i
Lampiran 7 Gambar Kerja Rancangan Glass Tubular Photobioreactor dari
limbah neon bekas ....................................................................... 22
Lampiran 8 Gambar Kerja komponen Pemberian Nutrisi, Tangki Budidaya, dan
Pemanenan .................................................................................. 23
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ii
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroalga adalah mikroorganisme yang sangat potensial menjadi sumber
pangan dan bioenergi masa depan (Hadiyanto, 2012). Mikroalga mengandung
bahan protein, lipid, gliserol, karoten, dan vitamin yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi dan pangan (Chisti, 2007). Budidaya mikroalga baik
dilakukan pada kondisi wilayah radiasi matahari yang cukup (Supriyanto, 2018).
Sehingga Indonesia sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa dengan rata-
rata penyinaran matahari 12 jam per hari memiliki potensi cukup besar dalam
produksi mikroalga.
Budidaya mikroalga dapat dilakukan secara terbuka (open cultivation) dan
tertutup (closed photobioreactor). Teknik budidaya pada media terbuka umumnya
menggunakan Open Raceway Pond (ORP). ORP adalah teknik budidaya dengan
menggunakan aliran air secara horizontal yang dilengkapi dengan paddle wheel.
Kegunaan dari paddle wheel digunakan untuk memberikan pergerakan horizontal
dan vertikal dari alga. Kelebihan dari ORP diantaranya adalah murah, mudah
dibuat dan konsumsi energi yang lebih rendah. Kekurangan ORP diantaranya
mudah terkontaminasi, difusi cahaya yang buruk, minimnya CO2, penguapan,
hujan yang fluktuatif, dan sulit di kontrol.
Teknik budidaya closed photobioreactor (PBR) dapat menjadi alternatif
untuk mengatasi permasalahan pada budidaya terbuka. Kelebihan dari PBR
diantaranya adalah tidak mudah terkontaminasi, produktivitas lebih tinggi, dan
mudah dikontrol (Posten, C., 2009; Anyawu et al., 2018). Desain PBR terdiri dari
pipa transparan yang diisi kultur mikroalga yang akan bergerak secara kontinyu
untuk mendapatkan sinar matahari.
Kelemahan dari PBR adalah harga material yang mahal dan instalasi yang
rumit. Maka dibutuhkan suatu teknologi baru dengan memanfaatkan alternatif
material yang digunakan untuk membangun photobioreactor. Salah satu solusi
yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan limbah lampu neon bekas
sebagai glass tubular photobioreactor untuk budidaya mikroalga. Selama ini
lampu neon bekas dibuang bersamaan dengan sampah lainnya yang
mengakibatkan masalah bagi lingkungan. Selain itu pengendalian limbah lampu
neon bekas dilakukan dengan cara penghancuran dan belum ada pemanfaatan dari
limbah tersebut. Namun demikian, ketersediaan limbah neon saat ini masih
melimpah. Pemanfaatan limbah neon bekas dapat menghemat biaya instalasi
photobioreactor untuk budidaya mikroalga dan sebagai upaya menjaga
lingkungan.
Maka kelompok PKM Karsa Cipta, Institut Pertanian Bogor mengusulkan
limbah lampu neon bekas sebagai glass tubular photobioreactor untuk budidaya
mikroalga. PBR yang akan dirancang dan dipabrikasi terdiri dari media kultur
utama yaitu dengan menggunakan tube glass dari neon bekas dan perangkat
lainnya. Neon bekas dibersihkan sehingga menjadi media tanam yang transparan.
2
1.4 Manfaat
Manfaat Bagi Mahasiswa :
1. Memberikan pengalaman dalam merancang dan mempabrikasi tubular
photobioreactor.
2. Memahami tahapan melakukan inovasi dan penyiapan karsa cipta yang siap
diterapkan di dalam kegiatan budidaya mikroalga.
1.5 Luaran
Luaran dari kegiatan ini adalah berupa desain dan prototipe tubular glass
photobioreactor dengan memanfaatkan neon bekas untuk budidaya mikroalga.
Media budidaya dilengkapi dengan sistem kontrol yang mengendalikan pemberian
nutrisi pada kultur mikroalga secara otomatis. Selain itu, luaran yang dihasilkan
berupa laporan dan artikel ilmiah.
ditambahkan dan dengan baffle dalam saluran yang mengatur aliran di sekitar
putaran (Hadiyanto, 2012; Suparmaniam et al., 2019)
Produktivitas dari budidaya mikroalga dengan metode ORP lebih rendah
dibandingkan dengan metode closed photobioreactor. Metode ORP mudah
mengalami kontaminasi dari organisme lain dan kultur mikroalga yang tidak
diinginkan. Selain itu, pengendalian radiasi matahari dan suhu sulit dilakukuan
pada model budidaya dengan ORP (Supriyanto et al., 2018).
Photobioreactor (PBR) dikembangkan untuk mengatasi permasalahan
kontaminasi dan evaporasi yang sering terjadi dalam sistem open pond.
Photobioreactor merupakan bioreaktor yang digabungkan dengan sumber cahaya
tertentu untuk asupan energi cahaya ke dalam reaktor. Budidaya mikroalga
dengan PBR dapat mengurangi kontak kultur dengan atmosfir sehingga dapat
mengurangi laju penguapan uap air. Selain itu budidaya dengan metode memiliki
kelebihan lain seperti mengurangi terjadinya resiko kontaminasi kultur, dapat
dengan dilakukan pengkondisian tempat budidaya dan fleksibel dalam proses
perancangan desain alat PBR. Tantangan terbesar dalam budidaya dengan PBR
adalah proses perancangan dan manufaktur yang membutuhkan biaya yang mahal
(Moheimani et al., 2015; Singh et al., 2015; Anyawu et al., 2018).
Beberapa model Photobioreaktor telah diteliti, diawali sejak tahun
1950an oleh Davis (1953) di Carnegie Institution di Washington. Photobioreaktor
tersebut berkapasitas satu liter, 65% nya dalam bentuk tabung gelas maupun
plastik dan sisanya berupa ruang pengendapan (Daniyati et al., 2012). Dalam 20
tahun terakhir, pengembangan teknologi photobioreaktor mikroalga penangkap
karbon telah mengalami peningkatan baik dalam skala bench maupun skala pilot.
Pengembangan teknologi ini di Indonesia masih dalam tahap awal meskipun
sebagai negara tropis Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan
teknologi ini karena memiliki kelimpahan sinar matahari sepanjang tahun dan
biodiversitas mikroalga yang tinggi. Karena itu pengembangan teknologi ini perlu
dipacu sehingga dapat diperoleh manfaat dari aplikasi teknologi ini.
Selanjutnya, alga dapat diolah menjadi pangan atau bioenergi pada proses
selanjutnya.
Secara struktural komponen PBR terdiri dari neon bekas sebagai media tanam
utama, rangka, tangki, pompa, cahaya buatan (artificial light) dan komponen lainnya
(Gambar 3). Gambar kerja rancangan glass tubular photobioreactor dari limbah
neon bekas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, dan 7.
Sistem monitoring dan controlling dilakukan untuk memberi nutrisi, asam dan
basa secara otomatis berdasarkan kondisi kultur, intensitas cahaya, pH, dan
Electric Conductivity (EC). Sensor akan membaca nilai dari pH, intesitas cahaya,
suhu, EC, dan debit aliran kultur. Data hasil pembacaan akan terekam dan
disimpan dalam cloud yang selanjutnya dapat diakses oleh pengguna melalui
software menggunakan jaringan internet. Sehingga pengguna juga dapat mengatur
dengan manual umpan balik yang harus dilakukan oleh aktuator, dalam hal ini
relay untuk memutus dan menyambungkan arus pada pompa akuarium. Fungsi
interrupt untuk menghindari tumpang tindih perintah dari pengaturan otomatis
dan pengaturan manual. Proses tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 5.
DAFTAR PUSTAKA
Anyawu, R.C., Rodriguez, C., Durrant, A. dan Olabi, A.G. 2018. Microalgae
cultivation technologies. Dalam Reference Module in Materials Science
and Materials Engineering. Editor Hashmi, S. Elsevier.
Chisti, J. 2007. Biodiesel from microalgae. Biotechnology Advances. 25 (6): 294-
306.
Daniyati, R., Yudoyono, G. dan Rubiyanto, A. 2012. Desain closed
photobioreactor chlorella vulgaris sebagai mitigasi emisi CO2. Jurnal
Sains dan Seni ITS. 1(1): 1-5.
Hadiyanto dan Azim, M. 2012. Mikroalga: Sumber Pangan dan Energi Masa
Depan. Edisi 1. UPT UNDIP Press Semarang. Semarang. ID.
Harun, R., Singh, M., Forde, G.M. dan Danquah, M.K., 2010. Bioprocess
engineering of mikroalga to produce a variety of consumer products.
Renewable Sustainable Energy Reviews. 14 (3): 1037-1047.
John R.P., Anisha G.S., Nampoothiri, K.M. dan Pandey, A. 2011. Micro and
macroalgal biomass: A renewable source for bioethanol. Bioresource
Technology. 102(1): 186–193.
Moheimani, N.R., Parlevliet, D., McHenry, M.P., Bahri, P.A. dan Boer, K.D.
2015. Past, Present and Future of Microalgae Cultivation Developments.
Dalam Biomass and Biofuels from Microalgae. Editor Moheimani, N.R.,
Parlevliet, D., McHenry, M.P., Bahri, P.A. dan Bahri, P.A. Springer
International.
Posten, C. 2009. Design principles of photobioreactors for cultivation of
microalgae. Eng. Life Sci. 9(3): 165–177.
Rashid, N., Rehman, M.S.U., Memon, S., Ur Rahman, Z., Lee, K. dan Han, J.I.
2013. Current status, barriers and developments in biohydrogen production
by mikroalga. Renewable Sustainable Energy Reviews. 22: 571-579.
Rösch, C., Roßmann, M. dan Weickert, S. 2019. Mikroalga for integrated food
and fuel production. GCB Bioenergy. 11(1): 326–334.
Sathasivam, R., Radhakrishnan, R., Hashem, A. dan Abd Allah, E.F. 2019.
Mikroalga metabolites: A rich source for food and medicine. Saudi J. Biol.
Sci. 26(1): 709–722.
Singh, P., Gupta, S.K., Guldhe, A., Rawat, I. dan Bux, F. 2015. Microalgae
Isolation and Basic Culturing Techniques. Dalam Handbook of Marine
Microalgae. Editor Kim, S.K. Elsevier. United States.
Suparmaniam, U., Lam, M.K., Uemura, Y., Lim, J.W., Lee, K.T. dan Shuit, S.H.
2019. Insights into the mikroalga cultivation technology and harvesting process
for biofuel production: A review. Renewable and Sustainable Energy
Reviews. 115(16): 1-23.
Supriyanto, Noguchi, R., Ahamed, T., Mikihide, D. dan Watanabe, M.M. 2018. A
decision tree approach to estimate the microalgae production in open
raceway pond. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science.
209(1): 1-7.
Vantekasan, J., Manivasagan, P. dan Kim, S.K. 2015. Marine Microalgae
Biotechnology: Present Trends and Future Advances. Dalam Handbook of
Marine Microalgae. Editor Kim, S.K. Elsevier. United States.
11
LAMPIRAN
(pembelian komponen)
Perjalanan ke bengkel 15 kali 10.000 150.000
leuwikopo (perakitan)
Perjalanan ke lab TPPHP 15 kali 10.000 150.000
(pengeringan dan
penghitungan bobot
kering)
SUB TOTAL3 500.000