Anda di halaman 1dari 7

Tugas Hari/Tanggal :

Pengetahuan Produk Agroindustri 26 Mei 2021


(TIN 253) Dosen :
Prof. Dr. Ono
Suparno, S.TP., M.T

PEMANFAATAN SERAT KOLAGEN KULIT IKAN UNTUK


APLIKASI PRODUK KOSMETIK KULIT

Oleh :
Nama: Muhammad Fariz Akbar NIM: F34190072

2021
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PEMANFAATAN SERAT KOLAGEN MARITIM KULIT IKAN
UNTUK APLIKASI PRODUK KOSMETIK

Menurut Sionkowska et al. (2020), Kolagen adalah protein struktural yang


menyusun sebagian besar komposisi jaringan ikat, terkhususnya pada tulang,
tendon, sendi, dan kulit dengan mendominasi sepertiga jumlah protein bagi
vertebrata (termasuk manusia). Serat Kolagen pada umumnya berwarna putih,
kusam, dan mudah diidentifikasi dalam jaringan, serat kolagen merupakan material
viskoelastias yang memiliki kekuatan tensil dan kemungkinan ekstensi rendah
(Avila Rodríguez et al 2017). Kolagen memiliki sifat kekuatan rentang, struktur
istimewa, dan mengandung hidroksilisin dan hidroksiprolin atau asam-asam amino
yang terdapat dalam beberapa protein lain seperti 35% glisin dan 11% alanin,
dengan kandungan prolin dan 4- hidroksiprolin sebagai asam ammo yang jarang
ditemukan pada protein selain pada kolagen dan elastin. Kolagen sendiri dapat
diturunkan dan ditransformasi dari bentuk untaian, contoh yang sering digunakan
adalah gelatin sebagai hasil pendidihan kolagen yang rusak strukturnya secara
permanen, melibatkan hidrolisis berberapa ikatan kovalen pada kolagen menjadi
tidak larut dan tidak tercerna dalam air (Katili 2009).

Hingga saat ini ditemukan 29 tipe kolagen dengan tiga tipe major yaitu tipe
1 (ditemukan dalam kulit, tendon, dan sumsum tulang), tipe 2 (ditemukan dalam
sendi), dan tipe 3 (ditemukan pada kulit dan pembuluh). Perbedaan diantara tiap
jenis kolagen tersebut disebabkan oleh distinksi perkembangan alamiah
berdasarkan pada ragam rantai-α, isoform pada partikel, struktur supramolecular
pada tiap jenis kolagen, dan perbedaan ekspresi gen yang berkerja dalam biosintesis
protein (Ricard-Blum, 2011). Perbedaan sumber kolagen tersebut memberikan opsi
yang luas dalam upaya sintesa dan pengunaan sumber kolagen untuk berbagai
keperluan produk yang memfaatkan benefit pengunaan serat kolagen. Sumber
kolagen yang digunakan dapat didapatkan secara beragam, dari kulit dan tulang
mamalia ternak seperti sapi dan babi, dimana keduanya memiliki beragam potensi
penyakit seperti Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE), Transmissible
Spongiform Encephalopathy (TSE) dan Foot and Mouth Disease (FMD) serta isu
etikal dan legalitas hukum agama (Pamungkas et al. 2018). Di sisi lain, pengunaan
kolagen maritim memberikan alternatif lain yang bebas dari penyakit zoonotik dari
sumber hewan lain untuk protein ini. Pengunaan organisme seperti spons laut, ubur-
ubur, gurita, dan ikan sudah diamati dalam upaya ekstraksi kolagen maritim.

Bedasarkan hasil pengamatan dan pengunaan sumber kolagen tersebut, ikan


dinilai sebagai salah satu sumber paling berharga dalam konten kolagen, dimana
75% dari berat ikan terdiri atas konten kolagen. Ikan pada umumnya digunakan
untuk mendapatkan kolagen tipe 1 yang didapatkan dari kulit, tulang, kepala, sisik,
sirip, dan intestine – kolagen tipe 2 juga terkadang terdapat pada sendi berberapa
ikan (Silva et al. 2014). Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi
sumberdaya perikanan yang sangat besar dengan panga pasar dan produksi ikan
sebanyak 10,36 juta ton di tahun 2019 (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
2020). Pengelolaan budidaya ikan melalui diet restriktif akan menghasilkan konten
kolagen lebih banyak daripada ikan bernutrisi, memiliki korelasi dengan umur yang
kelarutan kolagen semakin menurun seiring berjalannya usia, dan bedasarkan
pengamatan konten kolagen tertinggi ditemukan pada ikan mas silver, ikan ordo
Batrachoididae, ikan kod, dan ikan nila (Sionkowska et al. 2020).

Kulit Ikan merupakan salah satu sumber yang paling banyak digunakan
untuk ekstraksi kolagen tipe 1 akibat ketersediaannya dalam jumlah besar, tidak
memiliki potensi menyebarkan penyakit, tidak mempunyai batasan religius, dan
dimana 75% dari berat ikan merupakan limbah seperti kulit, sisik, dan tulang ikan.
(Senaratne et al. 2006). Untuk mengekstrak kolagen dari kulit ikan, diperlukan
pengetahuan mumpuni bedasarkan sumber ikan yang digunakan. Namun, secara
general proses isolasi kolagen terdiri atas preparasi, ekstraksi, dan pemulihan.
Bedasarkan pemaparan dari Jafari et al. (2020), preparasi terdiri atas pencucian,
pembersihan, pemisahan bagian hewan, dan perbandingan ukuran dengan
pemotongan atau mencincang sampel untuk memfasilitasi pre-treatement dalam
ekstraksi yang menggunakan zat kimia untuk menambah efisiensi dalam ekstraksi
dengan menghilangkan kandungan non-kolagen bedasarkan dengan proses
ekstraksi yang ingin digunakan (bisa menggunakan alkali atau asam) untuk
memutuskan hubungan kolagen dalam serat daging hewan. Dalam perlakuan pre-
ekstraksi dengan merendam sampel ke dalam larutan asam/alkalin selama
berberapa minggu, dilakukan juga tambahan proses demineralisasi untuk
mengugah efisiensi ekstraksi kolagen dari bagian penuh mineral pada tempat
diambilnya kolagen seperti tulang dan sendi, namun kulit tidak memprioritaskan
proses tersebut.

Terdapat berbagai metode dalam melakukan ekstraksi kolagen – seperti


melakukan ekstraksi kolagen hanya dengan asam (i.e. HCl dan AcOH) yang
menghidrolisis triple helix kolagen dan melarutkannya menjadi satu rantai dalam
larutan, dimana depolimerisasi dari protein makro menjadi peptide yang lebih
pendek (Bai et al. 2017). Adapula prosedur lain seperti adisi AcOH dengan bantuan
pepsin yang memperbolehkan pembelahan daerah telopeptide pada triple helix
yang membantu peptide kolagen keluar dalam larutan, pepsin yang digunakan
adalah PSC untuk proses ekstraksi (Ahmed et al. 2019). Adapula proses ekstraksi
lain seperti Deep Eutetic Solvent (DES) dengan pencampuran dua komponen
hydrogen bond acceptor (HBA), dan partnernya hydrogen bond donor (HBD) untuk
menarik komponen kimia berharga seperti kolagen, Supercritical Fluid Extraction
(SFE) menggunakan cairan dengan tekanan dan temperatur diatas titik kritis
sebagai pengganti pelarut kolagen menggunakan CO2, dan pengunaan praktik
ekstrim thermal dan gaya (High-temperature short-time (HTST) dan high shear
force processes), metode ekstruksi, hingga metode pengunaan ultrasound untuk
mengekstrak dan meningkatkan ekstrak kolagen (Jafari et al. 2020). Proses
ekstraksi kolagen dipengaruhi dengan berbagai faktor seperti temperatur, ekstraksi,
konsentrasi pelarut, dan rasio padatan kolagen-dengan-cairan. Setelah diekstraksi,
kolagen pun kemudian dipulihkan yang bertujuan untuk mendapatkan produk
kolagen yang optimal dengan penyaringan, homogenisasi dengan larutan asam lain,
perlakuan ekstraksi dengan larutan asam sesuai hingga mendapatkan supernatant
yang terdiri atas kolagen terlarut dalam asam. Material tersebut dapat digunakan
dalam dua cara, seperti homogenisasi ulangan dengan aplikasi pepsin, pengadukan
24 jam, sentrifugalisasi, dan mendapatkan supernatant yang kemudian dilarutkan
dalam alkalin, ada pula langkah tambahan untuk menetralkan kolagen
menggunakan suspense buffer, yang kemudian menghasilkan kolagen. Cara kedua
adalah menyiapkan kolagen pada transisi supernatant langsung diaduk bersama
alkalin, yang menghemat waktu namun metode enzimatik awal dinilai lebih efisien,
dimana proses mendapatkan kolagen harus didasari oleh sumber dan produk yang
ingin dihasilkan (Hema et al. 2013).

Kolagen memiliki lingkup pengunaan yang lebar dalam industri. Pada


umumnya, kolagen banyak digunakan pada produk kosmetik, farmasi, dan medis,
akibat potensialnya dalam tindkan biologis. Kolagen tipe 1 merupakan kolagen
yang membentuk fibril menjadi salah satu produk manufaktur yang banyak
digunakan dalam kosmetik akibat tingkat biokompaktibilitas tinggi dengan kulit
manusia (Avila Rodríguez et al. 2017). Kolagen memiliki kemampuan untuk
melembabkan dan meregenerasikan, dengan kemampuan hemofilik kolagen
membantu kulit dalam mempertahankan kadar air pada kulit yang lembab dan
menjadi halus (Sionkowska et al. 2020). Kolagen juga dapat berkontribusi sebagai
agen anti-penuaan dan anti-pengerutan yang didasari oleh peptin akibat komponen
aktif dan molekul bio-mimetis yang melindungi permukaan kulit dan bekerja
sebagai serapan air yang melindungi kulit dari inflitrasi mikroba dan pathogen lain
(Benjakul & Shahidi 2012).

Potensi benefit dari kolagen tipe satu sebagai komponen untuk produk
kosmetik menjadikannya sebagai salah satu komoditas yang memiliki potensi
besar dalam panga manufaktur kosmetik. Produk kolagen yang ditampilkan dapat
dipasarkan dengan wujud yang beragam – baik berbentuk gel ataupun bubuk
(menggunakan proses lofilisasi) (Alves et al 2017) sebagai komponen campuran
untuk meningkatkan properti produk kosmetik. Sebagai produk kosmetik yang
bertujuan untuk meningkatkan serta mereparasi kulit dari berbagai efek samping
seperti iritasi, kekeringan, dan luka – collagen bisa disajikan dalam bentuk
terhidrolasi dengan berbagai agen yang memiliki efek samping minimal, seperti
pengunaan agen terdispersi dalam bentuk krim, lotion, mousse, dan gel yang
memiliki spesifikasi fitur bedasarkan berat komponen pelembab (kolagen) yang
digunakan. Secara komersial, pelembab diklasifikasi menurut Sethi et al. (2017)
sebagai :

- Pelembab Wajah, sebagai salah satu bagian kulit yang rawan dari efek
lingkungan seperti temperatur lingkungan, kelembaban, polusi, dan
sinar UV. Oleh karena itu, pelembab wajah memiliki tempat yang unik
dalam kosmetik kulit – mereka didesain sebagai agen anti-minyak,
anti-komedo dengan penekanan dalam estetik dan benefit maksimal
pada kulit. Pengunaan kolagen dapat diterapkan dalam berbagai
produk pelembab wajah seperti krim bawah mata dengan formulasi
krim ringan untuk mengembalikan kerapatan kulit dan menghilangkan
kulit kering serta kusam.

- Pelembab Badan, Tangan, dan Kaki, yang pada umumnya dipatok


untuk mencegah serta mengobati kulit kering, eczema, dan xerosis.
Pengunaan kolagen dapat digabung dengan lotion, krim, dan mousse –
dengan berbagai produk yang mengutamakan berbagai properti
spesifik seperti penguat kulit selulit, penggelapan, dan keriput.

- Produk Anti Penuaan, dimana properti kolagen menjadi salah satu


komoditas penting dalam merawat keriput, dikombinasikan dengan
teknologi lain yang menjaga kulit dari penuaan seperti agen special
yang mengandung protector matahari, asam alfa-hidroksil (asam
glikolat), retinol, dll.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed R, Haq M, Chun B.-S. 2019. Characterization of marine derived collagen


extracted from the by-products of bigeye tuna (Thunnus obesus). Int. J. Biol.
Macromol., 135: 668–676.

Alves AL, Marques ALP, Martins E, Silva TH, Reis RL. 2017. Cosmetic potential
of marine fish skin collagen. Cosmetics. 4(4):39. doi:
10.3390/cosmetics4040039

Avila Rodríguez, MI, Rodríguez Barroso LG, Sánchez ML. 2018. Collagen: A
review on its sources and potential cosmetic applications. J. Cosmet.
Dermatol., 17(1): 20–26.

Bai C, Wei Q, Ren X. 2017. Selective extraction of collagen peptides with high
purity from cod skins by deep eutectic solvents, ACS Sustainable Chem.
Eng. 5(8): 7220-7227.

Benjakul S, Nalinanon S, Shahidi F. 2012. Fish collagen. Dalam Food


Biochemistry and Food Processing, 2nd ed. Oxford (UK) : Wiley-
Blackwell. pp. 365–387.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2020. Rencana Strategis Ditjen


Perikanan Budidaya Tahun 2020-2024. Jakarta (ID): Kementrian Kelautan
dan Perikanan.

Hema GS, et al. 2013. A simple method for isolation of fish skin collagen-
biochemical characterization of skin collgagen extracted from Albacore
Tuna (Thunnus Alalunga), Dog Shark (Scoliodon Sorrakowah), and Rohu
(Labeo Rohita). Annals of Biological Research. 4(1): 271-278.

Jafari H, Lista A, Siekapen MM, Ghaffari-Bohlouli P, Nie L, Alimoradi H,


Shavandi A. 2020. Fish collagen: extraction, characterization, and
applications for biomaterials engineering. Polymers. 12(10): 2230. doi:
org/10.3390/polym12102230

Katili AS. 2009. Struktur dan fungsi protein kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu. 2(5):
19-29.

Pamungkas BF, et al. 2018. Ekstraksi dan karakterisasi kolagen larut asam dan
pepsin, Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 21(3): 513-521. doi:
10.17844/jphpi.v21i3.24734
Ricard-Blum S. 2011. The collagen family. Cold Spring Harbor Perspect. Biol.
13(6): 1–19.

Senaratne LS, Park P-J, Kim S-K. 2006. Isolation and characterization of collagen
from brown backed toadfish (Lagocephalus gloveri) skin. Bioresource
Technology. 97(2): 191- 197. doi: 10.1016/j.biortech.2005.02.024

Silva TH, Moreira-Silva J, Marques ALP, Domingues A, Bayon Y, Reis RL.


2014. Marine origin collagens and its potential applications. Marine Drugs.
2(12): 5881-5901. doi: 10.3390/md12125881

Sionkowska A, Adamiak K, Musiał K, Gadomska M. 2017. Collagen based


materials in cosmetic applications: a review. Materials. 2020; 13(19):4217.
doi: 10.3390/ma13194217

Anda mungkin juga menyukai