Isolasi Bakteriofage Litik Sebagai Agen Biosanitasi Buana, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.36-42, April 2014
36
ISOLASI BAKTERIOFAG LITIK SEBAGAI AGEN BIOSANITASI PADA PROSES PELISISAN BAKTERI PEMBENTUK BIOFILM
Lytic Bacteriophage Isolation Utilized as Bio-sanitation Agent for Combating Biofilm Forming Bacteria
Efendi Oulan Gustav Hakim Nata Buana 1 *, Agustin Krisna Wardani 1
1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP, Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email: Efendioulan@gmail.com
ABSTRAK
Biofilm merupakan salah satu masalah sanitasi yang umum dihadapi industri pangan sehingga upaya untuk mengurangi pembentukannya selalu dilakukan. Langkah yang umum digunakan adalah dengan menggunakan chemical sanitizers. Akan tetapi, penggunaan chemical sanitizers justru dapat menyebabkan resistensi biofilm dan mengontaminasi produk yang dihasilkan. Alternatif solusi dengan menggunakan agen biologis seperti bakteriofag memiliki potensi yang besar dimana penggunaannya tidak menimbulkan dampak negatif seperti pada chemical sanitizers. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan utama-konfirmasi biofilm menggunakan metode TCP dan TM, serta isolasi bakteriofag menggunakan metode double layer. Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri target yang digunakan mampu membentuk biofilm, sedangkan dari proses isolasi didapatkan tiga isolat bakteriofagBS6, BS8, dan UA7.
Kata kunci: Bakteriofag, Biofilm, Bio-sanitasi
ABSTRACT
Biofilm as one of the hygiene problem of food industry has led to many exploration of its elimination method. Mostly, chemical sanitizers are preferred by food industry for its elimination. However, the use of chemical sanitizeris not safe enough in which the sanitizers may increase the resistance of biofilm and contaminate the food product. Exploration of biological entities such as bacteriophage has been considered as a promising way as it does not give such risks. This research was divided into twomain partsbiofilm confirmation using TCP and TM method, followed by bacteriophage isolation using double layer method. Results showed that the target bacteria could form biofilm using the two method, while isolation process resulted in three bacteriophages namelyBS6, BS8, and UA7.
Keywords: Bacteriophage, Biofilm, Bio-sanitation
PENDAHULUAN
Biofilm merupakan suatu bentuk adaptasi bakteri yang menempel pada suatu permukaan, berkoloni, dan menyelubungi dirinya sendiri dalam suatu matriks. Mayoritas bakteri (menguntungkan ataupun tidak) seringkali dijumpai dalam bentuk biofilmnya. Perkembangan dan pembentukan biofilm telah menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap berbagai bidang dikarenakan sifat alami dari biofilm yang lebih resisten terhadap antimikroba sehingga sulit untuk dihilangkan [1]. Perindustrian (baik pangan ataupun non pangan) merupakan salah satu bidang yang sampai saat ini Isolasi Bakteriofage Litik Sebagai Agen Biosanitasi Buana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.36-42, April 2014 37
terus memberikan perhatian pada pembentukan biofilm sebagai salah satu masalah sanitasi. Sekali biofilm terbentuk pada sebuah lini produksi, maka biofilm tersebut akan menjadi sumber kontaminasi bagi bahan pangan yang melewati lini produksi yang sama [2].Selain itu, biofilm memiliki ketahanan terhadap antimikroba 100 1000 kali lebih kuatdibandingkan dengan bakteri planktonik [3] sehingga usaha eliminasinya menjadi lebih sulit. Solusi yang telah diterapkan industri untuk mengontrol pembentukan biofilm adalah dengan menggunakan bahan kimia (sanitizer) seperti senyawa pengoksidasi (klorin, H 2 O 2 ), surfaktan, dsb. Akan tetapi, penggunaan bahan-bahan kimia tersebut memiliki keterbatasan. Penggunaan sanitizer atau disinfektan tidak efektif untuk mengontrol biofilm dan dapat menimbulkan resistensi biofilm [1]. Selain itu, penggunaan bahan-bahan kimia tersebut di industri pangan dapat menimbulkan resiko kontaminasi silang dan menyebabkan keracunan. Keterbatasan tersebut menjadikan perlunya mencari alternatif solusi lain yang lebih aman untuk mengontrol biofilm. Salahsatu alternatif solusi potensial yang bisa digali adalah penggunaan virus bakteri/ bakteriofag yang mampu melisiskan bakteri pembentuk biofilm. Bakteriofag merupakan virus yang menginfeksi bakteri dan mampu membunuh sel bakteri tersebut secara langsung atau mengintegrasikan DNA virus ke dalam kromosom bakteri inang [4]. Kemampuan membunuh tersebut berpotensi untuk terus digali dan dimanfaatkan untuk mengontrol bakteri pembentuk biofilm. Dengan memanfaatkan kemampuan bakteriofag, maka penggunaan sanitizer dapat dikurangi ataupun diintegrasikan dengan bakteriofag sebagai upaya pengontrolan biofilm yang lebih aman. Penelitian bakteriofag masih tergolong baru di Indonesia, dimana isolasi dan aplikasinya untuk biokontrol patogen telah dan hanya dilakukan oleh peneliti dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP UB Malang [5]. Selain itu, penelitian bakteriofag untuk mengontrol biofilm yang telah dilakukan masih berada pada skala laboratorium dan belum dikenal luas sehingga penelitian ini masih harus dilakukan dalam skala yang sama untuk memperkenalkan lebih baik bakteriofag itu sendiri sebelum akhirnya diterapkan pada industri dan masuk ke dalam tahap aplikasi.
BAHAN DAN METODE
Bahan Bahan kimia dalam penelitian ini antara lain, akuades, alkohol 70%, kristal violet, iodin, etanol 95%, safranin, detergen komersial (soklin white), NaCl, CaCl 2
monohidrat, phosphate buffer saline (PBS) yang diperoleh dari toko kimia Makmur Sejati Malang. Media pertumbuhan bakteri yang digunakan antara lain, nutrient agar (NA) (Pronadisa), nutrient broth (NB) (Pronadisa), MRS agar (MRSA) (Oxoid), MRS broth (MRSB) (Oxoid), trypticase soy broth (TSB) (Merck), Luria Bertani broth (LBB) (Difco), dan agar (Pronadisa) yang diperolehdari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP UB. Biakan bakteri untuk penelitian ini antara lain Pseudomonas fluorescens (belum ber-strain) yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA UB dan Escherichia coli ATCC 25922 yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP UB. Sampel yang digunakan untuk isolasi bakteriofag antara lain air laut (pantai Ngliyep, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang dan toko Mutiara Malang), air sawi asin (diperoleh dari Hypermart Malang Town Square), usus ayam dan babat sapi (diperoleh dari pasar Bunulrejo, Kecamatan Klojen, Kodya Malang).
Alat Kompor listrik (Maspion S-300), autoklaf (HL-36 AE Hirayama), kulkas (Toshiba), LAF (lokal dan Magnehelic), inkubator (Binder dan Barnstead), oven (Binder), sentrifuse dingin (Hettich Sentrifugen/ Micro 22 R dan Thermo Scientific), timbangan digital (Mettler Toledo), spektrofotometer (Jenway 6305), colony counter (WTW BZG Isolasi Bakteriofage Litik Sebagai Agen Biosanitasi Buana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.36-42, April 2014 38
30), shaker waterbath (Memmert), stomacher (Seward), vortex (LW Scientific dan GSA MX-S), orbital shaker (Cole Parmer), mikroskop (Micros Austria), mikropipet (Socorex, Finpipette Digital, Nichiryo, dan Eppendorf), kamera mikroskop (Cannon G10), pipet aid (Drummond), filter steril 0.22m (Sartorius), syringe steril (Unzen Syringe). Perangkat gelas dan non gelasgelas beaker, tabung reaksi, labu erlenmeyer, labu ukur, pipet ukur, cawan petri diameter 20cm, cawan petri diameter 6cm, kuvet, blue tip, yellow tip, microtube, tube sentrifuse 15mL, stainless steel slide, slide glass, cover glass, ose, bunsen, korek api, rak tabung reaksi.
Desain Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan dalam empat tahapan.
Tahapan Penelitian 1. Konfirmasi bakteri pembentuk biofilm 2. Preparasi sampel dan isolasi inang 3. Isolasi bakteriofag 4. Uji kekeruhan bakteriofag/ turbidity test
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan beberapa metode. Pada tahapan konfirmasi pembentukan biofilm, metode yang digunakan adalah Tissue Culture Plate (TCP) dan Tube Method (TM) [6,7]. Proses isolasi bakteri inang menggunakan serial dilution dan spread plate [5], sedangkan proses isolasi bakteriofag menggunakan metode double layer [5], serta uji kekeruhan atau turbidity test [5].
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Konfirmasi Bakteri Pembentuk Biofilm Konfirmasi pembentukan biofilm diawali dengan pembuatan kurva pertumbuhan masing-masing isolat bakteri target. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui jumlah sel yang terbentuk dan besarnya OD (Optical Density) pada jam-jam tertentu.
Gambar1. Kurva Pertumbuhan (A) P. fluorescens dan (B) E. coli
A B Isolasi Bakteriofage Litik Sebagai Agen Biosanitasi Buana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.36-42, April 2014 39
Waktu pertumbuhan isolat yang menghasilkan OD>0.240 digunakan sebagai acuan untuk memperbanyak sel agar biofilm dapat terbentuk dengan baik [7]. Konfirmasi pembentukan biofilm dilanjutkan dengan penumbuhan biofilm oleh kedua isolat bakteri target menggunakan metode TCP dan TM.Hasil dari TCP dan TM untuk masing-masing isolat bakteri target disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2.Pembentukan Biofilm oleh (A) P. fluorescensdan (B) E. coli dengan Metode TCP Keterangan: A pembentukan biofilm pada stainless steel slide B pembentukan biofilm pada tabung reaksi dan diwarnai dengan kristal violet biofilm yang terbentuk
Gambar 3.Pembentukan Biofilm oleh (A) P. fluorescensdan (B) E. colidengan Metode TM
Konfirmasi biofilm menggunakan TCP dan TM telah membuktikan bahwa P. fluorescens dan E. coli yang digunakan dalam penelitian ini (sebagai bakteri target) mampu untuk membentuk biofim.
2. Isolasi Bakteri Inang dan Bakteriofag Hasil isolasi bakteri inang dan bakteriofag disajikan pada Tabel 1. Sampel dengan bakteri inang yang teramati memiliki plaque dapat dipastikan positif memiliki bakteriofag. Semakin banyak jumlah plaque yang teramati, maka semakin tinggi pula konsentrasi bakteriofag di dalam sampel.Isolat inang yang positif membentuk plaque antara lain air laut (2 isolat), air sawi asin (1 isolat), babat sapi (4 isolat), dan usus ayam (1 isolat). Sampel usus ayam tidak terdokumentasikan sebagai akibat plaque yang terbentuk kurang jelas, sedangkan sampel tanah dan susu segar tidak menunjukkan adanya plaque.
A B A B Isolasi Bakteriofage Litik Sebagai Agen Biosanitasi Buana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.36-42, April 2014 40
Tabel 1. Hasil Isolasi Bakteri Inang dan Bakteriofag dari Beberapa Sampel Sampel Jumlah Isolat Bakteri Inang Nama Bakteri Inang Pembentukan Plaque Jumlah Bakteri Inang dengan Plaque Nama Bakteri Inang dengan Plaque Air Laut 9 AL + 2 AL7 ; AL8
Tanah Perumahan 8 TP - - -
Air Sawi Asin 10 SA + 1 SA5
Susu Segar 6 SS - - -
Babat Sapi 10 BS + 5 BS4 ; BS6 ; BS7 BS8 ; BS9
Usus Ayam 10 UA + 1 UA7 *Keterangan: (+) (terbentuk plaque) ()(tidak terbentuk plaque)
Plaque dapat terbentuk pada sampel diakibatkan keberadaan bakteriofag yang tinggi. Air laut setidaknya mengandung 50 juta bakteriofag setiap mililiternya [8], sedangkan pada air sawi asin, dimungkinkan adanya peran bakteriofag dalam suksesi BAL selama fermentasi [9]. Plaque terbentuk akibat difusi keluar oleh virion yang berkembang akibat infeksi bakteri [10]. Akan tetapi, perlu dilakukan konfirmasi lanjutan untuk mengetahui aktivitas litik dari bakteriofag yang ada pada sampel dengan plaque. Konfirmasi bakteriofag dilanjutkan dengan uji kekeruhan untuk masing-masing isolat bakteri inang yang positif terbentuk plaque. Dari uji kekeruhan diketahui hanya 3 isolat bakteri inang yang menunjukkan perbedaan signifikan antara inang terinfeksi dan tidak terinfeksi, yaitu BS6, BS8, dan UA7.
Gambar 4. Hasil Turbidity Test Isolat Inang Usus Ayam dan Babat Sapi
Keterangan: 1 Kontrol : tanpa penambahan bakteriofag 2 Infeksi : dengan penambahan bakteriofag
B C A 1 2 1 2 1 2 Isolasi Bakteriofage Litik Sebagai Agen Biosanitasi Buana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.36-42, April 2014 41
Gambar 5. Pembentukan Plaque pada (A)AL7, (B)AL8, (C)SA5, (D)BS4, E(BS6), F(BS8), G(UA7)
Ketidakmampuan beberapa isolat inang untuk menjadi jernih dalam media cair tetapi mampu menunjukkan plaque pada media padat disebabkan oleh beberapa kemungkinan diantaranya, terdapat bakteriofag yang hanya mampu melisiskan bakteri inang pada media agar sebagai akibat perbedaan kondisi lingkungan antara media padat dengan cair [11], pertumbuhan host yang terlalu cepat [11], dan sistem pertahanan terhadap infeksi bakteriofag secara alami [12]. Namun demikian, diduga kuat bahwa penyebab utama ketidakmampuan isolat inang untuk menjadi jernih dalam media cair lebih disebabkan oleh kondisi lingkungan media yang berbeda dan pertumbuhan host yang terlalu cepat. Alasan berupa sistem pertahanan alami dari inangakan menyebabkan ketidakmampuan isolat inang untuk menjadi jernih di media cair dan tidak menunjukkan plaque di media padat, sehingga alasan ini tidak dapat digunakan. A B C D E F G Isolasi Bakteriofage Litik Sebagai Agen Biosanitasi Buana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.36-42, April 2014 42
SIMPULAN
Hasil konfirmasi biofilm dengan menggunakan metode TCP dan TM menunjukkan bahwa bakteri target yang digunakan dalam penelitian ini mampu untuk membentuk biofilm. Pada proses isolasi bakteriofag, didapatkan tiga isolat bakteriofag dengan nama BS6, BS8, dan UA7. Ketiga isolat tersebut dapat digunakan lebih lanjut untuk proses aplikasi pada biofilm.
DAFTAR PUSTAKA
1) Simes, M., Simes,L.C., and Vieira,M.J. 2008. A Review of Current and Emergent Biofilm Control Strategies. LWT-Food Science and Technology Vol. 43, 573 583. 2) Wirtanen, G. and Salo,S. 2007. Microbial Contaminants & Contamination Routes in Food Industry. VTT Symposium 248 on 1st Open Seminar Food Safety and Hygiene Networking within New Member States and Associated Candidate Countries. Finland. 3) Sillankorva, S.M. 2008. Use of Bacteriophages to Control Biofilms. Dissertation Thesis. University of Minho and University of Oulu. Portugal and Finland. 4) Budzik, J.M. 2003. Phage Isolation and Investigation. Dartmouth Undergraduate Journal of Sciences Vol. III No. 1, 37 43. 5) Nurizkiawan, Z. 2011. Isolasi Bakteriofag dan Aplikasinya Dalam Mengendalikan Bakteri Patogen Untuk Meningkatkan Keamanan Pangan. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. 6) Cerca, N., Pier,G.B., Vilanova,M., Oliviera,R., and Azeredo,J. 2004. Influence of Batch or Fed Batch Growth on Staphylococcus epidermidis Biofilm Formation. Letters in Applied Microbiology Vol.39, 420 424. 7) Mathur, T., Singhal,S., Khan,S., Upadhyay,D.J., Fatma,T., and Rattan,A. 2006. Detection of Biofilm Formation Among the Clinical Isolates of Staphylococci: an Evaluation of Three Different Screening Methods. Indian Journal of Medical Microbiology Vol. 24 No. 1, 25 29. 8) Travis, J. 2003. All the Worlds Phage. Science News Vol. 164 No.2, pp. 26 28. 9) Breidt, F, McFeeters,R.F., Perez-Diaz,I., and Lee, C.H. 2013. Fermented Vegetables. Dalam M.P. Doyle and R.L. Buchanan (ed.). Food Microbiology: Fundamental and Frontiers, 4th ed. ASM Press. Washington, DC. 10) Clokie, M.R.J. and Kropinski,M. 2009. Bacteriophages: Methods and Protocols, Volume 1: Isolation, Characterization, and Interactions, vol. 501. Humana Press. New York. 11) Charles Fortier, L. and Moineau,S. 2009. Phage Production and Maintenance of Stocks, Including Expected Stock Lifetimes. Dalam M.R.J. Clokie and M. Kropinski (ed.). Bacteriophages: Methods and Protocols, Volume 1: Isolation, Characterization, and Interactions, vol. 501. Humana Press. New York. 12) Garneau, J.E. and Moineau,S. 2011. Bacteriophages of Lactic Acid Bacteria and Their Impact on Milk Fermentations. Proceedings of 10 th Symposium on Lactic Acid Bacterium. Netherland.