Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI DASAR

UJI SENSITIFITAS ANTIBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN


BAKTERI

Dosen Pengampu:

Pangeran Andareas, M.Si


Maroloan Aruan, M.Si.

Oleh:

Kelompok 1

Nama NIM Pembagian Tugas


Kiren Manubulu 01091220005 BAB II & III
Icha Paulina Simbolon 01091220014 BAB I
Restu Kristian Zega 01091220020 BAB IV
Rut Yemima Simanjuntak 01091220021 BAB II

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

TANGERANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode untuk menilai sejauh mana bakteri rentan terhadap agen antibakteri
dan untuk mengidentifikasi senyawa murni dengan aktivitas antibakteri adalah uji
sensitivitas bakteri. Uji sensitivitas bakteri adalah teknik untuk mengidentifikasi
dan memperoleh bahan alami yang berpotensi berfungsi sebagai komponen
antibakteri dan memiliki kapasitas untuk menghentikan pertumbuhan bakteri atau
membunuhnya pada konsentrasi rendah. Menurut seorang ilmuwan Prancis,
menentukan sensitivitas bakteri sering dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar metode Kirby-Bauer. Prinsip metode ini adalah untuk mencegah
mikroba tumbuh, yaitu, cakram kertas yang mengandung zat antibakteri akan
tampak memiliki batas yang jelas di sekelilingnya yang merupakan zona
penghambatan. Ukuran area di mana pertumbuhan bakteri dihambat, memberikan
informasi mengenai seberapa peka bakteri terhadap zat antibakteri. Selain itu,
dikatakan bahwa bakteri lebih sensitif jika semakin luas diameter zona hambat yang
terbentuk.

Sensitivitas adalah keadaan dimana bakteri yang sangat rentan terhadap


antibiotik, atau antibiotik dapat menjadi sensitif namun tetap efektif dalam
menghambat bakteri. Uji sensitivitas antimikroba memungkinkannya untuk
menunjukkan keadaan ideal untuk efek penghambatan mikroba.

Intermediet adalah suatu transisi dari keadaan sensitif ke keadaan resisten,


tetapi tidak sampai pada keadaan resisten seutuhnya. Sementara sensitivitas atau
kekebalan terhadap antibiotik adalah tanda-tanda bahwa bakteri sudah rentan.

Ketahanan mikroorganisme terhadap antimikroba atau antibiotik tertentu


dikenal sebagai resisten. Mikroorganisme dapat resisten terhadap obat antimikroba
karena mekanisme genetik atau non-genetik, resistensi alami, resistensi akibat
mutasi spontan (resistensi kromonal), dan resistensi akibat transfer gen resisten
(resistensi ekstraseluler).
Penyalahgunaan antibiotik, termasuk dosis yang tidak mencukupi,
penggunaan yang tidak teratur, dan pengobatan jangka pendek, merupakan
penyebab resistensi mikroorganisme. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik perlu
diperhatikan untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan resistensi.

Zat antibakteri atau antimikroba dapat mencegah bakteri berkembang di


zona yang dikenal sebagai zona hambat. Antibiotik digunakan untuk menghentikan
pertumbuhan mikroorganisme di zona hambat pada media agar.

Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme


dalam jumlah yang relatif sedikit atau banyak yang secara khusus dirancang untuk
merusak atau membunuh mikroorganisme lain. Antibiotik memiliki nilai ekonomi
yang tinggi, khususnya di bidang kesehatan, sebagai akibat dari penggunaannya
dalam mengobati berbagai macam penyakit infeksi. Karena banyaknya kuman yang
telah mengalami resistensi terhadap antibiotik yang ada, maka penemuan antibiotik
baru sangat dibutuhkan dalam bidang kedokteran. Penelitian eksplorasi untuk
menemukan isolat bakteri yang dapat menghasilkan antibiotik dalam situasi ini
perlu dilakukan. Banyak mikroorganisme, termasuk ganggang, lumut, tumbuhan
tingkat tinggi, hewan tingkat rendah, dan spesies vertebrata, menghasilkan
antibiotik.

1.2 Tujuan Praktikum

a) Mahasiswa dapat memahami, melakukan dan menguasai teknik pengujian


kepekaan bakteri terhadap antibiotik menggunakan metode difusi cakram
(kirby-bauer) dan mikrodilusi.
b) Mahasiswa dapat menentukan nilai zona hambat dan minimum inhibitory
concentration (MIC).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Antibiotik adalah zat-zat yang dibentuk dengan mikroorganisme yang bisa


menghambat atau pun dapat membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain,
pengertiaan ini perlu di pertegas dan diperluaskan karena zat-zat yang ada memiliki
sifat antibiotic yang juga dapat dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi.
Selain itu berdasarkan antibiotika alam juga dapat dibuat antibiotika yang baru
secara sintesis parsial yang Sebagiannya memiliki sifat yang lebih baik. Sejak
pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming hingga saat ini antibiotic yang
beliau temukan hanya Sebagian keil yang bisa digunakan untuk maksud terapeutik.
Karena yang berguna hanyalah antibiotika yang memiliki kadar hambatan
minimum (KHM) in vitro yang lebih kecil dari kadar zat yang terdapat di dalam
tubuh dan tidak toksik (Mutschler, 1991:634).

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan untuk memebuhi idel ari antibiotika adalah:

• Memiliki kemampuan untuk dapat mematikan atau menghambatnya


pertumbuhan mikroorganisme yang cukup luas (broad spectrum antibiotic)
• Tidak terjadi adanya resistensi pada mikroorganisme pathogen.
• Selanjutnya tidak boleh menimbulkan efek samping yang buruk pada host,
contohnya terjadinya alergi, kerusakan syaraf, dan iritasi lambung.
• Tidak dapat mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host.

Ada penggolongan antibiotika berdasarkan spektum aktivitasnya yang dapat


dibagi menjadi beberapa golongan, salah satu nya adalah antibiotika dengan
spektum luas yang dimana pada antibiotika ini digunakan dalam praktikum kali ini.
Antibiotika ini sangat efektif baik terhadap bakteri gram positif ataupun gram
negatif, example: turunan tetrasiklin, turunan aminoglikosida, turunan amfenikol,
turunan mikrolida, turunan ampisilin (ampisilin, amoksilin, bakampisisn,
karbenisilin, dan hetasilin).

Gentamisin adalah prototip dengan golongan aminoglikosida, dimana


aminoglikosida ini adalah sekelompok obat bakterisid yang berasal dai berbagai
spesies Streptomyces yang mempunyai sifat kimiawi, antimikroba,farmakologi,
dan juga dengan adanya efek toksin yang sama. Ada beberapa antibiotic yang
masuk ke dalam golongan aminoglikosida selain gentamisin yaitu streptomisin,
neomisin, kanamisin, amikasin, tobramisin, sisomisin, dll. Akan tetapi pada saat ini
yang paling sering ditemukan dan digunakan adalah gentamisin dan amikasin
(Katzung dkk, 2009).

Aktifitas yang terjadi pada mekanisme kerja gentamisin adalah bakterisid,


berdasarkan dayanya untuk bisa menembus dinding bakteri dan meningkat diri pada
ribosom (partikel-partikel kecil yang ada di dalam protoplasma sel yang kaya akan
RNA, dimana akan terjadi sintesa protein) yang terdapat di dalam sel. Proses
translasi dari RNA dan DNA terganggu sehingga biosentasa protein akan kacau,
dan untuk dapat menembus dinding bakteri hingga mencapai ribosom,
aminoglikosida yang memiliki muatan kation positif yang akan berikatan secara
pasif dengan membrane luar dari dinding kuman gram negative yang mengandung
muatan negative (Radigan dkk, 2009).

Escherichia coli (E.Coli) adalah bakteri yang dapat hidup di usus manusia dan
hewan, biasanya bakteri ini tidak berbahaya dan bakteri ini adalah bagian penting
dalam saluran usus manusia yang sehat, akan tetapi ada beberapa e.coli yang
memiliki sifat pathogen yang dimana dapat menyebabkan terjadinya penyakit
seperti diare atau penyakit usus lainnya. Ada beberapa jenis e.coli yang bisa
menyebabkan diare dan dapat dikeluarkan melaui air atau makanan yang
terkontaminasi dan juga dapat karena adanya kontak dengan hewan atau orang (
CDC, 2014).

Infeksi e.coli ini dapat disebabkan oleh makanan dan air yang sudah
terkontaminasi dan juga dapat disebabkan dengan adanya kontak langsung dengan
seseorang yang sakit atau dengan hewan yang membawa bakteri, dan juga infeksi
ini dapat terjadi karena mengonsumsi daging sapi yang tidak dimaskan dengan baik,
buah-buahan yang mentah, dan juga dapat disebabkan oleh sayuran yang mentah,
maka dari itu kebersihan dan persiapan yang baik untuk menghindangkan makanan
adalah salah satu untuk dapat mencegah penyebaran e. coli. E.coli adalah bakteri
yang dapat menyebar dengan cepat dari orang ke orang (Public health agency of
Canada, 2014).

Ada beberapa penelitian yang dilakukan telah menunjukan dimana adanya


resistensi antibiotika dari 12 jenis bakteri contohnya Enterobacteriacease yang
memiliki resisten carbaoenem. Lalu staphylococcus aureus resisten terhadap
methiciline. Dan pemelitian lainnya dapat menunjukan ternyata bakteri e.coli
resisten terhadap ceftriaxone, levofloxacin, doxycycline dan pada ceftriaxacin
(Ariyani dan sari, 2018).
BAB III
METODE
3.1 Alat dan Bahan
No Alat dan bahan Jumlah
1. LAF 1
2. Cawan petri 2
3. Mikropipet 1
4. Beaker glas 1
5. Labu ukur 1
6. Spiritus 1
7. Tabung reaksi 2
8. Pipet tetes 1
9. Spatula 1
10. Mikroplat 96 well 1
11. Pingset 1
12. Hot plate 1
13. Autoclave 1
14. Inkubator 1
15. Timbangan analitik 1
16. MC Farland 0,5 1
17. Tip Secukupnya
18. Kertas cakram Secukupnya
19. Etanol 70% Secukupnya
20. Antibiotik Secukupnya
21. Bakteri S.Aureus Secukupnya
22. Bakteri E.Coli Secukupnya
23. Bakteri B.Subtilis Secukupnya
24. Aquades Secukupnya
25. Media MHA Secukupnya
26. Kertas pembungkus Secukupnya
27. Wrap Secukupnya
28. Aluminium foil Secukupnya
3.2 Cara kerja
3.2.1 Pembuatan media

Siapkan alat dan Ambil media MHA Larutkan media


bahan yang akan dan timbang pada pada aquades
digunakan timbangan analitik sebanyak 100 ml

setelah dilarutkan,
Setelah distrilisasi,
media tersebut Tunggu media
tuang media pada
distrerilkan pada hingga mengeras
cawan petri yang
autoclave dengan dan lakukan
sudah disterilisasi
suhu 121oC selama penujian
dengan aseptik
20 menit

3.2.2 Uji anti bakteri

Ambil suspensi Lakukan teknik


Siapkan alat dan
bakteri sebanyak spread diatas
bahan yang akan
50µl dengan permukaan media
digunakan untuk
menggunakan hingga rata dengan
pengujian
mikropipet aseptik

Tambahkan
antibiotik yang setelah itu
Ambil 4 kertas
sudah diencerkan masukkan kertas
cakram dan
pada 3 kertas cakram ke dalam
masukkan ke dalam
cakram dan akuades media yang sudah
cawan petri kosong
pada 1 kertas ditandai
cakram

Ukur diamter dari


Inkubasi selama 24
Beri label pada tiap-tiap perlakuan
jam dengan suhu
masing-masing tersebut dan hitung
37oC, setelah itu
perlakuan dan wrap menggunakan
lakukan pengamatan
rumus
3.2.3 Uji dengan metode difusi

Kolom kedua
Pada kolom pertama
digunakan sebagai
Siapkan alat dan mikroplate
kontrol negatif dan
yang akan digunakan sebagai
diisi dengan 100µl
digunakan kontrol dan diisi
MHB dan 100µl
dengan MHB 200µl
bakteri

Kemudian
pindahkan P1 pada Pengenceran
Kemudian pada P1
P2 sebanyak 100µl, dilakukan hingga
ditambah 100µl
kemudian P3 akhir dan pada uji
MHB dan 100µl
ditambahkan 50µl tersebut dilakukan
antibiotik
MHB dan 50µl pada LAF
antibiotik

Setelah dilakukan, Setelah itu hasil dari


maka hasil tersebut pengenceran
diinkubasi selama tersebut dilihat
24 jam dengan suhu tingkat
37oC kekeruhannya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Perlakuan Hasil Keterangan


Inkubasi
Terbentuknya zona
bening pada
antibiotic 1: 8,5 mm
antibiotic 2 : 6,5 mm
Setelah antibiotic 3 : 25 mm
inkubasi Dan pada Aquadest tidak
terjadi zona bening.

Diameter kertas
discakaram adalah 6 mm

Setelah KM : tidak keruh


inkubasi KN : Keruh (+++)
P1 – P7 : Tidak Keruh
P8 – P9 : sedikit Keruh
P10 : Keruh (++)
B. PEMBAHASAN
a) Difusi Cakram
Setelah masa inkubasi 24 jam, diperoleh hasil uji sensitivitas metode difusi
cakram, dan zona hambat diukur menggunakan jangka sorong. Tabel CLSI
digunakan untuk menganalisis temuan pengukuran.
Luas zona benang pada
• Antibiotic 1 : diameter zona bening yang muncul – diameter discakram adalah
8,5mm -6 mm : 2 mm ( kurang sensitive)
• Antibiotic 2 : diameter zona bening yang muncul – diameter discakram adalah
6,5 mm – 6 mm : 0,5 mm ( kurang sensitive)
• Antibiotic 3 : diameter zona bening yang muncul – diameter discakram adalah
25 mm – 6 mm 19 mm ( sangat sensitive)
Antibiotik adalah bahan kimia yang dibuat oleh bakteri dan jamur yang
memiliki kemampuan untuk membunuh atau menghentikan pertumbuhan kuman
sementara sebagian besar tidak beracun bagi manusia. Golongan ini juga termasuk
bahan kimia sintetis yang memiliki aktivitas antibakteri serta turunan semisintetik
dari bahan tersebut (Tjay & Rahardja, 2007).
Sensitivitas adalah kualitas atau keadaan peka, sering digunakan untuk
menggambarkan penerimaan ekstrim terhadap rangsangan atau kemampuan untuk
bereaksi dengan cepat dan tajam. Menjadi sensitif adalah kapasitas untuk
menerima atau menanggapi rangsangan; itu sering digunakan untuk
melakukannya dengan cepat atau intens.
Gambar 1. MIC bakteri E. coli
Selain itu, berbeda dengan pendekatan kualitatif, nilai MIC memungkinkan
evaluasi tingkat sensitivitas atau resistensi antibiotik. Meskipun manfaat
epidemiologis dan terapeutik dari informasi tentang tingkat kerentanan adalah
signifikan, informasi tersebut harus dibaca dengan hati-hati. Perbandingan
langsung dari nilai MIC yang diperoleh untuk berbagai obat, yang sayangnya
kadang-kadang dilakukan, tidak dapat digunakan untuk menentukan perbedaan
derajat sensitivitas strain terhadap antibiotik. Penafsiran seperti itu menghasilkan
anggapan yang salah bahwa strain dengan MIC terendah juga yang paling rentan
terhadap antibiotik.
Resistensi antibiotik terjadi ketika antibiotik konvensional kehilangan
efektivitasnya atau menjadi tidak berguna melawan jenis bakteri tertentu. Temuan
tes antibiotik ini di tabel hasil menunjukkan tidak ada hasil yang sensitif terhadap
resistensi. Penyakit yang tadinya mudah diobati bisa menjadi parah, bahkan fatal,
karena resistensi antibiotik. Lebar zona hambat pada difusi agar uji sensitivitas
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kombinasi pasangan antibiotik-bakteri,
teknik yang diterima, dan susunan media. NCCLS2 telah mempertimbangkan
evaluasi batch agar Mueller-Hinton (MHA) serta pengembangannya dan
penggunaannya sebagai media referensi dalam percobaan difusi agar.
Kemungkinan strain yang MIC-nya akan di bawah ECOFF dan, dengan
demikian, tidak akan menimbulkan subpopulasi yang resistan terhadap obat,
mencegah peningkatan bahaya kelangsungan hidup bakteri selama pengobatan,
meningkat karena kerentanan terhadap antibiotik meningkat. Selain itu, kerentanan
strain yang tinggi membuatnya lebih mungkin bahwa, bahkan pada individu dengan
perubahan parameter farmakokinetik yang cukup besar, konsentrasi antibiotik
terapeutik dapat dicapai dan patogen dapat diberantas secara efektif dengan
menggunakan dosis normal.
Anggota keluarga antibiotik makrolida, eritromisin dapat bersifat
bakteriostatik atau bakteriosidal, bergantung pada jenis bakteri dan konsentrasi
darahnya. Eritromisin bekerja dengan mengikat secara reversibel ke subunit
ribosom & 0S untuk mencegah bakteri mensintesis protein. Ini efektif melawan
berbagai bakteri Gram-positif, termasuk staphylococcus aureus, streptococcus
pyogenes, dan streptococcus pneumoniae. tanpa efektivitas apapun terhadap virus,
ragi, atau bakteri gram negative (Katzung et al., 2014).
Metode difusi cakram kertas adalah salah satu teknik tradisional yang
digunakan untuk menilai sensitivitas bakteri, menurut Singleton (2006). Teknik ini
mengevaluasi sensitivitas mikroorganisme secara kualitatif. Metode paper disc,
menurut Cappucino dan Sherman (1983), merupakan metode yang sering
digunakan untuk menilai aktivitas antimikroba suatu antibiotik terhadap bakteri
patogen penyebab penyakit. Teknik Kirby-Bauer adalah nama yang diberikan untuk
pendekatan ini. Dalam teknik ini, inokulum bakteri didistribusikan secara merata
ke seluruh permukaan agar. Di atas agar, cakram kertas yang berisi antibiotik
dimasukkan, dan diberi waktu untuk berdifusi ke media sekitarnya. Temuan
mengungkapkan daerah di mana obat-obatan yang paling efektif mencegah
pertumbuhan bakteri. Jumlah kepekaan bakteri terhadap antibiotik, seberapa cepat
ia berdifusi, dan seberapa cepat bakteri berkembang biak menentukan ukuran zona
bersih. Zona hambat cakram antibiotik metode difusi dan MIC berkorelasi terbalik;
semakin besar zona hambat, semakin rendah konsentrasi hambat MIC minimal.
Aksi antibiotik dalam menekan pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan adanya
zona hambat pada medium.
Baik teknik Kirby-Bauer maupun kertas cakram memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari metode ini meliputi kesederhanaannya, kurangnya
persyaratan peralatan khusus, dan keterjangkauan, sedangkan kekurangannya
terkait dengan bagaimana kondisi inkubasi, inokulum, predifusi, preinkubasi, dan
ketebalan medium mempengaruhi ukuran zona bening yang terbentuk. Temuan
metode kertas cakram agak menantang untuk dipahami jika keempat kondisi ini
tidak terpenuhi. Selain itu, bakteri yang tumbuh lambat dan mikroorganisme yang
bersifat anaerob obligat tidak dapat dideteksi dengan menggunakan pendekatan
cakram kertas (Hastowo, 1992).

b) Mikro Dilusi
Hasil uji MBC paling dapat direproduksi ketika seluruh volume 100
mikroliter diambil dari mikrodilusi komersial sumur setelah pengadukan dan isi
setiap sumur disebarkan di atas pelat. Berdasarkan hasil pemeriksaan bakteri di atas,
terjadi pencemaran KM karena adanya kekeruhan yang setara dengan KN.
Kombinasi pekerja methicillin dan cephalothin digunakan untuk menentukan
MAKRO MBC dengan inokula fase pertumbuhan dan stasioner dari lima strain S.
aureus. Meskipun uji tiga kali lagi gagal untuk menyetujui dengan baik, fase
pertumbuhan inokula dan fase stasioner tidak berbeda satu sama lain.
Perbandingan subkultur MBC MACRO dan MBC MICRO 0,01 ml. Dengan
metode MACRO, terlihat rasio MBC:MIC yang jauh lebih tinggi. Methicillin,
cephalothin, gentamicin, dan vancomycin diperiksa menggunakan MBC
konvensional (subkultur 10-ul loop), yang diuji terhadap teknologi MICRO MBC
yang paling sebanding (10-l subkultur pipet semi-otomatis). Klindamisin
menunjukkan rasio MBC:MIC yang tinggi dengan kedua teknik meskipun tidak
diantisipasi sebagai antibiotik bakterisidal.
Konsentrasi 1000 g/ml dicapai pada sumur kolom keempat dengan
menambahkan 100 l stok ekstrak uji dengan konsentrasi 2000 g/ml. Setelah
campuran mencapai homogenitas, pindahkan 100 l dari sumur kolom keempat ke
sumur kelima untuk mendapatkan konsentrasi 500 g/ml. Untuk mencapai
konsentrasi 250 g/ml, 100 l campuran homogen dipindahkan dari sumur kolom
kelima dan dipindahkan ke sumur keenam. Untuk mencapai konsentrasi 125 g/ml,
100 l campuran homogen dikeluarkan dari sumur kolom keenam dan dipindahkan
ke sumur ketujuh. Setelah campuran homogen, 100 μl diambil dari sumur kolom
keenam kemudian dipindahkan ke sumur ketujuh untuk mendapatkan konsentrasi
125mg/ml. Setelah campuran homogen, 100 μl diambil dari sumur kolom ketujuh
dan kemudian dipindahkan ke sumur kedelapan untuk mendapatkan konsentrasi
62,5 µg/ml. Setelah campuran homogen, diambil 100 µl dari sumur kedelapan dan
kemudian dipindahkan ke sumur kesembilan untuk memperoleh konsentrasi 31,25
µg/ml. setelah campuran homogen, diambil 100 µl dari sumur kesembilan
kemudian dipindahkan ke sumur kesepuluh sehingga diperoleh konsentrasi 15,63
µg/ml. Untuk mencapai konsentrasi 7,81 g/ml, 100 l campuran homogen
dikumpulkan dari sumur kolom kesepuluh dan kemudian dipindahkan ke sumur
kesebelas. Setelah campuran homogen, 100 l dari sumur kesebelas dikumpulkan
dan dipindahkan ke sumur kedua belas untuk mencapai konsentrasi 3,90 g/ml. Sisa
100 l larutan dalam kolom kemudian dibuang. Sumur uji kemudian diisi dengan
100 l suspensi bakteri uji pada setiap kesempatan.
Prosedur difusi dan pengenceran, yang keduanya digunakan untuk
menentukan aktivitas antibakteri, masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Metode pengenceran memiliki manfaat untuk menilai secara
kuantitatif tingkat resistensi; Namun, itu juga memiliki kelemahan karena
menantang untuk digunakan. Kelemahan dari metode difusi adalah tidak dapat
diketahui secara pasti daya hambat bakterisidal atau bakteriostatik karena banyak
faktor yang mempengaruhi, seperti ketebalan media, inokulum, media, dan laju
difusi bahan antibakteri Namun, metode difusi memiliki keunggulan karena
prosesnya sederhana dan membutuhkan sedikit waktu (Haryati, 2017)
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dari pengujian tersebut mengenai uji


sensitivitas bakteri terhadap antibiotik, kami dapat menyimpulkan bahwa, kami
dapat mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian tersebut, serta
dapat mengetahui prosedur kerja dan teknik dari pengujian untuk dapat dilakukan.
Dari pengujian tersebut kami juga dapat mengetahui hasil yang didapatkan
berdasarkan bakteri E.Coli yang kami gunakan sehingga kami dapat mengetahui
resisten dari perlakuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, N., & Sari, R. A. (2018). Doxycycline and Ciprofloxacin Resistance in


Escherichia coli Isolated from Layer Feces. Doctoral dissertation.
Universitas Airlangga

Bibiana W, L. 1994. Analisa Mikroba Di Laboratorium. PT.Raja Grafindo Persada.


Jakarta

Djide M, Natsir. (2008). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Hasanuddin.


Makassar.

Dwyana, Z. 2006. Mikrobiologi Farmasi. Fakultas MIPA UNHAS. Makassar.

Jawetz, E., Melnick, J. L., and Adelberg, E. A. 2000. Mikrobiologi Kedokteran,


Buku 1 & Buku 2, Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran. Universitas
Airlangga, Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Public health agency of Canada. 2014. E. coli (online) diakses dari


http://www.phacaspc.gc.ca/fs-sa/fs-fi/ecoli-eng.php pada 6 Nopember 2014

Suwandi, U. (2003). Perkembangan Antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No.83.


Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, Jakarta.

Sholeh, M. A. (2018). Kuantitas Penggunaan Antibiotik dan Pola Resistensi


Escherichia coli Flora Normal Usus di Ruang Rawat Intensif dan Ruang
Rawat Tropik Infeksi di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Doctoral
dissertation. Universitas Airlangga.

Waluyo, Lud. (2008). Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang.
UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai