Hidung
Eksternal
= dibentuk oleh tulang dan tulang rawan hyalin, ditutupi oleh
otot, kulit dan membran mukosa.
= tulangnya dibagi menjadi : frontal
nasal
maxillar
= tulang rawan dibagi menjadi : septal cartilage
lateral nasal cartilages
alar cartilages
Hidung
Hidung
• Lubang hidung disebut sebagai external nares/ nostril.
• Lebih ke dalam dari hidung mempunyai fungsi :
1. Menghangatkan, melembabkan dan menyaring
udara yang masuk
2. Mendeteksi stimulus penciuman / olfactory
3. Membantu fungsi bicara
• Lubang hidung bagian dalam = Internal Nares =
Choanae
• Duktus dari sinus paranasal (frontal, sphenoidal, dan
ethmoid)& duktus nasolakrimal juga membuka ke
choanae.
• Dinding dasar dari choanae → palatum durum
Trakea
* Letaknya : anterior esophagus
* Bagian/lapisannya : mukosa
sub mukosa
cartilage hyaline
jaringan penyokong areolar
* Tulang rawan hyaline → membentuk huruf C
- C menghadap ke esophagus karena fungsi
esophagus pada waktu menelan
- C mencegah trakea kolaps pada waktu
inspirasi
• Pada waktu trakea bercabang → terdapat bagian yang
disebut karina yangsensitif
( mudah menimbulkan refleks batuk )
Trakea
Trakea
• Trakea sampai bronkiolus terminalis hanya berfungsi
sebagai saluran untuk jalan udara.
• Pada bronchiolus respiratorius sudah mulai terdapat
beberapa alveoli, sehingga sebagian dapat berfungsi
untuk pertukaran gas.
Bronkus
* Pada vertebra thoracal ke 5 trakea bercabang menjadi 2
cabang utama yaitu :
• Bronkus primer kanan
• Bronkus primer kiri
* Bronkus mempunyai cincin kartilago incomplete
* Bronkial tree : Bronkus primer → bronkus sekunder ( kanan
3 lobus, kiri 2 lobus ) → bronkus tersier→ bronchiolus→
bronchiolus terminalis → bronchiolus respiratori → duktus
alveoli → alveolus
Bronchial tree
Paru-paru
* Sepasang, terletak di mediastinum, terpisah satu dengan
yang lain.
Paru-paru terletak di rongga toraks dan dibatasi di bagian
bawah oleh diafragma.
* Bila salah satu paru-paru kolaps, paru-paru yang lain akan
tetap mengembang.
* Membran yang melapisi dan melindungi paru-paru disebut
membran pleural.
Lapisan yang melapisi dinding toraks disebut pleura
parietalis
Lapisan yang melapisi paru-paru disebut pleura visceralis
• Diantaranya disebut kavum pleural ( intrapleural )
mengandung cairan yang berguna sebagai pelumas
VENTILASI PARU-PARU
I. Inspirasi = inhalasi
• Hukum Boyle :
Tekanan gas di dalam ruangan tertutup berbanding
terbalik dengan volumenya (pada temperatur)
konstan adalah tetap
P1V1 = P2V2
VENTILASI PARU-PARU
* Otot-otot pernafasan :
• Normal : 1. Diafragma (75 %) atau n. Phrenicus (C3-C5) → vertikal
2. m. Intercostal eksterna (n. intercostalis)→ costae &
sternum ↑
• Tambahan : m. sternokleidomastoideus, m. levator scapulae
• m. seratus ant-post, sup.
• m. skalenus, m. erektus kolumna spinalis
• m. pektoralis minor
• Pada pernapasan normal, tekanan di antara lapisan pleura
( tekanan intrapleural/ intratorakal ) selalu subatmosfir
( < tekanan atmosfir )
Sebelum inspirasi, tekanannya adalah kurang dari 4mmHg dari
tekanan atmosfir ( 756 mmHg )
* Selama inspirasi, tekanannya adalah 754 mmHg
VENTILASI PARU-PARU
II. Ekspirasi = ekshalasi
* Proses pasif ( bukan kontraksi otot )→ recoil paru dan dinding toraks
* Paru-paru tidak bisa kolaps karena :
- Adanya tegangan permukaan cairan pelapis alveolus ( butuh
surfaktan )
- Serat elastin yang menegang pada saat inspirasi ( seperti per )
* Toraks mengembang karena elastisitas otot, tendon dan
jaringan ikat
Emfisema ( elastisitas paru )→ toraks mengembang ( barrel chest )
* Otot-otot tambahan yang berpengaruh pada ekspirasi :
- m. rektus abdominis ( utama )→ menekan isi abdomen ke
diafragma, costa, dan sternum
- m. interkostal eksterna → costa
Inervasi otot-otot inspirasi tambahan & ekspirasi : segmen torak
dan lumbal
VENTILASI PULMONAL DAN VENTILASI ALVEOLAR
• Ventilasi Pulmonal : jumlah udara yang keluar dan masuk paru dalam
waktu 1 menit
• Ventilasi pulmonal (ml/min) =
isi alun napas (ml/napas) x frekuensi pernapasan (napas/min)
• Pada seseorang yang mempunyai isi alun napas rata-rata 500 ml, dan
frekuensi pernapasan 12x/min, jumlah udara yang keluar dan masuk
paru dalam 1 menit ( ventilasi pulmonal ) adalah 6000 ml.
Namun tidak seluruh udara ini akan mengalami pertukaran gas, karena
adanya ruang rugi.
Oleh karena itu, lebih penting menetapkan ventilasi alveolar.
• Ventilasi pulmonal dapat ditingkatkan dengan menaikkan isi alun
napas atau mempercepat frekuensi pernapasan.
Ventilasi alveolar
• Ventilasi alveolar : jumlah udara yang masuk dan keluar
alveoli dalam waktu 1 menit, yang dapat dihitung dengan
rumus :
• Ventilasi alveolar (ml/min) =
( Vt – Vd )( ml/napas ) x frekuensi pernapasan
(napas/min)
Vt = tidal volume
Vd = dead space = 150 ml
• Pada seseorang dengan tidal volume = 500 ml dan volume
ruang rugi 150 ml dan frekuensi pernapasan 12x/min, maka
ventilasi alveolar adalah :
( 500 ml/napas – 150 ml ) x 12x/min = 4200 ml/min
VENTILASI PULMONAL DAN VENTILASI ALVEOLAR
• Bila kebutuhan ventilasi meningkat ( waktu olah raga ), menaikkan isi
alun napas lebih efektif untuk meningkatkan kebutuhan pertukaran
gas dalam paru, dibandingkan meningkatkan frekuensi pernapasan.
• Berbagai jenis pernapasan akan memberikan berbagai variasi ventilasi
alveolar, walaupun volume napas semenitnya sama besar.
• Dengan demikian, bila diperlukan peningkatan ventilasi tanpa disertai
kebutuhan pertukaran gas yang besar ( pada anjing yang beristirahat
di lingkungan panas ), dilakukan pernapasan cepat dan dangkal.
• Sebaliknya, bila diperlukan pertukaran gas yang besar, secara refleks
terjadi peningkatan isi alun napas ( terutama ) dan frekuensi
pernapasan, agar ventilasi alveolar meningkat.
Ada 3 macam tekanan yang penting dalam proses
ventilasi
1. Tekanan atmosfir ( barometer )
Yaitu tekanan yang terjadi karena berat udara di atmosfir
padaberbagai obyek di permukaan bumi.
Di permukaan laut, besar tekanan atmosfir = 760 mmHg.
Makin jauh dari permukaan laut, tekanan atmosfir akan semakin
rendah.
2. Tekanan intra-alveoler ( intra pulmonal ) : tekanan di dalam alveoli.
Alveoli berhubungan langsung dengan udara luar melalui saluran
udara yang hampis selalu terbuka.
Karena itu, perubahan tekanan intraalveoler yang kecil saja akan
menimbulkan aliran udara ke dalam atau keluar alveoli sampai
tekanannya sama dengan tekanan atmosfir.
Ada 3 macam tekanan yang penting dalam proses
ventilasi
3. Tekanan intrapleura ( intratorakal, Donders ) : tekanan
dalam rongga pleura.
• Pada keadaan istirahat, besar tekanan intrapleura =
756 mmHg (subatmosferik).
• Sehingga tekanan intrapleura dinyatakan sebagai
tekanan negatif (sekitar – 4 mmHg )
• Tekanan intrapleura tidak akan mencapai
keseimbangan dengan tekanan atmosfir atau
tekanan intra alveoler, karena rongga pleura merupakan
rongga tertutup dan tidak mempunyai hubungan
langsung dengan udara luar maupun paru-paru.
TEGANGAN PERMUKAAN ALVEOLI
* Merupakan tegangan yang terjadi karena adanya lapisan
yang tipis di antara cairan alveoli dengan udara dalam
alveoli.
* Seperti gelembung-gelembung yang terjadi karena air
sabun
* Selama bernapas, tegangan permukaan harus diatasi agar
paru-paru dapat mengembang pada inspirasi (
compliance paru )
Tegangan permukaan bersama-sama dengan daya recoil
paru dapat mengurangi besar dari alveoli.
* Untuk mengurangi tegangan permukaan, alveoli
mengandung surfaktan
TEGANGAN PERMUKAAN ALVEOLI
* Surfaktan diproduksi oleh sel epitel alveoli type II dan merupakan gabungan
antara fosfolipid dan lipoprotein ( pd minggu ke 22 & max pada minggu ke
33 – 36 intrauterine )
* Manfaat dari surfaktan :
→ compliance paru ( karena tegangan permukaan
alveolus ) >< paru-paru kaku
→ stabilitas alveolus ( tidak kolaps )→ >< atelektasis (kolaps
alveoli)
Alveoli tetap kering >< terisi transudat ( HMD )
* Bila surfaktan (--)→ tegangan permukaan → alveoli akan
kolaps menyebabkan :
1. Respiratory Distress Synd /Hyaline Membrane Disease (pd
premature)
2. Sirkulasi paru dihambat
3. Oklusi bronkus utama / a. Pulmonalis.
TEGANGAN PERMUKAAN ALVEOLI
* Surfaktan juga dapat berkurang pada :
1. Terapi O2 100 % jangka panjang
2. Perokok
* Faktor lain yang mendukung stabilitas alveoli adalah
ketergantungannya terhadap alveoli sekitarnya
( interdependence ).
Bila salah satu alveolus kolaps, maka ada kecenderungan dari
alveolus itu untuk menarik alveoli sekitarnya ke dalam.
Tetapi karena daya recoil dari alveolus yang berdekatan
dengannya maka alveolus yang akan kolaps tersebut akan
mengalami peregangan ke arah luar sehingga kolaps tidak
terjadi.
COMPLIANCE
* Ukuran daya pengembangan paru & toraks ( liter/H2O → perubahan
volume akibat perubahan tekanan )
* Compliance total adalah gabungan antara compliance paru +
compliance toraks
Bila peningkatan tekanan alveoli yang sedikit → pengembangan paru-
paru yang besar → daya compliancenya tinggi.
• compliance yang tinggi → dinding toraks mudah mengembang
• compliance yang rendah → dinding toraks tidak mudah mengembang
* Balon yang tipis → compliancenya tinggi
* Compliance pada :
1. Paru-paru dengan scar/jar parut, mis TBC
2. Oedema pulmonal
3. Defisiensi surfaktan
4. Paralisis m. Intercostal
JENIS-JENIS PERNAPASAN
• Eupnea : pernapasan dalam keadaan tenang/normal
• Apnea : pernapasan dalam keadaan berhenti sementara
• Dyspnea : pernapasan dengan rasa nyeri
• Orthopnea : gangguan pernapasan dimana pada posisi duduk
lebih enak daripada berbaring.
• Tachypnea : pernapasan yang lebih cepat dari normal
• Costal breathing : pernapasan dada gerakan naik turun dari dada
karena kontraksi dari m. intercostal eksterna
• Diaphragmatic breathing : pernapasan abdominal
gerakan pernapasan yang dilakukan oleh kontraksi dan turunnya
diafragma
Resistansi jalan napas :
Sama seperti aliran darah di pembuluh darah → sesuai
Hk. Poiseuille, aliran udara di jalan napas juga
dipengaruhi oleh hukum ini
V= πPr 4 → V = P → R = 8ηL
8ηL R πr 4
• η = viskositas
• P = pressure/tekanan
• R = resistansi
• r = radius dari pipa
• π = konstanta
• L = panjang dari pipa
Resistansi jalan napas :
* R dipengaruhi oleh :
1. Volume paru
2. Diameter bronchi(olus)
r < asma dimulai dengan → R > → C
3. Densitas & viskositas (η) udara napas
selama menyelam → R
• Pada Os dengan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary
Disease) :
- ada obstruksi (kolaps dari jalan napas)
- R
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
* Semua volume dan kapasitas paru diukur dengan
spirometer kecuali yang berhubungan
dengan volume residual.
* Grafiknya disebut spirogram
* RV & FRC diukur dengan :
• cara “dilution“ (He)/ cara tertutup
• N2 – washout/ cara terbuka
• Body plethysmography
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
1. Tidal Volume (TV) = 500 ml
Volume udara yang masuk dan keluar paru pada saat
pernapasan biasa, pada exercise
2. Inspiratory Reserve Volume (IRV) = volume cadangan
inspirasi = 3000 ml
Volume udara yang masih dapat masuk ke dalam
paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa.
Inspirasi maksimal dihasilkan oleh kontraksi maksimal otot-
otot diafragma, interkostalis eksternus dan otot inspirasi
tambahan.
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
3. Inspiratory Capacity (IC) = kapasitas inspirasi =
3500 ml
( IC = ERV + RV )
Jumlah udara maksimal yang dapat dimasukkan
ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa.
4. Expiratory Reserve Volume (ERV) = volume
cadangan ekspirasi = 1000 ml.
Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam
paru, melalui kontraksi otot-otot
ekspirasi, setelah suatu ekspirasi biasa.
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS
PARU
5. Residual Volume (RV) = volume residu
Udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal.
Volume residu tidak dapat diukur secara langsung menggunakan
spirometer, karena udara ini tidak bergerak masuk dan keluar dari
paru-paru. Dibagi lagi menjadi :
• Colaps volume (CV) = volume kolaps udara yang masih dapat keluar
dari dalam paru setelah ekspirasi maksimal, dan hanya mungkin
terjadi bila paru mengalami kolaps ( pneumotoraks )
• Minimal volume (MV) = volume minimal udara yang masih tertinggal
dalam paru setelah paru kolaps, dan tidak dapat dikeluarkan dengan
cara apapun. Udara ini yg digunakan pada ilmu kedokteran kehakiman
(forensik) untuk mengetahui apakah seorang bayi dilahirkan mati atau
meninggal setelah dilahirkan hidup.
→ RV digunakan untuk aerasi darah : jika tidak konsentrasi O2 & CO2
secara drastis.
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
6. Functional Residual Capacity (FRC) = kapasitas residu
fungsional = 2200 ml
(FRC = ERV + RV)
• Jumlan udara di dalam paru pada akhir ekspirasi biasa.
Makna fisiologik volume paru ini
ialah mempertahankan kadar O2 dan CO2 yang relative
stabil di dalam alveoli, selama proses inspirasi dan ekspirasi.
Tanpa adanya kapasitas residu fungsional, kadar kedua gas
akan meningkat dan menurun secara periodik, sesuai siklus
pernapasan.
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
7. Vital Capacity (VC) = kapasitas vital = 4500 ml
( VC = IRV + TV + ERV )
• Volume udara ekspirasi yang dapat masuk atau keluar paru selama satu siklus
pernapasan yaitu setelah inspirasi maksimal sampai ekspirasi maksimal.
* VC dipengaruhi oleh :
- posisi saat pengukuran
- kekuatan otot napas
- distensibilitas paru-toraks
- seks ( pria < )
- postur tubuh ( gendut < ), atlet
* VC diukur dengan usaha ekspirasi maksimal secepat-cepatnya pada detik ke-1
( FEV1 = Force Expirasi Volume )
* FVC (Forced Vital Capasity/ kapasitas pernafasan maksimal) = volume total udara
ekspirasi
* Normal FEV1 = 75 – 80 % FVC (tergantung umur & sex)
Normal Spirogram
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
Normal Restriktif Obstruktif
• VC 4,0 L 2,0 L 2,5 L
Hb + O2 HbO2
Deoksihemoglobin dissociation of O2 oksihemoglobin
Hemoglobin dan tekanan partial
oksigen
• Faktor yang paling penting untuk mengetahui banyal O2
yang berikatan dengan hemoglobin adalah dengan
mengukur tekanan partial dari O2
• Saturasi telah jenuh bila deoksihemoglobin telah seluruhnya
berubah menjadi oksihemoglobin.
• Saturasi parsial bila terdapat deoksihemoglobin dan
oksihemoglobin
• Persentase dari saturasi hemoglobin adalah persentase
HbO2 dalam hemoglobin total.
• Pada pO2 yang tinggi, daya ikat hemoglobin terhadap O2
besar (dapat mendekati saturasi jenuh)
• Pada pO2 yang rendah, terjadi sebaliknya. Hanya sebagian
hemoglobin yang mengikat O2.
• Pada keadaan istirahat, saturasi hemoglobin adalah 75 %
pada pO2 40 mmHg
• Pada pO2 60 – 100 mmHg saturasi hemoglobin hampir
mendekati 90 %
• Dalam keadaan metabolisme → pO2 turun dari 40 mmHg
ke 20 mmHg → persentase menurun dari 75 % ke 30 % dari
saturasi → ± 45 % HbO2 → O2 (banyak O2 yang terlepas
ikatannya dengan Hb)
• Karena Hb bertindak sebagai depot, Hb merangsang pe
transfer O2 dari alveoli ke darah
O2 alveoli→ kapiler paru (terlarut)→ pO2 → HbO2
→ % saturasi → O2 yang terlarut →pO2 →
gradien pO2 → difusi O2 alveoli – kapiler paru
• Pada tingkat jaringan :
pO2 sistemik > pO2 jaringan → difusi O2 ke jaringan→
pO2 →% saturasi Hb→ O2 dilepas ke darah → pO2
darah → O2 difusi dari darah ke jaringan
• Pada anemia berat → Hb → kapasitas angkut Hb 50
% meskipun pO2 arteri normal
( 100 mmHg) dan saturasi Hb 97,5 %
Kurva disosiasi oksigen hemoglobin ( kurva
disosiasi Hb – O2) hubungannya dengan
pH, pCO2 dan saturasi hemoglobin.
• ke kiri : keracunan CO
• ke kanan : pCO2
pH Asam (H+)
Temperatur
2 – 3 difosfogliserat ( 2,3 DPG )
• Kurva disosiasi HbO2 standard yang lazim digunakan berlaku
pada suhu dan pH tubuh normal (suhu 37º dan pH 7,4)
afinitas terhadap O2 dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dapat menyebabkan pergeseran kurva disosiasi yaitu :
1. Keasaman (pH)
• Bila pH menurun (keasaman ) afinitas hemoglobin untuk
mengikat O2 . Terjadi pergeseran kurva disosiasi oksigen –
hemoglobin ke kanan. Ini sesuai dengan efek Bohr.
• Penjelasannya : ion H+ mengikat asam amino dalam
hemoglobin dan sedikit merubah strukturnya sehingga
merubah kapasitas hemoglobin untuk mengikat O2.
Sehingga penurunan pH menyebabkan O2 meninggalkan
hemoglobin. Sebaliknya bila pH meningkat, afinitas
hemoglobin terhadap O2 meningkat kurva akan bergeser ke
kiri.
2. pCO2 (tekanan partial dari CO2)
• CO2 juga dapat mengikat hemoglobin dan
mempunyai efek yang hamper sama dengan H+. Bila
pCO2 , hemoglobin melepaskan O2 lebih banyak
sehingga kurva akan bergeser ke kanan, pCO2 dengan
pH adalah berhubungan, sebab pH yang rendah
menghasilkan pCO2 yang tinggi
3. Temperatur
• Efek pe suhu terhadap kurva disosiasi Hb – O2
serupa dengan efek pe keasaman, kurva bergeser
ke kanan.
• Kerja otot atau pe metabolisme sel akan
menghasilkan panas. Pe suhu jaringan lokal akan
memperbesar pelepasan O2 dari Hb untuk memenuhi
kebutuhan jaringan.
4. 2 – 3 diphosphoglycerate (2,3 – DPG)
• 2,3 – DPG terdapat dalam sel darah merah, dibentuk
pada pemecahan glukosa untuk energi pada proses
glikolisis. Zat ini dapat membentuk ikatan reversible
dengan Hb, sehingga menurunkan afinitas Hb
terhadap O2. Peningkatan 2,3 – DPG akan menggeser
kurva disosiasi Hb – O2 ke kanan.
• Hormon tiroksin,“human growth hormone“, epinefrin,
norepinefrin dan testosteron meningkatkan
pembentukan 2,3 – DPG.
• DPG juga pada manusia yang tinggal di daerah
ketinggian.
• Fetal Hemoglobin (Hb – F)(Hb – fetus)
• Afinitas terhadap O2 lebih tinggi dari Hb-A sebab ia mengikat 2,3 DPG
lebih sedikit.
• Jika pO2 rendah, Hb – F dapat mengikat O2 30 % lebih banyak.
Kurva disosiasi Hb – O2 pada janin
Hb + CO2 Hb – CO2
(karbaminohemoglobin)
• Formasi dari karbaminohemoglobin dipengaruhi oleh pCO2,
bila pCO2 tinggi maka karbaminohemoglobin juga tinggi
• Tapi di kapiler pulmo pCO2 relatih rendah, dan CO2 terlepas
dari globin dan masuk ke alveoli melalui proses difusi
TRANSPORT KARBONDIOKSIDA
3. Ion bikarbonat
• Sebanyak 60 – 70 % dari CO2 ditransportasi di plasma dalam
bentuk ion bikarbonat (HCO3). Ion bikarbonat terbentuk
dalam sel darah merah.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3
anhidrase karbonat
• Di dalam plasma, reaksi pembentukan H2CO3 berlangsung
sangat lambat. Sebaliknya di dalam sel darah merah, reaksi
ini terjadi jauh lebih cepat karena dikatalisis oleh enzim
anhidrase karbonat.
• Selanjutnya molekul H2CO3 segera terurai menjadi ion H+
dan HCO3= (suatu keadaan yang menguntungkan karena
kelarutan HCO3= dalam darah lebih besar dibandingkan
CO2) Selanjutnya jumlah ion H+ dan HCO3= sel darah merah
akan me . Membran sel darah merah relatif lebih
permeable bagi ion HCO3=, namun relatif tidak permeable
untuk ion H+.
• Akibatnya ion HCO3= berdifusi keluar dari sel darah merah
mengikuti perbedaan konsentrasi, tanpa disertai difusi ion
H+.
• Untuk mempertahankan kelistrikan dalam sel darah merah
tetap netral, keluarnya ion HCO3= dari sel darah merah akan
diimbangi dengan masuknya ion Cl= ke dalam sel. Hal ini
dikenal sebagai “chloride shift“.
• Ion H+ di dalam sel darah merah akan berikatan dengan Hb.
Seperti halnya CO2, afinitas Hb reduksi terhadap ion H+
lebih besar dibandingkan HbO2.
• Dengan demikian, pelepasan O2 dari Hb akan meningkatkan
kemampuan Hb mengikat ion H+, sehingga pH darah relatif
tetap walaupun jumlah ion H+ dalam darah me
• Kenyataan bahwa pembebasan O2 dari Hb meningkatkan
kemampuan Hb untuk mengangkut CO2 dan ion H+ yang
terinduksi oleh CO2 dikenal sebagai efek HALDANE
PENGATURAN PUSAT PERNAPASAN
• Pusat pernapasan di batang otak dipengaruhi oleh berbagai rangsang yang
dapat digolongkan dalam
1. Rangsang kimia
* Kadar pO2 dan pCO2 darah tetap konstan walaupun
pemakaian O2 dan pembuangan CO2 darah bervariasi
* Hal ini menunjukkan bahwa kandungan gas dalam darah
arteri selalu diatur dengan tepat.
* Pusat pernapasan di medula oblongata menerima input yang
memberikan informasi tentang kebutuhan tubuh akan
pertukaran gas. Selanjutnya, pusat pernapasan akan
mengirimkan impuls yang sesuai untuk menyelaraskan
frekuensi dan kedalaman ventilasi dengan kebutuhan
jaringan.
* Perubahan O2, CO2 dan ion H+ akan mempengaruhi pusat
respirasi melalui perangsangan reseptor kimia (kemoreseptor)
di perifer dan di pusat
• Kemoreseptor perifer
* Terletak di glomus karotikum yang terletak pada
percabangan a.karotis komunis, dan glomus
aortikum pada arkus aorta
* Akibat perangsangan reseptor kimia ini, ventilasi akan me
Sebaliknya pe pCO2 dan pe pO2/pH darah
menyebabkan kemoreseptor kurang
terangsang, sehingga impuls ke pusat respirasi berkurang
dan ventilasi me
• Kemoreseptor pusat/sentral
* Di bagian ventral medulla oblongata, dekat pusat respirasi
* Peka terhadap pe kadar ion H+ (pe pH) dalam cairan otak.
CO2 dengan mudah dapat menembus sawar darah otak dan
sawar darah cairan otak, sedangkan ion H+ dan ion HCO3=
menembus lebih sukar/lambat. CO2 yang masuk dalam otak dan
cairan otak segera berubah menjadi H2CO3 dan kemudian
terurai kembali menjadi ion H+ dan ion HCO3=. Maka kadar ion
H+ di cairan otak me sesuai dengan pe pCO2 arteri. Hal ini
akan merangsang reseptor kimia di medulla oblongata, sehingga
ventilasi me
* Pada hiperkapnia, kemoreseptor sentral akan terstimulasi,
terjadi peningkatan konsentrasi H+.
Konsentrasi H+ dan CO2 me tinggi dalam cairan otak
dibandingkan plasma darah sebab memiliki buffer yang lebih
sedikit dibandingkan darah.
PENGATURAN PUSAT PERNAPASAN
2. Rangsang non-kimia
Berbagai rangsang non-kimia dapat berasal dari :
• langsung
adanya serat saraf dari korteks serebri menuju motor otot
pernapasan memungkinkan seseorang mengendalikan
pernapasan secara sengaja, mis menahan napas /melakukan
hiperventilasi
• tak langsung
sebagian impuls yang disalurkan dari korteks serebri ke otot
rangka (wkt olah raga) akan disalurkan ke formasio
retikularis dan menggiatkan pusat respirasi, sehingga
ventilasi digiatkan
• sistem limbik dan hipotalamus
diduga menyalurkan impuls aferen menuju pusat
pernapasan, karena rangsang nyeri dan emosi
mempengaruhi pola pernapasan
• proprioseptor, di otot, tendon dan sendi mengirimkan
impuls melalui serat aferen menuju ke medula
oblongata untuk menggiatkan pernapasan sewaktu
melakukan olah raga. Telah dibuktikan bahwa gerakan
sendi baik aktif maupun pasif akan meningkatkan
ventilasi
• Baroreseptor di sinus karotikus, arkus aorta, atrium, ventrikel dan
pembuluh darah besar, selain memberikan perangsangan ke pusat
vasomotor dan kardioinhibitor, juga menyalurkan impulsnya melalui
serat aferen menuju ke pusat respirasi. Rangsang pada baroreseptor
akan menimbulkan inhibisi ke pusat respirasi. Apabila terjadi
peningkatan tekanan darah, secara refleks terjadi penurunan frekuensi
denyut jantung, penurunan ventilasi dan vasodilatasi pembuluh darah.
• Peningkatan suhu tubuh akan menggiatkan pernapasan. Pada
demam/sewaktu berolah raga, pembentukan panas tubuh melampaui
pengeluaran panas tubuh, sehingga suhu tubuh me. Pada keadaan
ini, ventilasi me, sebagai salah satu upaya tubuh mengeluarkan
panas tubuh yang berlebihan.
• Hormon epinefrin yang me dalam tubuh sebagai respon terhadap
pe rangsang simpatis, juga akan merangsang pusat respirasi,
sehingga ventilasi me
• Berbagai iritasi pada mukosa saluran pernapasan akan merangsang
bermacam-macam reseptor, menimbulkan refleks bersin, batuk,
menelan, muntah, menguap. Pada keadaan tersebut,tampak
perubahan pola pernapasan.
• Refleks Hering-Breuer, yaitu refleks hambatan inspirasi ekspirasi. Pada
saat inspirasi mencapai bats tertentu, reseptor regang yang terdapat
pada parenkim paru serta otot polos saluran pernapasan akan
terangsang. Impuls dari reseptor ini akan disalurkan melalui serat
aferen n. Vagus menuju DRG (Dorsal Respiratory Group)di medulla
oblongata, dan menghambat aktifitas neuron I (inflation
reflex).Mekanisme umpan balik negative ini membantu menghentikan
proses inspirasi sebelum jaringan paru teregang secara berlebihan.
Demikian pula saat ekspirasi mencapai batas tertentu, terjadi
perangsangan reseptor kompresi yang terletak pada septum
alveoli.Impuls dari reseptor kompresi akan menghambat terjadinya
ekspirasi lebih lanjut (deflation reflex)
• Peregangan otot sphincter anal akan meningkatkan frekuensi respirasi
(respiratory rate)
PENGATURAN PERNAPASAN
• Proses pernapasan adalah proses yang terjadi secara
terus menerus untuk menjamin kelangsungan hidup.
• Otot pernapasan secara ritmik harus mengisi dan
mengeluarkan udara dalam paru-paru. Otot-otot
pernapasan membutuhkan perangsangan melalui
persarafan, agar dapat berkontraksi.
• Pola pernapasan spontan berirama dihasilkan oleh
lepas muatan teratur (rhytmic discharge) dari pusat
pernapasn di batang otak. Disamping itu, sampai
batas tertentu, aktifitas pernapasan dapat
dimodifikasi dan diatur secara volunter untuk
melakukan kegiatan sehari-hari.
Pusat pernapasan
Pusat mekanisme pengaturan pernapasan ada 2 :
1. Pusat pengaturan pernapasan volunter (dibawah kemauan)
Terletak di korteks serebri dan impulsnya disalurkan melalui traktus
kortikospinalis menuju motor neuron saraf pernapasan