Anda di halaman 1dari 13

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DENGAN METODE DIFUSI AGAR, SUMURAN DAN

DILUSI CAIR SERTA MEKANISME KERJA ANTIBIOTIK DALAM


MENGHAMBAT BAKTERI

Disusun oleh:
ALKAWI
17101102056

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar,
sumuran dan dilusi cair serta mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat bakteri”
tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 19 Oktober 2020

Alkawi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2
2.1 Mekanisme Antibakteri............................................................................2
2.2 Mekanisme Kerja Antibiotik...................................................................5
BAB III PENUTUP.......................................................................................1
3.1 Kesimpulan............................................................................................10
3.2 Saran.......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antibakteri merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan
mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan.
Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri diantaranya yaitu menghambat sintesis dinding sel,
menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri, menghambat kerja enzim, dan
menghambat sintesis asam nukleat dan protein (Dwidjoseputro, 1980).
Salah satu zat antibakteri yang banyak dipergunakan adalah antibiotik. Antibiotik
adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup termasuk
struktur analognya yang dibuat secara sintetik, yang dalam kadar rendah mampu menghambat
proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme (Siswando dan
Soekardjo, 1995).
Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Untuk menghasilkan antibiotik harus dilakukan uji antibakteri
dengan menggunakan metode difusi atau dilusi agar. Tujuan pengujian
aktivitas antibakteri adalah untuk menentukan potensi suatu zat yang diduga atau telah
memiki aktivitas sebagai antibakteri dalam larutan terhadap suatu bakteri (Jawetz et al.,
2001).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar, metode sumuran (agar
well) dan metode dilusi cair?
2. Bagaimana mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat bakteri?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar, metode sumuran
(agar well) dan metode dilusi cair
2. Untuk mengetahui mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat bakteri
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mekanisme Antibakteri


Antibakteri merupakan obat pembasmi bakteri, khusus nya bakteri patogen yang dapat
merugikan manusia. Antibakteri adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat
menghambat pertumbuhan atau dapat membasmi jenis mikroba lain. Obat yang dapat
digunakan untuk membasmi mikroba memiliki ketentuan yaitu harus memiliki sifat toksisitas
selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk
mikroba tapi tidak toksik untuk hospes. (Pelczar & Chan, 1988). Berdasarkan sifat toksisitas
selektif, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Antibakteri yang mempunyai sifat menghambat pertumbuhan bakteri (aktivitas
bakteriostatik)
2. Antibakteri yang mempunyai sifat membunuh bakteri (aktivitas bakterisid
Dalam menghambat pertumbuhan bakteri ataupun membunuhnya, terdapat kadar minimal.
Kadar minimal tersebut masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan
kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu dapat meningkat aktivitasnya dari
bakteriostatik menjadi bakterisid apabila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi kadar
hambat minimal (KHM) (Pelczar & Chan, 1988).

2.1.2 Metode Pengujian Antibakteri


Pada uji ini, yang akan diukur adalah respons pertumbuhan populasi mikroorganisme
terhadap agen antimikroba. Salah satu manfaat dari uji antimikroba adalah diperolehnya satu
system pengobatan yang efektif dan efisien. Penentuan setiap kepekaan kuman terhadap suatu
obat adalah dengan menentukan kadar obat terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan
kuman in vitro. Beberapa cara pengujian antibakteri adalah sebagai berikut :
a. Metode Difusi
Pada metode ini, penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan difusi dari zat
antimikroba dalam lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji. Hasil
pengamatan yang akan diperoleh berupa ada atau tidak nya zona hambatan yang akan
terbentuk disekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu masa inkubasi (Brooks et al., 2007).
Pada metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara,yaitu :
1) Cara Cakram (Disc)
Cara ini merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menentukan
kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini, digunakan suatu
cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat menampung zat
antimikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada lempeng agar yang telah
diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu tertentu,
sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Pada umumnya, hasil yang di dapat
bisa diamati setelah inkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 37 oC. Hasil pengamatan
yang diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening yang terbentuk disekeliling
kertas cakram yang menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri (Pelczar &
Chan, 1988). Menurut greenwood (1995) efektifitas suatu zat antibakteri bisa
diklasifikasikan pada tabel berikut :

Metode cakram disk atau cakram kertas ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan relatif
murah. Sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona bening yang terbentuk tergantung
oleh kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi serta ketebalan medium.
Apabila keempat faktor tersebut tidak sesuai maka hasil dari metode cakram disk
biasanya sulit untuk diintepretasikan. Selain itu, metode cakram disk ini tidak dapat
diaplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan mikroorganisme
yang bersifat anaerob obligat (Bonang, 1992).
2) Cara Parit (ditch)
Suatu lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat
sebidang parit. Parit tersebut berisi zat antimikroba, kemdian diinkubasi pada waktu dan
suhu optimum yang sesuai untuk mikroba uji. Hasil pengamatan yang akan diperoleh
berupa ada tidaknya zona hambat yang akan terbentuk di sekitar parit (Bonang, 1992).
3) Cara Sumuran (hole/cup)
Pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat suatu
lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Kemdian setiap lubang itu
diisi dengan zat uji. Setelah diinkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai dengan
mikroba uji, dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambatan di
sekeliling lubang (Bonang, 1992).

b. Metode Dilusi
Pada metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat antimikroba dan media
agar, yang kemudian diinokulasikan dengan mikroba uji. Hasil pengamatan yang akan
diperoleh berupa tumbuh atau tidaknya mikroba didalam media. Aktivitas zat
antimikroba ditentukan dengan melihat konsentrasi hambat minimum (KHM) yang
merupakan konsentrasi terkecil dari zat antimikroba uji yang masih memberikan efek
penghambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji (Pratiwi, 2008).

Menurut Pratiwi (2008), metode ini terdiri atas dua cara, yaitu:
1) Pengenceran Serial dalam tabung
Pengujian dilakukan dengan menggunakan sederetan tabung reaksi yang diisi
dengan inokculum kuman dan larutan antibakteri dalam berbagai konsentrasi. Zat yang
akan diuji aktivitas bakterinya diencerkan sesuai serial dalam media cair,kemudian
diinokulasikan dengan kuman dan diinkubasi pada waktu dan suhu yang sesuai dengan
mikroba uji. Aktivitas zat ditentukan sebagai kadar hambat minimal (KHM)

2) Penipisan Lempeng Agar


Zat antibakteri diencerkan dalam media agar dan kemudian dituangkan kedalam
cawan petri. Setelah agar membeku, diinokulasikan kuman kemudian diinkubasi pada
waktu dan suhu tertentu. Konsentrasi terendah dari larutan zat antibakteri yang masih
memberikan hambatan terhadap pertumbuhan kuman ditetapkan sebagai konsentrasi
Hambat Minimal (KHM).

2.2 Mekanisme Kerja Antibiotik


Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung kepada obat, pejamu, dan
agen penginfeksi. Namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi
mengingat kompleksnya interaksi yang terjadi di antara ketiganya.Namun pemilihan obat
yang sesuai dengan dosis yang sepadan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan
terapi dan menghindari timbulnya resistansi agen penginfeksi.
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya
dalam proses infeksi oleh bakteri.Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi
yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi
bakteri dan fungi. Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap
bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam,
namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh
karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam
organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik. Menurut Tjay dan
Rahardja (2007), klasifikasi antibiotik sebagai berikut:

1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri


Ada antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis enzim
atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan
sel lisis. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis
peptidoglikan. Dinding sel bakteri yang menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi
melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan
lainnya.

a. Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada enzim DD-
transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan
demikian akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan sitolisis karena
ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang
mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-
laktam (dan Penicillin) hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan
membran terluar (outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif
membuatnya tak mampu menembus dinding peptidoglikan.
b. Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V, merupakan
antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan untuk
penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri gram
positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun karena Penicillin merupakan jenis
antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah membawa dampak resistansi
bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penicillin tetap digunakan selain
karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.
c. Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya bersifat
bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat sintesis dinding sel.
Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan
untuk bakteri Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polymixin B digunakan
untuk bakteri gram negatif.
d. Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding
peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif
dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin,
sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada
bakteri gram negatif.

2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi


a Quinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara masuk melalui porins dan menyerang DNA girase dan topoisomerase
sehingga dengan demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA.
Quinolone lazim digunakan untuk infeksi traktus urinarius.
b Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan cara
berikatan dengan β-subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi
RNA dan pada akhirnya sintesis protein. Rifampicin umumnya menyerang bakteri
spesies Mycobacterum.
c Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja yang
sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan untuk penyakit
demam tipus.
d Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S dan banyak
digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh dari
golongan Lincosamides adalah Clindamycin.
e Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan berefek
menghambat sintesis DNA.

3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein


a. Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan
bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian
akan menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein.
Peristiwa ini bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat
bersifat bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan
dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi. Macrolide biasanya digunakan untuk
Diphteria, Legionella mycoplasma, dan Haemophilus.
b. Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan
antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat
sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram
negatif.
c. Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit
ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada
ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein. Namun
antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna
dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.
d. Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis
protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella.

4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel


Dibawah dinding sel bakteri adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat
disamakan dengan membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai sifat permeabilitas
selejtif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya subtaansi dari dan kedalam sel, serta
memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi waste products. Selain itu membran sel
juga berkaitan dengan replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang
mengganggu fungsinya akan sangat lethal terhadap sel. Contohnya antara lain Ionimycin dan
Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga
mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel.

5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit


Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif
terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan dihambatnya enzim DHPS ini
menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat merupakan
bentuk aktif asam folat, di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya
dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein. Biasanya Sulfonamide
digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.
a. Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui
penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide.
Trimetophrim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya
dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).
b. Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai purin-
antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya metabolisme bakteri
dengan cara berikatan dengan situs yang berhubungan sintesis glutamin, sehingga
mengganggu pembentukan glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam
protein.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Antibakteri merupakan obat pembasmi bakteri, khusus nya bakteri patogen
yang dapat merugikan manusia. Antibakteri adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan atau dapat membasmi jenis mikroba
lain. Untuk memperoleh senyawa antiakteri perlu dilakukan pengujian aktivitas
antibakteri. Pada uji ini, yang akan diukur adalah respons pertumbuhan populasi
mikroorganisme terhadap agen antimikroba. Untuk menghasilkan senyawa antibakteri
dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode difusi, dilusi agar atau sumuran.

3.2 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki.
Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan
evaluasi untuk kedepannya
DAFTAR PUSTAKA

Bonang G. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan Edisi 16. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
1992.

Brooks GF, Butel JS, Carroll KC, Morse SA. Jawetz, Melnick, & Adelberg's . 2007. Medical
th
Microbiology. 24 Ed. USA : Mc Graw Hill : 224 – 7

Greenwood. 1995. Antibiotic susceptibility (sensitivity) test, antimicrobial and chemotherapy.


USA: Mc Graw Hill Company.

Pelczar, M.J., E.S.Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.

Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Airlangga. Hal 22-42, 188-189.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. 262: 69-271, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai