Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
BAB II ISI

2.1 Antimikroba
A. Pengertian
Antimikorba adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, zat tersebut

memiliki khasiat atau kemampuan untuk mematikan/menghambat pertumbuhan kuman

sedangkan toksisitas terhadap manusia relative kecil. Pernyataan tentang definisi antimikroba

menurut Waluyo (2004), antimikroba merupakan suatu zat-zat kimia yang diperoleh/dibentuk

dan dihasilkan oleh mikroorganisme, zat tersebut mempunyai daya penghambat aktifitas

mikororganisme lain meskipun dalam jumlah sedikit. Pengertian antimikroba menurut Entjang

(2003) dalam Rostinawati (2009), antimikroba adalah zat kimia yang dihasilkan oleh suatu

mikroba yang mempunyai khasiat antimikroba.

B. Sifat-Sifat Antimikroba
Beberapa sifat yang perlu dimiliki oleh zat antimikroba menurut Waluyo

(2004) adalah sebagai berikut.

1. Menghambat atau membunuh mikroba patogen tanpa merusak hospes/inang, yaitu

antimikroba dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan mikroba bahkan

menghentikan pertumbuhan bakteri/membunuh namun tidak berpengaruh/merusak pada

hospes.

2. Bersifat bakterisida dan bukan bakteriostatik, yaitu antimikroba baiknya bersifat

bakterisida atau bersifat menghentikan laju pertumbuhan/membunuh mikroba bukan

bakteriostatik yang hanya menghambat laju pertumbuhan mikroba.

3. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman atau mikorba, yaitu antimikroba tidak akan

menimbulkan kekebalan kepada mikroba sehingga antimikorba tidak dapat digunakan

untuk menghentikan pertumbuhan mikroba patogen lagi.

4. Berspektrum luas, yaitu antimikroba efektif digunakan untuk berbagai spesies bakteri, baik

bakteri kokus, basil, dan spiral.


5. Tidak menimbulkan alergenik atau menimbulkan efek samping bila digunakan dalam

jangka waktu lama, yaitu antimikroba yang digunakan sebagai obat tidak menimbulkan

efek samping kepada pemakai jika digunakan dalam jangka waktu lama.

6. Zat antimikroba tetap aktif dalam plasma, cairan tubuh atau eskudat, antimikroba yang

berada dalam plasma atau cairan tubuh tetap bersifat aktif dan tidak dalam keadaan berhenti

tumbuh atau dormansi.

7. Zat antimikroba dapat larut dalam air dan stabil, antimikroba dapat larut dan menyatu dalam

air.

C. Mekanisme Kerja Zat Antimikroba


Berdasarkan beberapa ahli menyebutkan bahwa mekanisme kerja zat antimikroba

mengganggu bagian-bagian yang peka di dalam sel, yaitu:

1. Antimikroba menghambat metabolisme sel

Untuk bertahan hidup dan melangsungkan kehidupan, mikroba membutuhkan asam

folat. Mikroba patogen tidak mendapatkan asam folat dari luar tubuh, sehingga mikroba

perlu mensintesis asam folat sendiri. Zat antimikroba akan mengganggu proses

pembentukkan asam folat, sehingga menghasilkan asam folat yang nonfungsional dan

metabolisme dalam sel mikroba akan terganggu ( Setiabudy, 2007).

2. Antimikroba menghambat sintesis protein

Suatu sel dapat hidup apabila molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam sel

dalam keadaan alamiahnya. Terjadinya denaturasi protein dan asam nukleat dapat merusak

sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat dari beberapa zat

kimia dapat mengakibatkan koagulasi ireversibel komponen sel yang mendukung

kehidupan suatu sel (Pelczar, 1988 dalam Rahmadani, 2015).

3. Antimikroba menghambat sintesis dinding sel

Bakteri dikelilingi oleh struktur kaku seperti dinding sel yang berfungsi untuk

melindungi membrane protoplasma yang ada dalam sel. Senyawa antimikroba mampu
merusak dan mnecegah proses sintesis dinding sel, sehingga akan menyebabkan

terbentuknya sel yang peka terhadap tekanan osmotik ( Waluyo,2004).

4. Antimirkoba menghambat permeabilitas membrane sel

Membrane sel berfungsi untuk penghalang dengan permeabilitas selektif, melakukan

pengangkutan aktif dan mengendalikan susunan dalam sel. Membran sel mempengaruhi

konsentrasi metabolit dan bahan gizi di dalam sel dan tempat berlangsungnya pernafasan

sel serta aktivitas sel biosintesis tertentu. Beberapa antimikorba dapat merusak salah satu

fungsi dari membrane sel sehingga dapat menyebabkan gangguan pada kehidupan sel

(Waluyo, 2004).

5. Antimikroba merusak asam nukleat dan protein

DNA, RNA dan protein memegang pernana penting di dalam proses kehidupan sel.

Sehingga gangguan apapun yang terjadi dalam pembentukan atau pada fungsi zat-zat

tersebut dalam mengakibatkan kerusakan secara menyeluruh pada sel (Pleczar, 1988 dalam

Rahmadani, 2015).

D. Metode Pengujian Daya Antimikroba

Pada uji ini diukur respon pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen
antimikroba. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang
efektif dan efisien. Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba seperti metode Diffusi
seperti Disc diffusion, E-test, Ditch-plate technique, Cup-plate technique, dan Gradient-plate
technique (Pratiwi, 2008).

1. Uji Difusi
Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara sumuran dan cakram disc. Metode sumuran yaitu
dengan membuat lubang/sumur pada media agar yang telah ditanami dengan bakteri uji dan
pada lubang/sumur tersebut diberi larutan antibakteri yang akan diuji (Pratiwi, 2008), lalu
pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling
lubang/sumur. Sedangkan, metode cakram disc merupakan salah satu cara yang paling sering
digunakan yaitu dengan menggunakan Cakram disc berisi antibakteri ditempatkan pada
permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasikan bakteri uji pada
permukaannya (Geo F et al, 2005). Setelah diinkubasi, area jernih mengindikasikan adanya
hambatan pertumbuhan bakteri uji oleh agen antibakteri pada permukaan agar (Pratiwi, 2008).
Misalnya, hasil positif (+) apabila terbentuk zona bening pada media MHA (Muller Hinton
Agar), ini menunjukkan bahwa zat uji memiliki daya antibakteri. Sedangkan hasil negatif (-)
apabila tidak membentuk zona bening pada media MHA (Muller Hinton Agar).

Cakram

Batas zona
Zona pertumbuhan
bakteri

Gamber 2.6 : Interpretasi Hasil Metode Difusi


Sumber : (Geo F et al, 2005)
Tabel 2.6 Kelebihan dan Kekurangan Metode Difusi

Kelebihan Kekurangan

Dapat menggunakan beberapa jenis


antibakteri pada 1 lempeng agar secara Dipengaruhi banyak faktor
bersamaan

Dapat menentukan Sensitif atau Biasanya bakteri uji menggunakan


Resisten biakan murni

Memerlukan volume media yang


Hasil kuantitatif
relatif banyak
Dapat menentukan KHM

Sumber : Geo F et al, (2005), Vandepitte et al (2010).

Ekstrak Biji ketumbar dengan konsentrasi 25%, 50%, 55%, 60%, 65%, 70% dan 75%
(contoh). dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi label. Blank disc direndam
selama 60 menit atau sampai menjadi jenuh pada masing-masing konsentrasi ekstrak Biji
ketumbar. Lalu pindahkan disc dalam cawan petri steril sesuai masing-masing variabel
kosnsentrasi.
Supensi bakteri yang sudah dibuat di inokulasikan pada media Mueller Hinton Agar
(MHA) secara merata menggunakan kapas lidi steril, diamkan selama 10 menit. Selanjutnya
letakkan disc ekstrak bunga cengkeh dengan konsentrasi yang sudah ditentukan pada media
MHA yang sudah ditanami bakteri uji. Inkubasi dalam ikubator selama 24 jam pada suhu 37
.
Kontrol positif untuk bakteri Escherichia coli adalah disc antibiotic kloramfenikol. Kontrol
negatif untuk masing-masing bakteri uji adalah VCO (Virgin Coconut Oil) (Uun, 2016).

Metode E-test
Metode E-test digunakan untuk mengestimasi KHM (Kadar hambat minimum), yaitu
konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
Pada metode ini digunakan strip plastic yang mengandung agen antimikroba dari kadar
terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media Agar yang telah ditanami
mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang
menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada
media Agar (Pratiwi, 2008).

Metode Ditch-plate technique


Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang
dibuat dengan cara memotong media Agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan kea rah parit yang berisi agen
antimikroba (Pratiwi, 2008).
Metode Cup-plate technique
Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar
yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba
yang akan diuji (Pratiwi, 2008).

Metode Gradient-plate technique


Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media Agar secara teoritis
bervariasi dari 0-maksimal. Media Agar dicairkan dan larutan sampel ditambahkan. Campuran
kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua
selanjutnya dituang keatasnya.
Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba bedifusi dan
ermukaan media mongering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) di goreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan
mikroorganisme maksimum yang mungkin di bandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil
goresan (Pratiwi, 2008).

2. Uji Dilusi
Sejumlah zat antimikroba dimasukan ke dalam medium bakteriologi padat atau cair.
Biasanya digunakan pengenceran dua kali lipat zat antimikroba. Medium akhirnya diinokulasi
dengan bakteri yang diuji dan diinkubasi.
Tujuan akhir dari metode dilusi adalah untuk mengetahui seberapa banyak jumlah zat
antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang
diuji. Uji keretanan dilusi agak membutuhkan waktu yang banyak, dan kegunaanya terbatas
pada keadaan-keadaan tertentu. Uji dilusi kaldu tidak praktis dan kegunaannya sedikit apabila
dilusi harus dibuat dalam tabung pengujian, namun adanya serangkaian preparat dilusi kaldu
untuk berbagai obat yang berbeda dalam lempeng mikrodilusi telah meningkatkan dan
mempermudah metode (Jawet, et al., 2007).
Keuntungan uji dilusi adalah bahwa uji tersebut memungkinkan adanya hasil
kuantitatif, yang menunjukan jumlah obat tertentu yang diperlukan untuk menghambat (atau
membunuh) mikroorganisme yang diuji (Jawet et al.,2007).
Metode dilusi cair
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar
Hambat Minimum) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration) atau KBM (Kadar
Bunuh Minimum). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen
antimikroba pada medium cair yang ditambahkan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba
pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan
sebagai KHM. Selanjutnya, cairan kultur hasil inkubasi digoreskan pada media agar MHA
menggunakan ose lalu diinkubasi pada suhu 37℃ selama 18-24 jam. Pertumbuhan koloni
bakteri pada media agar MHA diamati dan dibandingkan dengan kontrol untuk menentukan
Kadar Bunuh Minimum (KBM) (Kumalasari, 2011).
Prosedur kerja metode dilusi diawali dengan pembuatan standar McFarland 0,5 yang
setara dengan jumlah bakteri sebanyak 1,5× 108 CFU/ml. Bakteri uji yang telah di remajakan
pada media Nutrient Agar Slant (NAS) diambil dengan kawat ose steril lalu disuspensikan
kedalam tabung yang berisi larutan NaCl 0,9% steril hingga diperoleh kekeruhan yang sama
dengan standar kekeruhan standar McFarland 0,5. Kemudian suspensi bakteri di encerkan
dengan perbandingan 1:100 yaitu dengan mencampur 1 bagian suspensi bakteri dengan 99
bagian media Mueller Hinton Broth (MHB).
Bahan yang digunakan adalah ekstrak Biji ketumbar (Coriandrum Sativum L.), media
MHA (Muller Hinton Agar) dan MHB (Muller Hinton Broth), DMSO 10%, suspensi bakteri
Escherichia coli, dan antibiotik Kloramphenikol (contoh).
Menyiapkan kontrol positif dan negatif serta melakukan pengenceran pada ekstrak Biji
ketumbar dengan menyiapkan tabung reaksi steril. Semua konsentrasi pengenceran dibuat
dalam volume 1 ml, sehingga volume ekstrak yang digunakan untuk konsentrasi 25%, 10%,
15%, 10%, 5%, 0% (contoh) berturut-turut yaitu 0,25 ml; 0,20 ml; 0,15 ml; 0,10 ml; 0,5 ml; 2
ml (contoh), kemudian di add-kan hingga volume total 1 ml (contoh) dengan DMSO (Dimetil
sulfoksida). Menggunakan pengencer DMSO (Dimetil sulfoksida) 10% karena hasil ekstraksi
biji ketumbar bersifat non polar dengan menggunakan pelarut etanol 96%, sedangkan DMSO
dapat larut pada pelarut polar dan non polar, yang artinya larutan DMSO dapat digunakan
sebagai pengencer ekstraksi biji ketumbar. Untuk kontrol negatif (-) memipet 1 ml antibiotik
Kloramphenikol yang dilarutkan dalam aquadest steril, sedangkan untuk kontrol positif (+)
memipet 1 ml DMSO (Dimetil sulfoksida).
Membuat suspensi Bakteri dengan cara mengambil 1 ose suspensi bakteri Escherichia coli
dan mencampurkannya dengan PZ steril yang kekeruhannya disetarakan dengan Mac Farland
0,5. Setelah itu membuat media Muller Hinton Broth yang digunakan untuk tes dilusi.
Suspensi bakteri yang setara dengan 0,5 Mac Farland diencerkan dengan Muller Hinton Broth
(0,1 mL larutan kuman ditambahkan 9,9 mL Muller Hinton Broth). Memipet 0,5 mL ekstraksi
biji ketumbar dengan berbagai konsentrasi lalu ditambahkan campuran suspensi dengan media
MHB 0,5 mL ke dalam masing-masing tabung, lakukan secara aseptis, kemudian
menginbukasi selama 24 jam dalam suhu 37 oC. Pada hari berikutnya, menyiapkan media
MHA (Muller Hinton Agar) ambil 1 ose dari masing-masing tabung dan streak pada media
tanam, lakukan secara aseptis, kemudian menginbukasi selama 24 jam dalam suhu 37 oC. Pada
hari selanjutnya, amati pertumbuhan koloni bakteri pada media tanam.
Kontrol positif metode dilusi menggunakan campuran suspensi bakteri dengan larutan
antibiotic kloramfenikol 2%. Kontrol negatif menggunakan campuran suspensi bakteri dan
larutan DMSO 10%. Data KHM dan KBM pada masing-masing pengenceran hanya
menyajikan hasil positif dan negatif.

Metode Dilusi Padat


Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat.
Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan
untuk menguji beberapa mikroba uji.

E. Senyawa yang Bersifat Antimikroba


Senyawa yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri

banyak terkandung di dalam tumbuhan. Beberapa senyawa antimikroba antara lain yaitu,

saponin, tannin, flavonoid, xantol, terpenoid, alkaloid dan sebagainya (Suerni, dkk, 2013).

Selain senyawa antimikorba yang diperoleh dari tumbuhan ada pula senyawa antimikroba

buatan, contohnya amoxilin. Pada dasarnya setiap senyawa antimikroba memiliki kemampuan

untuk menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara melisiskan dinding sel bakteri. Berikut

adalah beberapa senyawa antimikroba yang ada dalam tumbuhan.

1. Saponin

Merupakan salah satu senyawa yang mempunyai kemampuan untuk melisiskan dinding

sel bakteri apabila berinteraksi dengan dinding bakteri (Pratiwi dalam Karlina, 2013). Saponin

yang diujikan langsung pada bakteri dapat meningkatkan permeabilitas membrane sel bakteri,
sehingga struktur dan fungsi membran sel berubah. Hal tersebut akan menganggu kestabilan

permukaan dinding sel, memudahkan zat antibakteri masuk ke dalam sel dan mengganggu

metabolisme sel yang mengakibatkan terjadinya denaturasi protein bakteri.

2. Flavonoid

Merupakan senyawa fenol yang mempunyai sifat sebagai desinfektan. Karena flavonoid

yang bersifat polar membuat flavonoid dapat dengan mudah menembus lapisan peptidoglikan

yang juga bersifat polar, sehingga flavonoid sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan

bakteri Gram positif. Flavonoid mempunyai cara kerja yang sama seperti saponin dalam hal

menghambat pertumbuhan bakteri, yaitu dengan mendenarurasi protein bakteri yang

menyebabkan terhentinya aktivitas metabolisme sel bakteri. Terhentinya aktivitas

metabolisme mengakibatkan kematian pada sel.

3. Tannin

Tannin merupakan senyawa yang dapat merusak membran sel bakteri. Pernyataan yang

diungkapkan oleh Pratiwi dan Karlina (2013), senyawa tanin mampu menghambat

pertumbuhan bakteri dengan cara mengkoagulasi protoplasma bakteri.

4. Terpenoid

Senyawa antibakteri jenis terpenoid efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri,

fungi, virus dan protozoa. Seperti pada umumnya mekanisme kerja terpenoid dalam

menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengiritasi dinding sel dan mengumpalkan

protein bakteri. Sehingga menyebabkan terjadi hidrolisi dan difusi cairan sel karena adanya

perbedaan tekanan osmosis (Pratiwi dalam Karlina,2013).

5. Xanthone

Senyawa xanthone memiliki fungsi antioksidan tinggi sehingga dapat menetralkan dan

menghancurkan radikal bebas yang memicu munculnya penyakit degeneratif.

6. Alkaloid
Alkaloid mencakup senyawa bersifat bassa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen, umumnya berupa asam amino. Alkaloid mempunyai aktivitas antimikroba yang

diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat sintesis dinding

sel, mengubah permeabilitas membran melalui transport aktif dan menghambat sintesis

protein (Mangunwardoyo, 2009).

7. Minyak Atsiri

Minyak atsiri tersusun dari beberapa senyawa utama, yaitu citral, sitronelol dan geraniol

yang bersifat antibakteri dan memiliki kemamuan untuk membunuh bakteri (Rahman, dkk,

2013). Selain itu, minyak atsiri mengandung senyawasenyawa volatile seperti golongan

monoterpen dan sesquiterpen yang termasuk golongan senyawa bersifat antimikroba

(Emamgoreishi, 2005 dalam Dewi, dkk, 2013).


BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai