (K), magnesium (Mg), dan fosfor (P) Sedangkan
mikronutrient digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan metabolisme.
Keberadaan mikronutrien tidak bisa diganti oleh zat lain. Kebutuhan mikronutrien
juga berbeda beda berdasarkan habitat mikroalga (air laut, payau, tawar). Beberapa
unsur mikronutrien di antaranya, zat besi (Fe), boron (B), mangan (Mn), vanadium
(Va), silikon (Si), selenium (Se), cuprum (Cu), nikel (Ni), dan molybdinum (Mo)
4) O2
Oksigen menjadi faktor peganggu dalam pertumbuhan algae. Oksigen
dapat dihasilkan dari reaksi fotosintesis algae. Level oksigen terlarut dalam
medium yang semakin tinggi dapat membahayakan proses fotosintesis (Lannan,
2011). Jika digunakan sistem budidaya bak terbuka (open pond), gas oksigen akan
mudah teruap ke atmosfir. Sedangkan untuk kultur tertutup, gas oksigen dapat
terakumulasi pada medium dan menjadikan racun (Graneli dan Salomon, 2010).
5) CO2
Karbon dioskida digunakan mikroalgae untuk proses fotosintetis layaknya
tumbuhan berklorofil lainnya. Ugwu et al (2008) melakukan penelitian tentang
transfer massa CO2 pada medium mempengaruhi laju pertumbuhan mikroalgae.
Namun tingginya kadar CO2 dalam medium juga dapat mempengaruhi pH. Kong
et al (2010) melakukan penelitian tersebut dan mendapatkan hasil bahwa semakin
tinggi kadar CO2 di atas 33% dari komposisi udara normal, laju pertumbuhan
mikroalgae menjadi terhambat
6) pH
Sebagian besar algae tumbuh pada kondisi pH normal antara 6 sampai 8.
Akan tetapi beberapa algae jenis cyanobacteria seperti Spirulina platensis hanya
dapat tumbuh pada kondisi alkali/basa. Sementara Chlorella secara umum dapat
hidup dalam kondisi pH antara 7-8.
7) Salinitas
Mikroalga air laut umumnya rentan terhadap perubahan salinitas pada
medium. Dunaliella salina dan Spirulina platensis adalah contoh mikroalga yang
dapat tumbuh subur pada salinitas yang tinggi (Graneli dan Salomon, 2010).

b. Faktor biotik
1) Bakteri
Kontaminasi oleh bakteri dapat menciptakan masalah yang berbeda,
seperti peningkatan kerentanan kultur terhadap pertumbuhan patogen lainnya.
Contoh bakteri kontaminan pada kultur mikroalga genus Vibrio, yang mengurangi
kualitas nutrisi biomassa, serta menjadi vektor kontaminasi untuk kultur lain.
2) Jamur
Jamur merupakan organisme eukariotik saprofit yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi. Karakteristik dari kontaminan jenis fungi dilihat
dari kemampuan dalam menggunakan kondisi nutrien mikroalga untuk
pertumbuhan (Singh et al., 2006; Kan & Pan, 2010). Di lingkungan air tawar,
jamur zoosporik (Chytridomycota) dan organisme mirip jamur (termasuk
oomycetes, labyrinthulids, thraustochytrids dan phagomyxids) dikenal sebagai
parasite mikroalga.
3) Virus
4) Mikroalga jenis lain

Kehadiran kontaminasi mikroalga yang berbeda tidak bisa dihindari dan


umum terjadi pada kultur massal mikroalga dengan reaktor terbuka (Meseck,
2007). Dengan cara yang sama seperti dengan jenis kontaminan lainnya,
permasalahan yang ditimbulkan dapat berupa kompetisi dalam mendapatkan
nutrisi atau cahaya, walaupun ada kemungkinan bahwa kedua spesies berkembang
menjadi populasi yang besar dan stabil (Twiner et al., 2005).

c. Faktor teknik
1) Cara pemanenan
Terdapat beberapa teknik untuk pemanenan, teknik pemanenan
disesuaikan dengan ukuran sel mikroalga.
2) Kultivasi

Mikroalga dapat tumbuh dengan sangat cepat pada kondisi yang tepat.
Umunya, mikroalga menduplikasikan diri dalam jangka waktu 24 jam atau bahkan 3,5
jam selama fase pertumbuhan eksponensial.

3. Kultivasi Mikroalga
a. Kultur skala laboratorium
- Membutuhkan ruangan yang tertutup
- Udara steril dialiri menggunakan aerator
- Usia starter harus sama
b. Fotobioreaktor
- Intensitas pencahayaan merata
- Sistem operasional tergolong mahal
c. Skala massal/lapangan
- Biomaasa yang didapatkan lebih banyak
- Biaya operasioanl system lebih rendah
- Rawan kontaminasi
- Evaporasi akut

Open pond Paddlewheel digunakan untuk proses


sirkulasi dan proses pencampuran mikroalga
dengan nutrsisi
Kelebihan
- Biaya operasional relative murah
- Mudah dibersihkan
- Biaya perawatan murah
- Input/energi yang digunakan rendah
- Dapat digunakan pada area non-
agricultural
Kekurangan:
- Mixing rendah
- Waktu kultivasi yang lebih lama
Gambar 4. Kultur Mikroalga skala massal - Produktivitas lumayan rendah
(open pond) - Mudah mengalami kontaminasi
- kesulitan dalam mengontrol suhu yang
berubah secara drastic dari siang ke
malam, suhu yang panas menyebabkan
kehilangan air dan terjadi proses
penguapan sehingga evaporasi tinggi.
Fotobioreaktor Kelebihan
- merupakan system tertutup yang lebih
mudah dikontroil dan disesuaikan
desainnya dengan lokasi pemasangan
- kontaminasi tidak sebanyak pada open
ponds (lebih mudah dihindari)
- mencegah penguapan O2
- Tidak memerlukan area yang luas
- Mengatasi densitas sel yang rendah
- Sangat fleksibel dengan meletakkan di
dalam ruangan dengan bantuan cahaya
buatan atau di luar ruangan dengan
bantuan cahaya matahari
Kekurangan
- Beberapa kelemahan utama yaitu
termasuk biaya konstruksi dan operasi
yang tinggi
- Panas berlebih,
- Pembentukan biofilm yang
mengakibatkan akumulasi oksigen
Gambar 5. Kultur Mikroalga skala massal
dalam kultur, kerusakan sel akibat stres
(fotobioreaktor)
ekstrim.
Dengan fotobioreaktor, produktivitas
biomassa yang tinggi bisa dicapai dan
kontaminasi lebih mudah dihindari
(Daniyati, dkk, 2012).

4. Syarat Monokultur yang baik


a. Tidak terkontaminasi oleh kontaminan seperti bakteri, jamur, dan zooplankton dan tidak
tercampur dengan mikroalga jenis lainnya.
Ciri-ciri yaitu saat diamati pada haemositometer tidak terdapat hifa jamur, koloni bakteri atau
zooplankton seperti Daphnia sp., Brachious sp.
b. Mengandung makronutrien, mikronutrien, dan vitamin yang mendukung pertumbuhan
mikroalga (N, P, K, C, Mg, Mo, Cl, dll).
c. Salinitas, pH, suhu, pencahayaan mendukung pertumbuhan mikroalga
- Salinitas disesuaikan dengan jenis mikroalga (mikroalga fresh water, payau, atau saline).
- pH umumnya berkisar 6-8 untuk mikroalga air tawar, atau bisa lebih rendah lagi tergantung
jenis mikroalga
- Suhu disesuaikan sesuai kebutuhan (15-30OC).
- Pencahayaan disesuaikan dengan kebutuhan mikroalga (mulai dari 1100 lux).
5. Jenis Medium
a. CM (Cramer Myers): Euglena sp.

Komposisi Takaran
(NH4)2SO4 1 gram
KH2PO4 1 gram
MgSO4.7H2O 0,1 gram
CaCl2.2H2O 0,02 gram
Trace metal mix 100 μl
Na2MoO4.2H2O solution 100 μl
Vitamin B1 solution 20 μl
Vitamin B12 solution 25 μl

b. Bold Basal Medium (BBM): Alga Hijau (Trichosarcina, Chlorococcum, Chlorella)

Komposisi Takaran
NaNO3 10.0 ml
MgSO4.7H2O 10.0 ml
NaCl 10.0 ml
K2HPO4 10.0 ml
KH2PO4 10.0 ml
CaCl2.2H2O 10.0 ml
H3BO3 1.0 ml
Trace elements solution 1.0 ml
EDTA stock 1.0 ml
Fe solution 1.0 ml
Distillled watet to 1.0 L

c. Guillard Medium: Diatom

Komposisi Takaran (g)


Solution A: Nitrate and phosphate stock solution
(1 L)
NaNO3 84.15

Na2MoO4.2H20 6.0

FeCl3.6H2O 2.90

Na2EDTA.2H2O 10.0

Solution B: silicate stock solution (1 L)


Na2SiO3.9H2O 33.0
Solution C: Trace metal stock solution (1 L)
CuS04.5H2O 1.96
ZnSo4.7H2O 4.40
Ma2MoO4.2H2O 1.26
MnCl2.4H2O 26.0
CoCl2.6H2O 2.0
Solution D: Vitamins stock solution (1 L)
Vitamin B1 0.4
Vitamin B12 0.002 mg
Biotin 0.1 mg

d. Komposisi kultivasi massal Arhtrospira plantensis

Komposisi g/L Peran


NaCl 5 Komponen garam
Pupuk Urea (CH4N2O) 0.05 Sumber C, H, N
Pupuk NPK 0.03 Sumber N, P, K
Amonium Sulfat (NH4)2SO4 0.15 Sumber S
Soda Ash Dense (Na2CO3) 0.075 Sumber C dan Na
6. Fase Pertumbuhan Mikroalga

Gambar 6. Fase Pertumbuhan mikroalga

a. Fase Lag
Fase lag merupakan fase awal pertumbuhan mikroalga dimana mikroalga melakukan
penyesuaian pada kondisi lingkungan medium, seperti pH, suhu dan pencahayaan. Pada fase
ini, populasi mikroalga tidak mengalami perubahan, tetapi ukuran sel meningkat (Krishnan et
al., 2015).
b. Fase Eksponensial
Pada fase eksponensial, mikroalga mulai menjalani pembelahan sel secara aktif dan
biomassa kultur akan meningkat (Krishnan et al., 2015). Pada fase eksponensial mikroalga
lebih banyak membutuhkan energi daripada fase lainnya dan paling sensitif terhadap keadaan
lingkungannya. Kandungan protein pada fase eksponensial akan tetap, sedangkan akumulasi
dari kandungan karbohidrat dan lemak terjadi pada fase stasioner dari siklus hidup mikroalga
(Vonshak, 1997; Andersen, 2005).
c. Fase Stasioner
Pada fase stasioner, peningkatan biomassa kultur mikroalga menurun dibandingkan fase
sebelumnya. Biomassa kultur stabil karena laju pembelahan sel yang sama dan kematian sel
(Krishnan et al., 2015). Pada saat kultur berada pada fase stasioner, komposisi mikroalga
berubah secara signifikan karena terbatasnya kandungan nitrat pada media kultur yang
mengakibatkan kandungan karbohidrat meningkat hingga dua kali lipat dari kandungan
protein.
d. Fase Deklanase
Pada fasa ini, tetap terjadi pertambahan sel namun laju pertumbuhannya menurun.
Hal ini dikarenakan terjadinya kompetisi yang sangat tinggi di dalam media hidup
karena zat makanan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah populasi akibat dari
pertambahan yang sangat cepat pada fasa eksponensial sehingga hanya sebagian dari
populasi yang mendapatkan makanan yang cukup dan dapat tumbuh serta membelah.
e. Fase Kematian
Pada fase ini tingkat kematian mikroalga akan lebih tinggi dari tingkat pembelahan sel,
menyebabkan grafik penurunan biomassa. Kematian sel dapat disebabkan oleh mulai
berkurangnya nutrisi yang tersedia sehingga tidak mampu mendukung pertumbuhan sel,
penurunan kualitas air, dan akumulasi metabolit (NO 2 dan NH4+), akibatnya laju kematian sel
lebih besar dibandingkan dengan laju pertambahan sel (Krishnan et al., 2015).

7. Data yang diambil


a. Kepadatan sel (menggunakan hemositometer) atau menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Untuk kepadatan sel dengan media yang tidak jernih, biasanya densitas
diukur dengan menggunakan hemositometer dengan mikroskop dan optilab.
Gambar 7. Skema perhitungan densitas sel

Analisis
- Spesific growth rate
- Doubling time
Jumlah sel yang terhitung pada 5 kotak hitung
Densitas sel (sel/mL) = x 25 x 104
3
b. Biomassa
Pengukuran biomassa dilakuakan dengan menyaring kultur menggunakan filter
paper, ditimbang sebelum dan sesudah diberikan kultur, sehingga mengetahui
selisihnya (biomassa mikroalga).
Gambar 8. Penyaringan biomassa

Gambar 9. Pengeringan biomassa

Analisis:
- Biomassa persel
- Rata-rata biomassa
- Produktivitas biomassa

8. Teknik Pemanenan Mikroalga


a. Sentrifugasi
Sentrifugasi memisahkan partikel dengan gaya sentrifugal sebagai driving force
untuk memisahkan padatan dan cairan.
b. Flokulasi
Partikel zat terlatur dalam larutan membentuk agregat yang disebut flok. Proses
flokulasi terjadi saat partikel zat terlarut saling bertumbukan dan menempel satu
sama lain. Bahan kimia (flokulan) ditambahkan ke dalam system untuk membantu
proses flokulasi. Sel mikroalga umumnya berukuran 5- 50 mikrometer dan dapat
membentuk suspense cukup stabil dengan bahan kimia yang memiliki muatan
negative pada permukaannya.
c. Filtrasi
Melibatkan media yang permeable untuk melewatkan cairan dan menahan
padatan sehingga kedua komponen terpisah. Proses filtrasi memerlukan pressure
drop untuk mendorong cairan melewati media filter. Contoh pressure drop adalah
gravitasi, vakum, tekanan atau sentrifugal. Metode ini tidak cocok untuk
mikroalga yang berukuran sangat kecil.

9. Isolasi Mikroalga dari Alam

Gambar 10. Proses Isolasi Mikroalga


a. Mikroalga diambil dari alam terbuka seperti kolam, waduk, sungai, danau, dll.
b. Sampel dimasukkan ke dalam conical tube 15 ml sebanyak kurang lebih 10 ml
c. Di dalam conical tube 15 ml ditambahkan CM medium konsentrasi 5x sebanyak
2,5ml menggunakan mikropipet.
d. Sampel di dalam conical tube disimpan pada suhu ruang dengan kondisi tidak
tertutup rapat agar aerasi teteap ada.
e. Sampel diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 24 well plate kemudian
ditambahkan dengan 2 ml CM medium konsentrasi 1x.
f. 24 well plate yang telah disiapkan disimpan pada suhu ruang dengan cahaya
normal (12 jam terang, 12 jam gelap) selama 2 minggu atau hingga sampel dalam
well berubah warna menjadi hijau (diamati di mikroskop).
g. Sel tunggal yang teramati kemudian diambil lagi menggunakan pipet gelas kapiler
dan dipindahkan ke tetesan CM medium. Langkah ini dilakukan sebanyak 3 kali
agar didapatkan sel tunggal yang bebas dari kontamiansi dan partikulat lain.
10. Pre-Kultivasi
- Euglena yang telah tumbuh dan bebas kontaminan di dalam 24 well plate
digunakan sebagai sumber isolate untuk proses kultivasi pada skala 50 ml.
- Prekultivasi dilakukan sebanyak 3 kali sebelum kultivasi utama agar didapatkan
pertumbuhan strain euglena yang stabil.
- Kultivasi pada skala 50 ml dilakukan untuk mengetahui kurva pertumbuhan
perlakuan kontrol untuk dijadikan acuan ketika melakukan perlakuan pada
sampel.

11. Stok Kultur


- Stok dibuat dalam bentuk agar plate, shaking cultivation dalam Erlenmeyer 100 ml
dan dalam conical tube 15 ml dengan medium CM 1x.
- Stok kultur agar plate dibuat dengan cara medium CM dicampurkan dengan agar
powder (bacteriological grade) sesuai perbandingan 1:1 dalam akuades 1 L.
- Kultur yang akan dibuat stok diambil dari 24 well plate kemudian dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer 100 ml. setalah itu Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil
dan diletakkkan di shaker dengan pencahayaan penuh selama 24 jam.
- Kultur dari 24 well plate diambil sebanyak 200 mikrolite dan dimasukkan ke
dalam conical tube 15 ml. Kemudian conical tube 15 ml ditutup dengan tidak
terlalu rapat agar aerasi tetap ada. Conical tube 15 ml disimpan pada suhu ruang
dan dengan pencahayaan normal (12 jam terang, 12 jam gelap).

Anda mungkin juga menyukai