Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI DASAR

Uji Sensitivitas Antibiotik Terhadap pertumbuhan Bakteri

Dosen Pengampu:

Maroloan Aruan, M.Si.

Pangeran Andareas, M.Si.

Oleh:

Kelompok 03

Nama NIM Penugasan

Marulina Lumban Batu (01091220003) BAB III & BAB V

Maleakhi Samuel Mardiyono (01091220004) BAB II

Nava Anabel Tahalele (01091220010) BAB IV

Dolito Situmorang (01091220022) BAB I

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk melawan infeksi bakteri. Ada
berbagai jenis antibiotik. Setiap jenis hanya efektif melawan bakteri tertentu.
Tes sensitivitas antibiotik dapat membantu mengetahui antibiotik mana yang
paling efektif dalam mengobati infeksi. Tes ini juga dapat membantu
menemukan pengobatan untuk infeksi yang kebal antibiotik. Resistensi
antibiotik terjadi ketika antibiotik standar menjadi kurang efektif atau tidak
efektif melawan bakteri tertentu. Resistensi antibiotik dapat mengubah penyakit
yang tadinya mudah diobati menjadi penyakit yang serius, bahkan mengancam
jiwa.
Uji kepekaan antimikroba (AST) adalah prosedur laboratorium yang
dilakukan oleh teknolog medis (ilmuwan laboratorium klinis) untuk
mengidentifikasi rejimen antimikroba mana yang secara khusus efektif untuk
masing-masing pasien. Pada skala yang lebih besar, ini membantu evaluasi
layanan pengobatan yang diberikan oleh rumah sakit, klinik, dan program
nasional untuk pengendalian dan pencegahan penyakit menular. Baru-baru ini,
para peneliti harus menerapkan kegiatan pengawasan berkelanjutan untuk pola
resistensi karena mutasi pada DNA bakteri.
Uji kepekaan rutin menggunakan metode difusi cakram dan metode
konsentrasi hambat minimum (MIC) serupa dengan pedoman pengumpulan
sampel untuk biakan bakteri karena sejumlah koloni yang terisolasi dengan baik
(biasanya 3 sampai 5) tumbuh dari suatu biakan adalah diperlukan untuk
menyiapkan suspensi inokulum. Spesimen yang biasa dikirim untuk tes kultur
dan sensitivitas adalah darah, urin, cairan serebrospinal, sputum, luka, feses,
dan cairan tubuh lainnya.
Uji kepekaan terhadap antimikroba diperlukan untuk pasien yang
menimbulkan kecurigaan infeksi dengan patogen spesifik berdasarkan
manifestasi penyakit dan korelasi klinis. Agen antibakteri kemudian digunakan

2
untuk mendeteksi sensitivitas atau resistensi dari bakteri. Meskipun tujuan dari
tinjauan ini terutama untuk uji kepekaan terhadap bakteri patogen, penting
untuk dicatat bahwa uji kepekaan antijamur juga ada untuk mengatasi infeksi
jamur (misalnya, Candida, Aspergillus spp.).Selain itu, tes kerentanan antivirus
juga tersedia (misalnya, influenza) melalui teknologi molekuler termasuk
analisis pengrutan seperti metode Sanger dan pirosekuensi.
Untuk difusi cakram, pengukuran zona hambatan dilakukan dengan
menggunakan kaliper khusus. Ukur diameter dengan benar di tepi zona
hambatan. Untuk panel MIC, membaca setiap set sumur untuk obat antibiotik
dilakukan. Penentuan MIC adalah dengan jelas atau sedikit keputihan pada
sumur. Pelaporan hasil zona penghambatan dan breakpoint MIC dibuat
menggunakan istilah "rentan" atau "resisten" berdasarkan rentang batas yang
ditetapkan untuk diameter zona masing-masing dalam milimeter dan
mikrogram per mililiter terdekat.
Kedua metode difusi disk dan MIC menggunakan identifikasi kerentanan
fenotipik, dan oleh karena itu, memerlukan proses berikut:

• Persiapan inokulum standar dari kultur bakteri:

o Memilih koloni yang terisolasi dengan baik

o Membuat suspensi bakteri (inokulum)

o Standarisasi suspensi bakteri menggunakan standar McFarland

• Pengenceran suspensi bakteri (hanya untuk metode MIC)

• Inokulasi suspensi bakteri ke salah satu dari berikut ini:

o Media pertumbuhan tertentu (misalnya, Mueller Hinton Agar, MHA untuk


difusi cakram)

o Panel MIC

• Penambahan cakram antimikroba (hanya untuk difusi cakram)

• Inkubasi pelat (difusi disk) atau panel (MIC)

• Mengukur zona hambatan atau membaca panel MIC

3
Metode difusi disk mengacu pada difusi agen antimikroba dengan
konsentrasi tertentu dari disk, tablet atau strip, ke dalam media biakan padat
yang telah diunggulkan dengan inokulum terpilih yang diisolasi secara murni
budaya. Difusi cakram didasarkan pada penentuan zona hambatan yang
sebanding dengan kerentanan bakteri terhadap antimikroba yang ada dalam
disk. Difusi agen antimikroba ke dalam media biakan benih menghasilkan
gradien antimikroba. Ketika konsentrasi antimikroba menjadi sangat encer
sehingga tidak dapat lagi menghambat pertumbuhan bakteri uji, zona hambatan
dibatasi. Diameter zona hambat ini sekitar disk antimikroba terkait dengan
konsentrasi penghambatan minimum (MIC) untuk itu kombinasi
bakteri/antimikroba; zona penghambatan berkorelasi terbalik dengan MIC tes
bakteri. Umumnya, semakin besar zona hambat, semakin rendah konsentrasi
antimikroba yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan organisme.
Namun, ini tergantung pada konsentrasi antibiotik di dalam disk dan
difusibilitasnya.

1.2 Tujuan Praktikum


Mahasiswa diharapkan mampu memahami, melakukan dan menguasai teknik
pengujiaan kepekaan bakteri terhadp antibiotik menggunakan metode difusi
cakram (kirby-bauer) dan mikrodilusi. Selain itu, mahasiswa diharapkan
mampu menentukan nilai zona hambat dan minimum inhibitory concentration
(MIC).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik
Antibiotik merupakan produk senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotic merupakan agen
yang dapat digunakan untuk mengobati dan mencegah suatu kondisi karena
infeksi dari bakteri. Antibiotic adalah zat atau senyawa kimia yang dihasilkan
dari mikroba tertentu yang dapat membasmi atau menghambat mikroba jenis
lain. Obat yang terbuat dari antibiotic digunakan untuk membasmi mikroba
yang menyebabkan infeksi pada manusia. Antibiotic ini harus mempunyai sifat
yang toksin dan selektif setinggi mungkin, artinya obat antibiotic ini harus
memiliki sifat yang sangat toksik terhadap mikroba pathogen namun relative
tidak toksik bagi hospes (Setiabudy, 2012 & Huda, 2016).
Antibiotik dapat digolongkan atau diklasifikasikan menjadi beberapa
bagian (Brooks et al., 2012):
1. Berdasarkan struktur kimia antibiotic
a. Aminoglikosida: tobramismin, streptomisin, sisomisin, paromomisin,
netilmisin. Neomisin, kanamisin, gentamisin dan amikasin.
b. Beta-Laktam: golongan sefalosporin (seftazidim, sefadroksil, sefuroksim,
sefazolin, sefaleksin) dan golongan karabpenem (meropenem, imipenem,
ertapenem, ertapenem).
c. Polipeptida: golongan makrolid (roksitromisin, klaritomisin, azitromisin
dan eritromisin), golongan katolida (telitromisin) dan golongan tetrasiklin
(klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin).
d. Glikopeptida: dekaplanin, remoplanin, teicoplanin, dan vankomisin.
e. Polimiksin: kolistin dan polimiksin.
f. Kinolon (fluorokinolon): trovafloksasin, levofloksasin, norfloksasin,
ofloksasin, siprofloksasin dan asam nalidiksat.
g. Streptogamin: kinupristin – dalfopristin, mikamisin, virginiamisin dan
pristinamisin.

5
h. Oksazolidinon: linezolid.
i. Sulfonamida: trimethoprim dan kotrimoksazol.
j. Antibiotik lain yang penting: asam fusidat, klindamisin dan kloramfenikol.

2. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotic terhadap bakteri (Harvey R.A, 2013):


a. Menghambat Sintesis Dinding Sel
Dinding sel tersusun atas polimer peptidoglikan yang mengandung
protein – karbohidrat melalui ikatan peptide. Antibiotic berfungsi
menghambat dan memecah enzim yang mensintesis dinding sel dan
memberikan efek bakterisidal. Contoh antibiotic β-Lactam yaitu
monobactam, karbapenem, sefalosporin, dan antibiotic lainnya seperti
daptomisin, vancomisin, dan asitrasin.

b. Mengahmbat sintesis protein


Mempunyai efek bakteriostatik atau bakterisidal dengan
mentargetkan ribosom pada sel bakteri dan menghambat sintesis protein.
Contoh antibiotic ini yaitu linezolid, klindamisin, kloramfenikol, ketolide,
minoglikosida, glisisiklin, dan tetrasiklin.

c. Mengubah Premeabilitas Membran Plasma


Mempunyai efek bakteriolisis dan bakteriostatik dengan cara
menghilangkan premeabilitas membrane plasma dan karena kehilangan
substansi seluler maka mengakibatkan sel bakteri menjadi lisis. Antibiotic
ini yaitu kolistin, nystatin, gramisidin, amfoterisin B, dan polimiksin.

d. Mengganggu Sintesis DNA


Mekanisme kerja antibiotic ini terdapat pada obat-obatan seperti
novobiosin, kuinolon, dan metronidazo. Obat-obatan ini mampu
menghambat DNA gyrase sehingga dapat menghambat sintesis DNA. NA
girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri
yang menyebabkan terbukanya dan terbentuknya superheliks pada
DNA sehingga menghambat replikasi DNA.

6
2.2 Resistensi Antibiotik
Resistensi merupakan sebagai tidak ada terhambatnya perumubuhan dan
perkebangbiakan bakteri dengan pemberian antibiotic secara sistemik dengan
dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya (Utami, 2011).
Resistensi antibiotic dapat terjadi ketika bakteri mengubah mekanisme atau
struktur pertahanan yang dapat menyebabkan hilang atau turunnya efektivitas
senyawa kimia, obat atau bahan lainnya yang digunakan untuk mengobati atau
mencegah infeksi. Sensitivitas bakteri terhadap adanya antibiotic ditentukan
oleh kadar hambatan minimal yang mampu menghentikan pertumbuhan dan
perkembangan bakteri (Bisht et al., 2009).

2.3 Uji Sensitivitas Antibiotik


Uji sensitivitas digunakan untuk melihat dan mengetahui bakteri yang diuji
resisten atau tidak terhadap berbagai antbiotik. Uji sensitivitas antibiotic dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu anatara lain (Baharutan el al., 2015):
1. Metode Dilusi Cair atau dilusi padat
2. Metode Difusi
a. Metode Kirby
b. Metode Joan – Stokes
3. Antimicrobial Gradient
4. Short Automated Instrument Systems (SIAIA)

7
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat

Alat Jumlah
Laminar Air Flow (LAF), 1 pcs
Cawan petri 5 pcs
Mikropipet 1 pcs
Tip micropipet Secukupnya
Beaker glass 1 pcs
Labu ukur 1 pcs
Bunsen 1 pcs
Spatula 1 pcs
Tabung reaksi 1 pcs
Microplate 96 well 1 pcs
Pinset 1 pcs
Hot plate and stirer 1 pcs
Autoclave 1 pcs
Inkubator 1 pcs
Kertas cakram 5 pcs
Plastik wrap 1 pcs
Suspensi Mc Farlan0,5% 1 pcs

8
3.2 Bahan

Bahan Jumlah
Etanol 70% Secukupnya
Antibiotik gentamisin 1,5 ml
Suspensi bakteri Staphylococcus 1 cawan
aureus
Suspensi bakteri Bacillus subtilis 1 cawan
Akuades Secukupnya
NaCl 0,9% Secukupnya
media MHA Secukupnya
media MHB secukupnya

3.3 Metode Difusi Cakram (Kirby-Bauer)

pembuatan media masukan kedalam tuang media


MHA sentrifugasi kedalam cawan

pembuatan larutan
beri tanda pada antibiotik dari
tunggu hingga
antibiotik 1,2,3 dan 5000ppm menjadi
memadat
K(-) 2500ppm dengan
bakteri S. Aureus

inokulasi bakteri ambil larutan lakukan inokulasi


+NaCl 0,9% sebanyak 0,1ml dengan metode
sebanyak 10 ml kedalam cawan spreader

masukan kertas
ambil kertas cakram
cakram kedalam inkubasi 37°C
lalu ditetesi pada 3
cawan yang sudah selama 24 jam
antibiotik
berisi bakteri

9
3.4 Metode Mikrodilusi
pembuatan
larutan antibiotik
pembuatan media masukan kedalam dari 5000ppm
MHB sentrifugasi menjadi 2500ppm
dengan bakteri S.
Aureus

(KN): tuang 100µ


inokulasi bakteri (KM): tuang 200µ
MHB + 100µ
+NaCl 0,9% MHB pada sumur
bakteri pada
sebanyak 10 ml 1
sumur 2

(P1): tuang 100µ


(P2): tuang 100µ (P3): tuang 100µ
MHB + 100µ
MHB + 100µ P1, MHB + 100µ P2,
antibiotik pada
homogenkan homogenkan
sumur 3

(P4): tuang 100µ (P5): tuang 100µ (P6): tuang 100µ


MHB + 100µ P3, MHB + 100µ P4, MHB + 100µ P5,
homogenkan homogenkan homogenkan

(P7); tuang 100µ (P8): tuang 100µ (P9): tuang 100µ


MHB + 100µ P6, MHB + 100µ P7, MHB + 100µ P8,
homogenkan homogenkan homogenkan

(P10): tuang 100µ


inkubasi 37°C
MHB + 100µ P9,
selama 24 jam
homogenkan

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Difusi cakram
Gambar Jumlah diameter atas,bawah dan
kiri,kanan
Diameter Diameter Diameter Kontrol
cakram 1 Cakram Cakram (-)
2 3

2,2 + 2,3 : 0,9 + 1,1 : 1,7 + 1,7 : 0,9 + 0,9


2 = 2,25 2 = 1,0 2 = 5,4 : 2 = 0,9

11
4.1.2 Mikrodilusi
Gambar Keterangan

KM = Keruh (kontaminasi oleh


bakteri )
P1 – P10 = Tidak ada kekeruhan

4.2 Pembahasan
Isolasi dan identifikaasi antibody genthamisin melalui kerakteristik sesui
dengan staphylococcus aureus. Hasil uji tersebut ditentukan dengan melakukan
pengukuran diameter zona hambat yang sudah terbentuk oleh kertas cakram
antibiotic.

Tabel 4.2 Standard intepretasi diameter zona hambat staphylococcus aureus


positif terhadap antibiotic, Keterangan: I (intermediate), R (resistance), (sensitif).

Sumber: CLSI, 2018.

12
Gambar 4.2 Diameter Zona Hambat Gentamisin staphylococcus aureus

Sumber: CLSI, 2018

Perbandingan dari hasil diatas dan CLSI (1) bahwa gentamisin tidak secara
efektif membunuh S. aureus dan gentamisin juga meningkatkan biomassa
biofilm S. aureus. Uji sensitivitas ini dilakukan menggunakan disk cakram
antibiotik pada media MHB dan jumlah bakteri sebanyak 50 µl. Dilakukan uji
sensitivitas agar mengetahui sensitivitas pada bakteri terhadap antibiotik.
Mekanisme resistensi pada gentamisin ialah modifying enzyme yang
mengaktifkan antibiotik dengan menambah grup fosforil, adenil atau asetil pada
antibiotik. Modifikasi antibiotik ini akan mengurangi transport antibiotik
menuju dalam sel sehingga fungsi antibiotik sangat terganggu, serta
pengeluaran secara aktif antibiotik yang berasal dari dalam sel bakteri (active
efflux).
Hasil pengamatan uji ini dapat didasarkan pada pengukuran diameter zona
hambat di sekitar cakram antibiotik, atau dapat juga disebut zona radikal
dibandingkan dengan diameter antibiotik standar. Hasil yang dapat dari
pengujian dapat dilihat dari pembentukan situs radikal (jelas) pada gentamisin
antibiotik cakram sekitar.
Hasil pengujian antibiotic ini pada table hasil menunjukkan hasil tidak
rentan resisten, Resistensi antibiotik terjadi ketika antibiotik standar menjadi
kurang efektif atau tidak efektif melawan bakteri tertentu. Resistensi antibiotik
dapat mengubah penyakit yang tadinya mudah diobati menjadi penyakit yang
serius, bahkan mengancam jiwa. Diameter zona hambat pada uji kepekaan
difusi agar merupakan hasil dari beberapa variabel yang berhubungan dengan
pasangan antibiotik-bakteri, metode standar dan komposisi media. Evaluasi lot

13
Mueller-Hinton agar (MHA) yang berbeda dan pengembangan dan penerapan
media referensi dalam uji difusi agar telah dipertimbangkan oleh NCCLS2.

Gambar 4.2 Hasil inkubasi 24 jam.

Untuk gentamisin, mereka lebih besar dari 8 mikrogram/ml untuk resistensi


dan kurang dari atau sama dengan 6 mikrogram/ml (tidak kurang dari atau sama
dengan 4 mikrogram/ml) untuk kerentanan. Perbedaan kecil antara uji cakram
dan penentuan konsentrasi penghambatan minimal akan terjadi jika hanya
pengenceran obat dua kali lipat yang digunakan untuk mengukur nilai
konsentrasi penghambatan minimal. Uji kepekaan atau uji kepekaan antibiotik
digunakan.
Untuk menentukan zona hambat yang dihasilkan dari suatu antibiotika.
Zona hambat digunakan sebagai diagnosis hasil jika antibiotik sensitif atau
resisten terhadap bakteri ini. Hasil Staphylococcus zona hambat bakteri aureus
pada Gentamisin antibiotik dengan suhu inkubasi 33ºC.
Makrodilusi standar gagal memberikan hasil MBC yang dapat direproduksi
(membunuh 99,9%), bahkan ketika protokol yang ditentukan secara ketat
diikuti. Pengocokan terus menerus selama inkubasi menghasilkan
pertumbuhan kembali lebih banyak koloni daripada inkubasi stasioner. Vortex
tabung yang diinkubasi sebelum subkultur menghasilkan pertumbuhan kembali
lebih banyak koloni daripada transfer isi ke tabung steril sebelum vortex dan
subkultur.

14
Gambar 4.2 Hasil mikrodilusi

Dari hasil diatas terjadi kontaminasi pada KM oleh bakteri oleh karna itu
terjadi kekeuhan yang setara dengan KN, Tapi Hasil pengujian MBC paling
dapat direproduksi ketika seluruh volume 100 mikroliter disedot dari sumur
mikrodilusi komersial setelah pengadukan dan isi setiap sumur disebarkan di
atas pelat. Inokula fase pertumbuhan dan fase diam dari lima strain S. aureus
digunakan untuk menentukan MAKRO MBC methicillin dan cephalothin oleh
dua pekerja. Meskipun tes rangkap tiga lagi gagal untuk setuju dengan baik,
tidak ada perbedaan antara inokula fase pertumbuhan dan fase stasioner yang
ditunjukkan. Sebanyak 8 dari 15 (53%) MBC fase log dan 9 dari 15 (60%) MBC
fase diam methicillin lebih dari dua pengenceran dua kali lipat lebih tinggi dari
MIC yang sesuai. Cephalothin menunjukkan 11 dari 15 (73%) fase log dan 9
dari 15 (60%) MBC inokulum fase diam lebih dari dua kali lipat pengenceran
di atas MIC yang sesuai.
Perbandingan MBC MAKRO dengan MBC MICRO subkultur 0,01 ml.
Rasio MBC: MIC yang jauh lebih tinggi terlihat dengan prosedur MACRO
MBC konvensional (subkultur 10-ul loop) saat methicillin, cephalothin.
gentamisin, dan vankomisin diuji dibandingkan dengan teknik MICRO MBC
(subkultur pipet semi-otomatis 10-μl), yang paling mirip dengan teknik
subkultur MICRO yang dievaluasi. Klindamisin, tidak diharapkan menjadi
antibiotik bakterisidal, menunjukkan rasio MBC: MIC yang tinggi dengan
kedua metode tersebut.

15
Pada sumur kolom keempat ditambahkan 100 μl stok ekstrak uji dengan
konsentrasi 2000 μg/ml, sehingga diperoleh konsentrasi 1000 μg/ml. setelah
campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumur kolom keempat lalu
dipindahkan ke sumur kelima sehingga diperoleh konsentrasi 500 μg/ml.
setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumur kolom kelima
lalu dipindahkan ke sumur keenam sehingga diperoleh konsentarasi 250 μg/ml.
Setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumuran kolom
keenam lalu dipindahkan ke sumur ketujuh sehingga diperoleh konsentrasi 125
μg/ml. Setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumuran kolom
ketujuh lalu dipindahkan ke sumur kedelapan sehingga diperoleh konsentrasi
62,5 μg/ml. Setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumuran
kedelapan lalu dipindahkan ke sumur kesembilan sehingga diperoleh
konsentrasi 31,25 μg/ml. setelah campuran tersebut homogen, diambil 100 μl
dari sumuran kesembilan lalu dipindahkan ke sumur kesepuluh sehingga
diperoleh konsentrasi 15,63 μg/ml. Setelah campuran tersebut homogen,
diambil 100 μl dari sumuran kolom kesepuluh lalu dipindahkan ke sumur
kesebelas sehingga diperoleh konsentrasi 7,81 μg/ml. Setelah campuran
tersebut homogen, diambil 100 μl dari sumuran kesebelas lalu dipindahkan ke
sumur keduabelas, sehingga diperoleh konsentrasi 3,90 μg/ml, pada kolom
keduabelas kemudian dibuang larutan sebanyak 100 μl. Selanjutnya pada setiap
sumur uji ditambahkan 100 μl suspensi bakteri uji.

16
BAB V
KESIMPULAN

Setelah mengikuti praktikum bakteriologi dasar mengenai uji sensitivitas


bakteri terhadap antibiotik kami dapat menyimpulkan dan mengetahui alat dan
bahan yang dapat digunakan serta mengetahui prosedur kerja untuk melakukan
uji sensitivitas bakteri. Pada uij ini kami menggunakan disk cakram antibiotik
dan hasil yang kami dapatkan praktikum ini bahwa gentamisin tidak secara
efektif membunuh S. Aureus dan gentamisin juga dapat meningkatkan biomassa
biofilm pada S. Aureus sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri S. Aureus
resisten terhadap gentamisin.

17
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Setiabudi. 2012. Kimia material dan aplikasinya untuk katalisis, Konversi
Biomassa dan proses lainnya (position paper). Universitas Pendidikan
Indonesia.

Amin Huda, H. K. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1. Yogyakarta:


Media Action.

Aslam B, Wang W, Arshad MI, Khurshid M, Muzammil S, Rasool MH, Nisar


MA, Alvi RF, Aslam MA, Qamar MU, Salamat MKF, Baloch Z. Resistensi
antibiotik: ikhtisar krisis global. Infeksi Resist Obat. 2018; 11 :1645-1658.
[ Artikel gratis PMC.

Baharutan et al. (2015). Uji Kepekaan Bakteriyang Diisolasi dari Sputum


Pasien Penderita Bronkitis Kronik yang Menjalani Rawat Jalan Di RSUP

Prof.Dr.R.D.Kandou Manado Terhadap Antibiotik Ampicilin,Eritromisin,


dan Ciprofloxacin. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 4 No. 4
NOVEMBER 2015 ISSN 2302 – 2493.

Bisht, et al,.2009. Antibiotic Resistance- a global use of Concern, Asian Journal


Pharmaceutical and Clinical Research, Volume 2, Issue 2, April-Juni.

Brooks, G., Carroll, K. C., Butel, J., & Morse, S. 2012. Jawetz, Melnick &
Adelberg's Medical Microbiology (26th ed.). New York: McGraw-Hill
Medical. h 305-506.

[CLSI] Clinical and Laboratory Standards Institute. 2018. Performance


standards for antimicrobial susceptibility testing: 28th edition. West Valley
(US): Clinical and Laboratory Standards Institute.

18
Coorevits L, Boelens J, Claeys G. Pengujian kerentanan langsung dengan difusi
cakram pada sampel klinis: alat yang cepat dan akurat untuk penatalayanan
antibiotik. Eur J Clin Mikrobiol Menginfeksi Dis. 2015 Juni; 34 (6):1207-
12. [ Artikel gratis PMC.

DEHAUMONT P. (2004). OIE International Standards on Antimicrobial


Resistance. J. Vet. Med. [Series B], 51, 411– 414.

Graham DR, Dixon RE, Hughes JM, Thornsberry C. Pengujian kerentanan


antimikroba difusi disk untuk tujuan klinis dan epidemiologis. Am J Infect
Control. 1985 Desember; 13 (6):241-9.

Harvey, R. A. dan Champe, P.C., 2013, Farmakologi Ulasan Bergambar, Edisi


4 C. Ramadhani, Dian [et al], Tjahyanto, Adhi, Salim, ed., Jakarta, Buku
Kedokteran EGC.

Harwick HJ, Weiss P, Fekety FR., Jr Application of microtitration techniques to


bacteriostatic and bactericidal antibiotic susceptibility testing. J Lab Clin
Med. 1968 Sep;72(3):511–516.

Pike Rockville. 2020. Antibiotic Sensitivity Test. U. S. Department of Health


and Human Services National Institutes of Health. National Library of
Medicine.

Soleha TU. 2015. Uji kepekaan antibiotik. JuKe Unila. 5(9):119-123.

Suleiman A, Zaria LT, Grema HA, Ahmadu P. 2013. Antimicrobial-resistant


coagulase-positive Staphylococcus aureus from chickens in Maiduguri,
Nigeria. Sokoto Journal of Veterinary Science. 11(1): 51-55.

Utami, Rahayu. (2011). Antibiotik, Resistensi dan Rasionalitas Terapi. El


Hayah 1(4).

19

Anda mungkin juga menyukai