Anda di halaman 1dari 15

Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al.

JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1


Available online: journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi DOI: 10.17844/jphpi.2016.19.1.79

KARAKTERISTIK KOLAGEN LARUT ASAM DARI KULIT IKAN EKOR KUNING

Characterization of Acid Soluble Collagen from Redbelly Yellowtail Fusilier Fish Skin
(Caesio cuning)

Ika Astiana*, Nurjanah, Tati Nurhayati


Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, kampus IPB Darmaga, Jalan Agatis, Bogor, Jawa Barat 16680
Telepon (0251) 8622909 –8622907, Faks. (0251) 8622907
*Korespondensi: astianaika@ymail.com
Diterima: 10 Januari 2016/ Review: 15 Maret 2016/ Disetujui: 17 April 2016

Cara sitasi: Astiana I, Nurjanah, Nurhayati T. 2016. Karakteristik kolagen larut asam dari kulit ikan ekor
kuning. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 19(1): 79-93.

Abstrak
Kulit ikan merupakan salah satu biota yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku penghasil
kolagen. Kolagen dapat diekstraksi secara kimiawi maupun kombinasi antara proses kimiawi dan enzimatis.
Ekstraksi kolagen secara kimiawi dapat dilakukan dengan proses asam yang menghasilkan kolagen larut
asam (ASC). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi dan waktu optimum pretreatment dan
ekstraksi serta menentukan karakteristik kolagen larut asam dari kulit ikan ekor kuning. Ekstraksi kolagen
dilakukan dengan pretreatment menggunakan NaOH pada konsentrasi 0,05; 0,1; dan 0,15M dan ekstraksi
menggunakan asam asetat pada konsentrasi 0,3; 0,5; dan 0,7 M. Pretreatment NaOH kolagen terbaik yaitu
perlakuan konsentrasi NaOH 0,05 M dan lama waktu perendaman 8 jam. Kombinasi perlakuan asam asetat
dengan konsentrasi 0,3 M selama 3 hari diperoleh tingkat kelarutan yang terbaik. Rendemen kolagen yang
dihasilkan adalah 18,4±1,49% (bk) dan 5,79±0,47% (bb). Komposisi asam amino yang dominan pada
kolagen ASC adalah glisina (25,09±0,003%), alanina (13,71±0,075%), dan prolina (12,15±0,132%). Kolagen
dari kulit ikan ekor kuning memiliki struktur protein α1, α2, β dan γ dengan berat molekul 125, 113, 170-
181, dan 208 KDa. Suhu puncak transisi gelas dan pelelehan 67,69oC dan 144,4oC. Struktur permukaan
kolagen berdasarkan analisis SEM memiliki serabut-serabut pada permukaannya.

Kata kunci: asam asetat, ekstraksi, NaOH, optimasi

Abstract
Fish skin can be used as raw material for producing collagen. The collagen can be extracted by chemical
or combination of chemical and enzymatic processes. Extraction of collagen chemically can do with the
acid process that produces acid soluble collagen (ASC). This study aimed to determine the optimum
concentration and time of pretreatment and extraction, also to determine the characteristics of the acid
soluble collagen from the skin of yellow tail fish. Extraction of collagen done by pretreatment using NaOH at
the concentration of 0.05; 0.1; and 0.15 M and extraction using acetic acid at the concentration of 0.3; 0.5; and
0.7 M. Pretreatment NaOH with concentration 0.05 M and soaking time of 8 hours is the best combination
for eliminating non collagen protein. Combination treatment of acetic acid at the concentration of 0.3 M
for 3 days obtained the best solubility. The yield of collagen ASC was 18.4±1.49% (db) and 5.79±0.47%
(wb). Amino acid composition that is dominant in the ASC collagen was glycine (25.09±0.003%), alanine
(13.71±0.075%), and proline (12.15±0.132%). Collagen from yellow tail fish skin has α1, α2, β and γ
protein structure with the molecular weight of 125, 113, 170-181, and 208 KDa. The transition and melting
temperatures of collagen were 67.69oC and 144.4oC. The surface structure of collagen by analysis of SEM has
fibers on the surface.

Keywords: cholesterol, fatty acids, meat tissue, proximate, red snapper (L. argentimaculatus)

79 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al.

PENDAHULUAN Setiap ikan memiliki kandungan kolagen


Kolagen merupakan protein jaringan ikat. dan sifat fisika kimia yang berbeda-beda
Molekul dasar pembentuk kolagen adalah tiga berdasarkan sumber dan cara ekstraksi. Karim
unit rantai α polipeptida yang saling berpilin dan Bhat (2009) menyatakan bahwa kolagen
membentuk struktur triple heliks yang lebih dapat diekstraksi menggunakan asam atau
dikenal dengan istilah tropokolagen (Gelse et basa. Proses asam cocok digunakan untuk
al. 2003). Komposisi asam amino dari kolagen bahan baku yang memiliki sedikit ikatan silang
cenderung didominasi oleh glisina, prolina, misalnya babi dan kulit ikan. Proses basa
hidroksiprolina dan alanina. Komposisi asam umumnya digunakan untuk bahan baku yang
amino dan karakteristik fisikokimia kolagen memiliki ikatan silang lebih kompleks dan
sangat bervariasi dan bergantung pada jaringan padat seperti tulang dan kulit sapi.
(Hema et al. 2013). Penelitian mengenai kandungan kolagen
Kolagen memegang peranan penting larut asam dari kulit ikan telah banyak dilakukan
dalam industri biomedis, farmasi, makanan, antara lain kulit ikan catfish Pangasianodon
dan kosmetik (Kim dan Mendis 2006). Kolagen hypophthalmus sebesar 5.1% (Singh et al.
memiliki fungsi biologis dalam pembentukan 2011), ikan rainbow trout (Onchorhynchus
jaringan dan organ serta terlibat dalam mykiss) sebesar 9.48% (Tabarestani et al. 2012),
pembelahan, pertahanan, dan differensiasi sel. tuna (Thunnus alalunga) sebesar 13.97%, Hiu
Fungsi biologis tersebut yang menyebabkan (Scoliodon sorrakowah) sebesar 8.96%, ikan
penggunaan kolagen dalam industri. Kolagen rohu (Labeo rohita) sebesar 4.13% (Hema et
memiliki karakteristik yang mudah diserap al. 2013), ikan kurisi (Nemipterus hexodon)
dalam tubuh, memiliki sifat antigenesis rendah, sebesar 24.9% (Nalinanon et al. 2011).
afinitas dengan air tinggi, tidak beracun, Salah satu bahan kulit ikan yang berpotensi
biocompatible dan biodegradable, relatif stabil, digunakan sebagai sumber kolagen adalah
dapat disiapkan dalam berbagai bentuk sesuai kulit ikan ekor kuning. Selama ini belum ada
kebutuhan, dan mudah dilarutkan dalam penelitian mengenai kandungan kolagen dari
air maupun asam sehingga pemanfaatannya kulit ikan ekor kuning. Volume produksi ikan
dalam bidang industri berkembang pesat (Lee ekor kuning selama kurun waktu tahun 2008
et al. 2001). sampai 2013 mengalami peningkatan sebesar
Ikan merupakan salah satu biota yang 7,41% yaitu dari 56.040 ton pada tahun 2008
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku menjadi 77.071 ton pada tahun 2013 (KKP
penghasil kolagen. Kolagen yang bersumber 2014).
dari kulit dan tulang ikan memiliki struktur Proses ekstraksi yang berbeda
molekul yang lebih kecil dibandingkan dengan kemungkinan dapat menghasilkan karakteristik
kolagen yang terbuat dari sapi atau babi kolagen yang berbeda sesuai dengan
sehingga lebih mudah untuk diserap (Kumar et kelarutannya. Perbedaan spesies dan habitat
al. 2011). Limbah dari organisme perairan yaitu juga sangat mempengaruhi proses Pretreatment
tulang, jeroan, dan sisik ikan diketahui banyak dan ekstraksi untuk mendapatkan kolagen
mengandung kolagen. Limbah yang dihasilkan dengan kemurnian sesuai standar. Proses
pada saat pengolahan ikan dapat mencapai 20- Pretreatment dan ekstraksi juga berkaitan
60% dari bahan baku. Limbah berupa kulit dan dengan efisiensi biaya dan waktu dalam aplikasi
tulang ikan mencapai 30% dari limbah tersebut (Liu et al. 2015). Informasi mengenai efektivitas
dengan kandungan kolagen yang tinggi Pretreatment alkali dan hidrolisis dengan asam
(Guillen et al. 2002). Pemanfaatan limbah asetat terhadap kolagen dari kulit ikan ekor
industri perikanan menjadi suatu produk yang kuning belum pernah dilaporkan, sehingga
bernilai jual akan meningkatkan pendapatan perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas
serta mengurangi limbah industri. Pretreatment alkali dan hidrolisis dengan asam

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 80


Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

asetat terhadap karakteristik kolagen dari kulit dan asam amino. Sampel yang akan digunakan
ikan ekor kuning. Penelitian ini bertujuan dalam ekstraksi kolagen kemudian dicuci
menentukan konsentrasi dan lama perendaman dengan air mengalir untuk menghilangkan
kulit dalam larutan alkali (NaOH) dan asam kotoran yang menempel. Kulit ikan ekor kuning
asetat terbaik serta menentukan karakteristik kemudian dipotong kecil-kecil dengan dimensi
kolagen dari kulit ikan ekor kuning. 0,5 x 0,5 cm.

BAHAN DAN METODE Pretreatment Deproteinasi Kulit Ikan


Bahan dan Alat Ekor Kuning (Modifikasi Tabarestani
Bahan utama yang digunakan pada et al. 2012)
penelitian ini adalah kulit ikan ekor kuning.Ikan Proses deproteinasi bertujuan untuk
ekor kuning diperoleh dari Muara Angke Jakarta menghilangkan protein non kolagen dengan
Utara. Bahan-bahan yang digunakan untuk menggunakan NaOH. Kulit ikan ekor
ekstraksi kolagen terdiri dari NaOH serbuk kuning direndam dengan larutan NaOH
merek Merck, asam asetat (CH3COOH) merek dengan konsentrasi 0,05; 0,1; 0,15 M dengan
Emsure, NaCl merek Merck, metanol merek perbandingan 1:10 (w/v) pada waktu
Emsure, HCl merek Emsure, dan akuades. perendaman sampai 10 jam (Modifikasi
Bahan-bahan lain meliputi bahan untuk analisis Tabarestani et al. 2012). Larutan alkali diganti
karakteristik kolagen. setiap 2 jam. Campuran dihomogenkan secara
Alat yang digunakan untuk ekstraksi manual pada suhu 10oC. Sampel kemudian
kolagen yaitu spektrofotometer UV-VIS merek dicuci dengan air dingin hingga pH netral.
Hitachi U-2800, sentrifugasi merek Himac NaOH sisa perendaman kulit ikan diuji
CR 21G, stirring hotplate merek Favorit, kandungan protein non kolagennya dengan
magnetic stirrer 5cm, dan freeze dryer merek uji biuret untuk menentukan konsentrasi dan
Labconco. Sementara alat-alat yang digunakan waktu terbaik untuk perendaman kulit.
untuk analisis diantaranya, High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) merek Ekstraksi Kolagen Larut Asam
Water-Coorporation USA, Scanning Electron (Modifikasi Tabarestani et al. 2012)
Microscopy (SEM) merek JEOL JSM-6360-LA, Sampel yang telah dideproteinasi kemudian
dan Differential Scanning Calorimetry (DSC-60) dihidrolisis menggunakan asam asetat
merek Shimadzu. (CH3COOH). Ekstraksi kolagen larut asam
dilakukan dengan merendam sampel yang telah
Metode Penelitian di deproteinasi dengan asam asetat 1:30 (b/v)
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, dengan konsentrasi 0,3; 0,5; dan 0,7 M selama
yaitu 1) karakterisasi dan preparasi bahan baku 24, 48, dan 72 jam (Modifikasi Tabarestani et al.
kulit ikan ekor kuning berupa analisis proksimat; 2012). Sampel kemudian disaring menggunakan
2) optimasi ekstraksi kolagen; 3) karakterisasi saringan kain. Hasil penyaringan kemudian
kolagen hasil ekstraksi. diuji kelarutannya menggunakan NaCl 2,6 M
dan penimbangan residu yang telah dioven.
Karakterisasi dan Preparasi Bahan Asam asetat dengan kelarutan yang paling tinggi
Baku (Singh et al. 2011) merupakan perlakuan terbaik.
Kulit ikan ekor kuning yang akan Hasil ekstraksi asam asetat yang terbaik
digunakan dikarakterisasi terlebih dahulu kemudian dipresipitasi dengan NaCl 2,6 M.
dengan melakukan pengukuran morfologi Hasil presipitasi dipisahkan dengan sentrifugasi
untuk mendapatkan bahan baku yang seragam, kecepatan 20.000 g selama 1 jam. Pelet hasil
perhitungan rendemen, analisis komposisi sentifugasi dilarutkan kedalam 0,3 M asam asetat
kimia berupa kadar air, abu, lemak, protein, 1:2 (w/v) kemudian didialisis menggunakan

81 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al.

kantong dialisis 12 KDa terhadap akuades. dilakukan agar detektor mudah untuk
Tahap selanjutnya pelet dikeringkan dengan mendeteksi senyawa yang ada pada sampel,
freeze dryer untuk memperoleh kolagen dalam kemudian dilakukan pengenceran dengan cara
bentuk serbuk dan dihitung rendemennya. menambahkan 10 mL asetonitil 60% atau buffer
fosfat 0,1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil
Karakterisasi Fisik dan Kimia Kolagen pengenceran disaring kembali menggunakan
Larut Asam milipor berukuran 0,45 mikron.
Karakterisasi kolagen dilakukan dengan d. Injeksi ke HPLC
tujuan untuk mengetahui mutu fisiko- Hasil saringan diambil sebanyak 20 μL untuk
kimia kolagen yang dihasilkan. Karakteristik diinjeksikan ke dalam HPLC. Penghitungan
fisikokimia yang diamati antara lain asam konsentrasi asam amino dilakukan dengan cara
amino dengan HPLC, berat molekul dengan membandingkan kromatogram sampel dengan
SDS-PAGE, analisis thermal dengan Differential standar. Pembuatan kromatogram standar
Scanning Calorimetry (DSC), dan struktur menggunakan asam amino yang mengalami
permukaan dengan SEM. perlakuan yang sama dengan sampel.
Kandungan masing-masing asam amino pada
Analisis Asam Amino (AOAC 1995) bahan dapat dihitung dengan rumus:
Komposisi asam amino ditentukan dengan luas area contoh C x FP x BM x 100
= x
High Performance Liquid Chromatography luas area standar bobot contoh (g)
(HPLC). Perangkat HPLC dibilas dahulu Keterangan:
dengan eluen yangakan digunakan selama 2-3 C : konsentrasi standar asam amino
jam. Syringe yang akan digunakan juga harus FP : faktor pengenceran
dibilasdengan akuades. Khusus untuk pengujian BM : bobot molekul dari masing-masing asam
asam amino bebas, tidak dilakukan proses amino
hidrolisis dengan asam dan pemanasan.
a. Tahap pembuatan hidrolisat protein Analisis Berat Molekul (Singh et al.
Sampel ditimbang sebanyak 0,2 g dan 2011)
dihancurkan. Sampel yang telah hancur Sampel dilarutkan dalam 5% SDS dan
ditambahkan dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 campuran diinkubasi pada suhu 85 oC selama 1
mL, kemudian dipanaskan dalam oven pada jam dalam water bath yang suhunya terkontrol.
suhu 100oC selama 24 jam. Hidrolisat protein Campuran disentrifugasi pada 4000 g selama
yang diperoleh disaring dengan milipore 5 menit pada suhu kamar. Supernatan yang
berukuran 45 mikron. diperoleh dicampur dengan bufer (Tris HCl 60
b. Tahap pengeringan mM, pH 6,8, mengandung 2% SDS dan 25%
Hidrolisat protein ditambah dengan 30 μL gliserol) dengan rasio 1:1 (v/v) dan mengandung
larutan pengering. Larutan pengering dibuat 10% β-merkaptoetanol (β-ME). Campuran
dari campuran antara metanol, natrium asetat, dipanaskan dalam air mendidih selama 2 menit.
dan trietilamim dengan perbandingan 2:2:1. Sebanyak 5 μL sampel dimasukkan ke dalam gel
Proses pengeringan dibantu menggunakan gas polyacrylamide yang terdiri dari 7.5% running
nitrogen untuk mempercepat pengeringan dan gel dan 3% stacking gel dan dielektroforesis
mencegah oksidasi. pada arus konstan 15 mA/gel selama 3 jam.
c. Tahap derivatisasi Setelah elektroforesis selesai, gel di staining
Sebanyak 30 μL larutan derivatisasi dengan 0,05% (b/v) coomassie blue R-250 dalam
ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan 15% (v/v) metanol dan 5% (v/v) asam asetat
derivatisasi dibuat dari campuran antara selama 3 jam, kemudian sampel destaining
larutan metanol, pikoiotisianat, dan trietilamin dengan campuran 30% (v/v) metanol dan 10%
dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi (v/v) asam asetat selama 2 jam. Berat molekul

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 82


Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

protein sampel diperkirakan berdasarkan berat pada tahap deproteinasi dengan larutan NaOH
molekul marker. Marker yang digunakan adalah dan proses hidrolisis dengan asam asetat
Pre-stained Protein Markers (Broad Range) for (CH3COOH) menggunakan Rancangan Acak
SDS-PAGE dari Nacalai Tesque dengan berat Lengkap Faktorial (RALF). Adapun model
molekul 8.8 sampai 192 KDa. Rancangan Acak Lengkap Faktorial adalah
sebagai berikut:
Analisis Termal (Liu et al. 2015) Yijk = μ + τi + βj+ (τ β)ij + εijk
Analisis thermal dengan menggunakan Data hasil penelitian yang diperoleh akan
DSC yang terlebih dahulu dikalibrasi pada suhu dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan
dan enthalpi menggunakan indium sebagai jika terdapat beda nyata antara taraf perlakuan
standar. Kolagen dilarutkan dalam asam asetat maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple
0,05 M dengan ratio antara kolagen dan larutan Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan
asam asetat 1:40 (w/v) pada suhu 4oC. Kemudian 95%.
sampel direhidrasi (10±0.5 mg) dan ditutup
rapat dan discan dari suhu 20-50oC pada tingkat HASIL DAN PEMBAHASAN
pemanasan 1oC/menit. Suhu transisi maksimum Proporsi Kulit Ikan Ekor Kuning
(Tmax) terlihat dari termogram sedangkan total Ikan ekor kuning merupakan ikan
denaturasi enthalpy (ΔH) ditentukan dengan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan
mengukur daerah DSC termogram. ini banyak dipasarkan dalam bentuk utuh
maupun dalam bentuk fillet. Bagian tubuh
Analisis Morfologi dengan Scanning yang dapat dimanfaatkan dari ikan ini adalah
Electron Microscopy (SEM) (Siddiqui daging, kulit, jeroan, tulang, dan sisik. Ikan
et al. 2013) ekor kuning yang digunakan pada penelitian
Sampel ditaburkan pada specimen holder ini hanya bagian kulitnya saja.
yang dilapisi double sticky tape, kemudian Proporsi digunakan untuk
dibersihkan dengan hand blower untuk memperkirakan berapa bagian dari bobot
menghilangkan debu-debu pengotor. Sampel tubuh yang dapat dimanfaatkan. Proporsi
yang telah menempel pada double sticky tape ini merupakan parameter penting untuk
kemudian dilapisi emas-pladium setebal 400 Ǻ mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas
dengan mesin ion Sputter JFC-1100. Coating suatu produk sebagai bahan baku. Perhitungan
tersebut dimaksudkan agar benda uji yang akan proporsi didapatkan dengan membandingkan
dilakukan pemotretan menjadi penghantar berat masing-masing bagian tubuh dengan
listrik. Sampel yang telah dilapisi emas-pladium bobot totalnya. Proporsi daging, kulit, dan
selanjutnya dimasukkan ke dalam specimen lain-lain (tulang, sisik, dan jeroan) dari ikan
chamber pada mesin SEM untuk dilakukan ekor kuning yang digunakan berturut-turut
pemotretan pada perbesaran 100 kali sampai adalah 49%; 3%; dan 48%. Proporsi kulit
1000 kali dengan jarak kerja 6-10 mm pada ikan dibandingkan dengan daging, jeroan
4,0-5,0 kV. Sumber elektron dipancarkan serta tulang dan sisik memiliki presentase
menuju sampel untuk memindai permukaan yang paling kecil, akan tetapi memiliki nilai
sampel, kemudian emas sebagai konduktor ekonomis yang tinggi apabila diolah dengan
akan memantulkan elektron ke detector pada tepat.
mikroskop SEM. Hasil pemindaian akan
diteruskan ke lensa detektor. Komposisi Proksimat Kulit Ikan Ekor
Kuning
Rancangan Percobaan dan Analisis Perhitungan proksimat kulit ikan
Data ekor kuning bertujuan untuk menentukan
Rancangan percobaan yang digunakan proses Pretreatment yang dilakukan dalam

83 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al.

menghasilkan kolagen. Ikan dikenal sebagai 2013; Huang et al. 2011; Kittiphattanabawon
sumber protein yang tinggi. Kolagen et al. 2005; Kittiphattanabawon et al. 2010;
merupakan produk turunan dari protein, Muyonga et al. 2004). Kadar abu merupakan
sehingga kandungan protein di dalam kulit analisis untuk mengetahui kandungan mineral
ikan sangat penting. Kadar protein kulit ikan kasar pada suatu bahan. Kadar abu dari kulit
ekor kuning adalah 17,87± 0,14%. Nurjanah ikan ekor kuning adalah 0,74±0,002%. Kadar
dan Abdullah (2010) menyatakan bahwa nilai abu kulit ikan ekor kuning ini lebih rendah
yang terkandung dalam ikan berkisar antara dibanding kulit ikan hiu sebesar 4,19%; kulit
15-25%. Kandungan protein dari kulit ikan ikan hiu bambu 12,12%; kulit ikan rohu
ekor kuning ini lebih rendah dibandingkan 2,03%; kulit ikan tuna 4,39%; kulit ikan mata
kulit ikan hiu 27,73%; kulit ikan hiu bambu besar 3,23%; kulit ikan balon 6,0%; dan kulit
24,75%; kulit ikan rohu 18,84%; kulit ikan ikan nila yaitu 6% (Hema et al. 2013; Huang
tuna 20,54%; kulit ikan mata besar 32%; et al. 2011; Kittiphattanabawon et al. 2005;
kulit ikan balon 21,95%; dan kulit ikan Kittiphattanabawon et al. 2010; Muyonga et
nila yaitu 21,6% (Hema et al. 2013; Huang al. 2004).
et al. 2011; Kittiphattanabawon et al. 2005;
Kittiphattanabawon et al. 2010; Muyonga et Pretreatment Deproteinasi Kulit Ikan
al. 2004). Ekor Kuning
Kulit ikan ekor kuning memiliki Kulit ikan yang akan diolah menjadi
kandungan lemak 1,17±0,05%. Kandungan kolagen terlebih dahulu direndam
lemak pada kulit ikan ekor kuning ini lebih menggunakan larutan NaOH. Pretreatment
tinggi dibandingkan kulit ikan hiu 0,16%; ini bertujuan untuk menghilangkan protein
ikan hiu bambu 0,19%; dan kulit ikan balon non kolagen pada kulit, sehingga protein
0,73% tetapi lebih kecil dibandingkan kulit kolagen mudah larut pada saat ekstraksi
ikan rohu yaitu 2,93%; kulit ikan tuna 18,32%; selanjutnya. Kolagen merupakan protein
kulit ikan mata besar 0,98%; dan kulit ikan jaringan ikat. Protein jaringan ikat merupakan
nila yaitu 6,8% (Hema et al. 2013; Huang et protein yang lebih sulit di ekstrak apabila
al. 2011; Kittiphattanabawon et al. 2005; dibandingkan dengan protein lain sehingga
Kittiphattanabawon et al. 2010; Muyonga et pada saat Pretreatment menggunakan NaOH,
al. 2004). Sun (2006) mengelompokkan ikan protein-protein non kolagen akan larut
berdasarkan kandungan lemaknya yaitu ikan terlebih dahulu. Liu et al. (2015) menyatakan
berlemak rendah dengan kandungan lemak bahwa kolagen biasanya tidak dapat larut
kurang dari 2%, ikan berlemak sedang dengan dalam larutan alkali. Penggunaan NaOH biasa
kandungan lemak antara 2-5%, dan ikan digunakan dalam proses Pretreatment ekstraksi
berlemak tinggi dengan kandungan lemak kolagen karena mampu meminimalkan
diatas 5%. Berdasarkan pengelompokan ini, kehilangan kolagen serta secara signifikan
kulit ikan ekor kuning termasuk ke dalam menyebabkan pembengkakan pada kulit
ikan berlemak rendah. apabila dibandingkan dengan larutan alkali
Kandungan air dalam bahan ikut lain (Liu et al. 2015). Jaswir et al. (2011)
menentukan acceptability, kesegaran, dan menyatakan bahwa selama perendaman
daya tahan bahan itu. Kadar air dari kulit dalam NaOH terjadi sedikit pembengkakan
ikan ekor kuning adalah 68,5±0,28%. Kadar kulit sehingga memungkinkan masuknya air
air ini tidak jauh beda dengan kadar air kulit dan menyebabkan protein non kolagen yang
ikan hiu sebesar 68,38%; kulit ikan hiu bambu terjebak dalam matrik kolagen menjadi lebih
61,96%; kulit ikan rohu 76,54%; kulit ikan mudah dilepaskan. Hinterwaldner (1977)
mata besar 64,08%; kulit ikan balon 62,23%; menyatakan bahwa pelepasan zat selain
dan kulit ikan nila yaitu 68,4% (Hema et al. kolagen terjadi akibat hancurnya sebagian

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 84


Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

ikatan silang pada struktur kolagen dalam M berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap
kondisi basa. kadar protein terlarut. Konsentrasi 0,15 M
Kandungan protein dari larutan NaOH melarutkan protein yang paling tinggi dari jam
sisa perendaman kulit untuk setiap perlakuan ke-2 sampai ke-10. Pada konsentrasi NaOH
kombinasi konsentrasi NaOH dengan lama 0,15 M memungkinkan kolagen ikut terlarut
waktu perendaman 2 jam menunjukkan dalam NaOH. Liu et al. (2015) menyatakan
kandungan protein yang tinggi dan nilai bahwa penggunaan NaOH 0,05 dan 0,1 M
kandungan protein semakin menurun seiring dapat melarutkan protein non kolagen tanpa
penambahan waktu perendaman. Hasil ini menyebabkan kehilangan kolagen pada kulit,
menunjukkan bahwa protein non kolagen sedangkan penggunaan NaOH 0,2 M secara
yang terkandung dalam kulit ikan sudah signifikan menyebabkan kehilangan kolagen
banyak dilepaskan dengan pelarut basa pada pada kulit. Kelebihan konsentrasi OH- akan
2 jam pertama perendaman sehingga jumlah mengakibatkan terputusnya sebagian ikatan
protein non kolagen dalam kulit semakin kovalen dalam struktur kolagen. Hasil ini
berkurang yang ditunjukkan dengan semakin selaras pendapat Jaswir et al. (2011) yang
kecilnya nilai konsentrasi protein dalam mengatakan bahwa NaOH memiliki peranan
larutan NaOH sisa perendaman kulit pada dalam pemisahan untaian dari batang-
pengamatan berikutnya. batang serat kolagen. Yoshimura et al.
Penurunan konsentrasi protein yang (2000) melaporkan bahwa basa menyerang
terlarut pada jam ke 2, 4, 6, dan 8 berbeda terutama wilayah teleopeptida dari struktur
nyata (p<0,05) akan tetapi setelah jam ke kolagen selama proses Pretreatment sehingga
8 menuju ke 10 konsentrasi protein yang dapat menyebabkan kelarutan kolagen.
terlarut pada NaOH tidak berbeda nyata Konsentrasi 0,05 M pada jam ke-8 adalah
(p>0,05) (Gambar 1). Pada jam ke 8 diambil kombinasi Pretreatment yang dipilih karena
sebagai waktu optimum dalam Pretreatment melarutkan protein dalam konsentrasi paling
NaOH. Konsentrasi protein yang terlarut rendah sehingga dianggap optimal dalam
pada jam ke 10 lebih tinggi dibandingkan menghilangkan protein non kolagen.
pada jam ke 8. Hasil ini dimungkinkan
karena protein kolagen mulai terlarut pada Ekstraksi Kolagen Larut Asam
NaOH. Konsentrasi 0,05 M dan 0,1 M tidak Asam diperlukan untuk mengubah
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar struktur serat kolagen dan melarutkannya.
protein terlarut, akan tetapi konsentrasi 0,15 Asam organik misalnya asetat, asam sitrat,
Kadar protein (mg/mL)

1,5

0,5

Waktu (Jam)
Gambar 1 Konsentrasi protein dalam larutan NaOH perendaman kulit ikan ekor kuning setiap
perendaman 2 jam ( ) NaOH 0,05 M; ( ) NaOH 0,1M; ( ) NaOH 0,15 M.

85 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al.

dan asam laktat dapat digunakan dalam yang larut ke dalam asam asetat. Proses
ekstraksi kolagen. Asam anorganik misalnya pengendapan kolagen ini dilakukan dengan
asam hidroklorik juga dapat digunakan dalam penambahan NaCl 2,6 M. Penambahan garam
ekstraksi kolagen tetapi tidak seefektif asam dengan konsentrasi tinggi akan menyebabkan
organik. Asam asetat banyak dipilih sebagai salting out dimana garam mengikat air dan
pelarut dalam ekstraksi kolagen karena dapat menyebabkan agregasi pada protein sehingga
mengekstrak kolagen lebih baik dibanding molekul protein akan mengalami presipitasi.
pelarut yang lain (Liu et al. 2015). Kasim Hasil tersebut disebabkan kekuatan ionik
(2013) menyatakan bahwa jumlah kolagen garam lebih tinggi dibandingkan protein
yang terekstrak menggunakan asam asetat sehingga mudah mengikat air. Jumlah air
lebih tinggi dibandingkan menggunakan asam yang terikat pada protein menurun sehingga
sitrat dan asam klorida. Asam asetat mampu menyebabkan gaya tarik menarik antara
melarutkan kolagen yang tidak berikatan molekul protein lebih besar daripada gaya
silang maupun yang berikatan silang (Liu tarik antara protein dan air sehingga terjadi
et al. 2015). Perendaman dalam asam akan pengendapan protein (Winarno 2008).
menyebabkan pengembangan kulit karena Hasil penelitian (Gambar 2), menunjukkan
masuknya air dalam serat kolagen. Jaswir et bahwa perlakuan asam asetat 0,3; 0,5; dan
al. (2011) menyatakan bahwa masuknya air 0,7 M tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap
ke dalam serat kolagen disebabkan terjadinya endapan yang terbentuk sedangkan perlakuan
gaya elektrostatik antara gugus polar pada lama waktu perendaman 1 hari, 2 hari, dan
serat kolagen dengan H+ dari asam atau 3 hari berpengaruh nyata (p<0,05). Hasil ini
terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus menunjukkan bahwa semakin tinggi waktu
non polar pada serat kolagen dengan H+ dari perendaman akan meningkatkan jumlah air
asam. Pengembangan kulit ini akan merusak yang diserap oleh kulit sehingga serat kolagen
struktur serat kolagen karena terganggunya menjadi lebih mudah untuk dipisahkan dan
ikatan non kovalen sehingga akan melarutkan memudahkan proses ekstraksi. Waktu terbaik
kolagen pada larutan asam asetat. yang dipilih adalah 3 hari karena memiliki
Perlakuan asam asetat terbaik dipilih endapan terbesar. Konsentrasi asam asetat
berdasarkan banyaknya endapan yang yang dipilih adalah 0,3 M karena merupakan
dihasilkan setelah perendaman asam asetat. konsentrasi asam asetat terendah dan
Endapan ini merupakan banyaknya kolagen menghasilkan endapan yang tidak berbeda
0,25

0,20

0,15
Endapan (gr)

0,10

0,05

Konsentrasi asam asetat


Gambar 2 Endapan hasil perendaman asam asetat 0,3; 0,5; dan 0,7 M selama 1 hari ( ), 2 hari
( ), dan 3 hari ( )

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 86


Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

nyata (p<0,05) dibandingkan konsentrasi 0,5 cenderung didominasi oleh glisin, prolin,
M dan 0,7 M. Liu et al. (2015) menyatakan hidroksiprolin dan alanin (Foegeding et al.
bahwa penambahan asam asetat diatas 0,5 1996). Kandungan prolin dan hidroksiprolin
M tidak berpengaruh terhadap hasil kolagen merupakan asam amino yang berfungsi dalam
yang didapat. meningkatkan stabilitas kolagen (Wong 1989).
Rendemen Kolagen Tamilmozhi et al. (2013) menyatakan bahwa
Rendemen kolagen dari kulit ikan ekor prolin merupakan asam amino yang unik
kuning dihitung berdasarkan basis kering pada kolagen karena berperan dalam menjaga
dengan membandingkan berat kolagen setelah integritas struktural kolagen. Kolagen dengan
di-freeze dry dengan basis kering bobot awal kandungan asam amino tinggi sangat baik
kulit ikan sebelum diproses. Hasil rendemen digunakan sebagai bahan baku dalam industri
kolagen ASC kulit ikan ekor kuning adalah karena memiliki kestabilan suhu yang tinggi
18,4±1,49% . Jamilah et al. (2013) melaporkan (Jamilah et al. 2013). Komposisi asam amino
bahwa kulit ikan baramudi yang diekstrak kolagen kulit ikan ekor kuning dapat dilihat
menggunakan asam asetat memiliki rendemen pada Tabel 1.
sebesar 8,1%. Rendemen kolagen kulit ikan Asam amino terdiri dari sebuah gugus
ekor kuning juga lebih tinggi dibandingkan amino (NH2), sebuah gugus karboksil (COOH),
kulit ikan balon yaitu 4% (Huang et al. 2011). sebuah atom hidrogen dan gugus R (rantai
Rendemen kolagen kulit ikan ekor cabang) yang terikat pada sebuah atom karbon
kuning apabila dihitung berdasarkan basis (Winarno 2008). Rantai asam amino yang
basah adalah 5,79±0,47%. Hasil rendemen dihubungkan dengan ikatan peptida akan
kolagen kulit ikan ekor kuning ini lebih besar membentuk protein dengan beragam 33
dibandingkan kolagen dari kulit ikan rohu struktur yang komplek dan khas.
(4,13%) dan kulit ikan lele (5,1%), akan tetapi Komposisi asam amino dari kolagen
lebih rendah dibandingkan kolagen kulit ikan cenderung didominasi oleh glisin, prolin,
tuna (13,97%), kulit ikan hiu (8,96%), kulit hidroksiprolin dan alanin (Hema et al. 2013).
ikan bigeye snapper (10,94%) (Hema et al. Hasil analisis asam amino menunjukkan bahwa
2013; Kittiphattanabawon et al. 2005; Singh et glisin, prolin, dan alanin merupakan tiga asam
al. 2011). Perbedaan hasil rendemen kolagen amino yang paling banyak terdapat pada kolagen
ini disebabkan oleh perbedaan kandungan kulit ikan ekor kuning. Kittiphattanabawon et al.
protein pada kulit ikan, dimana kulit ikan ekor (2005) menyatakan bahwa glisina merupakan
kuning yang digunakan memiliki kandungan asam amino utama pembentuk kolagen yang
protein lebih rendah dibandingkan kulit meliputi 30% dari total asam amino. Kolagen
ikan rohu, hiu, tuna, dan bigeye snapper ASC dari kulit ikan ekor kuning memiliki
pada penelitian Hema et al. (2013) dan kandungan glisina, prolina, dan alanina sebesar
Kittiphattanabawon et al. (2005). Faktor 25,43%; 12,32%; dan 13,9% dari total asam
yang dapat menyebabkan perbedaan hasil amino kolagen. Hasil ini menunjukkan bahwa
rendemen adalah kondisi saat Pretreatment glisina merupakan asam amino yang paling
dan ekstraksi yang berbeda. dominan pada kolagen dan menempati sekitar
1/3 dari total asam amino. Jongjareonrak et al.
Kandungan Asam Amino Kolagen (2005) menyatakan bahwa kolagen kulit ikan
Kulit Ikan Ekor Kuning kakap yang diekstrak menggunakan asam
Kualitas suatu protein dapat dinilai asetat memiliki kandungan glisin 1/3 dari total
kandungan asam amino yang menyusun protein asam amino yaitu 25,5%. Persentase kandungan
tersebut (Suryaningrum et al. 2010). Kolagen prolin dan alanin kolagen pada penelitian
terdiri dari tiga rantai polipeptida besar dan Jongjareonrak et al. (2005) adalah 13,1% dan
berulang. Komposisi asam amino dari kolagen 14,3%.

87 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al.

Tabel 1 Kandungan asam amino


kolagen kulit ikan ekor
kuning (%)
Asam Amino ASC
Glisina 25,09±0,003
Prolina 12,15±0,132
Alanina 13,71±0,075
Glutamat 12,49±0,029
Arginina 10,12±0,164
Lisina 5,90±0,032
Aspartat 5,95±0,042
Treonina 3,41±0,017
Leusina 2,87±0,031
Serina 2,84±0,021
Fenilalanina 1,73±0,060
Valina 1,48±0,009
Isoleusina 0,86±0,035
Metionina 1,34±0,019

Berat Molekul bergerak lebih cepat melintasi gel dibandingkan


Berat molekul kolagen dari kulit ikan protein berukuran besar sehingga protein
ekor kuning diukur menggunakan SDS- dengan berat molekul rendah memiliki jarak
Page. SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate- tempuh (Rf) yang lebih panjang dibandingkan
Polyacrylamide Gel Electrophoresis) merupakan protein dengan berat molekul tinggi. Berat
suatu teknik pemisahan protein berdasarkan molekul protein dapat ditentukan dengan
berat molekulnya. Pada analisa SDS-PAGE, menggunakan protein baku yang telah diketahui
semua protein dibuat bermuatan negatif. SDS berat molekulnya dan membandingkan dengan
yang ditambahkan menyebabkan protein nilai mobilitas relatif (Rf) yang diperoleh
terdenaturasi dan akan berikatan dengan (Bollag dan Edelstein 1991). Hasil SDS-Page
molekul protein sehingga mencegah terjadinya kolagen kulit ikan ekor kuning yang diekstrak
interaksi protein dan protein sedangkan menggunakan asam pada Gambar 3.
β-merkaptoetanol ke dalam gel tersebut dan Kolagen dari kulit ikan ekor kuning
pada proses pemanasan akan merusak struktur yang diekstrak menggunakan asam memiliki
tiga dimensi protein. β-merkaptoetanol akan struktur kolagen tipe I yang mengandung
memecah ikatan disulfida dan mereduksinya struktur identik α1, α2, β dan γ. Berat molekul
menjadi gugus sulfihidril. Pada proses α1, α2, β, dan γ pada kolagen kulit ikan ekor
elektroforesis, kompleks SDS-protein akan kuning adalah 125, 113, 170-181, dan 208 KDa.
bergerak menuju kutub positif. Matriks berpori Penelitian Bae et al. (2008) menyatakan bahwa
pada gel poliakrilamid kemudian memisahkan kolagen ASC dari beberapa ikan laut memiliki
kompleks SDS-protein berdasarkan berat berat molekul α1 120 KDa dan α2 112-114 KDa.
molekulnya (Rehm 2006). Singh et al. (2011) menyatakan bahwa kolagen
SDS-Page memiliki matriks berpori pada ASC dan PSC ikan lele memiliki protein struktur
gel poliakrilamid yang akan memisahkan α1 dan α2 dengan kisaran berat molekul 116
kompleks SDS-protein berdasarkan berat KDa, struktur β sekitar 220 KDa, dan struktur γ
molekulnya. Protein berukuran kecil akan lebih dari 220 KDa.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 88


Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

Gambar 3 Elektroforesis kolagen dari ikan ekor kuning dengan (M) marker, dan
kolagen ASC

Kolagen dari kulit ikan ekor kuning awal pelelehan 139,2oC; suhu puncak pelelehan
memiliki komponen dengan berat molekul 144,4oC; dan suhu akhir pelelehan 153,69oC.
tinggi yaitu struktur β dan γ. Komponen β dan Suhu transisi gelas kolagen kulit ikan ekor
γ menunjukkan adanya molekul kolagen yang kuning ini lebih tinggi dibandingkan kolagen
mengalami cross linking. Ketebalan intensitas kulit ikan sturgeon yaitu 32,78oC (Wang et al.
pita protein struktur β menunjukkan tingginya 2014), kakap yaitu 31,52oC (Jangjareonrak et
jumlah kolagen yang mengalami cross linking al. 2005), belut laut sebesar 39oC (Veeruraj et al.
(Singh et al. 2011). 2013), dan sisik ikan kambing-kambing sebesar
41,58oC (Matmaroh et al. 2011), akan tetapi
Analisis Termal lebih rendah dibanding kolagen dari kulit ikan
Analisis termal dengan metode Differential pari yaitu 86,75oC (Nur’aenah 2013) dan kulit
Scanning Colorimetry (DSC) dilakukan cumi-cumi yaitu 75,93oC (Shanmugam et al.
dengan mengukur perbedaan aliran panas pada 2012). Suhu puncak pelelehan kolagen kulit ikan
sampel dan standar (referensi). Teknik ini biasa ekor kuning lebih tinggi dibanding kolagen kulit
digunakan untuk mengukur fase-fase transisi, ikan sturgeon yaitu 120,66oC (Wang et al. 2014),
yaitu transisi gelasi (Tg) dan titik leleh (Tm). dan lebih rendah dari ikan pari sebesar 165,88oC
Hasil analisis DSC dari pemanasan kolagen (Nur’aenah 2013).
ASC pada rentang suhu 20oC-300oC dengan Suhu transisi gelas ini merupakan suhu
laju pemanasan 10oC/menit diperlihatkan pada terputusnya ikatan hidrogen yang mengarah
Tabel 2. pada pembentukan polimer amorf yaitu
Kurva termogram DSC tersebut kolagen gelatin. Pemanasan dengan suhu diatas 40oC
ASC kulit ikan ekor kuning memiliki pola grafik menyebabkan hancurnya ikatan hidrogen dan
titik puncak suhu transisi gelas 67,69oC; suhu terpotongnya sejumlah ikatan kovalen yang

Tabel 2 Analisis termal kolagen dari


kulit ikan ekor kuning
Parameter Suhu (oC)
Suhu awal pelelehan 139,.2
Suhu puncak pelelehan 144,4
Suhu akhir pelelehan 153,69
Suhu transisi gelas 67,69

89 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al.

(a) (b)
Gambar 4 Struktur permukaan kolagen kulit ikan ekor kuning: (a) perbesaran 100 kali, (b) per
besaran 1000 kali

menstabilkan struktur triple heliks menghasilkan γ dimana struktur ini merupakan protein
konversi kolagen menjadi gelatin yang larut yang mengalami ikatan silang (crosslink)
(Karim dan Bhat 2009). Zhang et al. (2007) dengan protein lain. Ikatan crosslink ini
menyatakan bahwa stabilitas termal kolagen akan menyebabkan protein saling berikatan
dipengaruhi oleh kandungan asam aminonya. dan membentuk agregat sehingga struktur
Semakin tinggi kandungan asam amino, maka permukaan pada kolagen ASC memiliki
akan semakin stabil suatu kolagen terhadap serabut-serabut putih.
suhu. Asam amino prolin, hidroksiprolin, dan
grup hidroksil memiliki cincin pirolidin dan KESIMPULAN
ikatan hidrogen yang memiliki fungsi dalam Pretreatment NaOH terbaik yaitu
menjaga kestabilan rantai polipeptida protein perlakuan konsentrasi NaOH 0,05 M dan
kolagen sehingga tidak mudah berubah menjadi lama waktu perendaman 8 jam. Kombinasi
struktur sekunder. perlakuan asam asetat dengan konsentrasi 0,3
M selama 3 hari diperoleh tingkat kelarutan
Analisis Struktur Permukaan Kolagen yang tinggi. Rendemen kolagen dengan metode
Kulit Ikan Ekor Kuning Menggunakan asam adalah 18,4±1,49% (bk) dan 5,79±0,47%
SEM (bb). Komposisi asam amino yang dominan
Scanning Electron Microscopy (SEM) pada kolagen ASC adalah glisin, alanin, dan
merupakan jenis mikroskop elektron yang prolin. Kolagen dari kulit ikan ekor kuning
memanfaatkan berkas elektron untuk menerangi memiliki pita kolagen dengan struktur α1,
sampel sehingga menghasilkan gambar sampel. α2, β dan γ. Suhu puncak transisi gelas dan
Sinar elektron yang dikenakan pada sampel pelelehan sebesar 67,69oC dan 144,4oC. Struktur
akan memindai keseluruhan sampel. Sampel permukaan kolagen memiliki serabut-serabut
akan mengeluarkan elektron baru yang akan pada permukaannya.
diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor
yang mengandung informasi mengenai DAFTAR PUSTAKA
topografi permukaan sampel. Hasil analisis Ahmad M, Benjakul S. 2010. Extraction
SEM pada kolagen yang diekstrak dengan asam and characterization of pepsin soluble
dapat dilihat pada Gambar 4. collagen from the skin of unicorn
Kolagen ASC pada perbesaran 1000 leatherjacket (Aluterus monocerous).
kali memiliki serabut-serabut putih pada Food Chemistry 120:817-824.
permukaannya. Berdasarkan analisis berat [AOAC] Association of Official Analytical
molekul, kolagen ASC memiliki pita struktur Chemist. 1995. Official Methods of

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 90


Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

Analysis. The Association of Official holocanthus). Food Hydrocolloids 25:


Analytical Chemist. Inc. Washington, 1507-1513.
DC. Jamilah B, Hartina UMR, Hashim MD,
[AOAC] Association of Official Analytical Sazili AQ. 2013. Properties of collagen
Chemist. 2005. Official Methods from barramundi (Lates calcarifer)
of Analysis (18 Edn). Association skin. International Food Research
of Official Analytical Chemist Inc. Journal 20(2): 835-842.
Mayland. USA. Jaswir I, Monsur HA, Salleh HM. 2011.
Bae I, Osatomi K, Yoshida A, Osako Nano-structural analysis of fish
K, Yamaguchi A, Hara K. 2008. collagen extracts for new process
Chemical properties of acid-soluble development. African Journal of
collagens extracted from the skins of Biotechnology 10(81): 18847-18854.
underutilized fishes. Food Chemistry Karim AA, Bhat R. 2009. Fish gelatin:
108: 49-54. properties, challenges, and prospects as
Bollag DM, Edelstein SJ. 1991. Protein an alternative to mammalian gelatins.
Methods. New York: Wiley-Liss. Food Hydrocolloid 23:563-576.
Foegeding EA, Lanier TC, Hultin HO. Kasim S. 2013. Pengaruh variasi jenis
1996. Food Chemistry. Characteristics pelarut asam pada ekstraksi kolagen
of Edible Muscle Tissue. New York: ikan pari (Himantura gerrardi) dan
Marcel Dekker, Inc. ikan tuna (Thunnus sp.). Majalah
Gelse K, Poschl E, Aigner T. 2003. Farmasi dan Farmakologi 17(2): 35-38.
Collagens-structure, function, and Kim SK, Mendis E. 2006. Bioactive
biosynthesis. Advanced Drug Delivery compounds from marine processing
Reviews 55: 1531-1546. byproducts- A review. Food Research
Guillen MC, Gomez JT, Fernandez MD, International 39: 383-393.
Ulmo N, Lizarbe MA, Montero P. 2002. Kittiphattanabawon P, Soottawat Benjakul
Structural and physical properties S, Visessanguan W, Nagai T, Tanaka M.
of gelatin extracted from different 2005. Characterisation of acid-soluble
marine species: a comparative study. collagen from skin and bone of bigeye
Food Hydrocolloids 16:25-34. snapper (Priacanthus tayenus). Food
Hema GS, Shyni K, Mthew S, Ananda R, Chemistry 89:363-372.
Ninan G, Lakshmanan PT. 2013. A Kittiphattanabawon P, Benjakul S,
simple method for isolation of fish skin Visessanguan W, Kishimura H,
collagen-biochemical characterization Shahidi F. 2010. Isolation and
of skin collagen extracted from characterisation of collagen from the
albacore tuna (Thunnus alalunga), skin of brownbanded bamboo shark
dog shark (Scoliodon sorrakowah), (Chiloscyllium punctatum). Food
and Rohu (Labeo rohita). Annals of Chemistry 119: 1519-1526.
Biological Research 4(1): 271-278. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Hinterwaldner R. 1977. Raw material. 2014. Statistik Kelautan dan Perikanan
Di dalam: Ward AG dan Courts A, 2014. Jakarta: KKP.
editor. The Science and Technology of Kumar MH, Spandana V, Poonam T.
Gelatin. New York: Academic Press. 2011. Extraction and determination
Huang YR, Shiau CY, Chen HH, Huang BC. ofcollagen peptide and its clinical
2011. Isolation and chaacterization of importance from tilapia fish scales
acid and pepsin solubilized collagens (Oreochromis niloticus). International
from the skin of ballon fish (Diodon Research Journal of Pharmacy 2(10):97-

91 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al.

99. characterization of type I collagen


Lee CH, Singla A, Lee Y. 2001. Biomedical from the outer skin of sepiella inermis
applications of collagen. International (Orbigny, 1848). African Journal of
Journal Pharmacy 221:1-22. Biotechnology 11(78): 14326-14337.
Liu D, Wei G, Li T, Hua J, Lu J, Regenstein Siddiqui YD, Arief EM, Yusoff A, Hamid
JM, Zhou P. 2015. Effects of alkaline SSA, Norani TY, Abdullah MYS. 2013.
pretreatments and acid extraction Extraction, purification and physical
conditions on the acid-soluble collagen characterization of collagen from
from grass carp (Ctenopharyngodon body wall of sea cucumber Bohadschia
idella) skin. Food Chemistry 172:836– bivitatta. Health and Environment
843. Journal 4(2): 53-65.
Matmaroh K, Benjakul S, Prodpran T, Singh P, Benjakul S, Maqsood S, Kishimura
Encarnacion AB, Kishimura H. H. 2011. Isolation and characterization
2011. Characteristics of acids soluble of collagen extracted from the skin
collagen and pepsin soluble collagen of striped catfish (Pangasianodon
from scale of spotted golden goatfish hyphothalmus). Food Chemistry 124:
(Parupeneus heptacanthus). Food 97-105.
Chemistry 129: 1179-1186. Sun DW. 2006. Thermal Food Processing:
Muyonga JH, Cole CGB, Duodu KG. New Technologies and Quality Issues.
2004. Characterisation of acid soluble Boca Rason: CRC Press Taylor and
collagen from skins of young and Francis Group.
adult Nile perch (Lates niloticus). Food Tabarestani S, Maghsooudlou Y,
Chemistry 85: 81-89. Motamedzadegan A, Mahoonak SAR,
Nalinanon S, Benjakul S, Kishimura H, Rostamzad H. 2012. Study on some
Osaka K. 2011. Type I collagen from properties of acid-soluble collagens
the skin of ornate threadfin bream isolated from fish skin and bones of
(Nemipterus hexodon): Characteristics rainbow trout (Onchorhynchus mykiss).
and effect of pepsin hydrolysis. Food International Food Research Journal
Chemistry 125:500–507. 19(1): 251-257.
Nur’aenah N. 2013. Ekstraksi dan Tamilmozhi S, Veeruraj A, Arumugam M.
karakterisasi kolagen dan nanopartikel 2013. Isolation and characterization of
kolagen dari kulit ikan pari acid and pepsin-solubilized collagen
(Pastinachus solocirostris) sebagai from the skin of sailfish (Istiophorus
bahan baku kosmetik. [tesis]. Bogor: platypterus). Food Research
Institut Pertanian Bogor. International 54: 1499-1505.
Nurjanah, Abdullah A. 2010. Cerdas Veeruraj A, Arumugam M, Balasubramanian
Memilih Ikan dan Mempersiapkan T. 2013. Isolation and characterization
Olahannya. Bogor: IPB Press. of thermostable collagen from the
Rehm H. 2006. Protein biochemistry and marie eel-fish (Evenchelys macrura).
proteomics. Elsevier: Academic press. Process Biochemistry 48: 1592-1602.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kuntji Wang L, Liang Q, Chen T, Wang Z, Xu
Identifikasi Ikan. Bogor: Binatjipta. J, Ma H. 2014. Characterization
Shanmugam V, Ramasamy P, Subhapradha of collagen from the skin of Amur
N, Sudharsan S, Seedevi P, sturgeon (Acipenser schrenckii). Food
Moovendhan M, Krishnamoorthy J, Hydrocolloids 38:104-109.
Shanmugam A, Srinivasan A. 2012. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi.
Extraction, structural and physical Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 92


Karakterisasi Kolagen Larut Asam, Astiana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

Wong DWS. 1989. Mechanism and Theory K. 2000. Preparation and dynamic
in Food Chemistry. New York: Van viscoelasticity characterization of
Nostrand Reinhold. alkali-solubilized collagen from shark
Yoshimura K, Terashima M, Hozan D, Shirai skin. Journal of Agricultural and Food
Chemistry 48(3): 685-690.

93 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai