ABSTRAK
Pengendalian penyakit penting pada tanaman jagung sejauh ini lebih banyak dengan fungisida
sintetik yang tidak ramah lingkungan atau dengan varietas tahan yang jumlahnya masih sangat
terbatas. Perlu dicari alternatif pengendalian, diantaranya adalah dengan bakteri antagonis
Bacillus subtilis yang ramah lingkungan. Makalah ini mebahas tentang karakteristik B. subtilis
dan potensi pemanfaatannya terhadap tanaman baik dalam menekan perkembangan penyakit-
penyakit tanaman maupun dalam peningkatan pertumbuhan tanaman. Bakteri ini merupakan
kelompok bakteri yang umum ditemukan di berbagai lingkungan ekologi, baik di tanah, air,
maupun udara. Bakteri antagonis dalam perannya sebagai agens pengendalian hayati melalui
mekanisme menghasilkan senyawa penghambat pertumbuhan patogen, kompetisi pemanfaatan
senyawa tertentu atau kompetisi tempat. Kelompok Bacillus juga dikenal sebagai bakteri kelompok
Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan
ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui berbagai macam mekanisme. Budidaya
tanaman dengan menggunakan pengendalian agens hayati formulasi biopestisida Bacillus
subtilis telah banyak dilakukan untuk mengendalikan patogen tanaman.
Kata kunci: Bakteri antagonis, B. subtilis, penyakit tanaman
PENDAHULUAN
Penyakit tanaman merupakan salah satu faktor pembatas utama produksi
tanaman yang selalu ada di setiap musim tanam. Penggunaan pestisida sintetis untuk
mengendalikan penyakit tanaman telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat yang
semakin sadar untuk mengkonsumsi produk pertanian bebas residu kimia. Sebagai
upaya untuk mengatasi hal tersebut, pengendalian hayati menjadi satu pilihan cara
mengendalikan penyakit tanaman yang harus dipertimbangkan.
Pengendalian hayati adalah penggunaan musuh alami untuk mengurangi
kerusakan yang ditimbulkan oleh organisme yang berbahaya atau pengaturan populasi
penyakit oleh musuh alaminya. Salah satu upaya pengendalian yang dapat dilakukan
untuk mengatasi keberadaan patogen adalah menggunakan bakteri antagonis. Bakteri
antagonis adalah bakteri yang memiliki sifat berlawanan dengan mikroorganisme
patogen. Bakteri antagonis sering disebut sebagai bakteri menguntungkan, karena
dapat digunakan untuk menghambat atau menghentikan aktivitas patogen yang
merugikan.
Selain itu, produksi agensia pengendali hayati berformula dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan yang murah dan mudah didapat, khususnya penggunaan limbah
pertanian. Misalnya, penggunaan sisa-sisa tanaman kacang-kacangan untuk
memperbanyak dan memformula B. subtilis. Selain itu pembuatan formulasinya juga
489
Nurasia Djaenuddin dan Amran Muis: Karakteristik Bakteri ....
menggunakan alat yang sederhana, mudah diperoleh, dan mudah dilakukan oleh tenaga
yang tidak berkeahlian khusus.
Makalah ini membahas karakteristik bakteri antagonis B. subtilis dan potensi
pemanfaatannya terhadap tanaman baik dalam menekan perkembangan penyakit-
penyakit tanaman maupun dalam peningkatan pertumbuhan tanaman.
PENCIRIAN B. subtilis
B. subtilis merupakan bakteri gram positif yang dapat membentuk endospora
yang berbentuk oval di bagian sentral sel. Hasil uji pewarnaan gram menunjukkan
bahwa B. subtilis merupakan bakteri gram positif karena menghasilkan warna ungu
saat ditetesi dengan larutan KOH. Warna ungu yang muncul pada pewarnaan gram
tersebut dikarenakan dinding sel B. subtilis mampu mempertahankan zat warna kristal
violet (Aini et al. 2013). Sel Bacillus spp. berbentuk batang, berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,0
μm dan mempunyai flagel peritrikus, memproduksi spora bentuk silinder yang tidak
membengkak, bersifat aerob atau anaerob fakultatif serta heterotrof, katalase positif,
sel gerak yang membentuk endospora elips lebih tahan daripada sel vegetatif terhadap
panas, kering dan faktor lingkungan lain yang merusak. Permukaan sel bakteri
ditumbuhi merata flagellum pristikus. B. subtilis merupakan kelompok fisiologi yang
berbeda dari bakteri non-patogen, yang relatif mudah dimanipulasi secara genetika
dan sederhana dibiakkan, yang memperkuat kesesuaiannya untuk kepentingan industri
(Soesanto 2008).
Bacillus pertama kali dideskripsikan oleh Cohn pada tahun 1872 pada B. subtilis
yang semula disebut Vibrio subtilis oleh Ehrenberg pada 1835 (Gordon 1981 dalam
Hatmanti 2000). Cohn menunjukkan bahwa spora tersebut mempunyai resistensi yang lebih
dibandingkan sel vegetatifnya, keberadaan endospora yang berbentuk elips merupakan
suatu keuntungan untuk penerapan industri dan penggunaan bioteknologi.
Pengujian Reaksi
Sifat Gram +
Flagela +
Katalase +
Endospora (sentral) +
Pembengkakan sel berspora -
Tumbuh pada suhu 45oC +
Tumbuh pada pH 5,70 +
Tumbuh pada kandungan NaCl 1% +
Penggunaan sitrat +
Hidup dalam medium glukosa pada kondisi tanpa oksigen -
Produksi asam dari karbon: arabinosa, manitol dan xylosa +
Produksi indol -
VP test +
Hidrolisis pati +
Hidrolisis gelatin +
Sumber: Leary dan Chun (1988) dalam Supriadi (2006); Aini et al. (2013)
490
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015
EKOLOGI B. subtilis
Bakteri antagonis B. subtilis dapat bertahan pada kondisi lingkungan tertentu,
yaitu pada suhu -5o C sampai 75oC, dengan tingkat keasaman (pH) antara 2-8. Pada
kondisi yang sesuai dan mendukung, populasinya akan menjadi dua kali banyaknya
selama waktu tertentu. Waktu ini dikenal dengan waktu generasi atau waktu
penggandaan, yang untuk B. subtilis adalah 28,5 menit pada suhu 40oC (Soesanto
2008).
B. subtilis juga merupakan kelompok bakteri antagonis yang banyak digunakan
untuk mengendalikan patogen filosfer. Akan tetapi, kelompok bakteri ini memerlukan
kelembaban sangat tinggi dan bahkan adanya air bebas di permukaan filosfer yang
teratur. Populasi bakteri antagonis di filosfer dapat turun dengan cepat, sehingga
membutuhkan penerapan yang baru (Elad et al. 2002).
Di dalam tanah, bakteri antagonis B. subtilis memanfaatkan eksudat akar dan
bahan tanaman mati untuk sumber nutrisinya. Apabila kondisi tidak sesuai bagi
pertumbuhannya, misalnya karena suhu tinggi, tekanan fisik dan kimia, atau kahat
nutrisi, bakteri akan membentuk endospora. Endospora yang dihasilkan oleh Bacillus
mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap faktor kimia dan fisika, seperti suhu
ekstrim, alkohol dan sebagainya. Pembentukan endospora terjadi selama lebih kurang
8 jam dan dapat bertahan selama 6 tahun (Soesanto 2008).
Bakteri B. subtilis juga efektif dalam melarutkan fosfat. Fosfat dapat menjadi
tersedia untuk perakaran melalui sekresi asam organik mikroorganisme. Pada pH
netral dan basa yang memiliki kandungan kalsium yang tinggi, terjadi pengendapan
kalsium fosfat, sehingga mikroorganisme mampu melarutkan fosfat dan mengubahnya
menjadi tersedia dan mudah diserap bagi tanaman (Avivi et.al. 2010).
Isolat B. subtilis sering digunakan dalam penelitian dengan bentuk mutan
rifampisin. Suatu kapsul bak-matriks diamati mengelilingi sel bakteri yang terletak pada
epidermis akar primer. Letak bakteri dalam sel jelas ditunjukkan pada tingkat
ultrastruktur. Penggandaan sel bakteri terjadi di dalam ruang antarsel, khususnya
ruang yang terhubung (Soesanto 2008).
FISIOLOGI B. subtilis
Bakteri B. subtilis ketika diinfeksikan ke tanaman tidak menampakkan gejala
penyakit baik pada kondisi tertentu pertumbuhan tanaman maupun di sepanjang
pertumbuhan tanaman. Bahkan bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan
tunas tanaman, serta meningkatkan laju perkecambahan benih. Daya perlindungan
bakteri ditampakkan ketika tanaman ditanam pada lahan terinfeksi patogen, misalnya
Fusarium moniliforme. Hal ini membuktikan bahwa bakteri mampu melindungi benih
dan tanaman dengan jalan mengkoloni daerah perakaran tanaman, serta meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Kemampuan bakteri didalam mengkoloni perakaran tanaman dapat
sampai masa dua bulan dan kepadatan populasinya relatif seragam (Soesanto 2008).
Berdasarkan sifat pertumbuhannya, B. subtilis bersifat mesofilik. Bakteri B.
subtilis menghasilkan enzim protease, amilase, lipase, serta kutinase sebagai enzim
pengurai dinding sel patogen (Rahayu 1990 dalam Hatmanti 2000). Bakteri ini dan
anggota genus lain digunakan didalam fermentasi untuk kegunaan pangan manusia,
491
Nurasia Djaenuddin dan Amran Muis: Karakteristik Bakteri ....
sumber enzim luar sel untuk kegunaan industri dan pengobatan, dan produksi
antibiotika peptida.
Mekanisme penghambatan bakteri antagonis B. subtilis adalah melalui antibiosis,
persaingan, dan pemacu pertumbuhan. B. subtilis menghasilkan antibiotika yang bersifat
racun terhadap mikroba lain. Antibiotika yang dihasilkannya antara lain streptovidin,
basitrasin, surfaktin, fengisin, iturin A, polimiksin, difisidin, subtilin, subtilosin, protein,
sedangkan subtilin merupakan senyawa peptide dan surfaktin, fengisin, serta iturin A
merupakan lipoprotein. Basitrasin merupakan polipeptida yang efektif terhadap bakteri gram
positif dan bekerja menghambat pembentukan dinding sel (Soesanto 2008).
Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang berpotensi untuk mengembangkan
sistem pertanian berkelanjutan. Secara tidak langsung fitohormon dari bakteri menghambat
aktivitas patogen pada tanaman, sedangkan pengaruh secara langsung fitohormon tersebut
adalah meningkatkan petumbuhan tanaman dan dapat bertindak sebagai fasilitator dalam
penyerapan beberapa unsur hara dari lingkungan (Greenlite 2009 dalam Sari 2015).
Menurut Rao (1994) B. subtilis mampu memproduksi antibiotik aterimin dan basitrasin yang
sangat beracun bagi patogen.
492
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015
PENUTUP
B. subtilis merupakan agensia pengendali hayati yang termasuk dalam
kelompok bakteri antagonis. Bakteri antagonis ini menunjukkan kemampuannya
didalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan penyakit tanaman dengan
mekanisme penghambatan yang khas yang berbeda antar-antagonis lainnya.
Pengembangan antagonis, khususnya bakteri antagonis B. subtilis perlu terus
dilanjutkan agar dapat tercipta keseimbangan ekosistem, terwujudnya kesehatan
manusia, dan terjaganya kelestarian lingkungan hidup untuk keberlangsungan
generasi mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, F.N., S. Sukamto, D. Wahyuni, R.G Suhesti, dan Q. Ayyunin. 2013.
Penghambatan pertumbuhan Colletotrichum gloeosporioides oleh Trichoderma
harzianum, Trichoderma koningii, Bacillus subtilis dan Pseudomonas
fluorescens. Jurnal Pelita Perkebunan 29(1): 44-52.
Avivi, S., I.S Suyani, S. Winarco. 2010. Efek bakteri pelarut fosfat terhadap
pertumbuhan Aspergillus flavus pada perkecambahan kacang tanah. Jurnal
HPT Tropika 10(1): 64-72. ISSN 1411-7525.
Bellows, T.S. 1999. Controlling Soil Borne Plant Pathogens. pp. 699-712. In : T.S.
Bellows, T.W. Fisher, L.E. Caltagirone, D.L. Dahlsten, G. Gordh, and C.B.
Huffaker (Eds.), Handbook of Biological Control, Principles and Applications of
Biological Control. Academic Press, San Diego.
Djaenuddin, N., N. Nonci, dan A. Muis. 2014. Viabilitas dan Uji Formulasi Bakteri
Antagonis sebagai Biopestisida Pengendalian Penyakit Hawar Upih Daun
Rhizoctonia solani dan Bercak Daun Bipolaris maydis. Laporan Akhir Tahun.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Djatmiko, H.A. dan E. Dewanto. 2012. Potensi biobakterisida Bacillus subtilis B1 untuk
menekan penyakit hawar daun bakteri dan meningkatkan pertumbuhan padi di
dataran medium. Perencanaan dan Sistem Informasi. Fakultas Pertanian.
Universitas Soedirman. Http://www.faperta.unsoed.ac.id. [30 Juli 2015]
Elad, Y. and S. Freeman. 2002. Biological Control of Fungal Plant Pathogen. pp. 92-
109. In Kempken (Ed.), The Mycota XI, Agricultural Applications. Springer-
Verlag, Berlin.
Hatmanti, A. 2000. Pengenalan Bacillus Spp. Oseana, 25(1): 31-41.
Rao SNS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI-Press.
Jakarta.
Sary, A. 2015. Mikroorganisme. Http://www.academia.edu. [18 Agustus 2015]
Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman, Suplemen ke
Gulma dan Nematoda. Rajawali Pers. 573 p.
Sulistiani. 2009. Formulasi Spora Bacillus subtilis sebagai Agens Hayati dan PGPR
(Plant Growth Promoting Rhizobacteria) pada Berbagai Bahan Pembawa.
Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
493
Nurasia Djaenuddin dan Amran Muis: Karakteristik Bakteri ....
Supriadi. 2006. Analisis resiko agens Hayati untuk pengendalian patogen pada
tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, 25(3) : 75-80.
Supriadi. 2013. Optimasi pemanfaatan beragam jenis pestisida untuk mengendalikan
hama dan penyakit tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 32(1): 1-9
Wartono, Giyanto, dan K. H. Mutaqin. 2015. Efektifitas formulasi spora Bacillus subtilis
B12 sebagai agen pengendali hayati penyakit hawar daun bakteri pada
tanaman padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 34(1): 21-28.
Whipps, J. M. 2001. Microbial interactions and biocontrol in the rhizosphere. J.
Experimental Botany 52:487-511.
494