Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

Agensia biokontrol adalah makhluk hidup yang berperan sebagai penekan


perkembangan patogen dengan cara menghambat pertumbuhan dan perkembangan
patogen tersebut. Agensia biokontrol dikenal dengan pengendalian hayati
(Maemunah, et al., 2017). Pengendalian hayati menggunakan musuh alami hama
atau patogen untuk memberantas atau mengendalikan populasi mereka. Ini bisa
melibatkan pengenalan spesies eksotis, atau ini bisa menjadi masalah untuk
memanfaatkan segala bentuk pengendalian hayati yang ada secara alami di
ekosistem. Induksi resistansi tanaman dengan menggunakan mikroorganisme non-
patogenik atau tidak kompatibel juga merupakan bentuk pengendalian hayati
(Heydari & Mohammad, 2010).
Tujuan pengendalian penyakit secara hayati tidak lain adalah mengurangi laju
perkembangan penyakit melalui penurunan daya hidup patogen pada tanaman,
menurunkan jumlah propagul yang diproduksi serta mengurangi penyebaran
inokulum, mengurangi infeksi patogen pada tanaman serta mengurangi serangan
yang berat oleh patogen. Pengendalian penyakit hayati oleh mikroorganisme baik
jamur ataupun bakteri dapat terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme seperti:
antibiosis, kompetisi, hiperparasit, induksi resistensi dan memacu pertumbuhan
tanaman (Cook & Baker, 1974).
Mekanisme antibiosis merupakan penghambatan patogen oleh senyawa
metabolik yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti: enzim, senyawa-senyawa
volatile, zat pelisis dan senyawa antibiotik lainnya (Burge, 1988). Mekanisme
kompetisi adalah suatu mekanisme penekanan aktivitas patogen oleh agensia hayati
terhadap sumber-sumber terbatas seperti zat organik, zat anorganik, ruang dan
faktor-faktor pertumbuhan lainnya. Mekanisme hiperparasit merupakan perusakan
patogen oleh senyawa atau zat yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti kitinase,
selulase, glukanase, enzim pelisis dan lainnya (Cook & Baker, 1974). Agensia
pengendali hayati juga dapat menginduksi resistensi tanaman terhadap patogen
dengan cara mengaktifkan suatu lintasan sinyal dan melibatkan hormon asam
jasmonik dan etilen tanaman (Van Loon, et al., 1998). Beberapa agensia hayati juga
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Manfaat agensia pengendali hayati bagi pertumbuhan tanaman yaitu dapat
mengurangi kepadatan inokulum atau menekan aktivitas patogen/parasit dalam
menimbulkan penyakit, baik dalam kondisi dorman atau aktif yang dilakukan oleh
salah satu atau lebih organisme, dan terlaksana secara alami atau melalui manipulasi
lingkungan, inang (tumbuhan), agens antagonis atau melalui introduksi masal dari
satu atau lebih agens antagonis. Agens hayati merupakan organisme yang dapat
menyebabkan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) mati, dengan matinya OPT
pertumbuhan tanaman tidak akan terganggu dan dapat tumbuh secara maksimal
(Winarso & Suharjo, 2015).
Bakteri dalam genera Bacillus, Streptomyces, Pseudomonas, Burkholderia
dan Agrobacterium adalah agen kontrol biologis yang terutama dipelajari dan
semakin dipasarkan. Bakteri tersebut menekan penyakit tanaman melalui setidaknya
satu mekanisme; induksi resistensi sistemik dan produksi siderophores atau antibiotik
(Meena, et al., 2017). Salah satu agen hayati untuk penyakit darah pada pisang
adalah Pseudomonad flouresen. Pseudomonad flouresen merupakan kelompok
bakteri yang banyak digunakan sebagai agensia pengendali hayati dan dikenal pula
sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) (Maemunah, et al., 2017).
PGPR dapat melindungi tanaman terhadap patogen melalui interaksi antagonis
langsung dengan patogen, serta melalui induksi inang resisten (Meena, et al., 2017).
Pemanfaatan Pseudomonad flouresen sebagai agensia pengendali hayati telah banyak
dilakukan karena kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antimikroba seperti
siderofor, antibiotik, senyawa volatil, dan asam sianida. Pseudomonas sp. mampu
menghambat Xanthomonas campestris secara in vitro dan dapat mengendalikan
Fusarium oxyporum (Maemunah, et al., 2017).
Bacillus sp. adalah bakteri antagonis terhadap beberapa bakteri tular tanah
dan tular udara. Bacillus subtilis merupakan salah satu spesies dari Bacillus sp. yang
potensial sebagai agen pengendali hayati beberapa patogen tumbuhan. Kemampuan
bakteri Bacillus subtilis sebagai agen pengendali hayati berkaitan dengan
kemampuannya bersaing untuk mendapatkan nutrisi, mengahasilkan senyawa
metabolit sekunder seperti antibiotik, siderofor, dan enzim ekstraseluler. Bacillus
subtilis diketahui dapat mengendalikan patogen Magnoporthe grisea, Xanthomas
oryzae pv. Oryzae, dan R. Solanacearum (Wulansari, et al., 2017).
Tujuan praktikum acara Isolasi Bakteri yang Berpotensi sebagai Agen
Pengendali Hayati adalah untuk mengetahui tahapan isolasi bakteri yang berpotensi
sebagai agen pengendali hayati.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum acara Isolasi Bakteri yang Berpotensi
sebagai Agen Pengendali Hayati adalah labu erlenmayer, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, cawan petri, pipet ukur, filler, bunsen dan spirtus, pinset, pipet tetes,
mikroskop, jarum ose, inkubator, shaker orbital, dan bak preparat.
Bahan yang digunakan pada praktikum acara Isolasi Bakteri yang Berpotensi
sebagai Agen Pengendali Hayati adalah sampel air kolam ikan, air sungai, air
akuarium, air pepton water, media isolat akuades steril, media King’s B, media
Nutrient Agar (NA), picric acid 0,5%, sodium carbonate, medium Skin Milk Agar
(SMA), medium Strach Agar (SA), medium PDA, larutan NaCl , dan larutan Congo
red.

B. Cara Kerja

1. Isolasi Mikroorganisme
Isolat Dekomposisi Serasah dan Biofilm dilakukan pengenceran bertingkat
sampai 10-6. Kemudian, dua pengenceran terakhir dilakukan platting pada medium
King’s B dan NA. Medium NA dipanaskan selama 30 menit pada suhu 80o C.
Setelah itu, dilakukan inkubasi 2x24 jam pada suhu 37o C.
2. Pemurnian
Isolat hasil platting diinokulasikan pada medium NA dengan cara streak
kuadran. Setelah itu, medium diinkubasi 2x24 jam pada suhu ruang.
3. Uji Antagonisme terhadap Jamur Patogen
Isolat hasil platting diinokulasikan pada medium PDA dengan cara streak
kontinyu ½ cawan. Setelah itu, isolat Sclerotium sp. diinokulasikan 1 plug pada
bagian bawah hasil streak. Kemudian medium diinkubasi 2x24 jam pada suhu 37o C.
Kemudian diinterpretasikan hasil yang diperoleh, interpretasi positif ditandai dengan
pertumbuhan jamur yang terhambat sedangkan negatif apabila pertumbuhan jamur
tidak terhambat.
4. Uji Produksi HCN
Isolat hasil pemurnian diinokulasikan pada medium NA+Glycine dengan cara
streak kontinyu penuh. Kemudian kertas Whatmann dicelupkan ke dalam larutan
picric acid 0,5% dan sodium carbonate. Setelah itu, kertas Whatmann diletakkan di
atas isolat hasil pemurnian yang sudah diinokulasi. Kemudian medium diinkubasi
2x24 jam pada suhu 37o C. Setelah itu, hasilnya diinterpretasikan, interpretasi positif
ditandai dengan perubahan warna menjadi kecoklatan pada kertas Whatmann.
5. Uji Proteolitik
Isolat hasil pemurnian dilakukan streak kontinyu ½ cawan pada media SMA.
Kemudian diinkubasi 2x24 jam pada suhu 370C. Setelah itu hasilnya
diinterpretasikan, interpretasi positif ditandai dengan adanya zona jernih disekitar
koloni.
6. Uji Selulolitik
Isolat hasil pemurnian dilakukan streak kontinyu ½ cawan pada media CMC.
Kemudian diinkubasi 2x24 jam pada suhu 370C. Setelah diinkubasi, ditetesi larutan
Congo red dan ditunggu selama 5 menit. Lalu, dibilas dengan NaCl dan diamati zona
jernihnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Isolasi Bakteri yang Berpotensi sebagai Agen
Pengendali Hayati Kelompok 2 Rombongan II
Uji Uji Produksi Uji Uji
Isolat
Antagonisme HCN Proteolitik Selulolitik
Pseudomonas - + - -
Desah
Bacillus - + - +

Pseudomonas Kontam + - -
Biofilm
Bacillus Kontam + - +

Gambar 3.1 Hasil Uji Antagonisme terhadap Jamur Patogen


Berdasarkan Tabel 3.1 dan Gambar 3.1, didapatkan hasil bahwa isolat
Pseudomonas dan Bacillus yang diinokulasikan pada medium PDA dari isolasi
mikroorganisme dekomposisi serasah menghasilkan hasil yang negatif dimana jamur
patogen tidak terhambat pertumbuhannya. Menurut Bokman et al., (2013), medium
PDA merupakan salah satu medium yang optimum untuk pertumbuhan Fusarium sp.
dan Rhizoctonia sp. sehingga lebih menguntungkan untuk pertumbuhan kedua jamur
tersebut dibandingkan bakterinya. Selain itu adanya zat toxoplavin dapat membantu
pertumbuhan dari Fusarium sp. itu sendiri. Sedangkan untuk isolat Pseudomonas dan
Bacillus dari isolasi mikroorganisme biofilm tidak dapat dilakukan uji antagonisme
karena terjadi kontaminasi.
Uji antagonisme pada media TSA menunjukkan adanya zona yang
menghambat pertumbuhan jamur patogen. Dengan kata lain, beberapa isolat tidak
secara langsung menekan pertumbuhan atau perkembangan patogen, tetapi lebih
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen. Mekanisme ketahanan yang
dipengaruhi oleh bakteri antagonis ini bisa dikenal dengan istilah ketahanan
terinduksi secara sistemik (induced systemic resistance) (Van Loon, et al., 1998).

Gambar 3.2 Hasil Uji Produksi HCN


Berdasarkan Tabel 3.1 dan Gambar 3.2, didapatkan hasil bahwa isolat
Pseudomonas dan Bacillus yang diinokulasikan pada medium NA+Glycine dari
isolasi mikroorganisme dekomposisi serasah dan biofilm menghasilkan hasil yang
positif. Hasil positif tersebut ditunjukkan oleh perubahan kertas Whatman menjadi
kecoklatan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Knowles (1976), yang
menyatakan bahwa perubahan warna kertas saring terjadi akibat adanya reaksi antara
asam pikrat atau Na2CO3 dan sianida yang dihasilkan oleh bakteri menjadi bentuk
natrium sianida (NaCN).
Menurut Yasmin (2016), telah didokumentasikan sebelumnya bahwa
mikroorganisme yang menunjukkan kemampuan menghasilkan HCN dapat
digunakan sebagai agen biokontrol untuk penekanan patogen tanaman. Aktivitas
glukanase cenderung berperan dalam antagonisme langsung. Aktivitas antagonis
isolat bakteri yang dipilih mungkin disebabkan oleh produksi siderophores, enzim
litik dan HCN atau interaksi sinergis keduanya atau dengan metabolit lainnya. Semua
strain antagonis tidak patogen terhadap tanaman inangnya. Spesies Pseudomonas dan
Bacillus dikenal karena aktivitas spektrumnya yang luas terhadap patogen tanaman
yang berbeda.
Gambar 3.3 Hasil Uji Proteolitik
Berdasarkan Tabel 3.1 dan Gambar 3.3, didapatkan hasil bahwa isolat
Pseudomonas dan Bacillus yang diinokulasikan pada medium SMA dari isolasi
mikroorganisme dekomposisi serasah dan biofilm menghasilkan hasil yang negatif.
Menurut Yuniati et al. (2015), zona bening yang dihasilkan merupakan hasil
hidrolisis substrat protein yang terkandung dalam media SMA oleh enzim protease
yang dihasilkan oleh isolat bakteri. Media SMA mengandung pepton dan susu skim
sebagai sumber karbon utama bagi kebutuhan metabolisme bakteri.
Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease
ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian
dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel,
tetapi tidak semua mempunyai enzim protease ekstraseluler. Dekomposisi protein
oleh mikroorganisme lebih kompleks daripada pemecahan karbohidrat dan produk
akhirnya juga lebih bervariasi. Hal ini disebabkan struktur protein yang lebih
kompleks. Mikroorganisme melalui suatu sistem enzim yang kompleks, memecah
protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. (Durham, 1987).

Gambar 3.4 Hasil Uji Selulolitik


Berdasarkan Tabel 3.1 dan Gambar 3.4, didapatkan hasil bahwa isolat
Bacillus yang diinokulasikan pada medium CMC dari isolasi mikroorganisme
dekomposisi serasah dan biofilm menghasilkan hasil yang positif. Hasil positif
ditunjukkan dengan adanya zona jernih setelah ditetesi dengan larutan Congo Red
dan dibilas dengan NaCl. Penambahan larutan Congo Red dapat mengikat 1,4
glikosidik di selulose. Adanya zona jernih pada medium karena menghasilkan enzim
selulase (Agrios, 2005). Sedangkan untuk isolat Pseudomonas menghasilkan hasil
yang negatif. Secara umum, selulosa merupakan sumber karbon potensial bagi
mikroba tanah, tetapi tidak semua mikroba tanah mampu menggunakannya, karena
memerlukan perombakan kompleks untuk menjadi glukosa yang siap di serap oleh
sel. Beberapa jenis aktinomisetes memiliki kemampuan dalam mengurai selulosa
menjadi glukosa yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba lain, sehingga sangat
membantu dalam proses daur nutrisi dalam tanah (Nurkanto, 2007).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara Isolasi Bakteri yang


Berpotensi sebagai Agen Pengendali Hayati, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan bakteri sebagai agen pengendalian hayati dapat dilakukan dengan
isolasi mikroorganisme dan pemurnian serta serangkaian uji seperti uji
antagonisme terhadap jamur patogen, uji produksi HCN, uji proteolitik, dan uji
selulolitik.
B. Saran

Saran untuk praktikum acara Isolasi Bakteri yang Berpotensi sebagai Agen
Pengendali Hayati adalah sebaiknya dalam penulisan hasil pengamatan praktikum,
diberikan template tabelnya agar memudahkan pada saat memasukkan data pada
hasil laporan.
DAFTAR REFERENSI

Agrios, G. 2005. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.
Cook, R. J. & K. F. Baker. 1974. The Nature and Practice of Biological Control of
Plant Pathogens. American Phytopathol. Soc. St. Paul.
Durham, D.R., D.B. Stewart, & E.J. Stellwag. 1987. Novel alkaline and heat stable
serine proteases from alkalaphilic Bacillus sp. strain GX6638. J. Bacterial
169(6), pp. 2762- 2768.
Heydari, A. & Pessarakli, M., 2010. A Review on Biological Control of Fungal Plant
Pathogens Using Microbial Antagonists. Journal of Biological Sciences, 10,
pp. 273-290.
Boknam, J., Sehee, L., Jiran, Ha., Jong-Chul, P., Sung-Sook, H., Ingyu, H., Yin-
Won, L., & Jungkwan, L., 2013. Development of a Selective Medium for the
Fungal Pathogen Fusarium graminearum Using Toxoflavin Produced by the
Bacterial Pathogen Burkholderia glumae. The Plant Pthology Journal. 29(4),
pp. 446-450.
Knowles C.J. 1976. Microorganisms and Cyanide. Microorganisms Reviews, 11(3),
pp. 652-680.
Maemunah, Anhar, A. & Advinda, L., 2017. Pengaruh Kombinasi Pseudomonad
flouresen dan EM4 dalam Menghambat Pertumbuhan Blood Disease Bacteria
(Bdb) Penyebab Penyakit Darah Tanaman Pisang secara In Vitro. BioScience,
1(1), pp. 70-78.
Meena, Nayantara & Saharan, B. S., 2017. Effective Biocontrol of Leaf Rot Disease
on Aloe vera Plant by PGPR in Green House Experiment. Bulletin of
Environment Pharmacology and Life Sciences, 7(1), pp. 24-28.
Nurkanto, A., 2007. Identifikasi Aktinomisetes tanah hutan Paca Kebakaran Bkit
Bangkirai Kalimantan Timur dan Potensinya sebagai Pendegradasi Selulosa
dan Plerut Fosfat. Biodiversitas, 8(4), pp. 314-319.
Van Loon, L.C., P.A.H.M. Bakker, & M.J. Pieterse. 1998. Systemic Resistance
Induced by Rhizhosphere Bacteria. Annu. Rev. Phytopathol. 36 : pp. 453-483.
Winarso, S., & Suharjo, D. D., 2015. Kombinasi Pupuk Organik dan Agens Hayati
untuk Mengendalikan Hama. Berkala Ilmiah Pertanian, 1(1).
Wulansari, N. K., Prihatiningsih, N. & Djatmiko, H. A., 2017. Mekanisme Antagonis
Lima Isolat Bacillus subtilis Terhadap Colletotrichum capsici dan C.
gloeospoiroides In Vitro. Agrin, 21(2), pp. 127-139.
Yasmin, S., Zaka, A., Imran, A., Zahid, M. A., Yousaf, S., Rasul, G., … Mirza, M. S.
2016. Plant Growth Promotion and Suppression of Bacterial Leaf Blight in
Rice by Inoculated Bacteria. PLoS ONE, 11(8)
Yuniati, R., Nugroho, T. T., & Puspita, F., 2015. Uji Aktivitas Enzim Protease dari
Isolat Bacillus sp. Galur Lokal Riau. Jurnal Jom Fmipa, 1(2), pp. 116-122.

Anda mungkin juga menyukai