Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN APLIKASI TEKNOLOGI BANK FILTRATION PADA PENGOLAHAN AIR MINUM

Zahra Fona Politeknik Negeri Lhokseumawe, Jl. B.Aceh-Medan km.280,5 Buketrata, Lhokseumawe Email: zahrafona@yahoo.com

Abstrak Tulisan ini bertujuan mengkaji teknologi Bank Filtration (BF) dalam pengolahan air minum, mengevaluasi kontaminan yang dapat dihilangkan dari proses tersebut dibandingkan dengan metode pengolahan air konvensional, mengkaji penggunaan teknologi BF oleh beberapa negara di dunia. Kemungkinan aplikasi teknologi BF pada PDAM di Aceh Utara juga ditinjau secara garis besar. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa teknologi BF mampu mengeliminasi dan mereduksi hampir semua mikropolutan organik baik yang berasal dari limbah pertanian, industri, dan domestik, yang terdapat di dalam air sungai. Bakteri, virus, dan pathogen juga dapat dihilangkan dengan sempurna. Penerapan metode BF menghindari ekstraksi air tanah berlebihan dan juga menghindari penggunaan air sungai secara langsung. Infiltrasi dan perkolasi ke dalam lapisan tanah dapat meningkatkan kualitas air permukaan. Metode ini sangat efektif dan biaya operasional yang rendah, sehingga sangat mungkin untuk diterapkan oleh PDAM di Aceh Utara. Kelemahan penerapan metode ini adalah Aceh Utara dan Lhokseumawe belum memiliki data ilmiah yang terpublikasi tentang kondisi hidrogeologi dan data tentang kondisi air sungai yang digunakan sebagai sumber air baku. Kata kunci: Bank Filtration, kontaminan, mikropolutan, sorbsi, pengolahan air

Pendahuluan Bank Filtration (BF) adalah suatu teknologi pengolahan air yang terdiri dari ekstraksi air dari sungai atau tempat penampungan khusus oleh sumur pemompa yang dibuat di bagian alluvial aquifer. Ketika air melewati lapisan tanah, terjadi proses fisika, kimia, dan biologi sehingga kualitas air meningkat dibandingkan air permukaan [1,2]. BF mampu mengeliminasi hampir semua senyawa organik dan mikroorganisme pathogen yang terkandung dalam air permukaan. Hal ini meringkas proses pengolahan air konvensional sampai beberapa tahap sehingga sangat ekonomis. Penggunaan air permukaan sebagai bahan baku air konsumsi dibatasi oleh beberapa faktor, seperti fluktuasi jumlah air dan kualitas air berubah tergantung musim dan keadaan sekitar. Pencemaran air sungai sering terjadi baik oleh limbah industri, pertanian, dan domestik. Kadang-kadang terjadi shock load limbah akibat terjadinya kecelakaan. Hal ini sering menjadi masalah bagi pusat pengolahan air minum dalam menentukan konsentrasi bahan kimia yang diperlukan untuk proses flokulasi dan koagulasi. Air tanah disinyalir lebih berkualitas dibandingkan air permukaan (sungai, danau, dan sebagainya). Namun ekstraksi air tanah secara terus menerus dapat merusak keseimbangan alam, dapat menyebabkan terjadinya intrusi air laut ke dalam air tanah. Pada perkembangannya, ekstraksi air tanah dibatasi untuk menjaga keseimbangan alam. Solusinya adalah melakukan pengisian ulang air tanah (groundwater recharge) melalui metode BF.
296

BF yang memanfaatkan air sungai disebut dengan RBF (River Bank Filtration), zang menggunakan air danau disebut LBF (Lake Bank Filtration) Metode BF telah diuji dan dilaksanakan di Eropa [3,4], Afrika [5]., Amerika Utara [6], dan Asia [7]. Di Jerman, RBF telah dioperasikan sejak 150 tahun yang lalu, sementara di Amerika dimulai sejak 50 tahun yang lalu [8]. Metode BF merupakan metode pengolahan air yang sangat popular di Eropa terutama di Jerman, Belanda, Prancis, dan Hungaria [9]. Sejak tahun 1870, BF telah dibuktikan sebagai sumber air yang sustainable bagi suplai air minum untuk masyarakat di Jerman [10]. Sebelumnya pusat pengolahan air minum di Jerman menggunakan air sungai sebagai bahan baku, tetapi karena perkembangan industri waktu itu, sungai menjadi tercemar. Akibatnya, timbul wabah penyakit akibat bermacam bakteri yang terkandung dalam air minum seperti epidemi kolera di Hamburg pada tahun 1892/93 [11]. Setelah itu, air sungai tidak lagi digunakan secara langsung sebagai bahan baku untuk air konsumsi melainkan melewati metode BF. Data tentang RBF di Indonesia tidak dijumpai. Hanya ada satu informasi tentang RBF yang sedang dibangun di Jakarta oleh PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), operator penyediaan dan pelayanan air bersih di Jakarta. Pembangunan teknologi ini dilakukan di Kali Krukut, Jakarta Selatan. Rencana Proyeknya telah dipamerkan pada International Water Week 2011 di Singapura. Metode RBF menjadi solusi atas semakin memburuknya kualitas air baku untuk air minum di Jakarta [12]. Meskipun secara umum, BF telah dikenal hampir di seluruh dunia, namun teknologi ini masih tergolong baru di Indonesia. Bila ditinjau dari segi kesehatan air minum saat ini, teknologi BF merupakan solusi pengolahan air yang efektif dan murah. Tulisan ini bertujuan meninjau efektivitas aplikasi metode RBF dalam pengolahan air untuk air minum, kontaminan apa saja yang dapat dieliminasi dengan metode ini, serta dampak terhadap lingkungan dengan penerapan metode ini. Selain itu, kemungkinan untuk menerapkan metode BF dalam pengolahan air pada PDAM di Aceh. Sumber Pencemar Air Permukaan Air permukaan berupa air sungai, danau, maupun kolam merupakan tempat berkumpulnya air dari berbagai sumber sebelum mengalir ke laut atau terinfiltrasi ke bawah tanah. Air yang berasal dari areal pertanian, peternakan, perkebunan, industri, rumah sakit, rumah tangga, dan sebagainya kemungkinan besar mengandung bahan pencemar yang berasal dari obat-obatan, deterjen, nitrat dari urin dan pestisida, pewarna, bahan-bahan organik lain dan sebagainya biasanya mengalir ke sungai. Input terus menerus dari limbah tersebut di atas dapat memungkinkan menumpuknya bahan pencemar di dalam sungai. Pencemaran air permukaan oleh senyawa obat-obatan dapat terjadi akibat dari pembuangan obat-obatan yang sudah kadaluarsa, sisa obat yang tidak terpakai, sekresi dari tubuh manusia akibat tidak terserap sempurna, obat-obatan yang digunakan pada hewan, dan sebagainya. Ada lebih kurang 90 senyawa obat-obatan yang umum digunakan di seluruh dunia baik pada hewan maupun manusia [13]. Contohnya adalah bahan pencemar yang berasal dari limbah obat-obatan atau biasa disebut PhACs (Pharmaceutically Active Compounds) atau pada literatur lain disebut APIs (Active Pharmaceutical Ingredients) [14].

297

Banyak riset yang mempelajari karakteristik senyawa golongan PhACs di dalam air yang meliputi karakteristiknya ketika melewati lapisan tanah menuju air tanah [15]. Pada umumnya, untuk mempelajari karakteristik senyawa organik jenis PhACs, simulasi laboratorium dilakukan karena lebih memudahkan dan hemat biaya [16]. Pemakaian pupuk yang berlebihan pada areal pertanian dapat mencemari air tanah. Di Jerman, pemakaian pupuk pada ladang pertanian dan greenhouse telah menyebabkan polusi air tanah oleh nitrate sampai 170 mg/L. Hasil analisa konsentrasi nitrat pada lapisan paling atas dan tengah aquifer lebih rendah dibandingkan dengan di dalam air sungai. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses denitrifikasi ketika mengalir menuju sumur BF [10]. Efisiensi penghilangan nitrogen dari infiltrasi air sungai Kuihe, Cina telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RBF di bagian perkolasi saturated memiliki potensi penghilangan nitrogen lebih dari 95% melalui proses biokimia [7]. Penggunaan pestisida pada bidang pertanian juga menjadi masalah di banyak negara. Pestisida dari berbagai jenis senyawa dapat direduksi oleh teknologi ini bahkan beberapa senyawa dapat dihilangkan 100% (Gambar 1).

Gambar 1. Efisiensi penghilangan senyawa pestisida oleh RBF[24]

Di Indonesia, pencemaran sungai sudah sangat mengkhawatirkan. Pupuk dan pestisida merupakan sumber pencemar utama dari kegiatan pertanian. Deterjen juga menjadi sumber pencemar utama dari aktivitas domestik di samping urin dan tinja. Kegiatan perindustrian, baik industri kecil maupun industri besar, banyak yang belum menitikberatkan perhatian pada pengolahan limbah. Akibatnya, sungai menjadi penampung segala jenis polutan [17]. Kehadiran mikropolutan organik dalam air sungai seperti pestisida, obat-obatan (pharmaceuticals), bahan kimia dari industri, dan metabolit telah menjadi masalah umum dan mendapat perhatian banyak pihak di dunia [18]. Indonesia memerlukan pengawasan ketat tentang peraturan pembuangan limbah ke sungai guna menghindari pencemaran yang lebih buruk. Pusat pengolahan air juga harus mencari alternative pengolahan air yang mampu mereduksi pencemaran air sungai agar terjamin kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi air dari hasil produksi PDAM.

298

Metode Bank Filtration (BF) BF merupakan sistem pengolahan air yang melibatkan metode atenuasi dalam menghilangkan mikropolutan organik yang sering dijumpai pada air permukaan [19]. Mikropolutan organik tidak dapat dieliminasi oleh pusat pengolahan limbah (WWTPs) sehingga terkumpul di dalam sungai. Secara umum proses yang terlibat dalam BF bekerja dengan mengalirkan air dari sungai melalui lapisan tanah dengan adanya daya isap pompa dari sumur produksi yang dibuat tak jauh dari sungai (Gambar 2). Aplikasi BF terutama digunakan sebagai proses pengolahan awal (pre-treatment process). Proses ini menurunkan biaya operasional pengolahan air karena meminimalkan penggunaan energi dan bahan kimia [20].

Gambar 2. Skema RBF dan proses atenuasi [24] Setelah melewati sumur produksi, air dipompakan ke pusat pengolahan air. Di sini air diaerasi guna mengendapkan senyawa besi dan sebagainya yang umum terdapat dalam air tanah. Kemudian air dialirkan ke kolom sorbsi karbon aktif untuk menghilangkan sisa partikel, senyawa organik dan mikroorganisme yang mungkin masih terkandung dalam air. Sorbsi dengan karbon aktif atau proses lainnya mungkin saja diperlukan untuk menghilangkan organik pollutan yang persisten [10]. Kontaminan yang dieliminasi oleh proses BF Mikropolutan yang berasal dari aktivitas manusia baik dari industri, rumah tangga, pertanian, dan sebagainya, pada umumnya tidak dapat hilang dengan proses pengolahan limbah WWTPs. Polutan tersebut akan terus berada dalam air dan dapat berakibat buruk pada manusia. BF mampu mereduksi mikropolutan organik yang sering dijumpai dalam air permukaan [19]. Dalam proses mengalirnya air melalui lapisan tanah (subsurface) ke sumur produksi terjadi beberapa proses atenuasi, meliputi filtrasi, biodegradasi, dan sorpsi sehingga menghilangkan kontaminan-kontaminan dalam air sungai. Kontaminan yang dapat dieliminasi oleh BF diantaranya adalah padatan tersuspensi (suspended solid), natural organic matter (NOM), biodegradable organic matter, Synthetic organic chemicals (SOCs) [24], bahan tersuspensi, bakteri, virus, dan parasit, partikel, serta dissolved organic carbon (DOC) [20,25,] pestisida, Organohalogen (AOX), PhACs, endocrine disrupting compounds (EDCs), nitrogen, (amonia dan nitrat) [26]. Metode eliminasi kontaminan pada BF adalah melalui proses
299

pencampuran, biodegradasi, dan sorpsi [28] BF merupakan penghambat yang baik bagi transport Cryptosporadium dan Giarda yang bersumber dari air permukaan ke dalam sumur produksi [27]. BF dikatakan sebagai pilihan teknologi yang sangat tepat, efektif, dan murah untuk mengolah air dari sungai yang sangat tercemar seperti sungai Kali di India. BF dapat menjadi penahan/penyeimbang bila terjadi puncak polusi pada air permukaan akibat terjadinya kecelakaan, misalnya tumpahnya atau kebocoran bahan kimia dari industri. Bahan pencemar tidak langsung masuk ke dalam air konsumsi melainkan melewati berbagai proses ketika melewati lapisan tanah. Meskipun demikian, teknologi BF saja tidak mampu mereduksi semua mikropolutan organik yang terkandung dalam air permukaan, oleh karena itu, sangat penting melakukan post-treatment process [3]. Ditinjau dari segi ekonomi dan keefektifannya, BF sangat cocok untuk metode pengolahan air di negara-negara berkembang [29]. Tinjauan Aplikasi BF di Negara-Negara Asia Negara-negara Eropa dan Amerika telah sukses mengaplikasikan teknologi BF. Hal tersebut didukung oleh kondisi alam yang sangat potensial misalnya sumber air (sungai, danau) yang sangat berkualitas dan lokasi (site) dengan kondisi hidogeologis yang baik [3]. Selain itu, perkembangan teknologi yang sejalan antara teori dengan praktek, sinkronisasi yang baik antara ilmu pengetahuan yang ada di kampus dengan aplikasi lapangan juga menjadi faktor penting dalam suksesnya penerapan teknologi ini. Di negara-negara berkembang, pada umumnya sungai banyak yang terkontaminasi oleh limbah dari berbagai sumber seperti dari pertanian, dan limbah industri dan domestik. Selain dukungan kondisi alam yang kurang/belum baik untuk pembangunan teknologi BF juga kurangnya informasi hidrogeologis alam setempat. Namun demikian, beberapa negara berkembang telah memulai menginvestigasi kemungkinan penggunaan teknologi BF untuk proses pengolahan air. Di India, sejak tahun 2005 ilmuan Jerman melakukan investigasi lapangan untuk membangun tempat untuk pembuatan sumur BF [8, 30]. Akibat pembuangan limbah ke sungai serta penggunaan air untuk irigasi telah menyebabkan keterbatasan air untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat India. Pembangunan RBF yang dilakukan di lokasi dekat sungai Gangga sangat potensial memenuhi kebutuhan air konsumsi penduduk sekitar. Sebagian masyarakat India saat ini khususnya yang memiliki kualitas air permukaan yang tidak stabil, telah menggunakan air dari proses RBF untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Bahkan, air dari proses RBF digunakan langsung tanpa pengolahan lanjut oleh masyarakat di beberapa kota di India [30]. Di Korea selatan, RBF telah dimulai sejak tahun 1990-an didasarkan pada meningkatkan kebutuhan air masyarakat. Beberapa kota dekat sungai Nakdong dewasa ini mengkonsumsi air dari hasil produksi melalui RBF [31]. Di kota Changwon, ekstraksi air tanah melalui BF telah dilakukan sejak tahun 2006 dengan kapasitas produksi 60.000 m3/hari untuk suplai air minum [8]. Di Mesir, kualitas air permukaan bervariasi tergantung pada laju alir air, pola pemakaian, kepadatan penduduk, perluasan industri, ketersediaan sistem sanitasi, dan kondisi sosial ekonomi. Seperti problem negara-negara berkembang pada umumnya, sungai menjadi tempat pembuangan limbah baik yang sudah diolah maupun tanpa pengolahan terlebih dahulu. Limbah dari industri, domestik, pestisida, dan residu pupuk dan navigasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas air [5].
300

Tidak adanya pengawasan mengenai adanya mikropolutan organik dalam sumber air minum juga menjadi hal umum di Mesir [32], dan negara berkembang lainnya. Dari hasil pengamatan Shamrukh dan Abdel-Wahab (2009), kualitas air minum di Mesir meningkat drastis dengan adanya aplikasi teknologi RBF di sekitar sungai Nil. Potensi Penerapan BF di Aceh Utara Pencemaran air di Indonesia menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun. Biaya ini terdiri dari biaya kesehatan, penyediaan air bersih, hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata, dan angka kematian bayi akibat diare. Pusat sarana pengenalian dampak lingkungan (Sarpedal) kementrian lingkungan hidup tahun 2011, telah melakukan pemantauan terhadap kualitas air sungai di 33 provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa 32 sungai dari 51 sungai di Indonesia mengalami pencemaran berat, 16 sungai tercemar sedang-berat, hanya satu yang masih memenuhi standar yaitu sungai Lariang di Sulawesi Tengah [17]. Air sungai masih menjadi andalan utama sumber air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang ada di Aceh dan Indonesia pada umumnya. Padahal sungai saat ini ditenggarai sebagai tempat berkumpulnya semua polutan hasil aktivitas manusia. Sebagian senyawa polutan dapat terdegradasi secara alamiah di dalam air atau dalam perjalanannya menuju sungai, tetapi tidak semua bahan pencemar dapat diurai dengan mudah oleh mikroorganisme. Sebagian polutan sangat mengkhawatirkan, seperti nitrat dari penggunaan pupuk berlebih dan pestisida dari limbah pertanian. Nitrat tidak dapat terurai dalam air sungai, dan menjadi permasalahan kompleks bagi PDAM. Nitrat tidak dapat dihilangkan dengan metode konvensional seperti filtrasi, koagulasi dan presipitasi. Namun demikian, melalui proses infiltrasi ke dalam lapisan tanah, nitrat dapat diurai dengan proses denitrifikasi oleh bakteri menjadi nitrogen [9,7]. Tidak semua masyarakat Aceh dapat menikmati fasilitas air dari PDAM. Hanya daerah perkotaan yang terjangkau layanan air bersih dari PDAM sementara di daerah-daerah pedesaan masih menggunakan air sumur terbuka atau sumur bor, bahkan air sungai. Di beberapa kawasan, sumur terbuka sudah sangat kritis air apalagi pada musim kemarau. Sementara penggunaan air tanah dari sumur bor apalagi bila banyak masyarakat beralih ke air tanah dikuatirkan akan berdampak buruk bagi lingkungan. Dapat dipastikan di masa mendatang, air tanah di kawasan Aceh Utara dan Lhokseumawe akan mengandung garam akibat masuknya air laut. Kapasitas produksi PDAM saat ini adalah 500 liter per detik belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Lhokseumawe dan Aceh Utara. Menurut Direktur Utama PDAM Tirta Mon Pase, perusahaannya kini mengalami permasalahan tingginya biaya produksi air bersih dibandingkan biaya komersil ke pelanggan. Akibatnya, produksi air bersih terkendala sehingga suplai ke pelanggan terhambat.. Ditambah lagi, sarana operasional jaringan PDAM saat ini banyak yang rusak karena sudah tua sehingga perlu pembenahan [35]. Dengan kendala seperti tersebut di atas, maka pembenahan menyeluruh sangat perlu dilakukan. Dalam hal ini, pembenahan manajemen, serta teknologi produksi perlu diperbaharui yaitu teknologi yang mudah, efektif dan ekonomis misalnya teknologi BF. Untuk melaksanakan hal tersebut, perlu dukungan dari instansi pemerintah dan akademisi kampus serta ilmuan terkait. Pembangunan BF memerlukan data tertentu, misalnya kondisi hidrogeologi kawasan setempat. Data tentang kondisi hidogeologi kawasan Lhokseumawe dan Aceh Utara serta kondisi sungai belum tersedia.

301

Beberapa bidang ilmu yang diperlukan untuk mempersiapkan pembangunan teknologi BF adalah (1) Investigasi dan pembangunan: alhi Hydrogeologi, Geofisik. Master Driller, ahli pump test, (2) Pelayanan pendukung: ahli GIS, ahli permodelan air tanah, ahli kualitas air, (3) Operasional dan maintenance: ahli proses pengolahan air tanah, ahli SCADA, operator suplai air, ahli sumber air tanah dan kualitas air tanah [34]. Aplikasi teknologi RBF memerlukan investasi besar, tetapi merupakan solusi jangka panjang terhadap penyediaan layanan air minum untuk masyarakat secara berkelanjutan. Penambahan teknologi BF pada PDAM di Aceh tidak memerlukan pembaharuan semua unit, karena sebagian unit pengolahan dapat dimanfaatkan. Penambahan perlu dilakukan pada unit ekstraksi air sungai dan pembangunan sumur RBF. Bahkan bila unit BF telah dibangun, instalasi koagulasi-flokulasi tidak perlu digunakan lagi. Unit aerasi perlu dibangun, yaitu berupa tower dengan ketinggian tertentu (sekitar 3 meter) untuk menyemprotkan air di atasnya sehingga pada saat mengalir ke bawah akan berkontak dengan udara dengan luas permukaan kontak yang lebih besar. Ditinjau dari segi ketersediaan air dan kondisi sungai di kawasan Aceh Utara, penerapan teknologi BF sangat memungkinkan, namun harus dimulai dari pengumpulan data tentang kondisi hidrogeologi, mencari lokasi yang tepat untuk pembangunan sumur pengumpul (collector well). Masyarakat tidak perlu beralih ke sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air harian. Ke depan keseimbangan alam khususnya berkaitan dengan keterediaan air alamiah dapat terjaga dengan baik. Kesimpulan Teknologi Bank Filtration (BF) sangat efektif dan ekonomis dibandingkan dengan metode konvensional, karena dapat meringkas proses pengolahan air dan mengurangi penggunaan bahan kimia dalam pengolahan air. Teknologi ini telah sukses digunakan di banyak Negara di dunia. Hampir semua senyawa organik dapat dieliminasi dari penerapan metode BF. Metode BF menggabungkan air permukaan dengan cara serapan melalui lapisan tanah ke sumur pengumpul sehingga bercampur dengan air tanah. Proses ini dapat menghindari ekstraksi air tanah secara berlebihan, serta menghindari penggunaan air sungai secara langsung karena air sungai disinyalir mengandung kontaminan yang tidak baik bagi kesehatan. Metode BF dapat diterapkan dimana saja, namun memerlukan data lengkap tentang kondisi hidrogeologi dan kondisi air sungai setempat. Di Aceh Utara, teknologi ini dapat menjadi alternatif tingginya biaya produksi air bersih oleh PDAM selama ini. Referensi
[1] Jaramillo, M., Riverbank filtration: an efficient and economical drinking-water treatment technology,Dyna, y.79 - 171 (2012), 148-157. [2] Schmidt, C.K., Lange, F.T.,Brauch H.J., Khn, W, Experiences with riverbank filtration and infiltration in Germany, Drink. Water Eng. Sci., 3, (2010), 79-90. [3] Maeng, S.K., Sharma, S.K, Lekkerkerker-Teunissen, K., and Amy, G.L. Occurence and fate of bulk organic matter and pharmaceutically active compounds in managed aquifer recharge: A review. Water Research 45 (2011) 3015-3033.

302

[4] Kedziorek, M.A.M., Geoffriau, S., dan Bourg, A.C.M.,Organic matter dan modeling redox reactions during river bank filtration in an alluvial aquifer of the Lot River, France. Environ. Sci. Technol. 42 (8), 2008, 2793-2798. [5] Shamrukh, M., dan Abdel-Wahab, A., Riverbank filtration for sustainable water supply: application to a large-scale facility on the Nile River. Clean Technol. Envir . 10 (4), 2008, 351-358. [6] Gupta, V., Johnson, W.P., Shafieian, P., Ryu, H., Alum, A., Abbaszadegan, M., Hubbs, S.A., dan Rauch-William, T., Riverbank filtration: comparison of pilot scale transport with theory. Environ.Sci.Technol. 43 (8), 2009, 2992. [7] Wu, Y., Hui, L., Wang, H., Li, Y., dan Zeng, R., Effectiveness of riverbank filtration for removal of nitrogen from heavily polluted water : a case study of Kuihe River, Xuzhou, Jiangsu. China Environ.Geol, 52 (1), 2007, 19-25. [8] Eckert, P., dan Irmscher, R., 2006, Over 130 years of experience with riverbank filtration in Dsseldorf, Germany. Journal of Water Supply: Research and Technology-AQUA, 554 (2006) 283-291. [9] Grtzmacher, G., Hlshoff, L., Wiese, B., Golvan, Y., Sprenger, C., Lorenzen, G., dan Pekdeger, A., Function and Relevance of Aquifer Recharge Techniques to Enable Sustainable Water Resources Management in Developing or Newly-industrialized Countries. IWA Publishing, 2009. [10] Grischek, T., Schoenheinz, D., Syhre, C., dan Saupe, K., Impack of decreasing water demand on bank filtraion in Saxony, Germany. Drink.Water.Eng.Sci, 3 (2010) 11-20. [11] Schmidt, CK., Lange, FT., Brauch, HJ., and Kuehn, W. Experiences with riverbank filtration and infiltration in Germany. DVGW-Water Technology Center (TZW). Germany (2003) 3. [12] Simanjuntak, L., Teknologi Filtrasi di Tepi Kali Krukut Dipamerkan di Singapura, http://news.detik.com/read/2011/07/06/162826/1676015/, 06 Juli 2011, diakses 29 Nov 2012 [13] BLAC (Bund/Lnderausschuss fr Chemikaliensicherheit), Arzmittle in der Umwelt Auswertung der Untersuchungsergebnisse. Publikationsfreigabe durch die 32. Amtschefkonferenz (ACK) am 3 November in Berlin, Hamburg, 2003. [14] Babic, S., Horvat A.J.M., Pavlovic, D.M., dan Kastelan-Macan, M., Determination of pKa values of active pharmaceutical ingredients, Trend in Analytical Chemistry , vol. 26 -11, (2007). [15] Alder, A.C., Schaffner, C., Majeuwsky, M., Klasmeier, J., dan Fenner, K., Fate of blocker human pharmaceutcals in surface water : Comparison of measured dan simulater concentrations in the Glatt Valley Watershed, Switzerland. Water Research 44 (2010) 936-948. [16] Fona, Z., Investigation of cationic organic pollutant behavior in aquifer: column experiments. Thesis. Institute Water Chemistry, Dreden University of Technology. Germany. 2011 [17] Mandroy, P. Tercemarnya Sungai-sungai Kita, Harian Analisa, 14 Agustus 2012. [18] Diaz-Cruz, M.S., Barcelo, D., Trace organic chemicals contamination in ground water recharge, Chemosphere 72 (2008) 333-342. [19] Schmidt, C.K., Lange, F.T., dan Brauch, H.J., Characteristics and evaluation of natural attenuation processes for organic micropollutant removal during riverbank filtration, Water Science and Technology, Water Supply 7-3 (2007) 1-7. [20] Grnheid, S., Amz, G., Jekel, M., Removal of bulk dissolved organic carbon (DOC) and trace organic carbons bz bank filtration and artificial recharge, Water Res .39 (2005) 3219-3228.

303

[21] Massmann, G., Dunnbier, U., Heberer, T., Taute, T., Behavior and redox sensitivity of pharmaceutical residues during bank filtration-investigation of residues of phenazonetype analgesics. Chemosphere 71 - 8 (2008), 1476-1485. [22] Kuehn, W., dan Mueller, U., Riverbank filtration: an overview, Journal of American Water Works Association (AWWA), 92 -12 (2000) 60-69. [23] De Vet, W.W.J.M., van Genuchten, C.C.A., van Loosdrecht, M.C.M., dan van Dijk J.C., Water quality and treatment of river bank filtrate, Drink.Water Eng.Sci., 3, (2010) 79-90. [24] Worch, E,. Bahan Kuliah Drinking Water Treatment, Institute of Water Chemistry, University of Technology Dresden, 2011. [25] Ray, C., Melin, G., and Linsky, RB. Riverbank Filtration. Improving Source-Water Quality. Water Science and Technology library. Vol.43. Kluwer academic Publishers. London. 2003. [26] Worch, E. Modelling the solute transport under nonequilibrium condition on the basis of mass transfer equations. J. of Contaminant Hydrology 68 (2004), 97-120. [27] Weiss, W.J., Bouwer, E.J., Aboytes, R., LeChevallier, M.W., OMelia, C.R., Le, B.T., dan Schwab, K.J.,Riverbank filtration for control of microorganisms:results from field monitoring. Water Res. 39 -10, (2005), 1990-2001. [28] Hiscock, K, M., dan Grischeck, T., Attenuation of groundwater pollution by bank filtration. J. of Hydrology, 266 (2002) 139-144. [29] Ojha, C.S.P., dan Thakur, A.K., River Bank Filtration in North India, Prosiding, World Environmental and Water Resource Congress. American Society Engineers. 2010. [30] Shandu, C., Gricheck, T., Kumar, P., dan Ray, C., Potensial for riverbank filtration in India. Clean Techn.Environ.Policy, (2010), 1-22. [31] Sang-il LEE, dan Sang-sin LEE., Development of site suitability analysis system for riverbank filtration, Water Science and Engineering, 3 -1, (2010), 85-94. [32] Badawi, MI, Emababy MA, Distribution of polycyclic aromatic hydrocarbons in drinking water in Egypt. Desalination 251, 1 - 3 (2010) 34-40. [33] Krieter Water and Environment SDN BHD. Groundwater Resources Survey. http://krieter.com.my/?page_id=82, diakses: 30 Nov 2012. [34] Mohamed, A., Be Buffered by Groundwater, MHS and IHP Malaysia Technical Talk, 2012. [35] Harian Pelita, Pelayanan PDAM Tirta Mon Pase Terganjal Investasi, 9 Desember 2012.

304

Anda mungkin juga menyukai