Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL LAPORAN AKHIR

PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PENCAMPURAN PADA


PENAMBAHAN -CASEIN PADA GEL GELATIN DARI TULANG IKAN
GABUS ( CHANNA STRIATA )

Oleh:
Hilya Fithri
0612 3040 1040

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


PALEMBANG
2015

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL LAPORAN AKHIR


PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PENCAMPURAN PADA
PENAMBAHAN -CASEIN PADA GEL GELATIN DARI TULANG IKAN
GABUS ( CHANNA STRIATA )

Oleh:
Hilya Fithri
0612 3040 1040

Pembimbing I,

Palembang, Maret 2015


Pembimbing II,

Idha Silviyati, S.T., M.T


NIP 197507292005012003

Ibnu Hajar, S.T., M.T


NIP 197102161994031002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia

Ir. Robet Junaidi, M.T


NIP 196607121993031003

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

: Hilya Fithri

NIM

: 0612 3040 1040

Jurusan

: Teknik Kimia

Menyatakan bahwa dalam penelitian dengan judul: Pengaruh Konsentrasi


dan Waktu Pencampuran Pada Penambahan

- Casein Pada Gel Gelatin dari

Tulang Ikan Gabus ( Channa striata ). Data pada proposal saya ini tidak
mengandung unsur PLAGIAT sesuai dengan PERMENDIKNAS NO.17 Tahun
2010 .
Bila dikemudian hari ada unsure-unsur plagiat dalam penelitian ini, saya
bersedia diberikan sanksi peraturan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan tidak ada
paksaan.
Palembang,

Maret 2015

Pembimbing I,

Penulis,

Idha Silviyati, S.T.,M.T

Hilya Fithri

NIP 197507292005012003

NIM 061230401040

Pembimbing II,

Ibnu Hajar, S.T.,M.T

NIP 197102161994031002
I.

JUDUL
Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Pencampuran Pada Penambahan Casein Pada Gel Gelatin dari Tulang Ikan Gabus ( Channa striata )

II. Latar Belakang


Gelatin merupakan polipeptida yang diekstraksi dari jaringan kolagen
hewan yang terdapat pada tulang, kulit dan jaringan ikat (Gimenez et al., 2005).
Gelatin dimanfaatkan cukup luas dalam berbagai industri, baik industri pangan
maupun industri non-pangan. Pemanfaatan gelatin di industri pangan digunakan
sebagai bahan pengikat (binder agent), penstabil (stabilizer), pembentuk gel
(gelling agent), perekat (adhesive), peningkat viskositas (viscosity agent) dan
pengemulsi (emulsifier). Industri non-pangan yang menggunakan gelatin meliputi
industri farmasi (sebagai pembuat kapsul, pengikat tablet dan pastilles, surgical
powder, plasma expander, dan mikro enkapsulasi), industri fotografi (sebagai
pengikat bahan peka cahaya) dan industri kertas (sebagai sizing paper) (Schrieber
dan Gareis, 2007).
Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen
jaringan penghubung yang dihidrolisis dengan asam atau basa. Pada prinsipnya,
gelatin dapat dibuat dari bahan yang kaya akan kolagen seperti kulit dan tulang
baik dari babi maupun sapi atau hewan lainnya.). Gelatin ikan berbeda dengan
gelatin mamalia berdasarkan pada suhu leleh, suhu pembentukan gel dan kekuatan
gel. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan kandungan asam amino,
terutama prolin dan hidroksiprolin. Hidroksiprolin adalah asam amino turunan
prolin. Keduanya bertanggung jawab pada stabilitas struktur kolagen (Norziah,
2009). Salah satu tulang ikan yang berpotensi digunakan sebagai bahan baku
gelatin ikan adalah tulang ikan gabus ( Channa striata ). Potensi gelatin dari
tulang dan kulit ikan tersebut didukung dengan jumlah produksi ikan gabus di
wilayah Sumatera Selatan yang mencapai 5.702 ton pada tahun 2008 (Dirjen
PPHP, 2010). Secara umum di Sumatera Selatan ikan gabus dimanfaatkan oleh
industri

kerupuk,

kemplang

dan

pempek.

Pengolahan

hasil

perikanan

menghasilkan limbah seperti kepala, jeroan, sisik, sirip, kulit dan tulang. Jumlah
bagian yang dapat dimakan (edible flesh) dari ikan adalah 65%, berarti limbah dari
ikan tersebut adalah 35% (Irawan, 1995), dan 30% dari limbah adalah kulit dan
tulang (Gomez-Guillen, 2002).

Kandungan kolagen pada tulang ikan keras

(teleostei) berkisar 15% - 17%, sedangkan pada ikan tulang rawan berkisar 22% 24% (Maria, 2005). Kolagen yang terdapat di kulit dan tulang ikan tersebut dapat
diekstraksi untuk menjadi gelatin.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gelatin yang dihasilkan dari
tulang ikan memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan gelatin dari
sapi dan babi. Salah satu sebab utamanya adalah gelatin ikan memiliki nilai
kekuatan gel yang rendah, sifat fisika-kimia gelatin yang dihasilkan masih
lebih rendah dibandingkan dengan gelatin yang diproduksi dari tulang dan kulit
babi maupun sapi. Kekuatan gel gelatin didefinisikan sebagai besarnya kekuatan
yang diperlukan oleh probe untuk menekan gel setinggi empat mm sampai gel
pecah. Satuan untuk menunjukkan kekuatan gel yang dihasilkan dari suatu
konsentrasi tertentu disebut derajat bloom ( Amiruldin, 2007 ).
Penelitian telah dilakukan untuk memodifikasi gelatin ikan agar lebih
berkualitas. Pencampuran gelatin ikan dengan biopolimer lain seperti karagenan,
kitosan dan pektin merupakan salah satu usaha yang dapat meningkatkan
karakeristik gelatin ikan (Chen dkk, 2003; Uresti dkk, 2003; Haug dkk, 2004a).
Penelitian lebih lanjut dengan penambahan plasticizers seperti gliserol, sorbitol,
sukrosa, polietilen glikol (Tanaka dkk, 2001; Vanin dkk, 2005) dan agen garam
(Fernandez-Diaz dkk, 2001; Ramirez dkk, 2002; Haug dkk, 2004b) dapat
meningkatkan karakteristik film atau gel.
Junianto, dkk (2006) pada judul penelitiannya Produksi Gelatin dari
Tulang Ikan dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Cangkang
Kapsul, menunjukkan bahwa kekuatan gel gelatin sangat dipengaruhi oleh jenis
tulang. Hasil ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Jamilah dan Harvinder
(2002) yaitu salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan gel gelatin adalah
jenis bahan bakunya.

Hasil penelitian Handayani (2008), gelatin dari tulang ikan gabus


dengan proses demineralisasi yaitu memiliki nilai kekuatan gel 37,11
159,7 bloom, viskositas 22,9 91,58 cP, kadar protein 66,93%-81,07%, dan
kadar lemak 0,94%-3,85%. Nilai fisika-kimia gelatin tulang ikan gabus tersebut
belum memenuhi syarat standar gelatin komersial, yaitu untuk kadar protein
87,26%, kadar lemak 0,25%, kekuatan gel 50-300 bloom dan viskositas 6 cP.1
Pada penelitian Hariyanto, dkk (2010) dengan judul penelitian Pembuatan
Gelatin dari Tulang Ikan Air Tawar, dengan memberikan perlakuan perbedaan
proses ekstraksi dengan perbandingan 1 gr tulang ikan dengan 3ml Aquades
direndam selama 3 jam, menyatakan bahwa waktu berpengaruh terhadap
rendemen hasil yang diperoleh waktu yang paling bagus dalam percobaan ini
adalah 4 jam dengan rendemen 10,1%
Hasil penelitian Wulandari dkk (2013) dengan judul Pengaruh Defatting
dan Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik Gelatin Tulang Ikan Gabus,
menyatakan bahwa - Kombinasi perlakuan terbaik

yaitu

defatting dengan

suhu 70 oC memiliki nilai kekuatan gel 202,9 bloom, viskositas 3,87 cP, titik leleh
22,5 oC dan rendemen 3,53%. Parameter

fisik

gelatin

tulang

ikan

gabus

memiliki viskositas 3,87 cP 5,59 cP dan kekuatan gel 85,6 265,9 bloom
dan titik leleh 19,5 oC 23 oC.
Sementara itu, cerminan kualitas gelatin yang baik dan dapat digunakan
untuk sediaan farmasi adalah gelatin yang memiliki nilai kekuatan gel tinggi.
Oleh karena itu sangat diperlukan penelitian lebih lanjut sebagai upaya menjawab
dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.
Protein susu berperan dalam produk makanan sebagai sumber nutrisi,
emulgator, foaming dan campuran pembentuk gel. Banyak penelitian tentang
campuran dari protein-protein bahan pangan, untuk meningkatkan nilai nutrisi dan
fungsi bahan pangan tersebut, yang sudah dipublikasikan. Campuran-campuran
tersebut

menyebabkan protein-protein

saling berinteraksi dalam proses

pembentukan buih, emulsi dan pembentukan gel yang disertai pemanasan. Sifat
fisika-kimia dari gel protein dapat berubah dengan adanya campuran proteinprotein yang berbeda selama proses pemanasan dan pembentukan gel. Protein

susu dan protein telur biasanya dicampurkan dalam formula makanan.


Bagaimanapun, penelitian tentang gel campuran antara protein gelatin dengan
protein kasein masih cukup sedikit.
III.

Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dilihat:
1. Bagaimana hasil fisik dan kimia gelatin ikan gabus yang telah
ditambahkan -kasein.
2. Bagaimana konsentrasi dan waktu pencampuran gelatin ikan gabus
dan -kasein terhadap sifat fisik dan kimia gel.
Tabel 1. Standar gelatin menurut SNI No. 06-3735 tahun 1995 dan
British Standard : 757 tahun 1975
Karakteristi
k
Warna
Bau, Rasa
Kadar Abu
Kadar Air
Kekuatan Gel
Viskositas
pH
Logam Berat
Arsen
Tembaga
Seng
Sulfit

SNI

British Standar

Tidak Berwarna Sampai Kekuningan

Kuning Pucat
50 300 bloom
15 70 mps atau 1,5-7 cPs
4,5 6,5
-

Normal
Maksimum 16 %
Maksimum 3,25 %
Maksimum 50 mg / kg
Maksimum 2 mg / kg
Maksimum 30 mg / kg
Maksimum 100 mg / kg
Maksimum 1000 mg / kg

Sumber:a) Dewan Standarisasi Nasional (SNI 06.3735-1995)(1995)


b) British Standard: 757 (1975)

IV. TINJAUAN PUSTAKA


4.1 Ikan Gabus ( Channa striata )
Ikan gabus ( Channa striata ) merupakan anggota family Channidae, yang
dapat hidup pada daerah perairan tawar atau sungai, perairan payau, serta rawarawa. Ikan gabus termasuk kedalam kelompok ikan karnivora yang buas dan
agresif ( Chaoesare, 1981 dalam Anuwar, 2010 ).
Klasifikasi ikan gabus menurut Chaoesare (1981) dalam Anuwar (2010)
adalah sebagai berikut :

Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Family
Genus
Spesies

: Animalia
: Chordata
: Agtinopterigii
: Perciformes
: Chanidae
: Channa
: Channa striata

Gambar 1. Ikan Gabus


Ikan gabus mengandung gizi yang tinggi, yaitu 70% protein dan 21%
albumin, asam amino yang lengkap serta mikronutrien zink, selenium dan iron).
Menurut Dirjen Perikanan (1996), komposisi gizi ikan gabus dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kandungan Ikan Gabus
Komposisi
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Mineral

Jumlah (%)
77,40
19,30
1,30
1,00
1,00

Bahan utama penelitian adalah tulang ikan gabus, proporsi tulang ikan
terhadap tubuh ikan mencapai 12,4 persen. Tulang atau kerangka adalah jaringan
yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Tersusun atas matriks
organic keras yang diperkuat dengan endapan garam kalsium dan garam mineral
lain dalam tulang. Menurut Anonymous (2009).

Gambar 2. Kandungan Mineral Dalam Tulang (Hernaiawati,2008)


Dari gambar 2

Dapat di lihat, bahwa pada tulang ikan mempunyai

kandungan kolagen sebanyak 33% yang digunakan sebagai syarat utama untuk
membuat gelatin.
4.1.1 Kolagen Ikan Gabus
Kolagen adalah protein serabut (fibril) yang mempunyai sifat fisiologis
yang unik, terdapat di jaringan ikat pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan lainlain

(Wong

1989).

Protein

ini

memiliki

sifat

kurang

larut,

amorf,

dapat memanjang dan berkontraksi. Protein serabut ini tidak larut dalam pelarut
encer, sukar dimurnikan, susunan molekulnya dari rantai molekul yang panjang
sejajar dan tidak membentuk kristal (Winarno 1997).
Eastoe (1977) menerangkan bahwa bahan dasar dan kelompok hewan yang
mempunyai sumber kolagen yang tertinggi dan dapat dijadikan gelatin adalah
sebagai berikut:
(a) tulang: mamalia (sapi, babi, kelinci), burung, reptile, ikan (cod,
halibut,elasmobranchs);
(b) kulit: mamalia, reptil (buaya, ular), ikan, (elasmobranchs); (c) tulang
rawan: burung/ayam, ikan;
(d) tendon: burung/ayam.

Gambar 2. Tulang Ikan Gabus


Molekul kolagen tersusun dari kira-kira dua puluh asam amino yang
memiliki bentuk agak berbeda bergantung pada sumber bahan bakunya.

Asam

amino glisin, prolin dan hidroksiprolin merupakan asam amino utama kolagen.
Asam-asam amino aromatik dan sulfur terdapat dalam jumlah yang sedikit.
Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino pembatas dalam berbagai
protein (Chaplin, 2005).
Molekul dasar pembentuk kolagen disebut tropokolagen yang mempunyai
struktur batang dengan BM 300.000, dimana di dalamnya terdapat tiga rantai
polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur heliks. Tiap
tiga rantai polipeptida dalam unit tropokolagen membentuk struktur heliks
tersendiri, menahan bersama-sama dengan ikatan hidrogen antara group NH dari
residu glisin pada rantai yang satu demean group CO pada rantai lainnya. Cincin
pirolidin, prolin, dan hidroksiprolin membantu pembentukan rantai polipeptida
dan memperkuat triple heliks (Wong, 1989).
Tropokolagen akan terdenaturasi oleh pemanasan atau perlakuan dengan zat
seperti asam, basa, urea, dan potassium permanganat. Selain itu, serabut kolagen
dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan di atas suhu penyusutannya (Ts).
Suhu penyusutan (Ts) kolagen ikan adalah 45oC. Jika kolagen dipanaskan pada
T>Ts (misalnya 65 70oC), serabut triple heliks yang dipecah menjadi lebih
panjang. Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam air
inilah yang disebut gelatin.

4.2 Gelatin
Gelatin berasal dari bahasa latin (gelatos) yang berarti pembekuaan.
Gelatin adalah protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit,

jaringan ikat dan tulang hewan. Gelatin menyerap air 5-10 kali beratnya. Gelatin
larut dalam air panas dan jika didinginkan akan membentuk gel. Sifat yang
dimiliki gelatin bergantung pada jenis asam amino penyusunnya. Gelatin
merupakan polipeptida dengan bobot molekul antara 20.000 g/mol-250.000 g/mol
(Suryani dkk., 2009).
Gelatin adalah protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari
kulit, jaringan ikat putih dan tulang hewan. Menurut Saleh (2004), gelatin adalah
salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai gelling, bahan pengental
(thickner) atau penstabil. Gelatin berbeda dengan hidrokoloid lain, karena
kebanyakan hidrokoloid adalah polisakarida seperti karagenan dan pektin,
sedangkan gelatin merupakan protein mudah dicerna, mengandung semua asamasam amino essensial kecuali triptofan.
Gelatin secara kimiawi diperoleh melalui rangkaian proses hidrolisis
kolagen yang terkandung dalam kulit (Abustam dan Said, 2004). Protein kolagen
ini secara ilmiah dapat ditangkap untuk dikonversi menjadi gelatin. Gelatin
secara kimiawi diperoleh melalui rangkaian proses hidrolisis kolagen yang
terkandung dalam kulit dan tulang. Reaksi yang terjadi adalah :
C102H149N31O38 + H2O
Kolagen

C102H151N31O39
Gelatin

Gambar 3. Reaksi pembentukan gelatin (Miwada dan Simpen, 2007)


Gelatin juga mempunyai daya pembentukan gel yang cukup tinggi dan
bersifat heat reversible artinya gel yang sudah terbentuk akan dapat larut kembali
pada pemanasan. Sifat secara umum dan kandungan unsur-unsur mineral tertentu
dalam gelatin dapat digunakan untuk menilai mutu gelatin dan standar mutu
gelatin menurut SNI (Standar nasional Indonesia) dapat dilihat pada Tabel 1 (SNI,
1995).
Tabel 3. Standar Mutu Gelatin menurut SNI No. 06-3735-1995
Karakteristik
Warna
Bau, Rasa
Kadar Air
Kadar Abu
Logam Berat

Syarat
Tidak Berwarna
Normal (dapat diterima konsumen)
Maksimum 16%
Maksimum 3,25%
Maksimum 50 mg/kg

Arsen
Tembaga
Seng
Sulfit

Maksimum 2 mg/kg
Maksimum 30 mg/kg
Maksimum 100 mg/kg
Maksimum 1000 mg/kg

Sumber : Dewan Standardisasi Nasional (1995).

Berdasarkan sifat bahan pada dasarnya ada dua proses hirolisis kolagen
yang diproses menjadi gelatin (Gelatine Food Science, 2004):
1. Proses Asam (tipe A) yang sering digunakan adalah kulit babi dan kulit
ikan dan terkadang tulang sebagai bahan baku. Hal ini didasarkan pada di
mana kolagen yang diasamkan menjadi pH sekitar 4 dan kemudian
dipanaskan secara bertahap dari 50C sampai mendidih mengubah sifat
dan melarutkan kolagen. Setelah itu kolagen di degreasing atau larutan
gelatin harus dihilangkan lemaknya, kemudian disaring untuk kejernihan,
dipekatkan dengan perlakuan penguapan vakum atau membran ultra
filtrasi, untuk mendapatkan konsentrasi yang cukup tinggi untuk gelatin
dan kemudian dikeringkan dengan melewatkan udara kering selama gel.
Proses terakhir salah satunya penggilingan dan pencampuran untuk
kebutuhan pelanggan dan kemasan. Gelatin yang dihasilkan memiliki titik
isoionik dari 7 sampai 9 didasarkan pada kekerasan dan lamanya
pengolahan asam dari kolagen yang menyebabkan hidrolisis terbatas dari
rantai asam amino asparagin dan glutamin.
2. Proses alkali (tipe B) yang digunakan pada kulit sapi dan sumber kolagen
di mana hewan relatif tua di pemotongan. Salah satu prosesnya di mana
kolagen disampaikan kepada soda api atau proses pengapuran panjang
sebelum ekstraksi. Hidrolisis basa asparagin dan rantai samping glutamin
untuk asam glutamat dan aspartat relatif cepat, dengan hasil bahwa gelatin
memiliki titik isoionik adalah 4,8-5,2. Namun, dengan perlakuan alkali
diperpendek (7 hari atau kurang) nilai isoionik setinggi 6 diproduksi.
Setelah pengolahan alkali, kolagen yang dicuci bebas dari alkali dan
kemudian diberikan perlakuan dengan asam dengan pH ekstraksi yang
diinginkan (yang memiliki efek yang ditandai pada kekuatan gel rasio
viskositas produk akhir). Kolagen ini kemudian didenaturasi dan diubah

menjadi gelatin dengan pemanasan, karena dengan proses asam. Perlakuan


alkali, itu sering perlu untuk demineralisasi gelatin untuk menghapus
jumlah berlebihan garam menggunakan pertukaran ion atau ultrafiltrasi.
Setelah itu proses sama seperti proses asam - vakum penguapan, filtrasi,
gelatinisasi, pengeringan, penggilingan dan pencampuran.
Menurut Ismeri dkk (2009) bahwa secara ekonomis, proses asam lebih
disukai dibandingkan dengan proses basa. Hal ini karena perendaman yang
dilakukan dalam proses asam relatif lebih singkat yaitu (3-4 minggu) dibanding
dengan proses basa (sekitar 3 bulan). Setelah mengalami perendaman bahan
dinetralkan untuk kemudian diekstraksi dan dipekatkan (evaporasi). Bahan yang
telah mengalami pemekatan dikeringkan untuk kemudian mengalami proses
penggilingan tau penghancuran menjadi partikel yang lebih kecil atau sesuai
dengan standar tertentu.Semua gelatin mempunyai sifat fungsional yang sama,
hanya perbedaan tipenya antara gelatin tipe A dan tipe B, yang penting dalam
pemilihan yang sesuai untuk beberapa penggunaan yang spesifik dan perbedaan
sifat fisik selengkapnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat-Sifat Gelatin
Sifat
Tipe A
Kekuatan Gel (bloom)
50-300
pH
3,8-5,5
Titik Isoeletrik
7-9
Viskositas (mps)
15-75
Kadar Abu (%)
0,3-2

Tipe B
50-300
4,7-5,4
4,7-5,4
20-75
0,5-2

Sumbe : (GMIA, 2012)

Gelatin banyak digunakan sebagai baku dalam berbagai industri. Dalam


industri pangan, gelatin digunakan sebagai pembentuk busa (whipping agent),
pengikat (binder agent), penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent),
perekat

(adhesive),

peningkat

viskositas

(viscosity

agent),

pengemulsi

(emulsifier), finning agent, crystal modifier, thickener. Dalam bidang farmasi,


gelatin dapat digunakan dalam bahan pembuat kapsul, pengikat tablet dan

pastilles, gelatin dressing, gelatin sponge, surgical powder, suppositories, medical


research, plasma expander, dan mikroenkapsulasi. Dalam industri fotografi,
gelatin digunakan sebagai pengikat bahan peka cahaya; dan dalam industri kertas,
gelatin digunakan sebagai sizing paper (Ismeri dkk., 2009).
4.3 -Kasein
Secara umum dapat dilihat bahwa 80% protein yang terkandung dalam
susu berupa kasein, yaitu suatu campuran dari fosfoprotein dalam bentuk komplek
speris yang dikenal sebagai micelle. Micelle ini mengandung partikel-partikel
globular kecil yang terdiri dari 10-100 molekul kasein, yang disebut dengan
submicelles Submicelles ini mempunyai sisi bagian dalam yang bersifat
hidrofobik dan permukaan yang bersifat hidrofilik. Keadaan ini membuat mereka
tidak larut di dalam air. Kasein dapat mengendap pada pH 4,6. Agregat dari
micelle apabila diberi enzim, asam dan juga dipanaskan dapat membentuk gel
setelah beberapa lama.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa jenis kasein.
Kasein merupakan suatu larutan yang tidak dapat dikoagulasikan dengan kondisi
biasa. -kasein terdiri dari tiga komponen: 1 yang tidak dapat dilarutkan dengan
CaCl2, komponen ini mempunyai kelimpahan yang paling besar; 2 dan 3 yang
berbeda dari segi mobilitas dan kelarutannya di dalam air. Struktur primer dari
kasein 1 telah dilaporkan oleh Grosclaude et al. (1970). Dalam laporannya,
diindikasikan bahwa berat molekul kasein 1 sekitar 23.600.

V. TUJUAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dalam
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh penambahan

kasein pada sifat fisik dan

kimia gel gelatin dari tulang ikan gabus agar memenuhi syarat standar
gelatin komersial.

2.

Mendapatkan hasil optimum pada hasil gel gelatin dengan variasi lama
waktu pencampuran dengan pelarut dan banyaknya larutan buffer pada
proses pencampuran.

VI.

MANFAAT
Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini antara lain:
1. Mengurangi limbah tulang ikan gabus yang terdapat di lingkungan.
2. Meningkatkan nilai ekonomis dengan memanfaatkan limbah tulang
ikan gabus menjadi produk yang lebih bermanfaat.
3. Memberikan informasi mengenai pemanfaatan limbah tulang ikan
gabus dengan penambahan -kasein.

VII.
METODOLOGI PENELITIAN
7.1 Waktu dan Tempat Perancangan serta Penelitian:
Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai April 2015 di Laboratorium
Kimia Analisis Dasar Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.
7.2 Alat dan Bahan:
Alat yang digunakan:
1. Desikator
2. Labu destruksi
3. Set alat destilasi dan Heating mantle
4. Alat pengekstraksi soxlet, labujoin, kondensor/pendingi
5. Neraca analitik
6. pH meter
7. Waterbath
8. Viskometer
9. Oven
10. Pengaduk magnetic
11. Kertas saring bebas lemak Whatman No.40
12. Bunchner
13. Termometer
14. Cawan aluminium
15. Beaker glass
16. Corong gelas
17. Tabung reaksi
18. Spektrofotometer
19. Alat uji kuat tekan
Bahan yang digunakan:
1. Limbah tulang ikan gabus 3 kg (diambil dari pasar Plaju)
2. Susu cair 100 ml
3. Larutan buffer Na2HPO4 panas pH7
5. Larutan Asam sulfat pekat

6. Air Aquadest
7.3 Perlakuan dan Rancangan Percobaan:
7.3.1 Perlakuan Percobaan
1. Pengambilan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini

didapat

pasar

plaju

yang ada di kota Palembang.


2. Pengambilan Larutan Kimia
Pengambilan larutan kimia didapat dari Laboratorium Teknik Kimia.
3. Pengujian Sifat Mekanik
Dalam Pengujian sifat mekanik ini dilakukan di Laboratorium Teknik
Kimia di Laboratorium Kimia Analisis Dasar.
7.3.2 Prosedur Pembuatan Gelatin dari Tulang Ikan Gabus
Degreasing :
Bahan baku yang digunakan adalah tulang ikan gabus. Tulang-tulang
tersebut dibersihkan dari sisa-sisa daging dan lemak yang masih menempel
(degreasing) yaitu dengan direndam dalam air mendidih selama 30 menit
sambil diaduk-aduk. Selanjutnya tulang ditiriskan dan dipotong kecil-kecil

(3 5 cm) untuk memperluas permukaan.


Demineralisasi :
Bahan baku yang telah bersih itu kemudian direndam dengan larutan HCl
5% dalam wadah plastik tahan asam selama 48 jam sampai terbentuk ossein,
ossein adalah tulang yang lunak. Ossein dicuci dengan menggunakan air
suling sampai pHnya netral (6 7).
Ekstraksi :
Ossein yang ber-pH netral tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass dan
ditambahkan aquadest, perbandingan ossein dengan aquadest adalah 1 : 3
o

(b/b). Setelah itu diekstraksi dalam waterbath pada suhu 90 C selama


7 jam. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman. Hasil saringan
dipekatkan dengan evaporator.
Pengeringan :
Cairan pekat gelatin yang diperoleh dari penguapan dengan evaporator
itu dituang ke dalam pan aluminium yang dialasi plastik untuk
o

dikeringkan dalam oven pada suhu 50 C selama 24 jam, setelah kering


kemudian digiling dan dianalis

Tulang ikan
Degreasing (penghilangan lemak). Direndam pada air mendidih selama 30
menit
Pengecilan ukuran 2 5 cm2
Demineralisasi (perendaman dalam HCl 5%, 48 jam) Ossein
Pencucian demean air mengalir hingga pH netral (6 7) Ekstraksi dalam
Waterbath pada suhu 90oC selama 7 jam Ekstrak disaring
Dipekatkan dengan Evaporator
Dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC selama 24 jam
Pengecilan ukuran/penepungan
Gelatin

1.
2.
3.
4.

Pengujian:
Rendemen
pH
Kekuatan Gel
Viskositas

Gambar 4. Proses Pembuatan gelatin dari tulang ikan

7.3.3

Prosedur Ekstraksi Casein


Ambil susu sebanyak 100 ml masukkan kedalam gelas ukur,
kemudian panaskan di water bath sampai suhu 40oc
Ambil asam glasial asetat sebanyak 5 ml, kemudian teteskan beberapa
tetes kedalam susu yang sudah dipanaskan aduk sampai larut.
Cek di pH meter sampai pH akhir campuran mencapai 4,6
Dinginkan suspensi tersebut di suhu ruangan, kemudian diamkan
selama 5 menit

Saring suspensi tersebut dengan corong yang sudah di alasi kertas


saring dan dilanjutkan dengan muslin.
Endapan yang di hasilkan dicuci beberapa kali dengan air
Suspesikan endapan tersebut dalam 30 ml etanol aduk aduk
larut, lalu saring dengan penyaring buchner
Mencuci kembali endapan dengan campuran etanol eter (1:1)
sebanyak 50 ml saring dengan penyaring buchner
Cuci kembali endapan tersebut dengan eter sebanyak 50 ml dan
hisap kering dengan penyaring buchner
Endapan kasein yang sudah kering diletakan di gelas arloji, kemudian
keringkan lagi dengan oven selama 10 menit.
Serbuk kasein

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Ekstraksi Casein


7.3.4

Proses Mekanisme Penelitian


Rendemen (AOAC, 1995)
Rendemen diperoleh dari perbandingan berat kering gelatin yang
dihasilkan dengan berat bahan segar (tulang yang telah dicuci bersih).

Besarnya rendemen dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:


Berat Kering 100
Rendemen = Berat bahan segar

Viskositas (British Standard 757, 1975)


Larutan gelatine dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan
aquades kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan alat
Brookfield synchro-lectric viscometer. Pengukuran dilakukan pada suhu
o

60 C dengan kecepatan 60 rpm. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan


centipoise (cPs)
Uji pH
Sampel sebanyak 0,2 gram ditimbang dan dilarutkan ke dalam 20 ml
o

air pada suhu 25 C. Sampel dihomogenkan dengan magnetic stirrer,


kemudian diukur derajat keasamannya pada suhu kamar dengan pH meter.
Uji Turbidity Gel :
1. Menyiapkan gelatin dari tulang ikan gabus 2ml untuk masing-masing
sampel dan

Casein

dengan perbandingan berat 0,5 dari berat

gelatin.
2. Menyiapkan variasi larutan buffer Na2HPO4 panas pH7 dengan
perbandingan masing-masing:
Konsentrasi
larutan Na2HPO4
10 ml
20 ml
30 ml

Suhu
pemanasan
70 0C
70 0C
70 0C

3. Mencampurkan 2mL larutan gelatin (1-3%), laruran buffer Na2HPO4


panas pH7 (dengan variasi suhu yang telah ditentukan) dan kasein dan
ditempatkan pada gelas kimia.
4. Memanaskan larutan pada suhu700C.

5. Mengukur kekeruhan dengan menggunakan alat spektrofotometer pada


panjang gelombang 500 nm.
Uji Kekuatan Gel:
1. Larutan gelatin 6,67% dipanaskan pada hot plate dengan suhu 40 oC
dan diaduk dengan stirer hingga mengembang, lalu suhunya dinaikkan
menjadi 45 oC selama 30 menit.
2. Kemudian larutan gelatin dimasukan dalam gelas pengukuran dan
disimpan pada suhu 10 oC selama 18 jam.
3. Kekuatan gel diukur menggunakan Texture Analyzer,
pengujian ini

pada

jarak 400 x 0,01 mm, kecepatan 0,5 mm/s, dan

silinder probe 10 mm.


Tabel Data Pengamatan
Konsentras
i larutan
Na2HPO4
10 ml
20 ml
30 ml

Lama
waktu
pemanasan
15 menit
25 menit
35 menit
15 menit
25 menit
35 menit
15 menit
25 menit
35 menit

Suhu
Pemanasa
n
70 0C
70 0C
70 0C
70 0C
70 0C
70 0C
70 0C
70 0C
70 0C

Rendeme
n

pH Viskositas

VIII. JADWAL PELAKSANAAN


Kegiatan
1. Persiapan
a. Pembuatan Proposal
b. Pengumpulan Bahan
c. Pembuatan Sampel Gelatin
d. Pembuatan Kasein
2. Pelaksanaan
a. Uji fungsional

Bulan ke1 2 3

Turbidity

Kekuatan
Gel

b. Pengumpulan Data
3. Penyelesaian
a. Pengolahan Data
b. Penyusunan Laporan
c. Pengadaan Laporan
d. Pembuatan Artikel Ilmiah
e. Seminar Penelitian

IX.

RANCANGAN BIAYA
Jumlah
Bahan

Nama Barang

5
Tulang Ikan Gabus
3
Susu Skim Indomilk
1/2
Na2HPO4
2
Asam sulfat pekat
1
Aquadest
Pembuatan Proposal dan Laporan
3 rim
Kertas A4 80 gr
3 buah
BoPoint
4 buah
Tinta Print
4 buah
Pengadaan Laporan
Publikasi
6
4
Total

CD R-W
Jilid Laporan Akhir

Harga (Rp)

Total

Rp.
Rp. 10.000
Rp. 33.500/box
Rp.30.000/kg
Rp.13.000/liter
Rp.65.000/derigen

Rp.
Rp. 50.000
Rp. 100.500
Rp. 15.000
Rp. 26.000
Rp. 65.000

Rp. 38.000
Rp. 5000
Rp. 45.000
Rp. 40.000

Rp.152.000
Rp.15.000
Rp.180.000
Rp.160.000

Rp.10.000
Rp.40.000

Rp. 60.000
Rp. 160.000
Rp. 983.500

DAFTAR PUSTAKA

Amiruldin M., 2007. Pembuatan dan Analisis Karakteristik Gelatin dari Kulit
Ikan Tuna (Thunnus albacares). Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Skripsi.
AOAC, 1995. Official methods of Analysis of The Association of
Analytical Chemist. Inc.Washington, DC.

AOAC, 2005. Official Method of Analysis of The Assosiation of


Official Analytical Chemist. Association of Official Analytical
Chemist, Inc. Arlington, Virginia, USA.
AOAC, 2006. Official methods of analysis. Association of Official
Analytical Chemists International. Washington.
Astawan, M. dan T. Aviana. 2002. Pengaruh jenis larutan perendaman serta
metode pengeringan terhadap sifat fisik, kimia dan fungsional
gelatin dari kulit cucut. J. Teknol dan Industri
Pangan.
14
(1):7-13
.
Hariyanto, Yosafat J.S. (2010). Laporan Tugas Akhir Pembuatan Gelatin dari
Ikan Air Tawar (Anabantidae). Fakultas Teknik. Jurusan Teknik
Kimia. Universitas Sebelas Maret
Haris, M.A. 2008. Pemanfaatan limbah tulang ikan nila (Oreochromis niloticus)
sebagai gelatin dan pengaruh lama penyimpanan pada suhu ruang.
Skripsi S1. Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasikan)
Junianto, Haetami, K. dan Maulina, I. 2006. Produksi Gelatin dari Tulang
Ikan dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Dasar Pembuatan
Cangkang Kapsul [laporan penelitian hibah bersaing].
Fakultas Perikanaan
Munda, Mulyanti. 2013. Pengaruh Asam Asetat dan Lama Demineralisasi
Terhadap Kuantitas dan Kualitas Gelatin Tulang Ayam. Fakultas
Peternakan. Universitas Hasanuddin Makasar.
SNI. 063735. 1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Mutu
Pangan Jakarta
Wulandari, dkk. 2013. Pengaruh Defatting dan Suhu Ekstraksi Terhadap
Karakteristik Fisik Gelatin Tulang Ikan Gabus (Channa Striatta).
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Skripsi

Anda mungkin juga menyukai