Dosen Pengampu:
Oleh:
Kelompok 03
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
untuk mendeteksi sensitivitas atau resistensi dari bakteri. Meskipun tujuan dari
tinjauan ini terutama untuk uji kepekaan terhadap bakteri patogen, penting
untuk dicatat bahwa uji kepekaan antijamur juga ada untuk mengatasi infeksi
jamur (misalnya, Candida, Aspergillus spp.).Selain itu, tes kerentanan antivirus
juga tersedia (misalnya, influenza) melalui teknologi molekuler termasuk
analisis pengrutan seperti metode Sanger dan pirosekuensi.
Untuk difusi cakram, pengukuran zona hambatan dilakukan dengan
menggunakan kaliper khusus. Ukur diameter dengan benar di tepi zona
hambatan. Untuk panel MIC, membaca setiap set sumur untuk obat antibiotik
dilakukan. Penentuan MIC adalah dengan jelas atau sedikit keputihan pada
sumur. Pelaporan hasil zona penghambatan dan breakpoint MIC dibuat
menggunakan istilah "rentan" atau "resisten" berdasarkan rentang batas yang
ditetapkan untuk diameter zona masing-masing dalam milimeter dan
mikrogram per mililiter terdekat.
Kedua metode difusi disk dan MIC menggunakan identifikasi kerentanan
fenotipik, dan oleh karena itu, memerlukan proses berikut:
o Panel MIC
3
Metode difusi disk mengacu pada difusi agen antimikroba dengan
konsentrasi tertentu dari disk, tablet atau strip, ke dalam media biakan padat
yang telah diunggulkan dengan inokulum terpilih yang diisolasi secara murni
budaya. Difusi cakram didasarkan pada penentuan zona hambatan yang
sebanding dengan kerentanan bakteri terhadap antimikroba yang ada dalam
disk. Difusi agen antimikroba ke dalam media biakan benih menghasilkan
gradien antimikroba. Ketika konsentrasi antimikroba menjadi sangat encer
sehingga tidak dapat lagi menghambat pertumbuhan bakteri uji, zona hambatan
dibatasi. Diameter zona hambat ini sekitar disk antimikroba terkait dengan
konsentrasi penghambatan minimum (MIC) untuk itu kombinasi
bakteri/antimikroba; zona penghambatan berkorelasi terbalik dengan MIC tes
bakteri. Umumnya, semakin besar zona hambat, semakin rendah konsentrasi
antimikroba yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan organisme.
Namun, ini tergantung pada konsentrasi antibiotik di dalam disk dan
difusibilitasnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik
Antibiotik merupakan produk senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotic merupakan agen
yang dapat digunakan untuk mengobati dan mencegah suatu kondisi karena
infeksi dari bakteri. Antibiotic adalah zat atau senyawa kimia yang dihasilkan
dari mikroba tertentu yang dapat membasmi atau menghambat mikroba jenis
lain. Obat yang terbuat dari antibiotic digunakan untuk membasmi mikroba
yang menyebabkan infeksi pada manusia. Antibiotic ini harus mempunyai sifat
yang toksin dan selektif setinggi mungkin, artinya obat antibiotic ini harus
memiliki sifat yang sangat toksik terhadap mikroba pathogen namun relative
tidak toksik bagi hospes (Setiabudy, 2012 & Huda, 2016).
Antibiotik dapat digolongkan atau diklasifikasikan menjadi beberapa
bagian (Brooks et al., 2012):
1. Berdasarkan struktur kimia antibiotic
a. Aminoglikosida: tobramismin, streptomisin, sisomisin, paromomisin,
netilmisin. Neomisin, kanamisin, gentamisin dan amikasin.
b. Beta-Laktam: golongan sefalosporin (seftazidim, sefadroksil, sefuroksim,
sefazolin, sefaleksin) dan golongan karabpenem (meropenem, imipenem,
ertapenem, ertapenem).
c. Polipeptida: golongan makrolid (roksitromisin, klaritomisin, azitromisin
dan eritromisin), golongan katolida (telitromisin) dan golongan tetrasiklin
(klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin).
d. Glikopeptida: dekaplanin, remoplanin, teicoplanin, dan vankomisin.
e. Polimiksin: kolistin dan polimiksin.
f. Kinolon (fluorokinolon): trovafloksasin, levofloksasin, norfloksasin,
ofloksasin, siprofloksasin dan asam nalidiksat.
g. Streptogamin: kinupristin – dalfopristin, mikamisin, virginiamisin dan
pristinamisin.
5
h. Oksazolidinon: linezolid.
i. Sulfonamida: trimethoprim dan kotrimoksazol.
j. Antibiotik lain yang penting: asam fusidat, klindamisin dan kloramfenikol.
6
2.2 Resistensi Antibiotik
Resistensi merupakan sebagai tidak ada terhambatnya perumubuhan dan
perkebangbiakan bakteri dengan pemberian antibiotic secara sistemik dengan
dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya (Utami, 2011).
Resistensi antibiotic dapat terjadi ketika bakteri mengubah mekanisme atau
struktur pertahanan yang dapat menyebabkan hilang atau turunnya efektivitas
senyawa kimia, obat atau bahan lainnya yang digunakan untuk mengobati atau
mencegah infeksi. Sensitivitas bakteri terhadap adanya antibiotic ditentukan
oleh kadar hambatan minimal yang mampu menghentikan pertumbuhan dan
perkembangan bakteri (Bisht et al., 2009).
7
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat
Alat Jumlah
Laminar Air Flow (LAF), 1 pcs
Cawan petri 5 pcs
Mikropipet 1 pcs
Tip micropipet Secukupnya
Beaker glass 1 pcs
Labu ukur 1 pcs
Bunsen 1 pcs
Spatula 1 pcs
Tabung reaksi 1 pcs
Microplate 96 well 1 pcs
Pinset 1 pcs
Hot plate and stirer 1 pcs
Autoclave 1 pcs
Inkubator 1 pcs
Kertas cakram 5 pcs
Plastik wrap 1 pcs
Suspensi Mc Farlan0,5% 1 pcs
8
3.2 Bahan
Bahan Jumlah
Etanol 70% Secukupnya
Antibiotik gentamisin 1,5 ml
Suspensi bakteri Staphylococcus 1 cawan
aureus
Suspensi bakteri Bacillus subtilis 1 cawan
Akuades Secukupnya
NaCl 0,9% Secukupnya
media MHA Secukupnya
media MHB secukupnya
pembuatan larutan
beri tanda pada antibiotik dari
tunggu hingga
antibiotik 1,2,3 dan 5000ppm menjadi
memadat
K(-) 2500ppm dengan
bakteri S. Aureus
masukan kertas
ambil kertas cakram
cakram kedalam inkubasi 37°C
lalu ditetesi pada 3
cawan yang sudah selama 24 jam
antibiotik
berisi bakteri
9
3.4 Metode Mikrodilusi
pembuatan
larutan antibiotik
pembuatan media masukan kedalam dari 5000ppm
MHB sentrifugasi menjadi 2500ppm
dengan bakteri S.
Aureus
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Difusi cakram
Gambar Jumlah diameter atas,bawah dan
kiri,kanan
Diameter Diameter Diameter Kontrol
cakram 1 Cakram Cakram (-)
2 3
11
4.1.2 Mikrodilusi
Gambar Keterangan
4.2 Pembahasan
Isolasi dan identifikaasi antibody genthamisin melalui kerakteristik sesui
dengan staphylococcus aureus. Hasil uji tersebut ditentukan dengan melakukan
pengukuran diameter zona hambat yang sudah terbentuk oleh kertas cakram
antibiotic.
12
Gambar 4.2 Diameter Zona Hambat Gentamisin staphylococcus aureus
Perbandingan dari hasil diatas dan CLSI (1) bahwa gentamisin tidak secara
efektif membunuh S. aureus dan gentamisin juga meningkatkan biomassa
biofilm S. aureus. Uji sensitivitas ini dilakukan menggunakan disk cakram
antibiotik pada media MHB dan jumlah bakteri sebanyak 50 µl. Dilakukan uji
sensitivitas agar mengetahui sensitivitas pada bakteri terhadap antibiotik.
Mekanisme resistensi pada gentamisin ialah modifying enzyme yang
mengaktifkan antibiotik dengan menambah grup fosforil, adenil atau asetil pada
antibiotik. Modifikasi antibiotik ini akan mengurangi transport antibiotik
menuju dalam sel sehingga fungsi antibiotik sangat terganggu, serta
pengeluaran secara aktif antibiotik yang berasal dari dalam sel bakteri (active
efflux).
Hasil pengamatan uji ini dapat didasarkan pada pengukuran diameter zona
hambat di sekitar cakram antibiotik, atau dapat juga disebut zona radikal
dibandingkan dengan diameter antibiotik standar. Hasil yang dapat dari
pengujian dapat dilihat dari pembentukan situs radikal (jelas) pada gentamisin
antibiotik cakram sekitar.
Hasil pengujian antibiotic ini pada table hasil menunjukkan hasil tidak
rentan resisten, Resistensi antibiotik terjadi ketika antibiotik standar menjadi
kurang efektif atau tidak efektif melawan bakteri tertentu. Resistensi antibiotik
dapat mengubah penyakit yang tadinya mudah diobati menjadi penyakit yang
serius, bahkan mengancam jiwa. Diameter zona hambat pada uji kepekaan
difusi agar merupakan hasil dari beberapa variabel yang berhubungan dengan
pasangan antibiotik-bakteri, metode standar dan komposisi media. Evaluasi lot
13
Mueller-Hinton agar (MHA) yang berbeda dan pengembangan dan penerapan
media referensi dalam uji difusi agar telah dipertimbangkan oleh NCCLS2.
14
Gambar 4.2 Hasil mikrodilusi
Dari hasil diatas terjadi kontaminasi pada KM oleh bakteri oleh karna itu
terjadi kekeuhan yang setara dengan KN, Tapi Hasil pengujian MBC paling
dapat direproduksi ketika seluruh volume 100 mikroliter disedot dari sumur
mikrodilusi komersial setelah pengadukan dan isi setiap sumur disebarkan di
atas pelat. Inokula fase pertumbuhan dan fase diam dari lima strain S. aureus
digunakan untuk menentukan MAKRO MBC methicillin dan cephalothin oleh
dua pekerja. Meskipun tes rangkap tiga lagi gagal untuk setuju dengan baik,
tidak ada perbedaan antara inokula fase pertumbuhan dan fase stasioner yang
ditunjukkan. Sebanyak 8 dari 15 (53%) MBC fase log dan 9 dari 15 (60%) MBC
fase diam methicillin lebih dari dua pengenceran dua kali lipat lebih tinggi dari
MIC yang sesuai. Cephalothin menunjukkan 11 dari 15 (73%) fase log dan 9
dari 15 (60%) MBC inokulum fase diam lebih dari dua kali lipat pengenceran
di atas MIC yang sesuai.
Perbandingan MBC MAKRO dengan MBC MICRO subkultur 0,01 ml.
Rasio MBC: MIC yang jauh lebih tinggi terlihat dengan prosedur MACRO
MBC konvensional (subkultur 10-ul loop) saat methicillin, cephalothin.
gentamisin, dan vankomisin diuji dibandingkan dengan teknik MICRO MBC
(subkultur pipet semi-otomatis 10-μl), yang paling mirip dengan teknik
subkultur MICRO yang dievaluasi. Klindamisin, tidak diharapkan menjadi
antibiotik bakterisidal, menunjukkan rasio MBC: MIC yang tinggi dengan
kedua metode tersebut.
15
Pada sumur kolom keempat ditambahkan 100 μl stok ekstrak uji dengan
konsentrasi 2000 μg/ml, sehingga diperoleh konsentrasi 1000 μg/ml. setelah
campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumur kolom keempat lalu
dipindahkan ke sumur kelima sehingga diperoleh konsentrasi 500 μg/ml.
setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumur kolom kelima
lalu dipindahkan ke sumur keenam sehingga diperoleh konsentarasi 250 μg/ml.
Setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumuran kolom
keenam lalu dipindahkan ke sumur ketujuh sehingga diperoleh konsentrasi 125
μg/ml. Setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumuran kolom
ketujuh lalu dipindahkan ke sumur kedelapan sehingga diperoleh konsentrasi
62,5 μg/ml. Setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumuran
kedelapan lalu dipindahkan ke sumur kesembilan sehingga diperoleh
konsentrasi 31,25 μg/ml. setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl
dari sumuran kesembilan lalu dipindahkan ke sumur kesepuluh sehingga
diperoleh konsentrasi 15,63 μg/ml. Setelah campuran tersebut homogen,
diambil 100 μl dari sumuran kolom kesepuluh lalu dipindahkan ke sumur
kesebelas sehingga diperoleh konsentrasi 7,81 μg/ml. Setelah campuran
tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumuran kesebelas lalu dipindahkan ke
sumur keduabelas, sehingga diperoleh konsentrasi 3,90 μg/ml, pada kolom
keduabelas kemudian dibuang larutan sebanyak 100 μl. Selanjutnya pada setiap
sumur uji ditambahkan 100 μl suspensi bakteri uji.
16
BAB V
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Setiabudi. 2012. Kimia material dan aplikasinya untuk katalisis, Konversi
Biomassa dan proses lainnya (position paper). Universitas Pendidikan
Indonesia.
Brooks, G., Carroll, K. C., Butel, J., & Morse, S. 2012. Jawetz, Melnick &
Adelberg's Medical Microbiology (26th ed.). New York: McGraw-Hill
Medical. h 305-506.
18
Coorevits L, Boelens J, Claeys G. Pengujian kerentanan langsung dengan difusi
cakram pada sampel klinis: alat yang cepat dan akurat untuk penatalayanan
antibiotik. Eur J Clin Mikrobiol Menginfeksi Dis. 2015 Juni; 34 (6):1207-
12. [ Artikel gratis PMC.
19