Anda di halaman 1dari 128

SISTEM RESPIRASI

dr. Theresia Ilyan, Sp.PK


Tujuan Pembelajaran:

Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan tentang anatomi dan sistem respirasi


THE RESPIRATORY SYSTEM
( SISTEM PERNAPASAN )
• Energi merupakan kebutuhan utama dari sel untuk
melakukan aktifitas. Untuk itu sel tubuh membutuhkan
suplai O2 dan sebagai hasilnya adalah dikeluarkannya CO2.

• Fungsi utama dari pernapasan adalah mengambil O2 untuk


digunakan oleh sel tubuh,kemudian mengeluarkan produksi
dari sel itu yang berupa CO2.
Respirasi mengandung 2 arti yaitu :
• 1. Respirasi eksternal ( meliputi seluruh urutan langkah
kejadian dalam pertukaran O2 dan CO2 antara sel-sel
dalam tubuh dengan lingkungan luar ).
• 2. Respirasi internal ( proses metabolisme intraseluler
yang terjadi di mitokondria, meliputi konsumsi O2 dan
produksi CO2 selama pengambilan energi dari molekul-
molekul nutrien.
Sistem pernapasan mempunyai beberapa fungsi
lain membantu :
1. Pengeluaran air dan panas dari tubuh.
Udara yang dihirup akan dilembabkan dan dipanaskan di dalam
saluran pernapasan sebelum dikeluarkan dari paru-paru. O2 dan CO2
tidak dapat berdifusi di dalam membran yang kering.
2. Meningkatkan aliran balik vena ( Venous Return ) → berfungsi
sebagai pompa respirasi.
3. Proses bicara, menyanyi dan vokalisasi.
4. Mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh secara normal.
5. Menghalangi masuknya benda asing.
6. Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan dan menginaktifkan
berbagai macam bahan atau materi yang melewati sirkulasi
pulmonal. Darah dari seluruh jaringan bila kembali ke jantung harus
melalui sirkulasi pulmonal sebelum kembali ke sirkulasi sistemik.
Paru-paru mempunyai letak yang unik yang secara sebagian
atau utuh dapat mengeluarkan bahan atau materi spesifik
dari jaringan yang masuk ke dalam aliran sirkulasi sebelum
zat tersebut mencapai organ lain melalui sistem arteri,
misalnya :
• Prostaglandin : zat kimia yang dilepas oleh berbagai jaringan
untuk menimbulkan respon lokal tertentu akan diinaktifkan
di paru-paru sehinggan tidak menimbulkan efek sistemik.
PG akan disintesis di dalam paru dan dilepaskan ke dalam
aliran darah apabila jaringan teregang.
• ACE : dihasilkan untuk permukaan endotel kapiler paru.
Mengaktifkan angiotensin II → mengatur ( Na+ ) dalam
cairan tubuh.
→ mengatur Bradikinin.
7. Sebagai organ penciuman ( hidung )
Proses pernapasan melalui 3 langkah dasar :
1. Pulmonary ventilation = bernapas
(Ventilasi paru-paru) = masuknya udara ke dalam
paru-paru ( inspirasi )
= keluarnya udara dari paru-
paru ( ekspirasi )
2. External respiration = pertukaran udara antara paru-paru
dan darah di kapiler paru-paru.
Pada proses ini kapiler pulmo mengambil O2 dan
mengeluarkan CO2.
3. Internal respiration = pertukaran udara antara darah dalam
sistem kapiler dan sel-sel yang membentuk jaringan.
Anatomi
• Sistem respirasi terdiri dari :
Hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan
paru-paru.

Hidung
Eksternal
= dibentuk oleh tulang dan tulang rawan hyalin, ditutupi oleh
otot, kulit dan membran mukosa.
= tulangnya dibagi menjadi : frontal
nasal
maxillar
= tulang rawan dibagi menjadi : septal cartilage
lateral nasal cartilages
alar cartilages
Hidung
Hidung
• Lubang hidung disebut sebagai external nares/ nostril.
• Lebih ke dalam dari hidung mempunyai fungsi :
1. Menghangatkan, melembabkan dan menyaring
udara yang masuk
2. Mendeteksi stimulus penciuman / olfactory
3. Membantu fungsi bicara
• Lubang hidung bagian dalam = Internal Nares =
Choanae
• Duktus dari sinus paranasal (frontal, sphenoidal, dan
ethmoid)& duktus nasolakrimal juga membuka ke
choanae.
• Dinding dasar dari choanae → palatum durum
Trakea
* Letaknya : anterior esophagus
* Bagian/lapisannya : mukosa
sub mukosa
cartilage hyaline
jaringan penyokong areolar
* Tulang rawan hyaline → membentuk huruf C
- C menghadap ke esophagus karena fungsi
esophagus pada waktu menelan
- C mencegah trakea kolaps pada waktu
inspirasi
• Pada waktu trakea bercabang → terdapat bagian yang
disebut karina yangsensitif
( mudah menimbulkan refleks batuk )
Trakea
Trakea
• Trakea sampai bronkiolus terminalis hanya berfungsi
sebagai saluran untuk jalan udara.
• Pada bronchiolus respiratorius sudah mulai terdapat
beberapa alveoli, sehingga sebagian dapat berfungsi
untuk pertukaran gas.
Bronkus
* Pada vertebra thoracal ke 5 trakea bercabang menjadi 2
cabang utama yaitu :
• Bronkus primer kanan
• Bronkus primer kiri
* Bronkus mempunyai cincin kartilago incomplete
* Bronkial tree : Bronkus primer → bronkus sekunder ( kanan
3 lobus, kiri 2 lobus ) → bronkus tersier→ bronchiolus→
bronchiolus terminalis → bronchiolus respiratori → duktus
alveoli → alveolus
Bronchial tree
Paru-paru
* Sepasang, terletak di mediastinum, terpisah satu dengan
yang lain.
Paru-paru terletak di rongga toraks dan dibatasi di bagian
bawah oleh diafragma.
* Bila salah satu paru-paru kolaps, paru-paru yang lain akan
tetap mengembang.
* Membran yang melapisi dan melindungi paru-paru disebut
membran pleural.
Lapisan yang melapisi dinding toraks disebut pleura
parietalis
Lapisan yang melapisi paru-paru disebut pleura visceralis
• Diantaranya disebut kavum pleural ( intrapleural )
mengandung cairan yang berguna sebagai pelumas
VENTILASI PARU-PARU
I. Inspirasi = inhalasi
• Hukum Boyle :
Tekanan gas di dalam ruangan tertutup berbanding
terbalik dengan volumenya (pada temperatur)
konstan adalah tetap
P1V1 = P2V2
VENTILASI PARU-PARU
* Otot-otot pernafasan :
• Normal : 1. Diafragma (75 %) atau n. Phrenicus (C3-C5) → vertikal 
2. m. Intercostal eksterna (n. intercostalis)→ costae &
sternum ↑
• Tambahan : m. sternokleidomastoideus, m. levator scapulae
• m. seratus ant-post, sup.
• m. skalenus, m. erektus kolumna spinalis
• m. pektoralis minor
• Pada pernapasan normal, tekanan di antara lapisan pleura
( tekanan intrapleural/ intratorakal ) selalu subatmosfir
( < tekanan atmosfir )
Sebelum inspirasi, tekanannya adalah kurang dari 4mmHg dari
tekanan atmosfir ( 756 mmHg )
* Selama inspirasi, tekanannya adalah 754 mmHg
VENTILASI PARU-PARU
II. Ekspirasi = ekshalasi
* Proses pasif ( bukan kontraksi otot )→ recoil paru dan dinding toraks
* Paru-paru tidak bisa kolaps karena :
- Adanya tegangan permukaan cairan pelapis alveolus ( butuh
surfaktan )
- Serat elastin yang menegang pada saat inspirasi ( seperti per )
* Toraks mengembang karena elastisitas otot, tendon dan
jaringan ikat
Emfisema ( elastisitas paru  )→ toraks mengembang ( barrel chest )
* Otot-otot tambahan yang berpengaruh pada ekspirasi :
- m. rektus abdominis ( utama )→ menekan isi abdomen ke
diafragma, costa, dan sternum 
- m. interkostal eksterna → costa 
Inervasi otot-otot inspirasi tambahan & ekspirasi : segmen torak
dan lumbal
VENTILASI PULMONAL DAN VENTILASI ALVEOLAR
• Ventilasi Pulmonal : jumlah udara yang keluar dan masuk paru dalam
waktu 1 menit
• Ventilasi pulmonal (ml/min) =
isi alun napas (ml/napas) x frekuensi pernapasan (napas/min)
• Pada seseorang yang mempunyai isi alun napas rata-rata 500 ml, dan
frekuensi pernapasan 12x/min, jumlah udara yang keluar dan masuk
paru dalam 1 menit ( ventilasi pulmonal ) adalah 6000 ml.
Namun tidak seluruh udara ini akan mengalami pertukaran gas, karena
adanya ruang rugi.
Oleh karena itu, lebih penting menetapkan ventilasi alveolar.
• Ventilasi pulmonal dapat ditingkatkan dengan menaikkan isi alun
napas atau mempercepat frekuensi pernapasan.
Ventilasi alveolar
• Ventilasi alveolar : jumlah udara yang masuk dan keluar
alveoli dalam waktu 1 menit, yang dapat dihitung dengan
rumus :
• Ventilasi alveolar (ml/min) =
( Vt – Vd )( ml/napas ) x frekuensi pernapasan
(napas/min)
Vt = tidal volume
Vd = dead space = 150 ml
• Pada seseorang dengan tidal volume = 500 ml dan volume
ruang rugi 150 ml dan frekuensi pernapasan 12x/min, maka
ventilasi alveolar adalah :
( 500 ml/napas – 150 ml ) x 12x/min = 4200 ml/min
VENTILASI PULMONAL DAN VENTILASI ALVEOLAR
• Bila kebutuhan ventilasi meningkat ( waktu olah raga ), menaikkan isi
alun napas lebih efektif untuk meningkatkan kebutuhan pertukaran
gas dalam paru, dibandingkan meningkatkan frekuensi pernapasan.
• Berbagai jenis pernapasan akan memberikan berbagai variasi ventilasi
alveolar, walaupun volume napas semenitnya sama besar.
• Dengan demikian, bila diperlukan peningkatan ventilasi tanpa disertai
kebutuhan pertukaran gas yang besar ( pada anjing yang beristirahat
di lingkungan panas ), dilakukan pernapasan cepat dan dangkal.
• Sebaliknya, bila diperlukan pertukaran gas yang besar, secara refleks
terjadi peningkatan isi alun napas ( terutama ) dan frekuensi
pernapasan, agar ventilasi alveolar meningkat.
Ada 3 macam tekanan yang penting dalam proses
ventilasi
1. Tekanan atmosfir ( barometer )
Yaitu tekanan yang terjadi karena berat udara di atmosfir
padaberbagai obyek di permukaan bumi.
Di permukaan laut, besar tekanan atmosfir = 760 mmHg.
Makin jauh dari permukaan laut, tekanan atmosfir akan semakin
rendah.
2. Tekanan intra-alveoler ( intra pulmonal ) : tekanan di dalam alveoli.
Alveoli berhubungan langsung dengan udara luar melalui saluran
udara yang hampis selalu terbuka.
Karena itu, perubahan tekanan intraalveoler yang kecil saja akan
menimbulkan aliran udara ke dalam atau keluar alveoli sampai
tekanannya sama dengan tekanan atmosfir.
Ada 3 macam tekanan yang penting dalam proses
ventilasi
3. Tekanan intrapleura ( intratorakal, Donders ) : tekanan
dalam rongga pleura.
• Pada keadaan istirahat, besar tekanan intrapleura =
756 mmHg (subatmosferik).
• Sehingga tekanan intrapleura dinyatakan sebagai
tekanan negatif (sekitar – 4 mmHg )
• Tekanan intrapleura tidak akan mencapai
keseimbangan dengan tekanan atmosfir atau
tekanan intra alveoler, karena rongga pleura merupakan
rongga tertutup dan tidak mempunyai hubungan
langsung dengan udara luar maupun paru-paru.
TEGANGAN PERMUKAAN ALVEOLI
* Merupakan tegangan yang terjadi karena adanya lapisan
yang tipis di antara cairan alveoli dengan udara dalam
alveoli.
* Seperti gelembung-gelembung yang terjadi karena air
sabun
* Selama bernapas, tegangan permukaan harus diatasi agar
paru-paru dapat mengembang pada inspirasi ( 
compliance paru )
Tegangan permukaan bersama-sama dengan daya recoil
paru dapat mengurangi besar dari alveoli.
* Untuk mengurangi tegangan permukaan, alveoli
mengandung surfaktan
TEGANGAN PERMUKAAN ALVEOLI
* Surfaktan diproduksi oleh sel epitel alveoli type II dan merupakan gabungan
antara fosfolipid dan lipoprotein ( pd minggu ke 22 & max pada minggu ke
33 – 36 intrauterine )
* Manfaat dari surfaktan :
→  compliance paru ( karena  tegangan permukaan
alveolus ) >< paru-paru kaku
→  stabilitas alveolus ( tidak kolaps )→ >< atelektasis (kolaps
alveoli)
Alveoli tetap kering >< terisi transudat ( HMD )
* Bila surfaktan (--)→ tegangan permukaan  → alveoli akan
kolaps menyebabkan :
1. Respiratory Distress Synd /Hyaline Membrane Disease (pd
premature)
2. Sirkulasi paru dihambat
3. Oklusi bronkus utama / a. Pulmonalis.
TEGANGAN PERMUKAAN ALVEOLI
* Surfaktan juga dapat berkurang pada :
1. Terapi O2 100 % jangka panjang
2. Perokok
* Faktor lain yang mendukung stabilitas alveoli adalah
ketergantungannya terhadap alveoli sekitarnya
( interdependence ).
Bila salah satu alveolus kolaps, maka ada kecenderungan dari
alveolus itu untuk menarik alveoli sekitarnya ke dalam.
Tetapi karena daya recoil dari alveolus yang berdekatan
dengannya maka alveolus yang akan kolaps tersebut akan
mengalami peregangan ke arah luar sehingga kolaps tidak
terjadi.
COMPLIANCE
* Ukuran daya pengembangan paru & toraks ( liter/H2O → perubahan
volume akibat perubahan tekanan )
* Compliance total adalah gabungan antara compliance paru +
compliance toraks
Bila peningkatan tekanan alveoli yang sedikit → pengembangan paru-
paru yang besar → daya compliancenya tinggi.
• compliance yang tinggi → dinding toraks mudah mengembang
• compliance yang rendah → dinding toraks tidak mudah mengembang
* Balon yang tipis → compliancenya tinggi
* Compliance  pada :
1. Paru-paru dengan scar/jar parut, mis TBC
2. Oedema pulmonal
3. Defisiensi surfaktan
4. Paralisis m. Intercostal
JENIS-JENIS PERNAPASAN
• Eupnea : pernapasan dalam keadaan tenang/normal
• Apnea : pernapasan dalam keadaan berhenti sementara
• Dyspnea : pernapasan dengan rasa nyeri
• Orthopnea : gangguan pernapasan dimana pada posisi duduk
lebih enak daripada berbaring.
• Tachypnea : pernapasan yang lebih cepat dari normal
• Costal breathing : pernapasan dada gerakan naik turun dari dada
karena kontraksi dari m. intercostal eksterna
• Diaphragmatic breathing : pernapasan abdominal
gerakan pernapasan yang dilakukan oleh kontraksi dan turunnya
diafragma
Resistansi jalan napas :
Sama seperti aliran darah di pembuluh darah → sesuai
Hk. Poiseuille, aliran udara di jalan napas juga
dipengaruhi oleh hukum ini
V= πPr 4 → V = P → R = 8ηL
8ηL R πr 4
• η = viskositas
• P = pressure/tekanan
• R = resistansi
• r = radius dari pipa
• π = konstanta
• L = panjang dari pipa
Resistansi jalan napas :
* R dipengaruhi oleh :
1. Volume paru
2. Diameter bronchi(olus)
r < asma dimulai dengan → R > → C
3. Densitas & viskositas (η) udara napas
selama menyelam → R
• Pada Os dengan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary
Disease) :
- ada obstruksi (kolaps dari jalan napas)
- R 
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
* Semua volume dan kapasitas paru diukur dengan
spirometer kecuali yang berhubungan
dengan volume residual.
* Grafiknya disebut spirogram
* RV & FRC diukur dengan :
• cara “dilution“ (He)/ cara tertutup
• N2 – washout/ cara terbuka
• Body plethysmography
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
1. Tidal Volume (TV) = 500 ml
Volume udara yang masuk dan keluar paru pada saat
pernapasan biasa,  pada exercise
2. Inspiratory Reserve Volume (IRV) = volume cadangan
inspirasi = 3000 ml
Volume udara yang masih dapat masuk ke dalam
paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa.
Inspirasi maksimal dihasilkan oleh kontraksi maksimal otot-
otot diafragma, interkostalis eksternus dan otot inspirasi
tambahan.
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
3. Inspiratory Capacity (IC) = kapasitas inspirasi =
3500 ml
( IC = ERV + RV )
Jumlah udara maksimal yang dapat dimasukkan
ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa.
4. Expiratory Reserve Volume (ERV) = volume
cadangan ekspirasi = 1000 ml.
Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam
paru, melalui kontraksi otot-otot
ekspirasi, setelah suatu ekspirasi biasa.
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS
PARU
5. Residual Volume (RV) = volume residu
Udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal.
Volume residu tidak dapat diukur secara langsung menggunakan
spirometer, karena udara ini tidak bergerak masuk dan keluar dari
paru-paru. Dibagi lagi menjadi :
• Colaps volume (CV) = volume kolaps udara yang masih dapat keluar
dari dalam paru setelah ekspirasi maksimal, dan hanya mungkin
terjadi bila paru mengalami kolaps ( pneumotoraks )
• Minimal volume (MV) = volume minimal udara yang masih tertinggal
dalam paru setelah paru kolaps, dan tidak dapat dikeluarkan dengan
cara apapun. Udara ini yg digunakan pada ilmu kedokteran kehakiman
(forensik) untuk mengetahui apakah seorang bayi dilahirkan mati atau
meninggal setelah dilahirkan hidup.
→ RV digunakan untuk aerasi darah : jika tidak konsentrasi O2 & CO2
 secara drastis.
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
6. Functional Residual Capacity (FRC) = kapasitas residu
fungsional = 2200 ml
(FRC = ERV + RV)
• Jumlan udara di dalam paru pada akhir ekspirasi biasa.
Makna fisiologik volume paru ini
ialah mempertahankan kadar O2 dan CO2 yang relative
stabil di dalam alveoli, selama proses inspirasi dan ekspirasi.
Tanpa adanya kapasitas residu fungsional, kadar kedua gas
akan meningkat dan menurun secara periodik, sesuai siklus
pernapasan.
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
7. Vital Capacity (VC) = kapasitas vital = 4500 ml
( VC = IRV + TV + ERV )
• Volume udara ekspirasi yang dapat masuk atau keluar paru selama satu siklus
pernapasan yaitu setelah inspirasi maksimal sampai ekspirasi maksimal.
* VC dipengaruhi oleh :
- posisi saat pengukuran
- kekuatan otot napas
- distensibilitas paru-toraks
- seks ( pria < )
- postur tubuh ( gendut < ), atlet
* VC diukur dengan usaha ekspirasi maksimal secepat-cepatnya pada detik ke-1
( FEV1 = Force Expirasi Volume )
* FVC (Forced Vital Capasity/ kapasitas pernafasan maksimal) = volume total udara
ekspirasi
* Normal FEV1 = 75 – 80 % FVC (tergantung umur & sex)
Normal Spirogram
BERBAGAI VOLUME DAN KAPASITAS PARU
Normal Restriktif Obstruktif
• VC 4,0 L  2,0 L  2,5 L

• FEV13,2 L (80%) /N 1,7 L (85%)  0,75 L (30%)


Inspirasi terganggu Ekspirasi
terganggu
Fibrosis paru Asma, bronkitis
Deformitas otot-- bronkiolitis,
toraks bronkiektasis

8. Total Lung Capacity (TLC) = 5700 ml ( TLC = VC + RV )


Jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru.
4 Volume paru
1. Volume tidal ( Vt )
2. Volume cadangan inspirasi ( IRV )
3. Volume cadangan ekspirasi ( ERV )
4. Volume residual ( RV )
4 Kapasitas paru
1. Kapasitas inspirasi ( IC = Vt + IRV )
2. Kapasitas vital ( VC = Vt + IRV + ERV )
3. Kapasitas respirasi fungsional
( FRC = RV + ERV )
4. Kapasitas total paru ( TLC = VC + RV )
RUANG RUGI
Volume alat napas yang tidak ikut pertukaran gas
1. Ruang rugi anatomik :
• Pada waktu inspirasi, tidak seluruh udara yang masuk ke
dalam paru paru akan mengalami pertukaran gas. Sebagian
udara ini tertinggal di dalam saluran jalan napas ( mulai dari
hidung – bronkus terminalis ).
• Pada seorang laki-laki dewasa, hanya 350 ml dari 500 ml
udara inspirasi akan mengalami pertukaran gas.
• Sebaliknya pada waktu ekspirasi, 150 ml udara ekspirasi
pertama berasal dari ruang rugi, dan 350 ml terakhir
merupakan udara yang keluar dari alveoli.
• Normal : volumenya = 150 ml→ diukur dengan Single breath
(Fowler’s) method.
RUANG RUGI
2. Ruang rugi fisiologik (total) :
• Udara yang mencapai alveoli terkadang
tidak mengalami pertukaran gas, karena perfusi ke
daerah alveoli tidak adekuat (ventilasi > perfusi >.
• Volume alat napas yang tidak ikut pertukaran
gas, termasuk ruang rugi alveolar (RRA).
• Ruang rugi fisiologi dihitung berdasarkan rumus Bohr.
PERTUKARAN GAS DALAM PARU
• Hukum-hukum gas :
1. Boyle – Gay Lussac :
V1. P1 = V2. P2 = konstan
T1 T2
2. Dalton
• P masing-masing gas tidak tergantung pada P gas lain tetapi
tergantung dari persentase gas tsb dalam campurannya.
• Dalam suatu campuran gas, tekanan masing-masing gas tidak
bergantung dari tekanan gas lain tetapi tekanan masing-masing gas
adalah merupakan tekanan parsial gas tsb dalam campuran itu.
• P total suatu campuran gas = jumlah P parsial tiap gas dalam
campuran
• Tek atm ( 760 mmHg ) = pO2 + pCO2 + pN2 + pH2O
PERTUKARAN GAS DALAM PARU
3. Avogadro
• Bila jumlah molekul V dan T sama maka P sama
4. Henry
• Jumlah gas terlarut dalam suatu cairan (tetapi tidak terikat
dengan cairan tsb) sebanding dengan P parsial gas tsb dan
sebanding dengan koefisien kelarutannya. (pada temperatur
konstan)
• Pada tekanan parsial gas yang tinggi dan koefisien kelarutan
yang tinggi suatu zat dapat larut dalam cairan bila
temperatur konstan.
PERTUKARAN GAS DALAM PARU
5. Graham
• Gas dengan P yang meningkat pindah ke P yang lebih rendah
• O2 di alveolus → kapiler
• CO2 di kapiler → alveolus
• O2 dan CO2 mengalami difusi
Volume dan tekanan parsial udara pernapasan
1.Tujuan utama pernapasan : menyediakan O2 yang akan
diangkut oleh darah serta mengeluarkan CO2 yang dibawa
oleh darah secara terus menerus. Darah merupakan media
transportasi antara paru dan jaringan tubuh.
2.Volume suatu gas bergantung pada suhu, tekanan gas serta
tekanan parsial uap air. Oleh
sebab itu, pada pengukuran volume gas pernapasan,
penting ditekanka keadaan/kondisi saat pengukuran
dilakukan.
Pada fisiologi pernapasan, dikemukakan
beberapa istilah kondisi pengukuran yang
dapat dikonversikan setara yang satu
dengan yang lainnya.
1. STPD (Standard Temperature and Pressure Dry)
yaitu volume udara yang diukur pada keadaan kering,
tanpa uap air (pH2O = 0 mmHg), suhu 273ºK (0ºC) dan
tekanan udara 760 mmHg. Kondisi ini sering digunakan
untuk mengukur konsumsi O2.
2. BPTS (Body Temperature dan Pressure, Saturated with
Water Vapor)
• Yaitu volume udara sesuai kondisi di dalam paru, dengan
suhu dan tekanan yang sesuai dengan tekanan barometric,
dan pH2O = 47 mmHg.
• Volume pengukuran BPTS dapat dikonversikan ke volume
STPD menggunakan rumus :
V (STPD) = 273 X PB – 47 = PB – 47
V (BPTS) 310 760 863
• PB = tekanan barometrik
3. ATPS (Ambient Temperature and Pressure Saturated with
Water Vapor) yaitu kondisi aktual di luar tubuh, saat
dilakukan pengukuran.
• Umumnya pengukuran volume pernapasan menggunakan
spirometer dilakukan pada suhu lingkungan, sedangkan
volume pernapasan yang sesungguhnya adalah volume
pada suhu tubuh dan tekanan udara yang sama dengan
lingkungan.
• Volume BPTS (volume yang sebenarnya) menggunakan
rumus :
V(BPTS) = V (ATPS) X 273 + 37 X 760 – pH2O
273 + t 760 – 47
• t = suhu alat pengukuran volume gas
• pH2Ot = tekanan uap air pada suhu
Nitrogen Narcosis
( rapture of the depths )
• Sesuai dengan hokum Henry
• Terjadi karena efek negative dari N2
• Biasanya terjadi pada penyelam
• Pada permukaan laut (P = 1 atm) walaupun N2 = 79 %
tetapi kelarutannya rendah
• Tetapi pada saat menyelam → Tekanan parsial N2
meningkat karena tekanan total meningkat →
kelarutan dari N2 meningkat.
Decompression Sickness
• Bila seorang penyelam keluar permukaan air dengan perlahan →
N2 yang terlarut akan keluar melalui paru-paru dengan baik.
• Bila penyelam keluar permukaan air terlalu cepat → N2 tidak
dapat dikeluarkan melalui paru-paru dengan baik, N2 yang keluar
terlalu cepat sehingga akan membentuk gelembung2 di jaringan.
• Bila mengenai jaringan saraf → Decompression Sickness
• Gejalanya : nyeri sendi (lengan & tungkai), pening, napas
tersenggal-senggal, lemas, paralysis, kesadaran menurun.
• Dicegah dengan ‘ decompression tank’ (selama 5 mnt setelah
sampai di permukaan laut)
• Campuran He – O2 pada udara yang mengandung O2
Pernapasan Eksterna
• Adalah pertukaran O2 dan CO2 antara udara di alveoli
dengn darah di kapiler paru
• Difusi adalah perpindahan molekul gas dari tempat
bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah
• Pertukaran gas yang berlangsung di tingkat alveol-kapiler
maupun di tingkat jaringan kapiler, merupakan proses difusi
pasif sederhana.
• Perbedaan tekanan parsial di kedua area : gradien tekanan
parsial
• Difusi pasif berdasarkan gradien tekanan gas.
Hukum Fick :
• V’ Gas = D.A (P1 – P2)
d
• V’ = kecepatan difusi
• P1 = P gas di alveoli
• P2 = P gas di kapiler pulmonal
• D = koefisien difusi < Berat mol ( 1/00 )
• D α. Sol...
√BM
• A = luas permukaan (dws ± 80 – 100 m2)
• D = tebal = jarak difusi
• Pada tekanan atmosfir 760 mmHg → terdapat
79 % N2 → 600 mmHg
21 % O2 → 160 mmHg
CO2, H2O, gas-gas polutan
• Yang kesemuanya mempunyai tekanan parsial → P
gas = tekanan parsial gas.
• Larutnya gas dalam darah (cairan tubuh) tergantung
dari Pgas
• Pgas tergantung dari :
→ daya larut gas (O2 dan CO2 konstan)
→ Pgas dalam alveoli
Udara alveoli mempunyai komposisi yang tidak
sama dengan udara atmosfir karena 2 alasan :
1. Proses saturasi H2O ( humidifikasi )
• Dimana pH2O (t tubuh) = 47 mmHg
• Jadi pada tekanan atmosfir 760 mmHg didapat
• pN2 inspirasi = 563 mmHg
• pO2 inspirasi = 150 mmHg
• pO2 alveoli < rendah pO2 atm
2. Udara bersih (kaya O2) bercampur dengan
udara kotor (kaya CO2).
• (karena adanya ruang rugi pada akhir ekspirasi).
• 1/7 udara alveoli merupakan udara yang diganti dengan
udara bersih setiap kali bernafas sehingga pada akhir
inspirasi < 15 % udara alveoli diganti dengan udara bersih.
• Karena faktor-faktor tsb,
- Humidifikasi
- Pergantian yang rendah
• → pO2 = 100 mmHg
* pO2 alveoli adalah 105 mmHg. Pada keadaan istirahat,pO2
pada darah vena masuk ke kapiler pulmonal sekitar 40
mmHg. Pada saat latihan, pO2 akan lebih rendah (karena O2
banyak digunakan di jaringan). Adanya perbedaan pada pO2
akan terjadi difusi dari O2 dari alveoli ke darah vena sampai
keseimbangan tercapai. pO2 dari darah arteri akan
meningkat sampai 105 mmHg. Karena pergantian yang
rendah tersebut, maka pO2 di vena pulmonalis sekitar 100
mmHg.
* Ketika O2 berdifusi dari alveoli ke darah vena, di sisi lain
terjadi difusi dari CO2. pCO2 pada darah vena adalah 45
mmHg (keadaan istirahat). Dimana pCO2 = 40 mmHg di
alveoli. Karena perbedaan pada pCO2, CO2 berdifusi dari
darah vena ke alveoli sampai pCO2 turun ke 40 mmHg. Ini
adalah pCO2 yang lengkap pada darah arteri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi gas pada
pernapasan eksterna :
1. tekanan partial gas yang berbeda
** Bila pO2 alveoli lebih tinggi dari pCO2 maka O2 akan
berdifusi dari alveoli ke darah
** Bila seseorang berada di atas gunung, maka tekanan
atmosfir akan menurun walaupun
• tekanan O2 masih 21 % dari tekanan total → difusi
O2 akan .
• Dapat menyebabkan “high altitude sickness“ (“acute
mountain sickness”)→ bernafas tersenggal-senggal, sakit
kepala, fatique, insomnia, nausea, pening
2. Luas permukaan yang diperlukan untuk
pertukaran gas
** normal : 70 m2
** berkurang misalnya pada : emfisema
3. Jarak difusi
** ketebalan membran kapiler alveoli
mempengaruhi difusi
→ semakin tebal → semakin lambat difusinya
→ edema pulmo
4. Kelarutan dan berat molekul gas
** BM O2 < BM CO2→ difusi O2 lebih cepat 1,2 kali
dari difusi CO2
** Kelarutan CO2 24 X lebih besar dari
kelarutan O2
** Kapasitas difusi CO2 20 X lebih besar
dari O2→ pada emfisema /edema pulmo
terjadi hipoksia dulu baru terjadi
hiperkapnia.
PERNAPASAN INTERNA
* pertukaran antara O2 dan CO2 antara kapiler
darah dengan sel.
* pO2 di pembuluh darah kapiler adalah 100 mmHg,
sedangkan pO2 di jaringan adalah 40 mmHg→karena
adanya perbedaan ini maka terjadi perpindahan darah yang
teroksigenisasi masuk ke jaringan.
* Demikian juga dengan CO2, pCO2 di jaringan adalah 45
mmHg sedangkan di pembuluh darah 40 mmHg. Maka CO2
berdifusi ke pembuluh darah kapiler untuk selanjutnya ke
jantung.
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi difusi
pada pernapasan :
• Latihan fisik dapat meningkatkan cardiac output→
p darah → luas kapiler (A)  akibat kapiler
terbuka (pada keadaan istirahat kapiler tertutup /collapse)
Pada latihan fisik → inspirasi juga dilakukan lebih dalam→
alveoli teregang→luas permukaan
alveoli  dan dinding alveoli lebih tipis.
• Emfisema → dinding alveoli rusak / hilang→septa alveoli
rusak→luasnya
• Atelektasis
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi difusi
pada pernapasan :
• Lobektomi (pada Ca paru)
• Edema pulmonal (pada radang paru/ dekompensasio
sinistra)→akumulasi cairan interstitial di antara alveoli –
kapiler→ tebal barier meningkat.
• Fibrosis pulmonal (karena iritasi kronis)→ jaringan paru
diganti jaringan fibrosis sehingga ketebalan dinding alveoli

• Pneumonia(karena infeksi virus/bakteri, aspirasi→
akumulasi cairan inflamasi di dalam/sekitar alveoli sehingga
ketebalan alveoli 
TRANSPORTASI OKSIGEN DAN
KARBONDIOKSIDA
TRANSPORT OKSIGEN
• Oksigen 98,5 % terikat dengan haemoglobin di dalam darah
• Sisanya 1,5 % larut dalam plasma darah
Setiap 100 ml darah mengandung 20 ml O2 dimana : 0,3 ml
adalah larutdi plasma dan 19,7 ml terikat dengan
hemoglobin
Larut dalam cairan plasma (1,5%)
• Tergantung pO2 darah (pO2  → kelarutan )
• Dalam keadaan normal, pada pO2 darah arterial = 100
mmHg, hanya 3 ml O2 yang dapat larut dalam 1 lt darah
→ pada 5 lt darah/mnt (Cardiac output pada keadaan
isrtirahat) hanya mengandung 15 ml O2/mnt. Padahal kita
ketahui bahwa pada keadaan istirahat sel mengkonsumsi
250 ml O2/mnt dan meningkat 25 kali lipat pada saat
latihan. Sehingga Cardiac Output yang dibutuhkan adalah
83,3 lt/mnt untuk mentransportasi O2 jika O2 hanya ada
yang larut dalam plasma.
Ikatan dengan Hb (98,5%)
• Tidak mempengaruhi pO2 darah
pO2 tidak menunjukkan jumlah total O2 darah tetapi hanya
menunjukkan jumlah/bagian O2 yang larut
• Hemoglobin terdiri dari protein yang disebut globin dan
pigmen besi yang disebut heme
• Satu molekul hemoglobin mengandung 4 molekul heme dan
setiap heme mengikat satu molekul O2
binding of O2

Hb + O2  HbO2
Deoksihemoglobin dissociation of O2 oksihemoglobin
Hemoglobin dan tekanan partial
oksigen
• Faktor yang paling penting untuk mengetahui banyal O2
yang berikatan dengan hemoglobin adalah dengan
mengukur tekanan partial dari O2
• Saturasi telah jenuh bila deoksihemoglobin telah seluruhnya
berubah menjadi oksihemoglobin.
• Saturasi parsial bila terdapat deoksihemoglobin dan
oksihemoglobin
• Persentase dari saturasi hemoglobin adalah persentase
HbO2 dalam hemoglobin total.
• Pada pO2 yang tinggi, daya ikat hemoglobin terhadap O2
besar (dapat mendekati saturasi jenuh)
• Pada pO2 yang rendah, terjadi sebaliknya. Hanya sebagian
hemoglobin yang mengikat O2.
• Pada keadaan istirahat, saturasi hemoglobin adalah 75 %
pada pO2 40 mmHg
• Pada pO2 60 – 100 mmHg saturasi hemoglobin hampir
mendekati 90 %
• Dalam keadaan metabolisme  → pO2 turun dari 40 mmHg
ke 20 mmHg → persentase menurun dari 75 % ke 30 % dari
saturasi → ± 45 % HbO2 → O2 (banyak O2 yang terlepas
ikatannya dengan Hb)
• Karena Hb bertindak sebagai depot, Hb merangsang pe
transfer O2 dari alveoli ke darah
O2 alveoli→ kapiler paru (terlarut)→ pO2 → HbO2
→ % saturasi → O2 yang terlarut →pO2 →
gradien pO2 → difusi O2 alveoli – kapiler paru 
• Pada tingkat jaringan :
pO2 sistemik > pO2 jaringan → difusi O2 ke jaringan→
pO2 →% saturasi Hb→ O2 dilepas ke darah → pO2
darah  → O2 difusi dari darah ke jaringan
• Pada anemia berat → Hb  → kapasitas angkut Hb  50
% meskipun pO2 arteri normal
( 100 mmHg) dan saturasi Hb 97,5 %
Kurva disosiasi oksigen hemoglobin ( kurva
disosiasi Hb – O2) hubungannya dengan
pH, pCO2 dan saturasi hemoglobin.

• ke kiri : keracunan CO
• ke kanan : pCO2 
pH Asam (H+) 
Temperatur
2 – 3 difosfogliserat ( 2,3 DPG ) 
• Kurva disosiasi HbO2 standard yang lazim digunakan berlaku
pada suhu dan pH tubuh normal (suhu 37º dan pH 7,4)
afinitas terhadap O2 dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dapat menyebabkan pergeseran kurva disosiasi yaitu :
1. Keasaman (pH)
• Bila pH menurun (keasaman ) afinitas hemoglobin untuk
mengikat O2 . Terjadi pergeseran kurva disosiasi oksigen –
hemoglobin ke kanan. Ini sesuai dengan efek Bohr.
• Penjelasannya : ion H+ mengikat asam amino dalam
hemoglobin dan sedikit merubah strukturnya sehingga
merubah kapasitas hemoglobin untuk mengikat O2.
Sehingga penurunan pH menyebabkan O2 meninggalkan
hemoglobin. Sebaliknya bila pH meningkat, afinitas
hemoglobin terhadap O2 meningkat kurva akan bergeser ke
kiri.
2. pCO2 (tekanan partial dari CO2)
• CO2 juga dapat mengikat hemoglobin dan
mempunyai efek yang hamper sama dengan H+. Bila
pCO2 , hemoglobin melepaskan O2 lebih banyak
sehingga kurva akan bergeser ke kanan, pCO2 dengan
pH adalah berhubungan, sebab pH yang rendah
menghasilkan pCO2 yang tinggi
3. Temperatur
• Efek pe suhu terhadap kurva disosiasi Hb – O2
serupa dengan efek pe keasaman, kurva bergeser
ke kanan.
• Kerja otot atau pe metabolisme sel akan
menghasilkan panas. Pe suhu jaringan lokal akan
memperbesar pelepasan O2 dari Hb untuk memenuhi
kebutuhan jaringan.
4. 2 – 3 diphosphoglycerate (2,3 – DPG)
• 2,3 – DPG terdapat dalam sel darah merah, dibentuk
pada pemecahan glukosa untuk energi pada proses
glikolisis. Zat ini dapat membentuk ikatan reversible
dengan Hb, sehingga menurunkan afinitas Hb
terhadap O2. Peningkatan 2,3 – DPG akan menggeser
kurva disosiasi Hb – O2 ke kanan.
• Hormon tiroksin,“human growth hormone“, epinefrin,
norepinefrin dan testosteron meningkatkan
pembentukan 2,3 – DPG.
• DPG juga  pada manusia yang tinggal di daerah
ketinggian.
• Fetal Hemoglobin (Hb – F)(Hb – fetus)
• Afinitas terhadap O2 lebih tinggi dari Hb-A sebab ia mengikat 2,3 DPG
lebih sedikit.
• Jika pO2 rendah, Hb – F dapat mengikat O2 30 % lebih banyak.
Kurva disosiasi Hb – O2 pada janin

• Pertukaran gas di plasenta juga terjadi melalui proses difusi. Namun


afinitas Hb – F terhadap O2 lebih besar dibandingkan pada dewasa.
Secara in vivo keadaan ini dikompensasi oleh pH darah janin yng lebih
asam (efek Bohr) sehingga perbedaan afinitas Hb terhadap O2 antara
janin dan ibunya tidak mempengaruhi pertukaran gas di plasenta
Afinitas Hb terhadap CO
(karbonmonoksida)
• CO berkompetisi dengan O2 dalam mengikat Hb pada “binding site“
yang sama dan afinitasnya terhadap Hb 240 X lebih besar
dibandingkan ikatan Hb – O2. Terikatnya CO oleh Hb akan
menghasilkan HbCO (karboksihemoglobin). Adanya sejumlah kecil CO
dalam darah sudah cukup untuk mengurangi tersedianya Hb untuk
transport O2, sehingga walaupun kadar Hb dan pO2 darah normal,
kandungan O2 dalam darah sangat menurun. Kadar CO yang cukup
tinggi dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian sel.
• Hb – CO akan menyebabkan pergeseran kurva disosiasi Hb – O2 ke kiri.
• Keracunan CO dapat terjadi tanpa disadari oleh korban, karena CO
adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak mempunyai rasa
serta tidak menimbulkan iritasi.
• Disamping itu, korban keracunan CO tidak mengalami sensasi sesak
napas sehingga tidak ada usaha untuk meningkatkan ventilasi,
walaupun jaringan tubuhnya kekurangan O2.
HIPOKSIA
• Adalah kekurangan O2 di tingkat seluler
• Dibagi menjadi 4 golongan :
1. Hipoksia hipoksik
• Hipoksia akibat kekurangan O2 di dalam darah. Keadaan
ini ditandai dengan rendahnya pO2 darah disertai saturasi
Hb – O2 yang tidak adekuat.
• Disebabkan oleh malfungsi dari pernapasan (obstruksi
jalan napas, cairan di paru-paru) dimana → pO2  alveoli
normal
→ pO2 arteri 
• Ketinggian, lingkungan yang padat/sumpek → pO2
atmosfir → pO2 alveoli & pO2 arteri
HIPOKSIA
2. Hipoksia anemik
• Kurangnya O2 di jaringan akibat menurunnya kapasitas transport O2
oleh darah. Hal ini dapat disebabkan oleh : perdarahan (jumlah sel
darah merah turun), anemia (jumlah hemoglobin dalam sel darah
merah turun), keracunan karbonmonoksida (CO) sehingga darah tidak
dapat mengangkut O2.
• → pO2 normal, kandungan O2 darah arteri menurun
3. Hipoksia stagnant / hipoksia sirkulatorik
• Hipoksia karena menurunnya jumlah darah yang teroksigenisasi yang
sampai di jaringan. Hipoksia sirkulatorik dapat terjadi setempat (pada
daerah terbatas) akibat spasme pembuluh darah lokal atau sumbatan
lokal. Dapat juga mencakup seluruh tubuh secara umum sebagai
akibat gagal jantung kongestif atau syok sistemik / syok hipovolemik.
Umumnya pO2 darah maupun kadar O2 darah normal, namun jumlah
darah yang mencapai sel menurun. Pada keadaan berat, pO2 arteri
juga turun akibat perfusi paru tidak adekuat.
HIPOKSIA
4. Hipoksia histotoksik
• Hipoksia yang terjadi akibat ketidakmampuan
jaringan untuk mengambil atau menggunakan
oksigen. Hal ini disebabkan oleh keracunan sianida
yang memblokir enzim esensial untuk pernapasan di
tingkat seluler. Keadaan ini ditandai dengan kadar
O2 darah arteri normal, aliran dalam kapiler jaringan
normal, dan pO2 darah vena yang meningkat.
HIPEROXIA
• pO2 arteri di atas normal
• Tidak dapat terjadi bila seseorang bernafas di udara terbuka (diatas
permukaan laut)
• Pemberian O2 dapat meningkatkan p alveoli dan p O2 arteri. Karena
persentase yang besar dari udara yang masuk, O2 yang terlarut akan
meningkat sampai terjadi keseimbangan antara pO2 arteri dengan
pO2 alveoli. Sedangkan persentase dari Hb yang mengikat O2 tidak
meningkat terlalu jauh (telah mengalami saturasi yang hampir jenuh)
• Pada penyakit paru yang mengurangi pO2 arteri → perlu diberikan
tambahan O2 untuk gradien agar darah dapat ditrasfer dari alveoli ke
otak
• Keracunan O2 dapat menyebabkan : kerusakan otak kerusakan
retina→ buta
• Memberikan terapi O2 harus hati-hati !!!
HIPERKAPNIA
• CO2 berlebihan di dalam darah arteri → hipoventilasi
• Bisa terjadi penyakit paru-paru : edema pulmonum,
emfisema
• Lebih besar kemungkinan untuk menjadi hipoksia hipoksik
(karena transfer O2 menjadi lebih sulit dari transfer CO2)
• Bila CO2 meningkat dalam darah→ terjadi gangguan
keseimbangan asam- basa→ dapat terjadi asidosis
respiratorik.
HIPOCAPNIA
• pCO2 arteri lebih rendah dari normal→ hiperventilasi
• Terjadi karena kecemasan, demam, keracunan aspirin
• pO2 alveolar  → pO2  → saturasi Hb tidak bertambah banyak
• Kandungan pO2 darah tidak berubah
• Dapat terjadi Alkalosis respiratorik
HYPERPNEA
• Ventilasi yang  untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang 
• Misalnya pada latihan fisik → pO2 dan pCO2 alveolar konstan → krn
 konsumsi O2 dan produksi CO2
TRANSPORT KARBONDIOKSIDA
• CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme sel jaringan akan
berdifusi ke dalam darah dan diangkut dalam 3 bentuk,
yaitu terlarut, terikat dengan Hb/protein plasma dan sebagai
ion bikarbonat
• Dipengaruhi oleh 3 faktor :
1. CO2 terlarut
• Daya larut CO2 dalam darah jauh lebih besar dibandingkan
O2. Larut secara fisik dalam plasma. Walaupun demikian,
pada pCO2 normal, hanya ± 7 – 10 % dari total CO2 dalam
darah di transport dalam bentuk terlarut.
TRANSPORT KARBONDIOKSIDA
2. Karbaminohemoglobin
• Ikatan dengan Hb dan protein plasma. Sekitar 23 – 30 % CO2
berikatan dengan bagian globin untuk membentuk
karbaminohemoglobin

Hb + CO2  Hb – CO2
(karbaminohemoglobin)
• Formasi dari karbaminohemoglobin dipengaruhi oleh pCO2,
bila pCO2 tinggi maka karbaminohemoglobin juga tinggi
• Tapi di kapiler pulmo pCO2 relatih rendah, dan CO2 terlepas
dari globin dan masuk ke alveoli melalui proses difusi
TRANSPORT KARBONDIOKSIDA
3. Ion bikarbonat
• Sebanyak 60 – 70 % dari CO2 ditransportasi di plasma dalam
bentuk ion bikarbonat (HCO3). Ion bikarbonat terbentuk
dalam sel darah merah.
CO2 + H2O  H2CO3  H+ + HCO3
anhidrase karbonat
• Di dalam plasma, reaksi pembentukan H2CO3 berlangsung
sangat lambat. Sebaliknya di dalam sel darah merah, reaksi
ini terjadi jauh lebih cepat karena dikatalisis oleh enzim
anhidrase karbonat.
• Selanjutnya molekul H2CO3 segera terurai menjadi ion H+
dan HCO3= (suatu keadaan yang menguntungkan karena
kelarutan HCO3= dalam darah lebih besar dibandingkan
CO2) Selanjutnya jumlah ion H+ dan HCO3= sel darah merah
akan me . Membran sel darah merah relatif lebih
permeable bagi ion HCO3=, namun relatif tidak permeable
untuk ion H+.
• Akibatnya ion HCO3= berdifusi keluar dari sel darah merah
mengikuti perbedaan konsentrasi, tanpa disertai difusi ion
H+.
• Untuk mempertahankan kelistrikan dalam sel darah merah
tetap netral, keluarnya ion HCO3= dari sel darah merah akan
diimbangi dengan masuknya ion Cl= ke dalam sel. Hal ini
dikenal sebagai “chloride shift“.
• Ion H+ di dalam sel darah merah akan berikatan dengan Hb.
Seperti halnya CO2, afinitas Hb reduksi terhadap ion H+
lebih besar dibandingkan HbO2.
• Dengan demikian, pelepasan O2 dari Hb akan meningkatkan
kemampuan Hb mengikat ion H+, sehingga pH darah relatif
tetap walaupun jumlah ion H+ dalam darah me
• Kenyataan bahwa pembebasan O2 dari Hb meningkatkan
kemampuan Hb untuk mengangkut CO2 dan ion H+ yang
terinduksi oleh CO2 dikenal sebagai efek HALDANE
PENGATURAN PUSAT PERNAPASAN
• Pusat pernapasan di batang otak dipengaruhi oleh berbagai rangsang yang
dapat digolongkan dalam
1. Rangsang kimia
* Kadar pO2 dan pCO2 darah tetap konstan walaupun
pemakaian O2 dan pembuangan CO2 darah bervariasi
* Hal ini menunjukkan bahwa kandungan gas dalam darah
arteri selalu diatur dengan tepat.
* Pusat pernapasan di medula oblongata menerima input yang
memberikan informasi tentang kebutuhan tubuh akan
pertukaran gas. Selanjutnya, pusat pernapasan akan
mengirimkan impuls yang sesuai untuk menyelaraskan
frekuensi dan kedalaman ventilasi dengan kebutuhan
jaringan.
* Perubahan O2, CO2 dan ion H+ akan mempengaruhi pusat
respirasi melalui perangsangan reseptor kimia (kemoreseptor)
di perifer dan di pusat
• Kemoreseptor perifer
* Terletak di glomus karotikum yang terletak pada
percabangan a.karotis komunis, dan glomus
aortikum pada arkus aorta
* Akibat perangsangan reseptor kimia ini, ventilasi akan me
Sebaliknya pe pCO2 dan pe  pO2/pH darah
menyebabkan kemoreseptor kurang
terangsang, sehingga impuls ke pusat respirasi berkurang
dan ventilasi me
• Kemoreseptor pusat/sentral
* Di bagian ventral medulla oblongata, dekat pusat respirasi
* Peka terhadap pe kadar ion H+ (pe pH) dalam cairan otak.
CO2 dengan mudah dapat menembus sawar darah otak dan
sawar darah cairan otak, sedangkan ion H+ dan ion HCO3=
menembus lebih sukar/lambat. CO2 yang masuk dalam otak dan
cairan otak segera berubah menjadi H2CO3 dan kemudian
terurai kembali menjadi ion H+ dan ion HCO3=. Maka kadar ion
H+ di cairan otak me sesuai dengan pe pCO2 arteri. Hal ini
akan merangsang reseptor kimia di medulla oblongata, sehingga
ventilasi me
* Pada hiperkapnia, kemoreseptor sentral akan terstimulasi,
terjadi peningkatan konsentrasi H+.
Konsentrasi H+ dan CO2 me tinggi dalam cairan otak
dibandingkan plasma darah sebab memiliki buffer yang lebih
sedikit dibandingkan darah.
PENGATURAN PUSAT PERNAPASAN
2. Rangsang non-kimia
Berbagai rangsang non-kimia dapat berasal dari :
• langsung
adanya serat saraf dari korteks serebri menuju motor otot
pernapasan memungkinkan seseorang mengendalikan
pernapasan secara sengaja, mis menahan napas /melakukan
hiperventilasi
• tak langsung
sebagian impuls yang disalurkan dari korteks serebri ke otot
rangka (wkt olah raga) akan disalurkan ke formasio
retikularis dan menggiatkan pusat respirasi, sehingga
ventilasi digiatkan
• sistem limbik dan hipotalamus
diduga menyalurkan impuls aferen menuju pusat
pernapasan, karena rangsang nyeri dan emosi
mempengaruhi pola pernapasan
• proprioseptor, di otot, tendon dan sendi mengirimkan
impuls melalui serat aferen menuju ke medula
oblongata untuk menggiatkan pernapasan sewaktu
melakukan olah raga. Telah dibuktikan bahwa gerakan
sendi baik aktif maupun pasif akan meningkatkan
ventilasi
• Baroreseptor di sinus karotikus, arkus aorta, atrium, ventrikel dan
pembuluh darah besar, selain memberikan perangsangan ke pusat
vasomotor dan kardioinhibitor, juga menyalurkan impulsnya melalui
serat aferen menuju ke pusat respirasi. Rangsang pada baroreseptor
akan menimbulkan inhibisi ke pusat respirasi. Apabila terjadi
peningkatan tekanan darah, secara refleks terjadi penurunan frekuensi
denyut jantung, penurunan ventilasi dan vasodilatasi pembuluh darah.
• Peningkatan suhu tubuh akan menggiatkan pernapasan. Pada
demam/sewaktu berolah raga, pembentukan panas tubuh melampaui
pengeluaran panas tubuh, sehingga suhu tubuh me. Pada keadaan
ini, ventilasi me, sebagai salah satu upaya tubuh mengeluarkan
panas tubuh yang berlebihan.
• Hormon epinefrin yang me dalam tubuh sebagai respon terhadap
pe rangsang simpatis, juga akan merangsang pusat respirasi,
sehingga ventilasi me
• Berbagai iritasi pada mukosa saluran pernapasan akan merangsang
bermacam-macam reseptor, menimbulkan refleks bersin, batuk,
menelan, muntah, menguap. Pada keadaan tersebut,tampak
perubahan pola pernapasan.
• Refleks Hering-Breuer, yaitu refleks hambatan inspirasi ekspirasi. Pada
saat inspirasi mencapai bats tertentu, reseptor regang yang terdapat
pada parenkim paru serta otot polos saluran pernapasan akan
terangsang. Impuls dari reseptor ini akan disalurkan melalui serat
aferen n. Vagus menuju DRG (Dorsal Respiratory Group)di medulla
oblongata, dan menghambat aktifitas neuron I (inflation
reflex).Mekanisme umpan balik negative ini membantu menghentikan
proses inspirasi sebelum jaringan paru teregang secara berlebihan.
Demikian pula saat ekspirasi mencapai batas tertentu, terjadi
perangsangan reseptor kompresi yang terletak pada septum
alveoli.Impuls dari reseptor kompresi akan menghambat terjadinya
ekspirasi lebih lanjut (deflation reflex)
• Peregangan otot sphincter anal akan meningkatkan frekuensi respirasi
(respiratory rate)
PENGATURAN PERNAPASAN
• Proses pernapasan adalah proses yang terjadi secara
terus menerus untuk menjamin kelangsungan hidup.
• Otot pernapasan secara ritmik harus mengisi dan
mengeluarkan udara dalam paru-paru. Otot-otot
pernapasan membutuhkan perangsangan melalui
persarafan, agar dapat berkontraksi.
• Pola pernapasan spontan berirama dihasilkan oleh
lepas muatan teratur (rhytmic discharge) dari pusat
pernapasn di batang otak. Disamping itu, sampai
batas tertentu, aktifitas pernapasan dapat
dimodifikasi dan diatur secara volunter untuk
melakukan kegiatan sehari-hari.
Pusat pernapasan
Pusat mekanisme pengaturan pernapasan ada 2 :
1. Pusat pengaturan pernapasan volunter (dibawah kemauan)
Terletak di korteks serebri dan impulsnya disalurkan melalui traktus
kortikospinalis menuju motor neuron saraf pernapasan

2. pusat pengaturan pernapasan otomatis (spontan)


• pusat pernapasan otomatis terletak di pons dan medulla oblongata,
jarasnya berjalan di bagian ventral dan lateral medulla spinalis.
Apabila hubungan pusat dengan perifer terputus ( memotong med
spin di atas motor neuron n.phrenikus), pernapasan spontan akan
berhenti, tetapi pernapasan disengaja masih dapat dilakukan.
• Pusat pernapasan otomatis di batang otak bertanggung jawab dalam
membentuk pola pernapasan ritmik
Pusat pernapasan ini terdiri atas 3
bagian
• pusat respirasi (inspirasi-ekspirasi), pusat apneustik dan pusat
pneumotaksik
• Pusat respirasi
* Terletak di formasio retikularis medulla oblongata→pernapasan
spontan
* Pemotongan dibawah medulla oblongata akan menyebabkan
pernapasan berhenti
* Secara anatomis, pusat respirasi dibagi menjadi 2 kelompok :
• kelompok dorsal (Dorsal Respiratory Group = DRG)
terdiri dari neuron I yang secara periodic melepaskan impuls dengan
frekuensi 12-15 X/min. Neuron I akan mempersarafi otot2 inspirasi
• kelompok ventral (Ventral Respiratory Group = VRG)
terdiri dari neuron I dan neuron E
tidak ada impuls pada pernapasan tenang. Aktif pada ventilasi yang
me. Pemicu rangsang ritme pernapasan
• Pusat apneustik
* Terletak di formasio retikularis pons bagian bawah dan mempunyai
pengaruh tonik terhadap pusat respirasi
* Dihambat oleh impuls aferen melalui n.vagus
• Pusat pneumotaksik
* Terletak di pons bagian atas
* Impuls dari pusat ini akan menghambat aktifitas neuron I,
sehingga rangsang inspirasi dihentikan.
* Secara umum, pengaruh pusat pneumotaksik lebih dominan
dibandingkan pusat apneustik
Peranan yang pasti dari pusat di pons memang belum diketahui
dengan pasti, namun tampaknya kedua pusat tersebut menyebabkan
impuls spontan dan berirama pada pusat respirasi menjadi lebih halus
dan teratur, sehingga proses inspirasi dan ekspirasi berjalan dengan
mulus.
Pola pernapasan abnormal :
1.Cheyne – Stokes
• Pola nafas dengan tidal volume diikuti dengan periode apnea
• Depresi otak akibat penyakit, overdosis, uremia, gagal jantung, hipoksia,
anak/dewasa dalam keadaan tidur
• Terjadi karena keadaan hipersensitif terhadap CO2 sehingga meyebabkan
terjadinya hiperventilasi untuk mekan pCO2 arteri. Pada fase apnea,
pCO2 arteri mulai kembali ke normal. Karena mekanisme yang berlebihan
terhadap CO2. Bila pernapasan berhenti maka siklus akan berulang lagi.
• Kontrol respirasi masih dalam keadaan sinus, tetapi mekanisme feedback
mengalami perpanjangan. Terjadi pada pasien dengan penyakit jantung,
dimana sirkulasi dari paru-paru ke otak mengalami perpanjangan waktu.
Sehingga pertukaran gaspun memerlukan waktu yang lebih lama.
Bila pasien tersebut melakukan hiperventilasi, pCO2 dalam peredaran
darah paru lebih rendah, tapi keadaan yang sama untuk sampai ke otak
juga memerlukan waktu.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya fase apnea.
Pola pernapasan abnormal :
2. Biot
• Oleh karena kerusakan otak
(tekanan intrakranial me, meningitis)
• Pola napas tidak teratur
3. Kussmaul
• Napas cepat dan dalam
• Pada diabetik ketoasidosis→ asidosis dan dehidrasi→
gangguan kesadaran (bisa sampai
koma)→ pernapasan kussmaul

Anda mungkin juga menyukai