Anda di halaman 1dari 7

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH LAMA PERENDAMAN ASAM SULFAT (H2SO4) DAN SUHU


EKSTRAKSI TERHADAP KUALITAS GELATIN TULANG IKAN PATIN
(Pangasius sp.)

Disusun Oleh :
Desti Syabila
20/456859/TP/12767

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Patin merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia.
Secara umum wilayah kepulauan Sumatera menyumbang 68.07%
produksi, dimana 47,23%-nya berasal dari Sumatera Selatan dan Lampung
(Marroli, 2018). Produktivitas ikan tawar daerah lampung mencapai
10,274 kg/ha, dimana ikan patin memiliki angka produksi terbesar
mencapai 35,24% dari total produksi ikan tawar (Yolandika et al., 2021).
Menurut Sathivel et al., 2012 rendemen pada proses pengolahan ikan patin
filet hanya berkisar sekitar 45% saja, sehingga menghasilkan persentase
limbah yang cukup besar.
Kolagen merupakan komponen struktural utama pada serat-serat
jaringan pengikat, dan memiliki peran penting sebagai penyusun bentuk
tubuh. Kolagen dapat larut dalam pelarut alkali maupun asam, sehingga
kedua pelarut tersebut dimungkinkan untuk digunakan dalam proses
produksi gelatin (Bennion, 1980). Gelatin merupakan derivat protein dari
serat kolagen yang terdapat pada kulit, tulang, dan tulang rawan. Gelatin
dapat larut dalam air, asam asetat, dan pelarut alkohol seperti gliserol,
propilen, dan glycol (Norland, 1997). Menurut Atma (2017) gelatin dari
tulang ikan yang hidup di perairan hangat memiliki kualitas fisik yang
lebih baik dibandingkan dengan gelatin tulang ikan yang hidup di perairan
dingin.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh lama perendaman asam sulfat dan suhu ekstraksi
terhadap kualitas gelatin tulang ikan patin?
3. Tujuan
Mengetahui pengaruh lama perendaman asam sulfat dan suhu ekstraksi
terhadap kualitas gelatin tulang ikan patin.
4. Hipotesis
Perendaman tulang ikan patin menggunakan H2SO4 selama 36 jam dan
suhu ekstraksi 45oC menghasilkan kualitas gelatin terbaik.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Gelatin merupakan protein hasil hidrolisis kolagen tulang dan kulit.
Penggunaan gelatin sangat luas khususnya dalam bidang industri, baik industri
pangan maupun non pangan. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah
secara reversible dari bentuk serat ke bentuk gel, mengembang dalam air dingin,
dapat membentuk film serta mempengaruhi viskositas suatu bahan. Kelarutannya
dalam air membuat gelatin diaplikasikan untuk keperluan berbagai industri.
Menurut Damanik (2005), gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan
dari serabut kolagen jaringan penghubung yang dihidrolisis dengan asam atau
basa. Pada prinsipnya, gelatin dapat dibuat dari bahan yang kaya akan kolagen
seperti kulit dan tulang baik dari babi maupun sapi atau hewan lainnya.
Tulang ikan dapat menjadi sumber gelatin karena mengandung kolagen
sekitar 18,6 % dari 19,86 % unsur organik protein kompleks yang merupakan
bahan awal pembuatan gelatin (Eastoe, 1977). Salah satu ikan yang berpotensi
digunakan sebagai bahan baku pembuatan gelatin yaitu ikan patin. Teknik isolasi
gelatin dapat menggunakan metode asam (tipe A) dan basa (tipe B). Said et al.
(2011) mengatakan bahwa penggunaan metode asam lebih baik ketimbang metode
basa karena metode asam hanya memerlukan waktu perendaman yang relatif
singkat sekitar 3-4 minggu untuk dapat memutus ikatan hidrogen pada struktur
kolagen dibandingkan metode basa yang membutuhkan waktu 3 bulan. Selain itu,
menurut Yang et al. (2008), pada proses pengolahan dengan larutan asam
menghasilkan kekuatan gel, nanostruktur, dan tekstur yang lebih baik
dibandingkan menggunakan larutan basa.
Salah satu proses dalam pembuatan gelatin adalah proses demineralisasi.
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kalsium dan garam-garam lainnnya
sehingga diperoleh ossein (tulang yang telah mengalami demineralisasi yaitu
penghilangan kalsium). Tulang hasil perendaman asam kemudian dihidrolisis.
Proses ini disebut juga sebagai proses denaturasi untuk merubah serat kolagen
yang tidak larut dalam air menjadi larut dan mudah dicerna, yang disebut sebagai
gelatin (Santoso et al., 2015). Proses demineralisasi adalah proses perendaman
dalam larutan asam untuk melanjutkan pembengkakan tulang sehingga kolagen
yang ada dalam tulang mudah keluar. Penggunaan konsentrasi asam yang terlalu
tinggi akan menyebabkan kolagen yang telah menjadi rantai tunggal ikut terlarut
di dalam larutan asam pada saat pembilasan, sehingga kolagen akan ikut terbuang.
Menurut Astawan dan Aviana (2003) pada pembuatan gelatin tulang ikan Cucut
dengan penggunaan asam yang terlalu tinggi menyebabkan kerusakan pada
kolagen, sehingga kolagen tidak dapat dikonversikan menjadi gelatin. Tahapan
selanjutnya setelah demineralisasi adalah konversi kolagen menjadi gelatin
dengan teknik ektraksi. Ossein yang dihasilkan akan diekstraksi menggunakan
aquadest di dalam waterbath. Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen
menjadi gelatin. Suhu minimum dalam proses ekstraksi adalah 40 – 50 oC (Choi
and Regenstein, 2000) hingga suhu 100oC (Viro, 1992). Ekstraksi kolagen tulang
dilakukan dalam suasana asam pada pH 4 – 5 karena umumnya pH tersebut
merupakan titik isoelektrik dari komponen-komponen protein non kolagen,
sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan (Hinterwaldner, 1997).
Penelitian yang dilakukan Mahmoodani et al., 2014 mengatakan bahwa
kualitas gelatin tulang ikan patin memiliki karakteristik fisik yang menyerupai
gelatin sapi. Penelitian yang dilakukan Mahmoodani et al., 2014 dilakukan
dengan cara mengekstrak gelatin tulang ikan patin dengan HCL, sehingga
didapatkan karakter sebagai berikut: kadar air 9,2%, kadar abu 2,6%, kadar lemak
0,96% dan kadar protein 87,3%. Penelitian lain dilakukan oleh Pertiwi et al., 2018
menunjukkan hasil berupa ekstraksi gelatin tulang ikan patin terbaik dengan
menggunakan asam sitrat 1% yaitu dengan waktu pre-treatment 48 jam dan suhu
ekstraksi 75oC. Nilai pH, kekuatan gel, daya kunyah dan viskositas pada gelatin
ikan patin terdeteksi dengan baik, serta kadar abu, kadar lemak, kadar protein juga
dapat terkarakteristik dengan baik sesuai dengan SNI 06-3735 dan GMIA sebagai
standart mutunya
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
a. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam ekstraksi gelatin meliputi
timbangan, pisau, meat cutter, waterbath, nampan, kertas saring, kain
blacu, food dehydrator, shaker, sentrifugasi, label, erlenmeyer, gelas piala,
mikropipet dan gelas ukur, neraca analitik, oven, tanur, labu kjeldahl,
sokhlet, texture analyzer, pH meter, perangkat elektroforesis SDS-PAGE.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah tulang ikan patin, asam H 2SO4
10% aquadest, larutan heksana, kertas saring bebas lemak, kapas, H 2SO4
pekat, NaOH, indikator BCG-MM (Bromocresol Green-Merah Metil),
larutan standar HC dan bahan untuk konfirmasi gelatin dengan SDS-
PAGE adalah Tris HCL, akrilamid, TEMED, amonium persulfate dan
protein marker.
b. Analsis Data
Penelitian ini menggunakan design Rancangan Acak Lengkap
Faktorial (RAL) dengan 2 faktor dan 3 pengulangan. Faktor pertama
Waktu Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) yaitu: 24 Jam (W1), 36 Jam
(W2), 48 jam (W3), 60 Jam (W4), dan 0 Jam (W5/kontrol). Faktor kedua
Suhu Ektraksi yaitu: 30 oC (T1), 45 oC (T2), 60 oC (T3), 75 oC (T4), dan 25
o
C (T5/kontrol). Kedua faktor tersebut sebagai variabel bebas sedangkan
variabel terikatnya adalah kualitas gelatin ikan patin. Data yang didapat
akan dianalisis menggunakan uji Anova. Sebelum dilakukan uji Anova,
data akan di uji normalitas dan homogenitasnya. Pengambilan kesimpulan
menggunakan kaidah apabila Fhitung < Ftabel, H0 diterima. Fhitung > Ftabel, H0
ditolak H1 diterima (Dowdy et al., 2004).
c. Uji Kualitas Gelatin
Gelatin hasil ektraksi dilakukan analisis SDS-Page untuk
mengatahui kombinasi perlakuan mana yang menghasilkan rendemen
gelatin tertinggi. Selanjutnya diuji kualitas gelatin yang dihasilkan dengan
menggunakan Analisis Fisiko-Kimia, Analisis Profil Tekstur, Analisis
Viskositas, dan Analisis Kadar Air, Abu, Lemak, dan Protein.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M., dan Aviana, T. 2003. Pengaruh Jenis Larutan Perendaman serta
Metode Pengeringan terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Gelatin
dari Kulit Cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14 (1):7 – 12.
Atma, Y. 2017. Amino acid and proximate composition of fish bone gelatin from
different warm-water species: A comparative study. IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science 58:1 – 5.
Bennion, M. 1980. The Science of Food. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Choi, S.S., and Regenstein, J. M. 2000. Physicochemical and Sensory
Characteristics of Fish Gelatin. Journal of Food Science, 65: 194-199.
Damanik, A. 2005. Gelatin Halal, Gelatin Haram. Jurnal Halal LP POM MUI.
Jakarta.
Dowdy, S., Weardon, S., Chilko, D. 2004. Statistics for Research (Third Edition).
John Wiley & Sons, Inc. Canada.
Hinterwaldner, R. 1997. The Science and Technology of Gelatin. New York:
Academic Press
Marolli. 2018. Industri Patin Indonesia Rebut pasar Global.<https://kkp.go.id/
artikel/3163-industri-patin-indonesia-rebut-pasar-global>. Diakses pada
tanggal 07 November 2022.
Norland, R., E. 1997. Fish Gelatin: Technical Aspects and Aplications, In: Band
SJ ed., Photographic gelatin, Royal Photographic Society, London.
Said, M.I., S Triatmojo., Y Erwanto., dan A. Fudholi. 2011. Karakteristik gelatin
kulit kambing yang diproduksi melalui proses asam basa. J. Agritech.
31(3).
Santoso, C., Surti, T., dan Sumardianto. 2015. Perbedaan penggunaan konsentrasi
larutan asam sitrat dalam pembuatan gelatin tulang rawan ikan pari
mondol (Himantura gerrardi). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan Vol. 4 (2): 106 – 114.
Sathivel, S., Witoon, P., Casey, C. G., Joan, M. K., Steven, L. 2012. FA
composition of crude oil recovered from catfish viscera. JAOCS. 79 (10):
989-99.
Viro, F. 1992. Gelatine, dalam Hui, Y. H. (Ed.). Encyclopedia of Food Science
and Technology. Vol. 2. Toronto: John Willey and Sons Inc.
Yang, H., Wang, Y., Zhou, P., Joe, M., and Regenstein. 2008. Effects of Alkaline
And Acid Pretreatment On The Physical Properties and Nanostructures of
The Gelatin from Channel Catfish Skins. Journal of Food Hydrocolloids.
22 :1541–1550.
Yolandika, C., Berliana, D., dan Anggraini, N. 2021. Efisiensi Kinerja Rantai
Pasok Ikan Patin di Pringsewu, Lampung. Journal of Food System and
Agribusiness Vol. 5 (2): 107 – 115.
LAMPIRAN

DESIGN RANCANGAN PERCOBAAN


Waktu Suhu Pengulangan
Pre-treatment Ekstraksi 1 2 3
30 oC (T1) W1T1-01 W1T1-02 W1T1-03
45 oC (T2) W1T2-01 W1T2-02 W1T2-03
24 Jam (W1) 60 C (T3)
o
W1T3-01 W1T3-02 W1T3-03
75 oC (T4) W1T4-01 W1T4-02 W1T4-03
25 C (T5)
o
W1T5-01 W1T5-02 W1T5-03
30 C (T1)
o
W2T1-01 W2T1-02 W2T1-03
45 oC (T2) W2T2-01 W2T2-02 W2T2-03
36 Jam (W2) 60 oC (T3) W2T3-01 W2T3-02 W2T3-03
75 C (T4)
o
W2T4-01 W2T4-02 W2T4-03
25 oC (T5) W2T5-01 W2T5-02 W2T5-03
30 oC (T1) W3T1-01 W3T1-02 W3T1-03
45 C (T2)
o
W3T2-01 W3T2-02 W3T2-03
48 Jam (W3) 60 C (T3)
o
W3T3-01 W3T3-02 W3T3-03
75 oC (T4) W3T4-01 W3T4-02 W3T4-03
25 oC (T5) W3T5-01 W3T5-02 W3T5-03
30 C (T1)
o
W4T1-01 W4T1-02 W4T1-03
45 oC (T2) W4T2-01 W4T2-02 W4T2-03
60 Jam (W4) 60 oC (T3) W4T3-01 W4T3-02 W4T3-03
75 C (T4)
o
W4T4-01 W4T4-02 W4T4-03
25 C (T5)
o
W4T5-01 W4T5-02 W4T5-03
30 oC (T1) W5T1-01 W5T1-02 W5T1-03
45 oC (T2) W5T2-01 W5T2-02 W5T2-03
0 Jam (W5) 60 C (T3)
o
W5T3-01 W5T3-02 W5T3-03
75 oC (T4) W5T4-01 W5T4-02 W5T4-03
25 oC (T5) W5T5-01 W5T5-02 W5T5-03

Anda mungkin juga menyukai