Dosen pembimbing :
Saiful Bahri, S.Si., M.Si.
Disusun Oleh :
Ashma Choirunnisa 19330135
Kelas A
Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat
aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri
atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan
penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan
peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptic, sterilizer, sanitizer dan sebagainya
(Lutfi 2004).
Mikroba ialah jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan
hidup. Jasad tersebut dapat hidup hamper di semua tempat di permukaan bumi. Mikroba
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang
relative panas, dari ligkungan yang asam hingga basa. Berdasarkan peranannya, mikroba
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikroba menguntungkan dan mikroba
merugikan (Afriyanto 2005).
Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929, yang
secara kebetulan menemukan suatu zat antibakteri yang sangat efektif yaitu penisilin.
Penisilin ini pertama kali dipakai dalam ilmu kedokteran tahun 1939 oleh Chain dan
Florey. antbiotik ialah suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh jasadrenik/hasil sintetis
semi-sintetis yang mempunyai struktur yang sama dan zat ini dapat
merintangi/memusnahkan jasad renik lainnya (Widjajanti, 1996).
Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun
spiril,dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibotik yang hanya
efektif untuk spesies tertentu, disebut antibiotik yang spektrumnya sempit. Penisilin
hanya efektif untuk memberantas terutama jenis kokus, oleh karena itu penisilin
dikatakan mempunyai spektrum yang sempit. Tetrasiclin efektif bagi kokus, basil dan
jenis spiril tertentu. Oleh karena itutetrasiclin dikatakan mempunyai spectrum luas
(Dwidjoseputro, 2003).
Zona bening di sekitar kertas cakram dapat menunjukkan adanya aktivitas antibakteri.
Luas zona bening sangat dipengaruhi oleh adanya antibaktei fraksi tersebut. Apabila
semakin luaas zona bening yang didapat, hal ini menunjukkan bahwa semakin baik
antimikroba yang digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroba yaitu
pH lingkugan, komponen-komponen perbenihan, stabilitas obat, besarnya
inokulumbakteri, masa pengeraman, dan aktivitas metabolik mikroorgnisme (Melnick
2001).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menguji
aktivitas antimikroba, metode difusi dapat dilakukan 3 cara yaitu metode silinder, lubang
dan cakram kertas. Cakram kertas yang mengandung obat tertentu tersebut ditanam pada
media pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba uji. Kemudian
diinkubasi pada suhu tertentu selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya daerah
jernih di sekitar kertas cakram yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba
(Wattimena 1987).
4.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, pada kali ini akan dibahas mengenai percobaan
tentang Uji Aktivitas Anti mikroba. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menguji
aktivitas antimikroba dari bahan-bahan yang diujikan dengan metode difusi. Prinsip dari
percobaan ini adalah penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona
hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar daerah yang mengandung zat
antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas
bakteri terhadap zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter
zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif.
Antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat aktivitas
mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri atas
beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya.
Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat
berupa desinfektan, antiseptic, sterilizer, sanitizer dan sebagainya.
Percobaan Uji Aktivitas Antimikroba ini menggunakan media PCA (Plate Count
Agar). Plate Count Agar, juga disebut Metode Standar Agar, adalah media pertumbuhan
mikrobiologis yang biasa digunakan untuk menilai atau memantau pertumbuhan bakteri
"total" atau yang layak dari sampel. PCA bukan media selektif. Komposisi agar jumlah
plat dapat bervariasi, tetapi biasanya mengandung: 0,5% pepton.
Pada Tabel 1, percobaan dengan menggunakan antimikroba desinfektan semua
sampel antimikroba membentuk zona hambat kecuali akuadest sebagai kontrol negatif.
Didapatkan hasil Diameter daya hambat desinfektan menggunakan bakteri E.coli dan S.
Aureus. bahwa zona hambat yang tertinggi pada E. coli dan S. aureus yaitu pada fenol.
Hasil percobaan menggunakan bakteri E. coli didapatkan hasil rata-rata diameter zona
hambat dari wipol 21,635 mm, Posrtex 25,645 mm dan Fenol 30,38 mm. Hal ini berarti
efektivitas Fenol lebih tinggi dalam mengahambat bertumbuhan bakteri karena
memeiliki rata-rata diameter zona hambat lebih besar dari pada potex ataupun wipol.
Sedangkan untuk bakteri S. aureus didapatkan hasil rata-rata diameter zona hambat dari
Wipol 17,48 mm, Porstex 20,222 mm dan Fenol 30,195 mm sama seperti pada bakteri E.
coli bahwa Fenol memiliki efektivitas lebih tinggi dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dari pada Porstex ataupun Wipol.
Fenol merupakan golongan desinfektan. Sifat serta mekanisme dari desinfektan pada
fenol bakteriostatik yaitu menghambat metabolism bakteri dengan cara merusak
membrane sitoplasma dan mendenuterasi sel. Senyawa turnuan fenol berinteraksi dengan
sel bakteri melalui proses adsorbs dengan melibatkan ikatan hydrgogen. Mekanisme
kerja sangat luas, dapat merusak dinding sel dan membrane sel, mengkoagulasi protein,
merusak ATPase, merusak sulfohidril dari protein, dan merusak DNA sehingga efektif
membunuh bakteri.
Pada Tabel 2 bahwa zona hamabt antiseptic yang tertinggi yaitu pada Dettol. Hasil
percobaan menggunakan bakteri E. coli didapatkan hasil rata-rata diameter zona hambat
dari Lifebouy 17,525 mm, Antis 18,147 mm dan Dettol 22,33 mm. Hal ini berarti
efektivitas Dettol lebih tinggi dalam mengahambat pertumbuhan bakteri karena memiliki
rata-rata diameter zona hambat lebih besar dari pada antis ataupun lifebuoy. Sedangkan
untuk bakteri S. aureus didapatkan hasil rata-rata diameter zona hambat dari Lifebouy
15, 345 mm, Antis 16,197 mm dan Dettol 20,44 mm sama seperti pada bakteri E. coli
bahwa Dettol memiliki efektivitas lebih tinggi dalam mengahambat pertumbuhan bakteri
dari pada Antis atau pun Lifebouy.
Karena Dettol memiliki zona hambat paling besar terhadap bakteri E. coli dan S.
aureus dibandingkan dengan lifebuoy dan antis konsentrasi yang lebih kecil. Maka sabun
mandi cair Dettol lebih baik dalam hal menghamabat atau membunuh bakteri. Dettol
memiliki aktivitas antibakteri yang kebih besar. Dettol mwngandung zat aktif
chloroxylenol yaitu zat yang dapat menyebabkan kerusakanpada dinding sel bakteri dan
menyebabkan inaktivasi dari kerja enzim pada lifebuoy dan antis yang bersifat
antibakteri yaitu troclosan dapat memasuki didnding sel bakteri dan mengganggu sintesis
RNA dan protein bakteri namun lebih sering bersifat bakteriostatik karna konsentrasi
yang digunakan rendah.
Status sensitivitas antibiotik dapat dilihat pada pedoman CLSI (Clinical Laboratory
Standard International). Status sensitivitas bakteri: sensitive, intermediate, resisten.
Pada praktikum kali ini, yang berjudul “Uji Aktivitas Antimikroba” menggunakan
bakteri E. coli dan S. aureus. E. coli merupakan bakteri batang gram negative, falkutatif
anaerob, dan merupakan anggota Enterobacteriaea. Bakteri gram negative tidak tahan
terhadap alcohol. Dan S. aureus merupakan bakteri gram poditif, dinding sel
mengandung dua komponen utama, prptidoglikan dan asam-asam terikoat, tumbuh baik
pada suhi 37 derajat celcius Ph 7,4. Pada pecobaan ini digunakan aquadest sebagai
contoh negative.
Bakteri gram positif dan negative memiliki perbedaan. Bakteri gram positif dan
negative memiliki dinding sel yang berbeda susunan kimianya. Dinding sel bakteri gram
negative lebih rumit sususnannya dari bakteri garm positif. Dinding sel bakteri gram
positif hanya terususun dari suatu lapisan saja yaitu lapisan peptidoglikan yang relative
tebal. Sedangkan dinding sel bakteri gram negative memiliki dua lapisan dingding sel
bakteri yaitu lapisan luar tersusun dari polisakarida an proterin, lapisan dalam tersusun
peptidoglikan tetapi lebih tipis dari pada lapisan peptidoglikan bakteri gram positif.
Pada Tabel 3 bahwa zona hambat antibiotic pada bakteri E. coli dan S. aureus hasil
tertingginya berbeda atau tidak sama pada table sebelumnya. Untuk bakteri E. coli zona
hambat tertinggi yaitu pada antibiotic penisin, Bakteri E. coli menghasilkan ESLB.
ESLB terhadap antibiotic menunjukkan sifat resisten, dan ESLB menyebabkan resistensu
terhadap golongan penisilin. Hasil percobaan menggunakan bakteri E. coli didapatkan
rata-rata diameter Ciprofloxacin 20,42 mm berarti status sensitifitasnya yaitu
Indermediate untuk rata-rat diameter Penicilin G 22,287 mm berarti statius
sensitifitsdnys yaitu resisten. Sedangkan untuk rata-rata diameter Tetracyline 23,342 mm
berarti status sensitifitasnya yaitu resisten. Hal ini berarti antibiotic yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli adalah Cprofloxacin. Pada bakteri S. aureu
rata-rata diamteri Cprofloxacin 22,3 mm, statusnya sensitifitasnya yaitu Indermeidate
rata-rata diameter Penicilin G 18,252 mm berate statusnya yaitu resisten. Sedangkan
untuk rata-rata diameter Tetracycline 20,275 mm berarti status sensitifitasnya yaitu
Indermediate.
Mekanisme kerja penisilin yaitu mengganggu sintesis peptidoglikan didinding sel
bakteri, pada saat pembentukan peptidoglikan yang terjadi pada bakteri dicegah oleh
penisilin dengan cara menghambat tranpeptidase enzim, dengan kata lain B-aktam akan
terikat pada enzim transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan
bakteri sehingga nantinya menyebabkan cacat dinding sel ada bakteri. Kemudian terjadi
pengambilan kelebihan air dan melemahkan dinding sel bakteri ketika sel bakteri
menambah sehingga menyebabkan mereka pecah (lisis sel) dan akhirnya bakteri tersebu
mati. Enzim transpeptidase yang diperlukan untuk pembentukan dinding sel baru
diblokir oleh penisilin sehingga pembentukan diinding sel tidak sempurna sehingga
dengan bakteri mati. Pada bakteri S. aureu zona hambat tertinggi yaitu Ciprofloxacin,
karna ciprofloxacin mampu mengahambat replikasi DNA dengan cara berikatan pada
enzim gyrase DNA. Ciprofloxacin yang merupakan golongan flurokuinon mnyekat
sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) dan
topoisomerase IV bakteri, inkubasi DNA gyrase mencegah relaksasi DNA supercoiled
positif yang diperlukan untuk transskipsi dan replikasi normal. Inkubasi topoisomerase
IV mengganggu pemisahan kromosom DNA pasca replikasi kedalam masing-masing sel
anak salama pembelahan sel.
BAB V
KESIMPULAN