Anda di halaman 1dari 27

ARL Lawang

Sabtu, 12 Oktober 2013

laporan uji aktivitas pengawet

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengujian mikrobiologis terhadap produk perbekalan farmasi dan makanan yang beredar
diseluruh Indonesia sangat perlu dilakukan dengan mengingat bahwa produk tersebut sangat mudah
dikontaminasi oleh mikroorganisme.Keberadaan mikroorganisme dalam perbekalan farmasi dan
makanan tidak diharapkan, karena berdampak negative terhadap kesehatan para konsumen.Disamping
itu juga dalam rangka menghadapi era globalisasi dan ketersediaan semua produk-produk dalam bentuk
siap pakai, maka pengontrolan dan pengujian secara mikrobiologik terhadap produk perbekalan farmasi
dan makanan mutlak dibutuhkan.

Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam hal
pengolahan bahan makanan.Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan
manusia semakin hari semakin sibuk sehingga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan
pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah di
dapur.Dalam keadaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah di pabrik atau telah
diawetkan banyak manfaatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau pertanyaan yang timbul
kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet yang ditambahkan atau produk pangan
yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi manusia?

Keamanan produk terutama pada makanan, kosmetik, sediaan obat atau obat tradisional
merupakan suatu tuntutan yang telah dikemukakan sejak munculnya gangguan kesehatan manusia
akibat adanya cemaran mikroorganisme. Prduk ang tercemar mikroorganisme dapat memproduksi racun
yang dapat menyebabkan timbulnya suartu penyakit.

Suatu sediaan dikatakan rusak bila terjadi perubahan warna, perubahan bentuk (pecah, terdapat
kristal, lembap), perubahan rasa, perubahan bau, dan penguraian.

Maka untuk menghindari dan mengurangi kemungkinan pencemaran suatu produk oleh
mikroorganisme, dilakukan proses pengawetan produk.
Penggunaan pengawet dalam suatu sediaan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan
pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan suatu produk tertentu, tetapi tidak efektif untuk
mengawetkan produk lainnya karena suatu produk mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga
mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang
umum digunakan adalah metil paraben, propil paraben, asam benzoat, dan natrium benzoat.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam praktikum ini adalah apakah pengawet yang digunakan memiliki
pengaruh yang besar terhadap banyaknya zona bakteri yang dimilikinya?

C. Maksud Praktikum

Adapun maksud praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara pengujian aktivitas
bahan pengawet dari sediaan farmasi, dengan melibatkan tingkat konsentrasi dan jenis bakteri yang
digunakan.

D. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan daerah zona hambat dari suatu
pengawet, menentukan jumlah koloni bakteri dari daerah zona hambat dengan variasi konsentrasi yang
digunakan.

E. Manfaat Praktikum

Manfaat praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui metode pengujian aktivias bahan
pengawet terhadap sediaan bahan farmasi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Bahan pangan atau makanan disebut rusak atau tidak layak dimakan jika sifat-sifat bahan
pangan atau makanan tersebut telah berubah. Kerusakan pangan dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain adanya pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, kerusakan karena serangga atau
binatang pengerat, adanya aktivitas enzim dan non enzim dalam bahan makanan, dan adanya kerusakan
fisik, misalnya karena proses pembekuan, pengeringan, pemanasan, dan tekanan (Maksum. 2011).

Gejala keracunan sering terjadi ketika seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan-
bahan berbahaya, termasuk mikroorganisme, yang tidak dapat terdeteksi langsung dengan indera
manusia.Bahan-bahan kimia berbahaya yang terdapat dalam makanan sulit diketahui secara langsung
sehingga sering menyebabkan keracunan makanan (Maksum. 2011).

Mikroorganisme berbahaya yang terdapat dalam makanan kadang-kadang dapat dideteksi jika
pertumbuhan mikroorganisme tersebut menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme tersebut
menyebabkan perubahan tertentu pada makanan, misalnya menimbulkan bau asam, bau busuk, dan
lain-lain.Akan tetapi, tidak semua mikroorganisme menimbulkan perubahan yang mudah diketahui
sehingga sering menimbulkan masalah jika kita mengkonsumsi makanan tersebut (Maksum. 2011).

Pada prinsipnya, upaya pengawetan bahan makanan didasarkan pada (Maksum. 2011) :

(a) pencegahan atau penghilangan kontaminasi mikroorganisme.

(b) penghambat pertumbuhan dan metabolisme organism.

(c) pembunuhan mikroorganisme kontaminan.

Pemilihan metode pengawetan makanan harus memperhatikan jenis spora bakteri yang tahan
terhadap pemanasan yang kemungkinan terdapat dalam bahan makanan tersebut. (Maksum. 2011).

Penanganan bahan makanan secara aseptis sangat penting dilakukan agar makanan tidak tercemar
serta mengurangi kerusakan makanan dan memperkecil kemungkinan kontaminasi oleh bakteri patogen
(Maksum. 2011).

Pengepakan, pengemasan, dan pengalengan makanan yang telah diolah harus memenuhi cara produksi
makanan yang baik agar makanan terhindar dari mikroorganisme yang dapat merusak
makanan(Maksum. 2011).

Untuk menghindari dan mengurangi kemungkinan pencemaran suatu produk oleh mikroorganisme,
dilakukan proses pengawetan produk. Secara garis besar tehnik pengawetan dapat dibagi dalam tiga
golongan yaitu pengawetan secara alami, pengawetan secara biologis dan pengawetan secara
kimia.Syarat zat pengawet adalah mampu membunuh kontaminan mikroorganisme, tidak toksik atau
menyebabkan iritasi pada pengguna, stabil dan aktif, serta selektif dan tidak bereaksi dengan bahan
(Sylvia. 2008).

Tehnik pengawetan produk (Sylvia. 2008) :

a. Proses pengawetan secara alami


meliputi proses pemanasan dan pendinginan. Teknik liofilisasi atau teknik pengeringan beku merupakan
teknik preservasi (pengawetan) yang sangat terkenal dan biasa digunakan untuk mikroorganisme dengan
kisaran yang luas.Penerapan teknik tersebut diperkenalkan oleh Perlman dan kikuchi (1977) dan Heckly
(1978). Teknik ini termasuk pengawetan secara alami denga cara pembekuan kultur yang diikuti dengan
pengeringan dalam keadaan vakum untuk menghasilkan sublimasi air sel. Teknik ini melibatkan
pertumbuhan kultur ke fase sel stasioner yang maksimal dan meresuspensi sel dalam media seperti susu,
serum, atau natrium glutamat. Beberapa tetes suspensi ditransfer ke dalam ampul, kemudian dibekukan
dan divakumkan sampai terjadi sublimasi sempurna, dan ampul ditutup.Ampul disimpan dalam
pendingin dan dapat bertahan hidup selama 10 tahun atau lebih.

b. Pengawetan secara Biologis

Proses pengawetan secara biologis dapat dilakukan dengan fermentasi (peragian), yaitu proses
perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat –zat yang bekerja pada proses ini adalah enzim yang dibuat
oleh sel-sel ragi. Lamanya proses peragian tergantung pada bahan yang akan diragikan.

c. Pengawetan secara Kimia

pada proses pengawetan secara kimia, digunakan bahan-bahan kimia yang bersifat dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme. Sebagai contoh adalah penggunaan gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit,
natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga
termasuk cara kimia, sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan kedalam bahan makanan yang
akan diawetkan.

Pengawetan dengan cara dehidrasi. Dehidrasi dapat digunakan untuk menngawetkan bahan makanan
terutama karena menghambat pertumbuhan; mikroorganismenya sendiri tidak selalu terbunuh.
Pertumbuhan mikroorganisme dapat dicegah dengan cara mengurangi kelembapan lingkungannya
sampai dibawah titik kritis. Titik kritis ditentukan oleh ciri-ciri organisme yang bersangkutan dan oleh
kepastian bahan makanan untuk mengikat air sehingga tidak tersedia sebagai kelembapan bebas yang
dapat ditiadakan oleh proses dehidrasi (Pelcaar. 2009).

Walaupun khamir dan kapang relatif resisten terhadap perubahan osmotik, tetapi proses-proses
pengawetan pangan yang didasarkan pada prinsip ini bagaimanapun juga sangat bermanfaat. Jeli dan
selai jarang diganggu oleh kegiatan bakteri karena kadar gulanya tinggi. Namun, seringkali dijumpai juga
pertumbuha kapang pada permukaan jeli yang terbuka ke udara. Hasil yang sama kita peroleh bila
mengawetkan daging dan bahan makanan lain dalam larutan garam. Tekanan osmotik yang tinggi dapat
menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi tidak dapat diandalkan untuk mematikan organisme (Irianto.
2006).

Hanya beberapa macam zat kimia secara hukum diterima untuk digunakan dalam pengawetan
makanan.Diantaranya yang paling efektif ialah asam benzoat, sorbat, asetat, laktat dan propionat,
kesemuanya ini adalah asam organik.Asam sorbat dan propionat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan kapang pada roti.Nitrat dan nitrit, yang dipergunakan untuk mengawetkan daging
(terutama untuk mengawetkan warna) bersifat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri anaerobik,
terutama Clostridium botulinum.Kemungkinan nitrit bersifat karsinogenik ( mengakibatkan penyakit
kanker) bagi manusia menimbulkan keragu-raguan mengenai kelangsungan penggunaanya (Irianto.
2006).

Pengawetan dengan cara meningkatkan tekanan osmotik. Air akan ditarik keluar dari sel mikroorganisme
bila sel tersebut dimasukkan kedalam larutan yang mengandung sejumlah besar substansi terlarut
seperti gula atau garam. Dengan perkataan lain, sel tersebut mengalami dehidrasi, metabolisme terhenti,
dan dengan demikian memperlambat atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme(Pelcaar. 2009).

Setiap zat antimikroba dapat bersifat pengawet, meskipun demikian semua zat antimikroba
adalah zat yang beracun. Untuk melindungi konsumen secara maksimum, pada penggunaan harus di
usahakan agar pada kemasan akhir kadar pengawet yang masih efektif lebih rendah dari kadar yang
dapat menimbulkan keracuna pada manusia (Ditjen POM. 1995).

Pengujian berikut dimaksudkan untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang


ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti
produk-produk parenteral, telinga, hidung dan mata, yang dicantumkan pada etiket produk
bersangkutan.Pengujian dan persyaratan hanya berlaku pada produk di dalam wadah asli belum dibuka
yang didistribusikan oleh produsen (Ditjen POM. 1995).

B. Uraian Bahan

1. Air suling (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : Aqua Destillata.


Nama lain : Air suling/aquadest.

RM/BM : H2O / 18,02.

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Sebagai pelarut.

2. Agar (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : Agar

Sinonim : Agar-Agar

Pemerian : Berkas potongan memanjang, berlekatan atau berbentuk keping, serpih atau
butiran, jingga lemah kekuningan sampai kuning pucat atau berwarna, tidak berbau atau lemah, rasa
berlendir.

Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air , dan larut dalam air mendidih.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Sebagai pemadat

3. Pepton (Dirjen POM,1979)

Nama Resmi : Pepton

Sinonim : Pepton Kering

Pemerian : Serbuk; kuning kemerahan sampai coklat; bau khas, tidak busuk.

Kelarutan : Larut dalam air; memberikan larutan berwarna coklat kekuningan yangbereaksi
agak asam; praktis tidak larut dalam etanol (95 %) P dan dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan :Sebagai protein

4. Ekstrak Beef (Dirjen POM, 1995)

Nama resmi : Beef extrak

Sinonim : Kaldu nabati dan kaldu hewani.

Pemerian : Berbau dan berasa pada lidah.


Kelarutan : Larut dalam air dingin.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

5. Asam Benzoat (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : ACIDUM BENZOICUM

Nama lain : Asam benzoate

RM/ BM : C7H602 / 122,12

Pemerian : hablur halus dan ringan; tidak berwarna; tidak berbau

Kelarutan : larut dalam lebih kurang 350 bagian air dalam lebih kurang 3 bagian etanol
(95%P), dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : sebagai bahan pengawet

6. Metil Paraben (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : METHYLIS PARABENUM

Nama lain : Metil paraben, Nipagin M

RM/ BM : C8H8O3 / 152,15

Pemerian : serbuk hablur halus; putih; hamper tidak berbau; tidak mempunyai rasa;
kemudian agak membakar diikuti rasa tebal

Kelarutan :larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol
(95%P) dan dalam 3 bagian aseton P; mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida.

Penyimpanan : dalam wadah tertutp baik

Kegunaan : sebagai bahan pengawet

7. Natrium Benzoat (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : NATRII BENZOAS

Nama lain : Natrium benzoate

RM/ BM : C7H5NaO2 / 144,11

Pemerian : butiran atau serbuk hablur; putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau

Kelarutan : larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol (95%P).
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : sebagai bahan pengawet

8. Propil Paraben (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : PROPYLIS PARABENUM

Nama lain : Propil Paraben / Nipasol

RM/ BM : C10H12O3 / 180,21

Pemerian : hablur atau serbuk hablur; putih atau kuning gading muda; tidak berbau; rasa
pahit

Kelarutan : sangat sukar larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%)P; larut dalam
larutan alkali hidroksida

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : sebagai bahan pengawet

9. Glukosa (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : GLUCOSUM

Nama lain : Glukosa

RM/ BM : C6H12O6.H2O / 198,17

Pemerian : hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih; tidak berbau, rasa
manis

Kelarutan :mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut
dalam etanol (95%)P mendidih; sukar larut dalam etanol (95%)P.

Penyimpanan :dalam wadah tertutup baik

Khasiat :sebagai desinfektan


C. Bakteri Uji

1. Aspergillus niger

a. Klasifikasi (Garrity,2004)

Domain : Eukaryota

Kerajaan : Fungi

Filum : Ascomycota

Upafilum : Pezizomycotoina

Class : Eurotiomycetes

Ordo : Eurotiales

Familia : Trichomaceae

Genus : Aspergillus

Species : Aspergillus niger

b. Morfologi (wikipedia.org)

Aspergillus niger merupakan fungi dari filum ascomycetes yang berfilamen, mempunyai
hifa berseptat, dan dapat ditemukan melimpah di alam. Fungi ini biasanya diisolasi dari tanah, sisa
tumbuhan dan udara di dalam ruangan.Koloninya berwarna putih pada PDA 25oC dan berubah menjadi
hitam ketika konidia dibentuk. Kepala konidia dari A. niger berwarna hitam, bult cenderung memisah
menjadi bagian-bagian yang lebih longgar seiring dengan bertambahnya umur.

2. Candida albicans
a. Klasifikasi (Garrity, 2004)

Kingdom : Protista

Phylum : Bryophyta

Class : Deuteromycetes

Ordo : Saccharomycetales

Famili : Cryptococcaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

b. Morfologi: (Chairuddin Lakare, 1999)

Pada sediaan mikroskopik eksudat, Candida tampak sebagai ragi lonjong bertunas,gram positf,ukurannya
2-3 x 4-6 m dan sel-sel bertunas,gram positif yang memanjang menyerupai lifa (pseudehifa). Pada agar
Saboraud yang dieramkan pada suhu kamar, terbentuk koloni-koloni lunak yang berwarna krim yang
mempunyai bau seperti ragi.Pertumbuhan permukaan terdiri darisel-sel yang bertunas yang
lonjong.Pertumbuhan yang tertutup terdiri dari pseudomisellium.Ini terdiri dari pseudohifa yang
membentuk blastospora pada nodus-nodus dan kadang-kadang khlamidospora dan ujung-
ujungnya.Dapat meragikan glukosa dan maltosa, menghasilkan asam dan gas.Menghasilkan asam dari
sukrosa dan tidak bereaksi dengan laktosa.

3. Pseudomonas aeruginosa (Yulistrianti, 2006)

a. Klasifikasi

Kingdom : Prokariotik

Divisio : Protophyta

Ordo : Pseumonadales

Sub Ordo : Pseumonnadineae

Family : Psedomonadaceae

Genus : Psedoumonas

Species : Psedoumonas aeroginosa

b. Morfologi

Bentuk batang bulat 0,5 – 1,5 mili mikron, ciri petumbuhan pada agar sel putih, dan sel tampak sendiri
dan berpasangan, divisi lebih dari satu dan berkelompok mengemnbang sampai tak beraturan.
4. Staphylococcus aureus (Garity, 2004)

a.Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Eubacteriales

Familia : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

b. Morfologi

Termasuk bakteri gram negatif, tidak berspora banyaknya besarnya bervariasi, bergerak
dengan flagel peritlin tumbuh dengan cepat pada pembenihan biasa tetapi tidak merugikan
laktosa / sukrosa. Merupakan asam dan beberapa gas dari glukosa dan maltosa. Cenderung
menghasilkan hydrogen sulfida, dapat hidup dalam air yang dibekukan. Untuk masa yang lama,
resisten terhadap zat kimia tertentu seperti hijau brilliant Na - tetrationat, Na Dioksikholat,
menghambat kuman koliform dan bermanfaat untuk mengisolasi.

D. Prosedur Praktikum (Ditjen POM,1995)

1. Mikroba Uji

Gunakan biakan mikroba berikut:Candida albicans (ATCC No.0231), Aspergillus niger (ATCC
No.8739),Pseudomonas aeurogenosa (ATCC No.9027) dan Staphylococcus aureus (ATCC No.6538). selain
mikroba yang disebut di atas dapat digunakan mikoba lain sebagai tambahan terutamajika dianggap
mikroba bersangkutan dapat merupakan kontaminan selamapenggunaan sediaan tersebut.

2. Media

Untuk biakan awalmikroba uji, pili media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji,
seperti Soybean-Casein Digest Agar Media yang tertera pada Uji Batas Mikroba.

3. Prosedur

Jika wadah sediaan dapat ditrembus secara aseptikmengunakan jarum suntik melalui sumbat karet,
lkukan pengujian pada lima wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptis,
pindahkan 20 ml sampel ke dalam masing-masing tabung bakteriologik bertutup, berukuran sesuai dan
steril. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung dengan salah satu suspensi mikroba baku,
menggunnakan perbandingan 0,10 ml inokula setara dengan 20 ml sediaan, dan campur. Mikroba uji
dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkn sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di dalam sediaan
uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per ml. Tetapkan jumlah mikroba viabel
di dalam tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mkroba tiap ml sediaan yang diuji dengan metode
lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20o sampai 25 o. Amati wadah
atau tabung pada hari ke-7, ke-14, ke-21 dan ke-28 sesudah inokulasi, catat tiap perubahan yang terlihat
dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng. Dengan
menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam
persentipmikroba selama pengujian.

4. Penafsiran Hasil suatu Pengawet

Penafsiran hasil suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang di uji, jika :

a. Jumlah bakteri viabel pda ari ke 14berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.

b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang darijumlah awal.

c. Jumlah tiap mikroba uji selamahari tersisa dari 28 haripengujian adalah tetapatau kurang dari bilangan
yang disebut pada a dan b.

BAB III

KAJIAN PRAKTIKUM

A. Alat yang Dipakai


Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah autoklaf, batang pengaduk, botol pengencer, cawan
Petri, erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, inkubator, lampu spiritus, ose bulat, penggaris, pinset, sendok
tanduk besi, spoit 1 ml, 5 ml dan 10 ml, timbangan analitik, dan vial

B. Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalahair suling, asam benzoate, Aspergillus niger (AN)
agar, Candida albicans (CA) ekstrak beef, glukosa kertas label, kapas, kertas, kertas saring, metil paraben,
natrium benzoate, pepton, propil paraben, Pseudomonas aeruginosa (PA), Staphylococcus aureus (SA).

C. Cara Kerja

1. Penyiapan Sampel

Disiapkan 4 jenis pengawet masing-masing metal paraben, natrium benzoate, propel paraben dan asam
benzoate. Ditimbang masing-masing untuk dibuat konsentrasi 0,1% dan 0,2%. Dilarutkan masing-masing
pengawet ke dalam pelarut yang sesuai. Dimasukkan ke dalam vial dengan konsentrasi yang berbeda-
beda untuk masing-masing pengawet.

2. Penyiapan Bakteri Uji

a. Peremajaan mikroba uji

Disiapkan alat dan bahan, diambil 1 ose dari biakan murni mikroba uji Aspergillus niger kemudian
diinokulasikan pada medium NA miring kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC untuk
bakteri.

b. Pembuatan suspensi mikroba uji

Mikroba hasil peremajaan , masing-masing disuspensikan dengan larutan NaCl 0,9% steril kemudian
diukur transmitans menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 580 nm pada 25% T
untuk bakteri, sebagai blanko digunakan larutan NaCl 0,9% steril.

3. Pengujian Aktivitas Pengawet

a. Untuk konsentrasi 0,1%

Dimasukkan 9 ml medium PDA (Potato Dextrosa Agar)ke dalam vial kemudian ditambahkan 1 ml
pengawet konsentrasi 0,1% yang digunakan (metil paraben, propel paraben, asam benzoate, natrium
benzoate) lalu ditambahkan 0,02 ml suspense bakteri Aspergillus niger dan dihomogonken. Dimasukkan
ke dalam cawan petri yang telah diberi label masing-masing pengawet dan dibiarkan hingga memadat.
Setelah memadat dimasukkan cawan petri ke dalam enkas selama 3x24 jam. Dilakukan pengamatan
pada hari ke-0, 7, 14 dan 28.
b. Untuk konsentrasi 0,2%

Dimasukkan 9 ml medium PDA (Potato Dextrosa Agar)ke dalam vial kemudian ditambahkan 1 ml
pengawet konsentrasi 0,1% yang digunakan (metil paraben, propel paraben, asam benzoate, natrium
benzoate) lalu ditambahkan 0,02 ml suspense bakteri Aspergillus niger dan dihomogonken. Dimasukkan
ke dalam cawan petri yang telah diberi label masing-masing pengawet dan dibiarkan hingga memadat.
Setelah memadat dimasukkan cawan petri ke dalam enkas selama 3x24 jam. Dilakukan pengamatan
pada hari ke-0, 7, 14 dan 28.

BAB IV

KAJIAN HASIL PRAKTIKUM

A. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan
KELOMPOK

PENGAWET

MIKROBA UJI

[]

JUMLAH KOLONI MIKROBA UJI

HARI KE-

14

28

Propil paraben

CA

0.10%

Propil paraben

CA
0.20%

20

Propil paraben

EC

0.10%

Propil paraben

EC

0.20%

33

II

As. Benzoat

AN

0.10%
As. Benzoat

AN

0.20%

As. Benzoat

SA

0.10%

As. Benzoat

SA

0.20%

13

III

Na. Benzoat
PA

0.10%

17

18

Na. Benzoat

PA

0.20%

Na. Benzoat

AN

0.10%

Na. Benzoat

AN

0.20%

9
-

IV

Metil paraben

CA

0.10%

Metil paraben

CA

0.20%

Metil paraben

PA

0.10%

62

Metil paraben
PA

0.20%

83

-
BAB V

Pembahasan

Pengawet antimikroorganisme adalah zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk melindungi
sediaan tersebut terhadap kontaminasi mikroorganisme.Adapun maksud praktikum ini yaitu untuk
mengetahui dan memahami cara pengujian aktivitas bahan pengawet dari sediaan farmasi, dengan
melibatkan tingkat konsentrasi dan jenis bakteri yang digunakan. Sedangkan tujuan dari praktikum ini
adalah untuk menentukan daerah zona hambat dari suatu pengawet, menentukan jumlah koloni bakteri
dari daerah zona hambat dengan variasi konsentrasi yang digunakan.

Mekanisme kerja bahan pengawet untuk merusak mikroorganisme adalah terhadap toksisitas
primernya artinya diarahkan kembali pada kerja racun sel, yang mengembangkan pada dinding sel atau
bagian-bagian sel lainnya. Tergantung dari konsentrasi bahan pengawet yang terdapat dalam sediaan
obat, maka aksinya dapat dibedakan atas :

a. Pada konsentrasi yang sangat rendah terjadi suatu penimbunan pada membran sitoplasma, yang
mengarahkan pada suatu perkoasilitas yang meninggi dari rentang sitoplasma, tanpa mengganggu atau
merusak sel.

b. Pada konsentrasi mikrobiotik, artinya pada konsentrasi yang menyebabkan suatu pemblokiran
pertumbuhan, perubahan membran, bersifat toksis. Hal tersebut disebabkan karena terjadi akumulasi
bahan pengawet dalam membran sitoplasma dan kadang-kadang juga dalam bagian sel.

c. Pada konsentrasi mikrobisid, artinya pada konsentrasi yang menyebabkan kematian sel hal ini
disebabkan karena tingginya kadar bahan pengawet tersebut didesak masuk ke dalam bagian sel yang
lebih dalam, sehingga dapat menyebabkan terjadinya proses desemulsifikasi, koagulasi, persipitasi dan
dalam keadaan ekstern mengarah kepada otolisa yaitu mengalirnya keluar komponen intraseluer.

Suatu bahan pengawet diharapkan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

a. Tersatukan secara fisiologis, pada konsentrasi yang dipakai tidak boleh muncul sikap toksis, alergi
atau sensibilitasi

b. Tersatukan dengan aktif dan bahan pembantu

c. Stabilitas kimia, dikehendaki suatu stabil panas tertentu

d. Bau dan rasa, trutama pada pemakaian per oral sebaiknya tidak berbau dan berasa.

e. Spektrum kerja, pada konsentrasi yang diinginkan tetap bersifat bakteriosida, bakteriostatika.
Fungisida, fungistatika. Aktivitas tersebut sebaiknya muncul dengan singkat.

Untuk alasan yang paling mendasar mengenai pemakaian konsentrasi yang berbeda pada tiap-tiap
sampel bahan pengawet yakni untuk membandingkan jumlah atau banyaknya koloni bakteri yang
muncul pada pengamatan selama 1 bulan tersebut. Dimana juga bergantung pada jenis pengawet yang
digunakan.

Pengamatan dilakukan selama sekali dalam seminggu, sebab batas waktu pertumbuhan
mikroorganisme atau bakteri koloni membutuhkan waktu yang agak lama untuk terus menerus
berkembang dalam suatu habitatnya. Sehingga penampakan bakteri koloni yang nantinya akan diamati
jumlahnya bisa mencapai batas yang tak terhingga (∞).

Untuk kelompok III, dengan menggunakan bahan pengawet metil paraben dengan tingkat konsentrasi
0,1% dan 0,2%. Pada pseudomonas Aurelius konsentrasi 0,1% jumlah koloni yang nampak muncul pada
hari ke-1 dengan jumlah 8, hari ke-7 dengan jumlah koloni 17, pada hari ke 14 jumlah 18 dan hari ke-28
dengan jumlah koloni TBUD. Sedangkan untuk konsentrasi 0,2% jumlah koloni yang nampak muncul
pada hari ke-1 dengan jumlah 6, pada hari ke 7 sampai hari ke-28 adalah TBUD. Sedangkan untuk bakteri
uji Asperigilus nigger untuk konsentrasi 0,1% jumlah koloni yang nampak muncul pada hari ke-1 dengan
jumlah 5, lalu pada hari ke 7 dengan jumlah 8, sedangkan pada hari ke 14 dan hari ke-28 dengan jumlah
koloni TBUD. Sedangkan untuk konsentrasi 0,2% jumlah koloni yang nampak muncul pada hari kesampai
hari ke-.1 adalah 7, dan hari ke 7 dengan jumlah 9 kolonisedangkan pada hari ke 14 dan hari ke-28
adalah TBUD.

BAB V

PENUTUPDAN KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil praktikum ini adalah :

1. Pengawet yang memiliki efektifitas yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan
mikroorganisme adalah propil paraben, terlihat dari sedikit jumlah koloni yang tampak pada medium.
2. Perbedaan konsentrasi pengawet mempengaruhi keefektifitas dari pengawet tersebut, dimana
konsentrasi 0,01% lebih menghambat mikroorganisme dibandingkan konsentrasi 0,02%.

3. Pada hari ke-28 diperoleh hasil koloni TBUD untuk semua pengawet.

B. Saran

Sebaiknya setelah selesai praktikum asisten memberikan penjelasan mengenai laporan(apa-apa


saja yang perlu dimasukkan) sehingga mempermudah praktikan dalam pembuatan laporan.

DAFTAR PUSTAKA

Burchanan, Egibbobins. 1974. Determinatif Bakteriologi. The Williams and Wilkins Company.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Depkes RI; Jakarta.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Depkes RI; Jakarta.

Garrity M. George, 2004. Taxonomic Autline of the Prokaryetos Bergey`s Manual Systemic Bacteriology.
Second edition.

Irianto, Koes. 2006. “Mikrobiologi, Jilid I”. Yrama Widya. Bandung.

Pelcaar, Michael.2009. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia.

Pratiwi, Sylvia T. 2008. “Mikrobiologi Farmasi”. Erlangga. Jakarta.

Radji, Maksum. 2002.Buku Ajar Mikrobiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
LAMPIRAN

Skema Kerja
Description: E:\ALL PICTURE\Pharmacy_chuyy\erlenmeyer.png

Pengawet konsentrasi rendah (0,1 %) 1 ml

Pengawet konsentrasi tinggi (0,2 %) 1 ml

I
II

Homogenkan

Medium NA ± 9 ml

1 - 3 ose suspensi bakteri

III

Cawan petri steril

Diinkubasi pada suhu 37oC

Dilakukan pengamatan pada hari ke-7, ke-14, ke-21 dan ke-28

Unknown di 01.44
Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai