Anda di halaman 1dari 193

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas
daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat.
Untuk

menyelenggarakan

pemerintahan

tersebut,

daerah

berhak

mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai
salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada
rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan
Undang-undang. Dengan demikian pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah
didasarkan pada Undang-Undang.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Kabupaten
dan Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan
(urusan) dari

pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan.

Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus


disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Sumber pembiayaan
yang paling penting adalah sumber pembiayaan yang dikenal dengan istilah PAD

(Pendapatan Asli Daerah) di mana komponen utamanya adalah penerimaan yang


berasal dari komponen pajak daerah dan retribusi daerah.
Pajak daerah sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah kepada
penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh
kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang memungut pajak
daerah yang dibayarkannya.
Pajak Daerah merupakan salah satu penerimaan pemerintah daerah yang
dipungut oleh pemerintah daerah. Menurut Undang-Undang nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

pasal 2 ayat (2) jenis- jenis

pajak daerah Kabupaten/Kota terdiri dari : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3)
Pajak Hiburan, (4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (5) Pajak Penerangan Jalan,
(6) Pajak Mineral Bukan Logam dam Batuan, (7) Pajak Parkir, (8) Pajak Air
Tanah, (9) Pajak Sarang Burung Walet, (10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan
dan Perkotaan dan (11) Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Dari sebelas (11) macam jenis obyek Pajak Daerah

tersebut diatas,

untuk Kabupaten Banyuasin sudah disyahkan sembilan (9) jenis Perda (Peraturan
Daerah) tentang Pajak Daerah yaitu Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011. Pada
Tahun 2011 ini ada sembilan (9) jenis obyek Pajak Daerah yang sudah
diberlakukan di Kabupaten Banyuasin dan mulai tanggal 8 Februari 2011
dilaksanakan pemunggutan berdasarkan Peraturan Daerah yang baru disyahkan.
Adapun sembilan (9) jenis obyek Pajak Daerah di Kabupaten Banyuasin
dimaksud adalah : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan, (7) Pajak Air Tanah, (8) Pajak Sarang Burung Walet,
(9) Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka Obyek Pajak yang akan dibahas
hanya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin, sebagaimana
tertuang dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
Sebagai konsekuensi dari terbentuknya Kabupaten Banyuasin, dibutuhkan
dana-dana untuk menunjang pembangunan daerah. Diantara sumber-sumber
penerimaan tersebut, sektor pajak yang paling utama mendapat prioritas perhatian
dalam hal pengelolaan dan pembinaan.
Jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Banyuasin mengalami pasang surut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku pada saat ini. Sesuai dengan upaya mendorong pertumbuhan
ekonomi regional, pemerintah daerah Kabupaten Banyuasin telah memangkas
beragam jenis pungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat memberikan
dampak negatif terhadap perekonomian di daerah.
Disamping itu untuk mempertinggi perolehan pendapatan daerah
Kabupaten Banyuasin khususnya yang berasal dari komponen pajak daerah telah
memberlakukan pungutan yang secara ekonomi dapat memberikan sumbangan
yang signifikan bagi pendapatan daerah. Selama kurun waktu 3 tahun mulai dari
tahun anggaran 2009 s/d 2011 Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuasin telah
memberlakukan beragam jenis pajak daerah, sebagai contoh Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) Tahun 2011, Kabupaten Banyuasin sudah terdata di Dinas


Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
274.277 Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dilihat dari data tersebut potensi
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) cukup besar.
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 16 Januari 2013, diperoleh
informasi sebagai berikut: permasalahan atau kendala yang dihadapi dilapangan
dalam penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah: masih banyak wajib
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang membayar pajak tidak sesuai dengan besar
omzet yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil observasi dilapangan pada tanggal 16 Januari 2013
mengenai penyebab menurunnya persentase penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), diperoleh informasi sebagai berikut: Adanya keengganan wajib
pajak/pengusaha untuk menyetorkan pajaknya sendiri, sehingga bila tidak di tagih
(door to door) besar kemungkinan pajak tersebut tidak disetor
Permasalahan yang dihadapi tersebut dalam penerimaan pajak daerah
melalui sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin
mengisyaratkan bahwa pelayanan publik dalam hal sosialisasi mengenai Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin belum berlangsung efektif
dan efisien.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai persentase penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) Kabupaten Banyuasin dari tahun 2012-2014, dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa penerimaan daerah Kabupaten


Banyuasin melalui sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tiap tahunnya sudah
mencapai target yang ditetapkan

atau mencapai 100 %. PenerimaanDaerah

Kabupaten Banyuasin melalui sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada
tahun 2012 sudah optimal, sebab dana penerimaan pemerintah Kabupaten
Banyuasin melalui sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat memenuhi
target atau dengan kata lain penerimaan mencapai 100 %. Pada tahun 2012 dana
penerimaan yang terkumpul dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar
Rp. 7.239.138.072,00 dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 3.983.568.791,00.
Ini berarti bahwa realisasi penerimaan dari sektor Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) pada tahun 2012 mencapai 181,72 %.
Realisasi penerimaan daerah Kabupaten Banyuasin melalui sektor pajak
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun 2013 mengalami kenaikan
dibandingkan tahun 2012. Dengan kata lain penerimaan dari sektor Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) pada tahun 2013 sudah mencapai target yang telah
ditentukan atau dengan kata lain penerimaan mencapai 100 %. Berdasarkan tabel
tersebut dapat dilihat bahwa sektor pajak pajak Bumi dan Bangunan dalam
realisasinya mencapai Rp. 8.396.155.899,00. dari target yang ditentukan yaitu
sebesar Rp.4.495.893.824,00 Ini berarti penerimaan dana yang terkumpul dari
sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hanya mencapai 186,75 %.
Penerimaan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun
2014 juga sudah mencapai target yang telah ditentukan atau dengan kata lain
penerimaan mencapai 100 %. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa

sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam realisasinya mencapai Rp.
8.916.962.781,00 dari target yang ditentukan yaitu sebesar Rp. 6.880.188.392,00.
Ini berarti penerimaan dana yang terkumpul dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) mencapai 129,60 %.
Merujuk dari data-data diatas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan
program dan kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan pajak daerah melalui
sektor penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin
selama ini sudah optimal. Namun dalam pelasanaanya masih terdapat kendala/
hambatan yang disebabkan karena:
1. Kurangnya kepatuhan masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak.
Seperti masih banyak Objek Pajak (OP) yang belum didaftarkan Pajak Bumi
dan Bangunannya. Hal ini dapat dilihat dari data yang ada pada tahun 2013,
berdasarkan pokok ketetapan Objek Pajak yaitu berjumlah 600.455 Objek
Pajak, akan tetapi Objek Pajak yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) hanya berjumlah 211,415 Objek Pajak.
2. Besarnya ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak sesuai dengan
Objek Pajak. Sebagai contoh masih ada wajib pajak mempunyai kemampuan
untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tapi tidak mau membayar.
Hal ini bisa dilihat dari salah satu masyarakat yang memiliki nilai jual tanah
diatas Rp.1.000.000.000,00 seharusnya besarnya ketetapan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yaitu sebesar 40 %, akan tetapi hanya membayar 25% serta
Masih banyak wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang membayar pajak
tidak sesuai dengan besar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan.
Contohnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) masih dihitung dari harga yang

lama, sedangkan sebenarnya Objek Pajak sudah mengalami perubahan. Hal ini
bisa dilihat Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan sebesar 40 %, akan tetapi
masih dihitung dari harga lama yaitu sebesar 25 %.
3. Alamat Wajib Pajak yang tidak diketahui, seperti Objek Pajak dan Wajib Pajak
tidak diketahui alamatnya tapi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
pajak Bumi dan Bangunannya diterbitkan. Sebagai contoh didesa kenten laut
ada kira-kira 300 Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang tidak
diketahui Objek Pajak dan Wajib Pajaknya serta Banyak Wajib pajak yang
berada diluar Kabupaten Banyuasin, seperti

biasanya Objek Pajak berupa

tanah kosong yang pemiliknya berada diluar Kabupaten Banyuasin sehingga


petugas mengalami kesulitan dalam melakukan penagihan.
Berdasarkan pada fenomena yang berkaitan dengan realisasi penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut, kurang optimalnya penerimaan
disebabkan oleh masih lemahnya sistem pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) di Kabupaten Banyuasin
Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan hal yang harus segera
ditangani

dan

diselesaikan,

karena

kendala-kendala

inilah

yang

akan

menyebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah melalui sektor Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin sulit mencapai target yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini dianggap sebagai upaya
baru untuk mengkaji bagaimana Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Hal ini sangat penting dilakukan mengingat Pajak Daerah itu merupakan salah
satu masukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar. Oleh sebab itu, penulis

tertarik untuk meneliti masalah tersebut dalam sebuah tesis yang berjudul:
Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.

B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah


1.

Indentifikasi Masalah
Berdasarkan dari beberapa uraian tersebut diatas maka yang terdapat di

dalam latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalahnya, yaitu:


a. Kurangnya kepatuhan masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak..
b. Besarnya ketetapan pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak sesuai
dengan Objek Pajak serta Masih banyak wajib Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang membayar pajak tidak sesuai dengan besar Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) yang ditetapkan.
c. Alamat wajib pajak yang tidak diketahui, seperti Objek Pajak dan Wajib
Pajak tidak diketahui alamatnya tapi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT) Pajak Bumi dan Bangunannya diterbitkan serta Banyak Wajib
Pajak yang berada diluar kabupaten Banyuasin.
2.

Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dijadikan penelitian adalah: Bagaimana
Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin?.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Pengelolaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.

10

D. Manfaat Penelitian
1.

Manfaat Akademis :
a. Penelitian ini diharapkan akan

memberikan manfaat teoritis

yaitu

memperkaya Ilmu Pemerintahan khususnya Kebijakan Publik.


b. Sebagai masukan empiris untuk pengembangan Ilmu Pemerintahan
khususnya kajian Kebijakan Publik yang berkaitan dengan pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
2. Manfaat Praktis :
a. Bagi Pemerintah Kabupaten
Banyuasin pada khususnya, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam hal pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan wawasan
tentang pemungutan Pajak Daerah.
b. Bagi Peneliti selanjutnya, semoga bisa berguna dalam menambah
wawasan tentang pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tinjauan Pustaka/Landasan Teori/Kerangka Pemikiran


Menurut Uma Sekaran dalam bukunya Business Research (dalam
Sugiyono, 2003:65), mengemukakan bahwa kerangka pemikiran merupakan
model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor

10

11

yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir yang
baik akan menjelaskan secara teoretis pertautan antar variabel yang akan diteliti.
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Reformasi dibidang politik dan pemerintahan saat ini telah melahirkan
agenda dan kesepakatan nasional baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah, yang ditandai oleh diterbitkannya TAP MPR No.XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan; dan Pemanfaatan Sumber Daya
Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mewakili paradigma baru
tatanan pemerintahan daerah. Dari semangat Tap MPR No.XV/1998 tersebut
dapat dilihat beberapa aspek penyelenggaraan Otonomi Daerah (dalam Kaloh,
2002:53), berikut ini:
a. Pembangunan daerah sebagai bagian integral pembangunan nasional melalui
Otonomi Daerah, pengaturan sumber daya nasional yang berkeadilan dan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Otonomi daerah diberikan dengan prinsip kewenangan yang luas dan nyata,
dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional, dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan dan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
c. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan nasional demokrasi
dan memperhatikan keanekaragaman daerah.

11

12

d. Pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang


berkeadilan dan perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan secara
adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan.
e. Pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara efektif dan efisien dan
bertangungjawab, transparan, terbuka, dan dilaksanakan dengan memberikan
kesempatan yang luas kepada usaha kecil, menengah dan koperasi
f. Perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
potensi, luas, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan
masyarakat di daerah
g. Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional dan
bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan.
h. Penyelenggaraan otonomi daerah dalam kerangka mempertahankan dan
memperkokoh NKRI, dilaksanakan berdasarkan asas kerakyatan dan
berkesinambungan

yang

diperkuat

dengan

pengawasan

DPRD

dan

masyarakat.

Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan


Otonomi Daerah dilaksanakan untuk memberikan kewenangan yang luas, nyata
dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan
dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Selain itu dalam
penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi,

12

13

peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan serta memperbaiki potensi dan
keanekaragaman daerah.
Pencapaian maksud dari TAP MPR tersebut, diimplementasikan dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai upaya
mendorong dan memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa serta
kreaktivitas, selain itu juga guna meningkatkan peran serta masyarakat dan
mengembangkan peran serta fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Oleh karena itu Undang-undang tersebut menempatkan otonomi daerah secara
utuh pada daerah Kabupaten dan daerah kota.
Daerah Kabupaten dan daerah Kota dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 mempunyai kedudukan sebagai daerah otonom yang memiliki
kewenangan mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Otonomi daerah dan Desentralisasi dinilai merupakan cara yang terbaik
untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul di daerah-daerah dalam hal
kemiskinan dan pengembangan daerah itu sendiri. Desentralisasi itu sendiri
menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
adalah Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam Sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, menurut M.Turner dan D. Hulme (dalam Adnan, 2002:27)
desentralisasi adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa

13

14

pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen lain yang lebih dekat kepada
publik yang dilayani. Landasan yang mendasari transfer ini adalah teritorial dan
fungsional. Dengan teritorial yang dimaksud adalah menempatkan kewenangan
kepada level pemerintahan yang lebih rendah dalam wilayah hirarkis yang secara
geografis lebih dekat kepada penyedia layanan dan yang dilayani. Dengan
fungsional artinya transfer kewenangan kepada agen yang secara fungsional
terspesialisasi. Transfer kewenangan secara fungsional ini memiliki tiga yaitu:
Pertama, Apabila pendelegasian kewenangan itu didalam struktur politik formal.
Kedua, jika transfer itu terjadi didalam struktur administrasi publik. Ketiga, jika
transfer tersebut dari institusi negara kepada agen non Negara.
Menurut M.Turner dan D. Hulme (dalam Adnan, 2002:28) Adapun jenis
pendelegasian yang pertama dikenal dengan devolusi politik, yang bisa terdiri
dari: desentralisasi, pemerintahan lokal, desentralisasi demokratis. Jenis yang
kedua adalah dekonsentrasi atau desentralisasi administratif. Sedangkan yang
ketiga adalah privatisasi fungsi-fungsi yang dipindahkan. Pendapat lain
dikemukakan

oleh

Rondinelli

(dalam

Adnan,

2002:28)

mendefinisikan

desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen


dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit
kementerian pemerintah pusat, unit yang berada dibawah level pemerintah,
otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau fungsional
dalam wilayah yang luas, atau lembaga provit non pemerintah dan organisasi
nirlaba.

14

15

Sementara itu Shahid Javed Burki (dalam Adnan, 2002: 28) menggunakan
istilah desentralisasi untuk menunjukkan adanya proses perpindahan kekuasaan
politik, fiskal dan administratif kepada unit pemerintah sub nasional. Oleh karena
itu yang terpenting menurutnya adalah adanya pemerintah daerah yang terpilih
melalui pemilihan lokal (elected sub-national government), dan jika tidak, maka
negara tersebut tidak dapat dianggap sudah terdesentralisasikan. Ia menekankan
pada pentingnya pemerintah daerah yang terpilih ini karena dua alasan. Pertama,
alasan yang mungkin paling ambisius dan paling beresiko bahwa reformasi ketiga
bentuk struktur (desentralisasi, dekonsentrasi dan privatisasi) tersebut berlangsung
di daerah. Kedua, implikasi behavioral yang unik dari desentralisasi.
Desentralisasi merubah struktur akuntabilitas lokal dari pemerintah pusat
kepada penduduk lokal. Sebaliknya, dekonsentrasi memelihara hubungan hirarkis
antara pemerintah pusat dengan jajarannya yang berada di daerah. Privatisasi
menunjukkan adanya motivasi profit yang akan mempengaruhi perilaku.
Tujuan

utama

dari

kebijakan

desentralisasi

tahun

1999

adalah

membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam


menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami,
merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya.
Desentralisasi merupakan simbol adanya kepercayaan dari pemerintah
pusat kepada daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
kewenangan didesentralisasikan ke daerah. Artinya pemerintah dan masyarakat di

15

16

daerah

dipersilahkan

mengurus

rumah

tangganya

sendiri

secara

bertanggungjawab.
Visi Otonomi Daerah (Sedarmayanti, 2003: 35) dapat dirumuskan dalam
tiga ruang lingkup interaksinya yang utama yaitu:
a. Bidang Politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan
demokratisasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka
ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara
demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan
yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu
mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban
publik.
b. Bidang Ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya
pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain
terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan
regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di
daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah memungkinkan lahirnya
berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi,
memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur
yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya.
c. Bidang Sosial dan Budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik-baiknya
mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial dan pada saat
yang sama, memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif
terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.

16

17

Berdasarkan visi tersebut, maka salah satu konsep dasar otonomi daerah
yang melandasi lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah
perwujudan desentralisasi fiskal.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber-sumber
pendapatan/penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber dari:
a.

Pendapatan Asli Daerah, bersumber dari:


1) Hasil Pajak Daerah
2) Hasil Retribusi Daerah
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan
4) Lain-lain PAD yang sah, yang terdiri dari:
a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
b) Jasa giro
c) Pendapatan bunga
d) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
e) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
b.

Dana Perimbangan

c.

Lain-lain Pendapatan
Sedangkan Pembiayaan bersumber dari:

17

18

a.

Sisa lebih perhitungan anggaran daerah

b.

Penerimaan pinjaman daerah

c.

Dana cadangan daerah

d.

Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan


Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang dimaksud
dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sedangkan tujuan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan
otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Diantara dua sumber penerimaan daerah tersebut, Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang paling memegang peranan penting dalam pelaksanaan desentralisasi.
Diantara keempat sumber penerimaan PAD tersebut, retribusi daerah
merupakan salah satu sumber andalan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dasar
hukum yang mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah Undangundang Nomor 34 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Menurut Ratmoko (dalam Sunarti, 2000: 11) retribusi daerah adalah
penerimaan yang diperoleh penguasa public dari pengusaha swasta berdasarkan
norma-norma umum yang ditetapkan berhubungan dengan prestasi-prestasi yang
diselenggarakan atas asal usul dan kepentingan karena berhubungan dengan
kepentingan umum secara khusus dilaksanakan sendiri oleh penguasa publik.

18

19

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2002 tentang


Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi daerah adalah pungutan daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang probadi atau
badan.
Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan. Dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan
otonomi

seluas-luasnya

untuk

mengatur

dan

mengurus

sendiri

urusan

pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Adapun urusan


pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah meliputi politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama.
Penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004

tentang

pemerintahan

daerah,

Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:


a.

Asas kepastian hukum

b.

Asas tertib penyelenggaraan Negara

c.

Asas kepentingan umum

d.

Asas keterbukaan

e.

Asas proposionalitas

f.

Asas profesionalitas

g.

Asas akuntabilitas

h.

Asas efisiensi

19

berpedoman

pada

asas

Umum

20

i.

Asas efektivitas
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan, dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Adapun yang dimaksud dengan tugas pembantuan menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada Kabupaten/Kota dan/atau
desa serta dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan
tugas tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan dekonsentrasi menurut Undangundang tersebut adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu. Adapun hak daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah,
meliputi:
a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
b. Memilih pimpinan daerah
c. Mengelola aparatur daerah
d. Mengelola kekayaan daerah
e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya yang berada didaerahnya
g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain-lain yang sah
h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

20

21

Sedangkan kewajiban daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah


menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
meliputi:
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional,
serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi
d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan
e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
h. Mengembangkan sistem jaminan sosial
i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah
k. Melestarikan nilai sosial budaya
l. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya, dan
m.

Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.


Perubahan Undang-Undang dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, membawa banyak perubahan diantaranya
perubahan kewenangan, sistem penyelenggaraan pemerintahan, serta tugas dan
tata laksana kerja pemerintahan di daerah, sebagaimana ditegaskan pada Undang-

21

22

undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 12 ayat 1 sebagai berikut: Urusan


pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan,
pengalihan sarana dan prasarana serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang
didesentralisasikan. Kemudian dinyatakan bahwa bidang pemerintahan yang
wajib dilaksanakan oleh daerah Kabupaten/Kota meliputi:
a.

Perencanaan dan pengendalian pembangunan

b.

Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang

c.

Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat

d.

Penyediaan sarana dan prasarana umum

e.

Penanganan bidang kesehatan

f.

Penyelenggaraan pendidikan

g.

Penanggulangan masalah sosial

h.

Pelayanan bidang ketenagakerjaan

i.

Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah

j.

Pengendalian lingkungan hidup

k.

Pelayanan pertanahan

l.

Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil

m.

Pelayanan administrasi umum pemerintahan

n.

Pelayanan administrasi penanaman modal

o.

Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya

p.

Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.


Adanya pelimpahan tugas seperti itu, dalam rangka efisiensi, efektivitas
dan produktivitas kerja sesuai dengan tujuan pemberian otonomi dimaksud,

22

23

kelembagaan pemerintahan perlu dirumuskan kembali karena tidak dapat


disangkal bahwa keberhasilan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan
didaerah sangat tergantung pada kemampuan pemerintah daerah dalam menata
kembali struktur, prosedur dan tata kerja didaerahnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2. Pajak Daerah
Pengaturan Pajak di negara Indonesia terdapat pada pasal 23 ayat (1)
Undang-undang Dasar 1945 yaitu segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan Undang-undang. Banyak defenisi yang diberikan untuk istilah pajak,
salah satunya adalah pendapat dari Soemitro, menyatakan bahwa pajak adalah :
Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kotraprestasi), yang
langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. (Mardiasmo, 2008 : 1)
Definisi pajak dikemukakan oleh Remsky K. Judisseno (1997:5) adalah
sebagai berikut: Pajak adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengabdiaan peran
aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai
keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur
dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan
negara.

23

24

Dari definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan


kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya
pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara
diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.
Sementara Djajaningrat memberikan defenisi yang lebih luas mengenai
pajak, disamping memberikan tujuan dari pemungutan (untuk biaya pemeliharaan
kesejahteraan umum) juga memberikan sebab-sebab pemungutan pajak (karena
keadaan, kejadian, dan dari pembuatan). Secara lengkap, Munawir (1997: 17)
definisi tersebut sebagai berikut:
Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada
kekayaan kepada negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan
perbuatan yang memberian kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta
dapat dipaksakan,tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung,
untuk memelihara kesejahteraan umum.
Lebih lanjut Brotodiharjo (2003: 17) mengemukakan bahwa: Pajak
merupakan iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Di sini, pajak digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat sebagai
kas negara. Namun, menurut Seligman, Pembayar pajak tidak mendapat manfaat
apa-apa dari pembayaran pajak. Pandangan ini banyak dikritik karena
bagaimanapun pajak yang dibayarkan akan digunakan untuk pembangunan yang
nantinya dirasakan juga oleh pembayar pajak.
Dari pengertian ini, pajak berfungsi untuk menutup biaya-biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahanya (fungsi

24

25

budgetair). Fungsi ini merupakan fungsi yang utama dibandingkan dengan fungsi
regulered (fungsi mengatur), yaitu pajak dijadikan sebagai alat kebijakan
pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam APBN dan RAPBN,
penerimaan pajak digolongkan kepada penerimaan non-migas, yaitu terdiri atas :
pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, bea masuk, cukai, pajak ekspor, pajak
bumi dan bangunan, dan pajak lainya. Sedangkan penerimaan pajak atas transaksi
perdagangan internasional meliputi dua jenis pajak yang mencakup penerimaan
Bea Masuk dan Pajak Ekspor.
Dari beberapa defenisi tentang pajak di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar:
1.
2.
3.
4.

Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang,


Sifatnya dapat dipaksakan,
Tidak ada kontraprestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak,
Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pemerintah pusat maupun

daerah
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran pemerintah (rutin
dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
Selain terdapat berbagai defenisi mengenai pajak, terdapat pula beberapa
tanggapan dari para pakar dan praktisi perpajakan. Sumitro (1994 :67)),
menyatakan bahwa Pajak sebenarnya utang , yaitu utang anggota masyarakat
kepada masyarakat. Utang ini menurut hukum adalah perikatan (verbintenis).
Meskipun pajak itu letaknya di bidang hukum publik, tetapi erat sekali
hubunganya dengan hukum perdata dan hukum adat. Di sisi lain, pemenuhan
kewajiban pajak akan berdampak pada aspek ekonomi, dari mikro ekonomi
hingga makro ekonomi. Sehingga apabila anggota masyarakat memenuhi

25

26

kewajiban pajaknya dengan baik, mekanisme ekonomi dalam masyarakat akan


berjalan dengan baik.
Negara melakukan pemungutan pajak tentunya didasarkan pada suatu hak
untuk memungut pajak. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau
memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak.
Teori-teori tersebut antara lain : (Mardiasmo, 2008 : 3)
1. Teori Asuransi
Negara melindung keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak rakyatnya.
Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang di ibaratkan sebagai suatu
premi asuransi karena memperoleh perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara,
makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul


Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya
pikul dapat digunakan dua pendekatan, yaitu :
a. Unsur Objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang
dimiliki seseorang.
b. Unsur Subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materil yang
harus dipenuhi.
Sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah
merupakan sumber pendapatan yang terbesar dibandingkan dengan jenis

26

27

pendapatan yang berasal dari retribusi, Hasil Perusahaan Daerah dan Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli
Daerah lainnya. Rochmat Sumitro, mendefinisikan :
Pajak sebagai suatu iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari
sektor partikelir ke sektor Pemerintah) berdasarkan Undang-Undang (dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat
ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai keperluan umum (Sumitro,
1994 :23)
Pendapat ini kemudian disempurnakan oleh ahli yang sama sebagai berikut :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Riwu
Kaho,op-cit:128).
Menurut Setiaji (2005 : 1), pajak merupakan sumber penerimaan negara
yang utama. Semakin hari peranan penerimaan pajak bagi pembiayaan
pengeluaran umum/negara semakin besar. Saat ini pemerintah sedang menyiapkan
amandemen UU Perpajakan Tahun 2005 yang menandai dilaksanakannya
reformasi perpajakan keempat.
Meskipun demikian, dalam pandangan Burton (2004), terdapat pula fungsi
lain dari pajak saat ini mengemuka, yaitu fungsi demokrasi dan fungsi
redistribusi. Fungsi demokrasi menyatakan bahwa pajak merupakan salah satu
penjelmaan gotong- royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan
demi kemaslahatan manusia. Sebagai impelementasinya, pajak memiliki
konsekuensi untuk memberikan hak-hak timbal-balik yang meskipun tidak
diterima langsung, tetapi diberikan kepada warga negara pembayar pajak.
Demikian selanjutnya,

hingga

pajak akan

berfungsi redistribusi, yaitu

mengimpelementasikan unsur pemeratan dan keadilan dalam masyarakat. Bila

27

28

pajak diterapkan dengan baik maka dapat dipastikan terjadi beberapa dampak
pajak terhadap perekonomian dan berbagai aspeknya.
Adapun manfaat penerimaan Pajak Daerah adalah untuk membantu
meringankan Pemerintah

baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

dalam usaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada umumnya dan
Pajak Daerah pada khususnya. Meningkatkan Pajak Daerah akan meningkatkan
pula PAD, dengan meningkatnya PAD maka ketergantungan dengan Pemerintah
Pusat menjadi berkurang sehingga intervensi Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan
urusan rumah tangga daerah menjadi berkurang dan menjadikan daerah semakin
otonom.
Pemerintah pusat menjadi ringan bebannya karena kewajiban memberi
subsidi dan bantuan kepada Daerah menjadi berkurang. Pemerintah pusat
terhindar dari keterlibatan lebih jauh dalam urusan Rumah Tangga Daerah.
Dengan demikian dapat memusatkan perhatiannya pada masalah nasional dan
Internasional, tidak terganggu oleh masalah-masalah yang bersifat regional atau
lokal.
a.

Tujuan dan Fungsi Pajak


Secara umum tujuan yang dapat dicapai dari diberlakukannya pajak adalah
untuk mencapai kondisi meningkatnya ekonomi suatu negara yaitu (1) untuk
membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi ke
investasi. (2) untuk mendorong tabungan dan menanam modal. (3) untuk mentransfer
sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan
adanya investasi sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga
memungkinkan adanya investasi pemerintah. (4) untuk memodifikasi pola investasi.

28

29

(5) untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan (6) untuk memobilisasi surplus
ekonomi (R. Nurkse, 1971) dalam (Muchlis, 2002).
Untuk mencapai tujuan, pemerintah perlu memegang asas-asas pemungutan
dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga didapat keserasian pemungutan
pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan. Asas-asas pemungutan pajak
yang baik sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith (Suparmoko, 1986)
didasarkan pada:
1. Prinsip kesamaan / keadilan (equity)
Beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak.
Artinya orang yang penghasilannya sama harus dikenakan pajak yang sama.

2. Prinsip kepastian (certainty)


Pajak dikenakan berdasarkan kepastian hukum yang bersifat tegas, jelas dan
pasti bagi wajib pajak maupun aparatur perpajakan.
3. Prinsip kecocokan / kelayakan (convencien)
Pajak hendaknya dikenakan pada saat wajib pajak merasa senang hati
membayarkanya kepada pemerintah karena pajak yang dibayarnya layak dan tidak
memberatkan, misalnya pada saat mempunyai uang.
4. Prinsip Ekonomi (economy)
Dalam memungut pajak, hendaknya tidak menimbulkan biaya yang lebih
besar dari pada jumlah penerimaan pajaknya.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada dasarnya pajak diorientasikan
kepada kesenangan dan pelaksanaan yang tidak memberatkan bagi masyarakat dan

29

30

kepastian hukum sehingga dengan hal tersebut tidak menjadikan masyarakat secara
sadar dan sukarela untuk membayar jumlah pajak yang terhutang.
Dalam pembuatan peraturan pajak daerah, harus didasarkan pada pemungutan
pajak secara umum yaitu demi meningkatkan kesejahteraan umum. Untuk
meningkatkan kesejahteraan umum tidak hanya memasukkan uang sebanyakbanyaknya ke kas negara saja, tetapi juga harus mempunyai sifat mengatur untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Pemasukan uang demi meningkatkan
kesejahteraan umum perlu ditingkatkan lagi serta pemungutannya harus berdasarkan
dan dilaksanakan menurut norma-norma yang berlaku. Pajak dilihat dari fungsinya
menurut (Suparmoko, 1992; Munawir, 1992; Guritno, 1992 dan 1994) mempunyai
dua fungsi:

1. Fungsi Budgeter (penerimaan negara)


Pajak berfungsi budgeter artinya pajak bersifat konstraksi terhadap dana
masyarakat dan memberikan kontribusi sebesar-besarnya untuk APBN, sedangkan
sisi lain APBN yaitu sisi belanja atau pengeluaran berefek multiplayer bagi
perekonomian negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun
intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis
pajak.
2. Fungsi Regulereend (pengatur)
Pada fungsi regulereend, pajak dimaksudkan untuk mengatur perekonomian
yang sesuai dengan kebijakan pemerintah, artinya pajak dapat digunakan oleh
pemerintah sebagai alat untuk menjalankan perannya. Peran pemerintah dalam arti

30

31

luas adalah mengatur kegiatan-kegiatan produsen dan konsumen mencapai tujuan


masing-masing.
Berdasarkan kedua jenis fungsi pajak tersebut diatas, dapat dipahami atau
dimengerti bahwa fungsi budgeter pajak dikaitkan dengan anggaran pendapatan dan
belanja negara umumnya dan anggaran pendapatan daerah pada khususnya yang
dimaksud untuk mengisi kas negara atau daerah sebanyak-banyaknya dalam rangka
pembiayaan pengeluaran rutin pemerintah pusat atau daerah.
b.

Pengelompokan Pajak
Menurut (S. Munawir, 2000) dalam hukum pajak terdapat berbagai
pembedaan jenis-jenis pajak yang terbagi dalam golongan-golongan besar.
Pembedaan dan pengelompokan ini mempunyai fungsi yang berlainan pula. Berikut
adalah penggolongan pajak:

1. Pengelompokan Pajak Menurut Golongannya


Dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pajak Langsung
adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang
bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain, atau menurut pengertian
administrasif pajak yang dikenakan secara periodik atau berkala dengan
menggunakan kohir. Kohir adalah surat ketetapan pajak dimana wajib pajak tercatat
sebagai pembayar pajak dengan jumlah pajaknya yang terhutang, yang merupakan
dasar dari penagihan. Misalnya: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung

31

32

adalah pajak yang oleh si penanggung dapat dilimpahkan kepada orang lain,
atau menurut pengertian administratif pajak yang dapat dipungut tidak dengan Kohir
dan pengenaannya tidak secara langsung periodik tergantung ada tidaknya peristiwa
atau hal yang menyebabkan dikenakannya pajak, misalnya: Pajak Penjualan, Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa.
2. Pengelompokan Pajak Menurut Sifatnya
Dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pajak Subjektif
Adalah wajib pajak yang memperhatikan pribadi wajib pajak, pemungutannya
berpengaruh pada subjeknya, keadaan pribadi wajib pajak dapat mempengaruhi besar
kecilnya pajak yang harus dibayar. Misalnya: Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif
Adalah pajak yang tidak memperhatikan wajib pajak, tidak memandang siapa
pemilik atau keadaan wajib pajak, yang dikenakan atas objeknya. Misalnya: Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
3. Pengelompokan Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya
Dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pajak Pusat atau Negara
Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang penyelenggaraannya
di daerah dilakukan oleh inspeksi pajak setempat dan hasilnya digunakan untuk

32

33

pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya, yang termasuk dalam pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat adalah:
1. Pajak yang dikelola oleh Inspektorat Jendral Pajak, misalnya: Pajak
Penghasilan, Pajak Kekayaan, Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa, Pajak
Penjualan Barang Mewah, Bea Materai, IPEDA, Bea Lelang.
2. Pajak yang dikelola Direktorat Moneter, misalnya : pajak minyak bumi.
3. Pajak yang dikelola Direktorat Jendral Bea Cukai, misalnya : bea masuk, pajak
eksport.
b. Pajak Daerah
Adalah pajak yang dipungut oleh Daerah beradasarkan peraturan-peraturan
pajak yang ditetapkan oleh Daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga di
daerahnya, misalnya : pajak radio, pajak tontonan.
Dilihat dari sifatnya dan lembaga pemungutnya, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) termasuk pajak yang bersifat obyektif dan merupakan pajak daerah.
Argumennya adalah karena obyek pajaknya, penyelenggaraan pajak bumi dan
bangunandan lokasi pajak bumi dan bangunanberada di daerah yang bersangkutan.
Orang yang menyelenggarakan pajak bumi dan bangunansecara jelas mengambil
keuntungan darinya dan eksternalitas yang mungkin timbul secara jelas mengenai
lingkungan sosial dalam alam di wilayah daerah tersebut.
c. Unsur-unsur dan Ciri-ciri Pajak
Unsur adalah sesuatu yang harus ada supaya sesuatu itu ada. Maka dapat
disebutkan unsur-unsur pajak adalah (Rochmat Soemitro, 1990):
1. Adanya penguasaan pemungut pajak
2. Adanya subjek pajak

33

34

3. Adanya objek pajak


4. Adanya masyarakat atau kepentingan umum
5. Adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP)
6. Adanya Undang-Undang pajak yang mendasari
Ciri adalah apa yang tampak dari luar kepada kita melalui panca indera. Ciriciri yang melekat pada pajak (Ahmad Tjahjono dan M. Fakhir Husein, 2000):
1. Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun pemerintah daerah),
berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak-pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestrasi
individu oleh pemerintah atau tidak ada hubungan langsung antara jumlah
pembayaran pajak dengan kontraprestasi secara individu.
3. Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan kontraprestasi dari negara.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaranpengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya surplus, dipergunakan untuk membiayai public invesment.
5. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.
6. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yaitu mengatur.
b. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut (Waluyo dan Wirawan, 1999) sistem pemungutan pajak dapat dibagi
menjadi tiga yaitu :
1. Witholding System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. Cirinya adalah wewenang

34

35

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak yang ketiga, pihak
selain fiskus dan wajib pajak.
2. Official Assessment System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang. Cirinya adalah:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
3. Self Assessment System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada
wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Cirinya adalah:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
b. Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak
terutang
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

3. Kriteria Untuk Menilai Hasil Pajak Daerah


Menurut Davey (1988), ada tiga tolak ukur yang dikenal untuk menilai hasil
pajak daerah yaitu upaya pajak, hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency):
1. Upaya Pajak
Pengukuran yang lazim digunakan adalah dengan membandingkan hasil pajak
dengan kemampuan pajak yang diwakili PDRB. Semakin besar nilainya maka akan
semakin

baik

karena

menggambarkan

dukungan

penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.


2. Hasil Guna (effectiveness)

35

masyarakat

terhadap

36

Hasil guna adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dan
potensi hasil pajak tersebut, dengan anggapan semua wajib pajak membayar pajak
masingmasing. Hasil guna yang baik berkisar diatas angka 60 persen dari potensi
pajaknya. Terdapat tiga faktor yang mengancam hasil guna yaitu menghindari pajak
(oleh wajib pajak) kerjasama antara petugas pajak dan wajib pajak untuk mengurangi
jumlah pajak terhutang dan penipuan oleh petugas pajak.
3. Daya Guna (efficiency)
Yaitu perbandingan antara biaya pungut dengan potensi yang bersangkutan,
dengan anggapan semua wajib pajak terhutang masing-masing. Biaya yang dimaksud
adalah biaya pungut berkisar antara 40-80 persen dari total penerimaan.
4.

Kriteria Untuk Menilai Potensi Pajak Daerah


Menurut Davey (1988:89), terdapat empat kriteria untuk menilai potensi
pajak daerah yaitu:
1. Kecukupan dan Elastisitas
Adalah kemampuan untuk menghasilkan tambahan pendapatan agar dapat
menutup tuntutan yang sama atas kenaikan pengeluaran pemerintah dan dasar
pengenaan pajaknya berkembang secara otomatis. Contoh: karena terjadi inflasi maka
akan terjadi kenaikan hargaharga juga ada peningkatan jumlah penduduk dan
bertambahnya pendapatan suatu daerah.
Dalam hal ini elastisitas mempunyai dua dimensi yaitu:
a. Pertumbuhan potensi dari dasar pengenaan pajak itu sendiri.
b. Sebagai kemudahan untuk memungut pertumbuhan pajak tersebut. Elastisitas
dapat diukur dengan membandingkan hasil penerimaan selama beberapa tahun

36

37

dengan perubahanperubahan dalam indeks harga, penduduk maupun


Pendapatan Nasional Perkapita (GNP).
2. Keadilan
Prinsip keadilan yang dimaksud disini adalah bahwa beban pengeluaran
pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan masyarakat sesuai dengan
kekayaan dan kesanggupan masingmasing golongan.
3. Kemampuan administrasi
Kemampuan administrasi yang dimaksud disini mengandung pengertian
bahwa waktu yang diberikan dan biaya yang dikeluarkan dalam menetapkan dan
memungut pajak sebanding dengan hasil yang mampu dicapai.
4. Kesepakatan Politis
Kesepakatan politis diperlukan dalam pengenaan pajak, penetapan struktur
tarif, memutuskan siapa yang harus dibayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan
dan memberikan sanksi bagi yang melanggarnya.
5.

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah


Menurut Rochmat Sumitro (1990), peningkatan pajak daerah dapat dilakukan
melalui dua cara yaitu
1. Intensifikasi Pajak
Intensifikasi pajak adalah peningkatan intensitas pungutan terhadap suatu
subyek dan obyek pajak yang potensial namun belum tergarap atau terjaring pajak
serta memperbaiki kinerja pemungutan agar dapat mengurangi kebocoran-kebocoran
yang ada. Upaya intensifikasi dapat ditempuh melalui dua cara yaitu
a. Penyempurnaan administrasi pajak
b. Peningkatan mutu pegawai atau petugas pemungut

37

38

c. Penyempurnaan Undang-Undang Pajak


2. Ekstensifikasi Pajak
Ekstensifikasi pajak yaitu upaya memperluas subyek dan obyek pajak serta
penyesuaian tarif. Ekstensifikasi pajak antara lain dapat ditempuh melalui cara:
a. Perluasan wajib pajak
b. Penyempurnaan tarif
c. Perluasan obyek pajak
6.

Target Pendapatan Daerah


Menurut Soelarno (1998:67) target Pendapatan Daerah adalah perkiraaan
hasil perhitungan pendapatan daerah secara minimal dicapai dalam satu tahun
anggaran.
Agar perkiraan pendapatan daerah dapat dipertanggungjawabkan didalam
penyusunannya memerlukan perhitungan terhadap faktorfaktor sebagai berikut :
1. Realisasi penerimaan pendapatan daerah dari tahun anggaran yang lalu dengan
memperlihatkan faktor pendukung yang menyebabkan tercapainya realisasi
tersebut dan faktor-faktor yang menghambatnya.
2. Kemungkinan pencairan jumlah tunggakan tahuntahun sebelumnya yang
diperkirakan dapat ditagih minimal 35% dari tunggakan sampai dengan tahun
berlalu.
3. Data potensi obyek pajak dan estimasi perkembangan dan perkiraan penerimaan
dari penetapan tahun berjalan minimal 80 % dari penetapan.
4. Kemungkinan adanya perubahan atau penyesuaian keseragaman dari dan
penyempurnaan sistem pemungutan.

38

39

5. Keadaan sosial ekonomi dan tingkat kesadaran masyarakat selaku wajib pajak.
6. Perkembangan tersedianya sarana dan prasarana serta biaya pungutan

7. Tinjauan Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Pengertian PBB menurut Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunanan
(PBB) adalah iuran yang dikenakan terhadap pemilik, pemegang kekuasaan,
penyewa dan yang memperoleh manfaat dari bumi dan atau bangunan. Pengertian
Bumi disini adalah termasuk permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Bumi menunjuk pada permukaan bumi meliputi tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan dan digunakan
sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.
Dari peranan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Pajak Bumi
dan Bangunanan (PBB) adalah iuran yang dikenakan terhadap orang atau badan
yang secara nyata mempunyai hak, memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat
dari bumi dan bangunan. Namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah yang baru, bahwa Selama ini
Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) merupakan pajak pusat, namun hampir
seluruh penerimaannya diserahkan kepada daerah.
Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus
Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) sektor perdesaan dan perkotaan dialihkan
menjadi pajak daerah. Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) sektor
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih merupakan pajak pusat.
Dengan dijadikannya Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) Perdesaan dan

39

40

Perkotaan menjadi pajak daerah, maka penerimaan jenis pajak ini akan
diperhitungkan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
a.

Objek Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)


Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pajak Bumi dan
Bangunanan (PBB), yang menjadi Objek Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)
adalahbumi dan atau bangunan, permukaan bumi, tanah (perairan) dan tubuh bumi
yang ada dibawahnya. Sedangkan bangunan yang juga dijadikan objek Pajak
Bumi dan Bangunanan (PBB) adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
diletakan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Selanjutnya penjelasan dari
Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB),
menguraikan lebih lanjut mengenai pengertian bangunan yang menjadi objek
Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) adalah :
Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek suatu bangunan
seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan
satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; Jalan TOL; Kolam
Renang; Pagar mewah; Tempat olahraga; Galangan Kapal; Dermaga;
Taman Mewah; Tempat Penampungan/Kilang Minyak, Air Dan Gas; Pipa
Minyak;
Dalam rangka memberikan manfaat kepada pemerintahan atau berupaya
dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) secara adil
maka undang-undang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk
mengatur tentang klasifikasi objek pajak. yang dimaksud dengan klasifikasi objek
bumi dan bangunan adalah pengelompokkan bumi dan bangunan menurut nilai
jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan
pajak terhutang.

40

41

Menurut Mardiasmo (2002: 271) dalam menentukan klasifikasi bumi dan


bangunan, Menteri Keuangan harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Bumi/tanah terdiri dari: Letak; Peruntukan; Pemanfaatan; dan Kondisi
b. Bangunan, terdiri dari: Bahan yang digunakan; Rekayasa; Letak; dan Kondisi
lingkungan dan lain-lain
Objek Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) yang tidak dikenakan Pajak
Bumi dan Bangunanan (PBB) pasal 3 Undang-Undang Pajak Bumi dan
Bangunanan (PBB) yaitu objek pajak yang :
a. Digunakan semata-semata untuk melayani kepentingan umum yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
itu;
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani oleh suatu hak;
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan
timbal balik;
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan;
f. Objek pajak digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan;
g. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan
paling besar Rp.12.000.000 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib pajak.
b. Subjek Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)

41

42

Subjek Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) menurut Pasal 4 UndangUndang Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Selanjutnya dapat dirinci, bahwa yang dimaksud subjek pajak sebagaimana
dimaksudkan diatas adalah terdiri dari orang atau badan yang:
1.) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi dan atau bangunan:
a) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi (tanah) saja;
b) Memiliki atau mempunyai hak atas bangunan saja; dan
c) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi (tanah dan bangunan).
2) Menguasai bumi dan atau bangunan:
a) Menguasai bumi (tanah) saja;
b) Menguasai bangunan saja; dan
c) Menguasai bumi (tanah) dan bangunan;
3) Memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan:
a) Memperoleh manfaat atas bumi (tanah) saja;
b) Memperoleh manfaat atas bangunan saja; dan
c) Memperoleh manfaat atas bumi (tanah) dan bangunan
Berdasarkan rincian diatas, dapat disimpulkan bahwa subjek Pajak Bumi
dan Bangunanan (PBB) adalah:
a. Pemilik;
b. Pemegang kekuasaan;
c. Penyewa atau sebagainya.
Subjek pajak sebagaimana diuraikan diatas, adalah pihak yang
berkewajiban mendapatkan objek pajak dan membayar Pajak Bumi dan
Bangunanan (PBB). Dalam hal ini disebut wajib pajak. Terhadap objek pajak yang

42

43

belum jelas wajib pajaknya, Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)
memberikan wewenang pada Ditjen Pajak untuk menetapkan subjek pajak sebagai
wajib pajak sebagai keseimbangan, Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunanan
(PBB) memberikan hak kepada subjek pajak yang telah ditetapkan sebagai wajib
pajak untuk dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Ditjen Pajak
bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud. Atas keberatan
tersebut dalam waktu sebulan sejak diterimanya Surat Keterangan ini Ditjen Pajak
akan mengeluarkan Surat Keputusan disertai dengan alasan-alasannya. ( Pasal 4
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) ).
c. Dasar Hukum PBB

1) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan

Bangunanan (PBB)
2) Peraturan Pemerintah Nomoro 46 Tahun 1985 tentang Persentase NJKP
pada Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)
3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1985 Tentang Tata
Cara Pendaftaran Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)
4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1003/KMK.04/1985 Tentang
Penuntun Klasifikasi Dan Besarnya NJOP Sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Bumi Dan Bangunanan (PBB)
5) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK.04/1985 tentang Tata
Cara Penagihan Pajak Bumi Dan Bangunanan (PBB) dan penunjukan
pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Paksa
6) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1007/KMK.04/1985 tentang
pelimpahan Wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)
kepada Gubernur dan/atau Bupati/Walikota

43

44

7) Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 816 Tahun 1989 tentang Petunjuk
Pelaksanaan

Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)

Di

Wilayah DKI Jakarta


8) Peraturan Pelaksana Lainnya
9) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
Peraturan perpajakan tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
telah beberapa kali mengalami perubahan, yang terakhir adalah Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Perubahan-perubahan yang terjadi tercermin dari ketentuan-ketentuan yang
mengatur sistem dan mekanisme pemungutan pajak. Sistem pemungutan pajak di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban, dan
peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
2. Tanggung jawab dan kewajiban pelaksanaan pajak sebagai pencerminan
kewajiban di bidang perpajakan berada pada Wajib Pajak sendiri.
3. Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan
nasional melalui sistem menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang.

8. Tinjauan Tentang Pemungutan Pajak


a. Teori Pemungutan Pajak
Menurut Brotodiharjo (2003: 61), ada beberapa teori yang mendasari
adanya pemungutan pajak, yaitu:

44

45

1.

Teori Asuransi
Menurut teori ini negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya
dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta
bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam
perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini
dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang
karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
2. Teori Kepentingan
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari
masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa
dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin
tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena
pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin
lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan,
dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak
3. Teori Bakti
Mengajarkan bahwa penduduk adalah bagian dari suatu negara oleh karena itu
penduduk terikat pada negara dan wajib membayar pajak pada negara dalam
arti berbakti pada negara
4. Teori Gaya Pikul
Teori ini mengusulkan supaya didalam hal pemungutan pajak pemerintah
memperhatikan daya pikul wajib pajak
5. Teori Gaya Beli

45

46

Menurut teori ini justifikasi pemungutan pajak terletak pada akibat


pemungutan pajak. Misalnya tersedianya dana yang cukup untuk membiayai
pengeluaran umum negara, karena akibat baik dari perhatian negara pada
masyarakat maka pemungutan pajak juga baik.

6. Teori Pembangunan
Untuk Indonesia, justifikasi pemungutan pajak yang paling tepat adalah
pembangunan dalam arti masyarakat yang adil dan makmur
b. Dasar Hukum Pemungutan PBB
1) Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan


2) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1985 diperbaharui dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan


3) Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 1998 tentang Nilai Jual Kena Pajak
4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523 /KMK.01/1998 tentang
Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP Sebagai Dasar Pengenaan Pajak
5) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 tentang
Petunjuk Teknis Penilaian Individual
6) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 533 / PJ / 2000 tentang Petunjuk
Pelaksana Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak
Bumi dan Bangunan dalam rangka pembentukan dan/atau pemeliharaan
Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak.
c. Asas Pemungutan Pajak

46

47

Disamping itu terdapat juga asas-asas pemungutan pajak seperti:


1) Asas Yuridis yang mengemukakan supaya pemungutan pajak didasarkan
pada undang-undang
2) Asas Ekonomis yang menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai
menghalangi produksi dan perekonomian rakyat
3) Asas Finansial menekankan supaya pengeluaran-pengeluaran untuk
memungut pajak harus lebih rendah dari jumlah pajak yang dipungut.
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang
mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang
terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
a) Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):
pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
b) Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus
berdasarkan Undang-Undang, sehingga bagi yang melanggar akan dapat
dikenai sanksi hukum.
c) Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu
atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib
pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
d) Asas Effeciency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan
pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

47

48

2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:


a) Asas gaya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan
besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka
semakin tinggi pajak yang dibebankan.
b) Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
c) Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
d) Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu
dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama
(diperlakukan sama).
e) Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecilkecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai objek pajak.
Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
a) Asas politik finalsial : pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai
sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara
b) Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, Misalnya: pajak
pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
c) Asas keadilan: yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa memihak
kepada siapapun.
d) Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan,
dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara
membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
e) Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

48

49

d. Syarat Pemungutan Pajak


Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah,
maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak
menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
1) Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk, hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundangundangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
a) Enggan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
b) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai
wajib pajak
c) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan
berat ringannya pelanggaran.

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang


Sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
"Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan UndangUndang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UndangUndang tentang pajak, yaitu:

49

50

a) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UndangUndang tersebut harus dijamin kelancarannya
b) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara
umum
c) Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak
3) Pemungutan pajak mengganggu kondisi perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,
maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan
masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama
masyarakat kecil dan menengah.
4)

Pemungutan pajak harus efisien


Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya
pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak
akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan
maupun dari segi waktu.

5)

Sistem pemungutan pajak harus sederhana


Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam
pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak
positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran

50

51

pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin
enggan membayar pajak.
e. Prinsip-prinsip Pemungutan Pajak
Menurut Era Saligman (2005: 56), ada 4 (empat) Prisip pemungutan
pajak:
1)
2)
3)
4)

Prisip Fiskal
Prinsip Ekonomi
Prinsip Etika
Prinsip Administratif
Kunci dari proses pemungutan pajak adalah kepatuhan sukarela

(voluntary

compliance),

yaitu

meletakkan

tanggungjawab

pemungutan

sepenuhnya pada kesadaran Wajib Pajak. Karena kepatuhan sukarela yang


dijadikan kunci dari pemungutan pajak, maka dalam pelaksanaannya seringkali
muncul perlawanan pajak oleh Wajib Pajak, baik perlawanan aktif maupun pasif.
Menurut teori yang dikembangkan oleh Dr. Chaizi Nasucha dalam
Bukunya Reformasi Administrasi Publik - Teori dan Praktik Kepatuhan Wajib
Pajak dapat diukur dari tiga aspek yaitu:

1) Aspek Yuridis :
a. Pendaftaran Wajib Pajak
b. Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)
c. Penghitungan Pajak
d. Pembayaran Pajak
2) Aspek Psikologis :

51

52

a. Penyuluhan
b. Pelayanan
c. Pemeriksaan
3) Aspek Sosiologis :
a. Kebijakan publik
b. Kebijakan fiskal
c. Kebijakan perpajakan
d. Administrasi perpajakan
9. Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Kewenangan

daerah

yang

lebih

besar

dalam

penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah menuntut adanya ketersediaan dana yang


tidaklah sedikit. Daerah otonom untuk mampu mendayagunakan potensi dan
sumber daya yang dimilikinya, khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai
salah satu komponen yang tak terpisahkan dari keuangan daerah.
Kemampuan daerah dalam mengelola keuangannya secara optimal
merupakan salah satu bentuk keberhasilan dari pelaksanaan otonomi daerah.
sebagaimana yang dinyatakan Kaho (dalam Tangkilisan, 2005: 66), bahwa:
"Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan otonomi daerah
adalah faktor keuangan yang baik. Istilah keuangan disini mengandung
arti setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang yang antara lain
berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan
keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku".
Berdasarkan pendapat tersebut, dapatlah dikatakan bahwa faktor keuangan
atau kemampuan finansial merupakan salah satu indikator atau dasar kriteria
untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus

52

53

rumah tangganya sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan daerah wajib
dilaksanakan secara professional, terbuka dan bertanggung jawab demi
terselenggaranya roda pemerintahan dan pembangunan daerah sekaligus
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan karena pengelolaan
keuangan daerah merupakan sub sistem pengelolaan keuangan negara.
Keberhasilan dalam pengelolaan keuangan daerah ditunjukkan dengan
optimalnya penerimaan daerah sebagaimana potensi yang ada. Adapun sumbersumber penerimaan daerah meliputi
1.

Pendapatan Asli Daerah, yaitu :

a.

Hasil Pajak Daerah

b.

Hasil Retribusi Daerah

c.

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan.

d.

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah


2.

Dana Perimbangan

3.

Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.


Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan faktor yang akan mempercepat
laju pembangunan daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi beban pemerintah
pusat karena daerah mampu mengatur dan mengurus sendiri sumber keuangannya.
Salah satu Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dinilai memiliki andil
yang besar terhadap penerimaan daerah adalah retribusi.
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang, bahwa Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) memiliki potensi yang besar untuk berkembang dari

53

54

pada penerimaan pajak dari sektor lainnya. Akan tetapi dalam hal target
penerimaan (realisasi) cukup bertolak belakang.
Melihat besarnya potensi penerimaan dari sektor Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) terhadap penerimaan

daerah, sangatlah disayangkan jika

hasilnya tidak maksimal. Oleh karena itu, pengelolaan pemerintah daerah harus
ditangani sebaik mungkin agar sumber-sumber keuangan terutama dari sektor
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat memberikan hasil yang maksimal bagi
daerah.
Pengelolaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2010: 411), berasal
dari kata "kelola" yang artinya mengurus, melaksanakan, dan menyelenggarakan.
Pengelolaan berarti proses melaksanakan kegiatan tertentu dengan menggunakan
tenaga orang lain. Berdasarkan definisi tersebut, maka terdapat dua hal penting
dari pengelolaan yaitu pengelola dan proses pengelolaan itu sendiri.
Sehubungan dengan penelitian ini, maka dalam hal pengelolaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), unsur pengelola yaitu para pegawai atau petugas
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta unsur proses yaitu prosedur
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) , menjadi penentu hasil yang akan
diperoleh. Hasil tersebut adalah pencapaian target penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang besarnya ditetapkan sesuai potensi yang ada sehingga
dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Unsur pengelola dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas para pegawai atau
petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu kemampuan, keahlian
atau keterampilan dalam melaksanakan tugas. Hal ini menunjukkan performa

54

55

mereka dalam mengelola seperti kecepatan, ketelitian, rasa tanggung jawab,


disiplin, dedikasi, atau semangat kerja yang kesemuanya itu akan mempengaruhi
baik buruknya pengelolaan.
Pengelolaan yang baik akan memperoleh hasil yang baik pula, yaitu
tercapainya target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sehubungan
dengan hal tersebut, maka prinsip pembagian kerja yang jelas atau pengembangan
pegawai menjadi sangat penting dalam rangka mewujudkan optimalisasi hasil dari
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sedangkan dari sisi prosedur, ada beberapa tahap yang harus dilewati
dalam hal pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu prosedur
pendaftaran, pendataan, dan penetapan wajib pajak, penentuan tarif, pembayaran
dan penyetoran. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penekanan berada pada
efektivitas pelaksanaan prosedur tersebut yaitu kesesuaian pelaksanaan prosedur
dengan setiap tahap atau prosedur yang sudah ditentukan.
Manajemen diartikan sebagai proses pengelolaan melalui kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan sumber daya
manusia serta sumber daya lainnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara efisien dan efektif (Sugiyono, 2003: 22).
Notoatmodjo (2003: 117) dalam bukunya pengembangan sumber daya
manusia mengemukakan fungsi-fungsi manajemen mencakup:
a.

Perencanaan (planning)
Semua orang menyadari bahwa perencanaan bagian terpenting dan oleh
karena itu menyita waktu banyak dalam proses manajemen.Untuk manejer sumber

55

56

daya manusia,perencanaan berarti penentuaan program karyawan (sumber daya


manusia)dalam rangka membantu tercapainya sasaran atau tujuan organisasi
itu.Dengan kata lain mengatur orang-orang yang akan menangani tugas-tugas
yang dibebankan kepada masing-masing orang dalam rangka mencapai tugas
organisasi.
b.

Pengorganisasian (organizing)
Apabila serangkaian kegiatan telah disusun dalam rangka mencapai
tujuan organisasi,maka untuk pelaksanaan atau implementasi kegiatan tersebut
harus diorganisasikan.Organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuh secara
efektif ,oleh sebab itu dalam fungsi organisasi harus terlihat pembagian tugas dan
tanggung jawab orang-orang atau karyawan yang akan melakukan kegiatan
masing-masing.
c. Pengarahan (directing)
Untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan,agar kegiatan
tersebut

dapat

berjalan

dengan

efektif

diperlukan

arahan(directing)dari

manajer.Dalam suatu organisasi yang besar pengarahan ini tidak mungkin


dilakukan oleh manajer itu sendiri,melainkan didelegasikan kepada orang lain
yang diberi wewenang untuk itu.
d. Pengendalian (controlling)
Fungsi pengendalian adalah untuk mengatur kegiatan,agar kegiatankegiatan organisasi itu dapat berjalan sesuai dengan rencana.Di samping itu
pengendalian juga dimaksudkan untuk mencari jalan ke luar atau pemecahan

56

57

apabila terjadi hambatan pelaksanaan kegiatan.Empat kegiatan di atas adalah


merupakan fungsi dasar dan umum bagi seorang manajer.
e. Pengadaan Tenaga (recruitment)
Fungsi rekruitmen seorang manajer sumber daya manusia bertujuan
untuk memperoleh jenis dan jumlah tenaga atau sumber daya manusia yang
tepat,sesuai dengan kemampuan yang dibutuhkan oleh unit unit kerja
bersangkutan. Penentuan sumber daya manusia yang akan dipilih harus benarbenar yang duperlukan,bukan karena ada tenaga tersedia. Oleh sebab itu sistem
rekruitmen yang mencakup seleksi harus terlebih dahulu dikembangkan secara
matang.
f. Pengembangan (devolpement)
Tenaga atau sumber daya yang telah diperoleh suatu organisasi, perlu
pengembangan sampai

pada taraf

tertentu sesuai dengan pengembangan

organisasi itu.Pengembangan sumber daya

ini penting searah dengan

pengembangan organisasi. Apabila organisasi itu ingin berkembang seyogianya


diikuti oleh pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya
manusia ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang
berkesinambungan.

g. Kompensasi (compensation)
Kompensasi adalah merupakan fungsi manajemen yang sangat
penting.Melalui fungsi ini organisasi memberikan balas jasa yang memadai dan
layak kepada karyawan.Hal ini wajar karena karyawan sebagai sumber daya

57

58

manusia organisasi tersebut telah memberikan jasanya besar terhadap pencapaian


tujuan organisasi.Dari hasil hasil penelitian,meskipun kompensasi bukan hanya
berupa materi atau uang,namun bentuk gaji sangat penting untuk meningkatkan
hasil kerja.
h. Intergasi (intergration)
Integasi adalah kegiatan manajemen yang bertujuan untuk rekonsiliasi
kepentingan-kepentingan karyawan dalam organisasi itu.Telah disadari bersama
bahwa dalam pelaksanaan kegiatan organisasi sering terjadi benturan kepentingan
di antara karyawan atau antara karyawan dengan manajer.Untuk itulah pentingnya
fungsi intergasi ini agar diperoleh kesepakatan kembali dalam pelaksanaan
kegiatan organisasi.
i. Pemeliharaan (Maintenance)
Kemampuankemampuan sumber daya manusia yang telag dimiliki oleh
suatu organisasi perlu dipelihara (maintenance).Karena kemampuan tersebut
adalah merupakan aset yang penting bagi terlaksanaan tugas dan tujuan
organisasi. Fungsi pemeliharaan ini termasuk juga jaminan kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan.

j. Pemisahan (separation)
Seorang karyawan tidak mungkin akan selalu bekerja pada organisasi
tertentu. Pada suatu ketika paling tidak mereka harus memutuskan hubungan kerja
dengan cara pension. Untuk itu maka tenaga kerja atau karyawan tersebut harus

58

59

kembali kemasyarakat. Organisasi harus bertanggung jawab dalam memutuskan


hubungan kerja ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan
menjamin warga masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan yang
sebaik mungkin.
Selanjutnya Syafiie (2008:12) dalam bukunya Manajemen Pemerintahan
mengemukakan fungsi manajemen meliputi:
a. Planning
Yaitu bagaimana merecanakan tujuan bersama organisasi.
b. Organizing
Yaitu bagaimana mendirikan wadah struktur resmi,kemudian memelihara
kelestarian dan peningkatan mutunya.
c. Staffing
Yaitu bagaimana seluruh personel bawahan difungsikan.
d. Directing
Yaitu bagaimana tugas rutin diputuskan, dipimpin dan diatur.
e. Coordinating
Yaitu bagaimana seluruh kepentingan dan tujuan organisasi disatukan dan
diharmoniskan dengan sinkronsiasi wakru serta tempat.

f. Reporting
Yaitu bagaimana menginformasikan pertanggungjawaban.
g. Budgetting

59

60

Yaitu bagaimana merencanakan keuangan,pembiayaan,perhitungan uang


keluar masuk serta pengawasan yang dilaksanakan.
h. Commanding
Yaitu bagaiaman memberikan perintah,diatur,diurus,dilayani,dibujuk dan
diarahkan agar tujuan organissi tercapai secara efesien dan efektif.
i. Actuating
Yaitu bagaimana menyelengarakan pekerjaan organisasi sesuai dengan
rencana secara efesien dan efektif.
j. Controlling
Yaitu

bagaimana

mengawasi,mengantisipasi

dan

mendeteksi

kemungkinan-kemungkinan penyimpangan pelaksanaan organsasi dari apa


yang telah dirumuskan semula.
k. Motivating
Yaitu bagaimana kemampuan bawahan dengan segala cara baik dengan
cara kharismatis diri, dengan keputusan mengikat dengan pemberian
maupun dengan paksaan, agar sadar, terbujuk serta terpengaruh
melaksanakan tugas organisasi.
l. Leading
Yaitu bagaimana kemampuan mempengaruhi bawahan agar pikirannya
tertuju kepada apa yang diinginkan pimpinan.
m. Facilitating
Yaitu bagaimana cara memudahkan pekerjaan bawahan sehingga sasaran
organisasi semakin jelas.

60

61

Menurut Terry (dalam Fathoni, 2006: 29) fungsi manajemen meliputi:


a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
c. Pergerakan/Pelaksanaan
d. Pengawasan
Sedangkan menurut Koontz ODonnel (dalam Fathoni, 2006: 29), rincian
fungsi manajemen tersebut meliputi:
a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
c. Penyusunan pegawai
d. Pengarahan
e. Pengawasan
Siagian (dalam Fathoni, 2006: 29) memberikan rincian fungsi manajemen
meliputi:
a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
c. Pemberian motivasi
d. Pengawasan
e. Evaluasi
Memperhatikan fungsi-fungsi manajemen tersebut, dapat diketahui bahwa
dalam manajemen/pengelolaan terdiri dari 4 (tiga) fungsi menurut Terry (dalam
Fathoni, 2006: 29) yaitu: perencanaan, Pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan. Sedangkan telah diketahui pula bahwa aspek yang terdapat di dalam

61

62

manajemen adalah manusia/pengelola dan proses, maka sehubungan dengan


penelitian ini mencakup salah satu proses pelaksanaan dari pengelolaan pajak
Bumi dan Bangunan yaitu dengan melihat langkat-langkah dalam melakukan
pengelolaan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan.
a. Perencanaan
Perencanaan berarti persiapan atau penentuan-penentuan terlebih dahulu
tentang apa yang akan dikerjakan di kemudian hari dalam batas waktu tertentu
untuk mencapai hasil tertentu.
Perencanaan menurut Newman dalam Handayaningrat (2004: 126) adalah
keputusan apa yang akan dikerjakan untuk waktu yang akan datang yaitu suatu
rencana yang diproyeksikan dalam suatu tindakan. Sedangkan perencanaan
menurut Hasibuan ( 2009: 4) adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana
tindakan artinya menentukan apa yang dilakukan, siapa yang melakukan dan
dimana hal itu dilakukan.
Perencanaan adalah menentukan usaha atau tindakan apa yang akan
dijadikan dalam suatu usaha pencapaian tujuan, dimana, bilamana, oleh siapa dan
bagaimana caranya. Menurut Allen dalam Hasibuan (2009:92) perencanaan adalah
menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Perencaan juga didefinisikan oleh Siagian (2009: 108) sebagai keseluruhan
proses pemikiran dan penentuan secara matang dari pada hal-hal yang akan
dikerjakan dimas yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan.

62

63

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa


perencanaan adalah suatu kegiatan untuk mennetukan tindakan apa saja yang akan
dilakukan dimasa depan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perencanaan merupakan fungsi
organik pertama dari manajemen dan administrasi. Alasannya adalah bahwa tanpa
adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu dalam rangka usaha pencapaian tujuan. Perencanaan menjadi fungsi
organik karena perencanaan merupakan dasar dan titik tolak kegiatan pelaksanaan
selanjutnya.
Menyadari arti pentingnya perencanaan, maka sangatlan penting untuk
menyusun sebuah rencana yang baik dalam mencapai tujuan. Penyusunan rencana
yang baik dapat diperoleh dengan berusaha mengenali, memahami dan memenuhi
ciri-ciri rencana yang baik. Telah ditekankan sebelumnya bahwa menyusun suatu
rencana berarti berusaha untuk secara sistematik memutuskan tentang hal-hal
yang akan dilakukan oleh organisasi di masa depan dalam rangja mewujudkan
kondisi masa depan tertentu yang diperkirakan akan menguntungkan bagi
organisasi yang bersangkutan. ( Siagian, 2009: 64).
Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, suatu rencana dapat dikatakan baik
apabila memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
a.

Rencana harus mempermudah tercapainya tujuan yang telah ditentukan

b.
c.
d.
e.
f.

sebelumnya
Perencanaan sungguh-sungguh memahami hakikat tujuan yang ingin dicapai
Pemenuhan persyaratan keahlian teknis
Rencana harus disertai olehh suatu rincian yang cermat
Keterkaitan rencana dengan pelaksanaan
Kesederhanaan

63

64

g.
h.
i.
j.

Fleksibilitas
Rencana memberikan tempat pada pengambilan resiko
Rencana yang pragmatik
Rencana sebagaiinstrument peramalan masa depan.
Perencanaan diartikan juga sebagai suatu proses pengambilan keputusan

tentang apa tujuan yang harus dicapai pada kurun waktu tertentu dimasa
mendatang dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
(Keban, 2004: 86).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dilihat bahwa dalam suatu
perencanaan harus terdapat dua hal yaitui:
1. Penetapan tujuan dan
2. Menetukan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Dengan kata lain, suatu perencanaan membutuhkan adanya pemikiran
yang didahului dengan pelaksanaan kegiatan pendahuluan yang sifatnya research
agar didapat data serta fakta-fakta yang relevan.
Berdasarkan beberapa uraian konsep sebelumnya, maka untuk melihat
pengelolaan dari aspek perencanaan dalam penelitian ini pada umumnya akan
dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
1) Sumber daya manusia
2) Anggaran/Dana
3) Sarana dan Prasarana
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan kegiatan membentuk ikatan dalam rangka
menjalin hubungan baik antara tiap-tiap bagian atau sub-sub bagian sehingga

64

65

didapat koordinasi yang baik di antara orang-orang yang terlibat dalam proses
kerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Jabar (2003: 26) mendefinisikan Pengorganisasian sebagai berikut:
Pengorganisasian adalah penentuan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan
pengelompokan tugas-tugas dan tanggung jawab, wewenang dan membagibagikan pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan bagian-bagian penentuan
hubungan-hubungan sehingga hubungan satu sama lain diintegrasikan dan terikat
secara keseluruhan secara tegas dan jelas, sehingga memungkinkan orang-orang
bekerja sama seefektif mungkin untuk mencapai tujuan.
Pengorganisasian adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui
orang-orang dibawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama (Siagian ,
2009: 4). Pengorganisasian merupakan proses menciptakan hubungan-hubungan
antar komponen-komponen organisasi dengan tujuan agar segala kegiatan
diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Siagian (2009: 45) mendefinisikan
Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang, alat-alat,
tugas, tugas,kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta
suatuorganisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang
telahditetapkan.
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur
formal , mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau
pekerjaan diantara organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan
efisien.Sedangkan menurut Kamus Kata Bahasa Indonesia karangan Handoko

65

66

(2009: 256) Pengorganisasian adalah sesuatu yang digambarkan sebagai sesuatu


yang tersentralisasi dan berisi tugas-tugas yang sangat terspesialisasikan.
Berdasarkan

definisi

tersebut,

maka

dapat

disimpulkan

bahwa

Pengorganisasian adalah penentuan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan


pengelompokan tugas-tugas dan tanggung jawab, wewenang dan membagibagikan pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan bagian-bagian penentuan
hubungan-hubungan.
Adapun prinsip-prinsip pengorganisasian yang baik antara lain ; (1)
Perumusan tujuan dengan jelas, (2) Pembagian kerja, (3) Pelimpahan wewenang,
(4) Kesatuan perintah dan tanggung jawab.
Pengorganisasian dalam penelitian ini, akan dilihat dari beberapa indikator
berikut:
1.
2.

Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi


Koordinasi antara instansi terkait

c. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan kegiatan operasional dari rencana yang telah
ditentukan

atau

Handayadiningrat

mengimplementasikan
(2004:

27)

rencana

pelaksanaan

adalah

yang

ada.

Menurut

menentukan

prosedur

pengambilan keputusan dan cara mengorganisasikannnya sehingga rencana


tersebut dilaksanakan.

66

67

Pelaksanaan berarti suatu tindakan untuk dapat mengusahakan agar semua


anggota kelompok mau bekerja dengan senang hati sehingga tujuan organisasi
dapat tercapai secara efisien dan efektif.
Pelaksanaan merupakan kegiatan operasional dari rencana yang telah
ditentukan

atau

Handayadiningrat

mengimplementasikan
(2004:

27)

rencana

pelaksanaan

adalah

yang

ada.

Menurut

menentukan

prosedur

pengambilan keputusan dan cara mengorganisasikannnya sehingga rencana


tersebut dilaksanakan.
Menurut soewarno mendefinisikan pelaksanaan sebagai suatu penerapan
dari suatu rencana yang telah disusun dan diformulasikan secara rapi dan baik
mulai dari perencanaan, penilaian dan penetapan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh sekelompok orang yang tergabung dalam satuan-satuan kerja yang
merupakan bagian dari organisasi.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, Iskandar (2009: 3) mendefinisikan
pelaksanaan sebagai aktivitas pokok dalam manajemen yang mendorong dengan
menjuruskan semua bawahan agar berkeinginan, bertujuan serta bergerak untuk
mencapai maksud-maksud yang hendak dicapai dan merasa berkepentingan serta
bersatu padu dengan rencana dan usaha dari organisasi.
Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta (2005:
553) yang dimaksud dengan pelaksanaan adalah perbuatan atau melaksanakan.
Pelaksanaan merupakan penerapakn dari adanya rencana yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan diartikan menurut Handoko ( 2009: 15) sebagai wujud nyata dari
aturan-aturan yang dibuat untuk mengikat setiap orang yang terlibat didalamnya

67

68

selama rentang waktu kegiatan, hal ini terkait dengan perencanaan itu sendiri.
Dengan kata lain adanya suatu pelaksnaan sangat tidak terlepas dan adanya
poerencanaan sebagai patokan dari pelaksanaan suatu kegiatan.
Selanjutnya Menurut Manullang (2005: 22) mendefinisikan pelaksanaan
sebagai tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau
kelompok-kelompok pemerintah/swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuantujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
merupakan suatu kegiatan/aktivitas dalam menerapkan apa yang telah ditentukan
organisasi untuk mencapai tujuan.
Seluruh hal yang ada dalam pelaksanaan harus memiliki perencanaan yang
diakomodasikan secara baik dan menghasilkan suatu kegiatan yang benar-benar
berdasarkan pada perencanaan yang baik pula sehingga rencana tersebut terjamin
untuk dilaksanakan. Akomodasi isi rencana dapat menyangkut unsur-unsur pokok
yang ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan.

Jika dikaitkan pada penelitian ini tentang pengelolaan pajak bumi dan
bangunan, maka akan diketahui bagaimana:
1) Pelaksanaan prosedur pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan
mengacu pada perencanaan yang ada yaitu peraturan daerah dan ketentuan
lainnya sehingga dapat diketahui efektif tidaknya sistem atau metode dan
mekanisme pemungutan yang digunakan. Berdasarkan hal itu dapat
disimpulkan antara prosedur pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

68

69

mana yang lebih efektif pelaksanaannya. prosedur pemungutan dimulai dari


prosedur pendaftaran sampai dengan penyetoran pajak
2) Pelaksanaan perencanaan sumber daya manusia sebagai pengelola Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) dilihat dari aspek kualitas dan kuantitas. Dari aspek
kualitas, berdasarkan metode/ sistem apa yang digunakan untuk melaksanakan
diklat dan mana yang lebih efektif pelaksanaan perencanaan sumber daya
manusianya, dan apakah para peserta diklat telah memiliki/ memenuhi syarat
kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugasnya, serta bagaimana
kemampuannya dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan untuk aspek
kuantitas, yang menjadi pertanyaan adalah dengan sejumlah pegawai yang
ditetapkan sebagai pengelola, apakah terdapat tugas-tugas pengelolaan yang
terbengkalai.
d. Pengawasan
Pengawasan berarti suatu proses untuk menetapkan aparat atau unti
bertindak atas nama pimpinan organisasi dan bertugas mengumpulkan segala data
dan informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi untuk menilai kemajuan
dan kemunduran dalam pelaksanaan pekerjaan
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses menjamin bahwa tujuantujuan organisasi dan manajemen tercapai. Fungsi pengawasan pada dasarnya
mencakup empat unsur yaitu:
1. Penetapan standar pelaksanaan
2. Penentuan ukuran-ukuran pelaksanaan
3. Pengukuran pelaksanaan nyata dan membandingkannya dengan standar yang
telah ditetapkan

69

70

4. Pengambil tindakan koreksi yang diperlukan bila pelaksanaan menyimpang


dari standar.
Pengawasan adalah kegiatan untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan
untuk melihat kesesuaian pelaksanaan dengan acuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Pengawasan adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan
organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang telah dilaksanakan.
Pengawasan dapat juga didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa
tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.
Definisi pengawasan yang dikemukakan oleh Munir (2004: 2) berikut ini
akan memperjelas unsur-unsur esensial proses pengawasan dimana pengawasan
manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan
dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik,
membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya,
menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil
tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya
organisasi dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian
tujuan-tujuan organisasi.
Adapun tipe-tipe pengawasan ada tiga jenis yaitu:
a. Pengawasan pendahuluan yaitu dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah
atau penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat
sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi pendekatan
pengawasan ini lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah
dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi.

70

71

Pengawasan ini akan lebih efektif apabila manajer mampu mendapatkan


informasi akurat dan tepat waktunya tentang perubahan-perubahan dalam
lingkungan atau tentang perkembangan terhadap tujuan yang diinginkan.
b. Pengawasan concurrent yaitu pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan kegiatan. Pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu
harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan atau menjadi
semacam peralatan yang lebih menjamin ketepatan-ketepatan suatu kegiatan.
c. Pengawasan umpan balik yaitu mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang
telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana atau standar
ditentukan dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan-kegiatan
serupa di masa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat histori, pengukuran
dilakukan setelah kegiatan terjadi.
Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen.
Pengawasan pendahuluan, cukuo mamadai untuk memungkinkan manajemenm
membuat tindakan koreksi dan tetap dapat mencapai tujuan. Tetapi ada beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan
itu.

Pertama,

biaya

keduanya

mahal.

Kedua,

banyak

kegiatan

tidak

memungkinkan dirinya dimonito secara terus menerus. Ketiga, pengawasan yang


berlebihan akan menjadikan produktivitas berkurang. Oleh karena itu, manajemen
harus menggunakan siste, pengawasan yang paling seusia bagi situasi tertentu.
Menurut George R. Terry dalam Manullang (2005: 172) pnegawasan
adalah menentukan apa yang dicapai,a rtinya menilai hasil pekerjaan dan apabila
perlu, mengadakan tindakan-tindakan pembetulan sedemikian rupa sehingga hasil

71

72

pekerjaan sesuai dengan rencana. Sejalan dengan pengertian tersebut, maka Henry
Fayol dama Siagian (2009: 169) mengatakan:
Pengawasan terdiri dari usaha verifikasi apakah segala sesuatu sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan, isntruksi-instruksi yang telah
dikeluarkan dan asas-asas kerja yang telah ditetapkan. Lebih lanjut ia
mengemukan bahwa sasaran pengawasan adalah untuk menunjukkan
kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahn dengan maksud
memperbaiki dan mencegah supaya tidak terulang lagi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengawasan itu pada intinya
adalah usaha sadar dan sistrematik untuk menjamin semua kegiatan yang sedang
dilakukan itu sesuai dengan rencana dan sebagai suatu upaya mencegah terjadinya
berbagai jenis penyimpangan dan penyelewengan yang disengaja maupun tidak
yang dilakukan dengan menggunakan strategi dasar organisasi yang telah
dirumuskan dan ditetapkan serta menjadi program dan rencana kerja.
Berdasarkan pengertian tesebut, maka pengawasan itu pada intinya
adalah usaha sadar dan sistematik untuk menjamin semua kegiatan yang sedang
dilakukan itu sesuai dengan rencana dan sebagai suatu upaya mencegah
terjadinyaberbagai jenis penyimpangan dan penyelewengan yang disengaja
maupun tidak yang dilakukan dengan menggunakan strategi dasar organisasi yang
telah dirumuskan dan ditetapkan serta mmenjadi program dan rencana kerja.
Dengan demikian suatu pengawasan dilakukan tidak hanya sebelum
proses dan juga akhir suatu proses kegiatan tetapi juga pada saat proses
pelaksanaan berlangsung. Untuk menjalankan pengendalian atau pengawasan itu
menurut Siagian (2009: 140) maka ada beberapa macam yang dapat digunakan
sebagai berikut:
Pengawasan langsung, dapat berupa:

72

73

1) Inspeksi langsung
2) Observasi ditempat
3) Laporan ditempat
Pengawasan tidak langsung, dapat berupa:
1) Laporan lisan
2) Laporan tertulis
Berdasarkan teori tersebut, maka pengawasan mengenai pengelolaan
pajak bumi dan bangunan dalam penelitian akan dilihat melalui pengawasan
pengendalian pajak yang terdiri dari laporan dan monitoring.

B. Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian terdahulu yang dilakukan terhadap Pajak Bumi dan Bangunan
antara lain dilakukan oleh Ady Hernawan Tahun 2009 dalam Evaluasi
Pemunggutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Sekayu Kabupaten
Banyuasin. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa :
1. Pengetatan sanksi dalam hal pemungutan pajak merupakan salah satu upaya
penerapan hukum yang tegas dan adil terhadap seluruh wajib pajak agar
mereka mematuhi peraturan yang berlaku sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
Kabupaten Banyuasin.
2. Perbaikan sistem administrasi perpajakan dituntut agar mampu memenuhi
target penerimaan pajak yang berkesinambungan dan berkelanjutan menutut
reformasi yang berkembang pada masyarakat, disamping itu administrasi
perpajakan mampu mengatasi permasalahan- permasalahan yang terjadi dalam
mewujudkan perpajakan yang efektif dan efisien. Hal ini berarti administrasi

73

74

perpajakan memainkan peran yang penting dalam menentukan sistem


perpajakan yang efektif.
Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Nurhasanah pada Tahun 2013,
dengan judul: Peran UPTD Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
dalam meningkatkan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kabupaten Banyuasin. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa: peran
UPTD Pendapatan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah yang dilaksanakan
dalam meningkatkan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan secara
keseluruhan sudah dilaksanakan dengan baik/ efektif, ini dapat dilihat dari 8
(delapan) peran UPTD Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah yang
telah dilaksanakan, 7 (tujuh) indikator diantaranya telah berhasil meningkatkan
realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan 1 (satu) indikator yang belum
terlaksana dengan baik/ belum efektif.
Adapun 7 (tujuh) indikator yang sudah dilaksanakan dengan baik/ efektif
dalam meningkatkan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai
berikut:
1. Dalam menyusun target Pajak Daerah, PBB Pedesaan dan Perkotaan telah
sesuai dengan kemampuan masyarakat Kabupaten Banyuasin
2. Melakukan pendaftaran dan penetapan
3. Sesuai dengan ketentuan amat menerima SPPT PBB dari Dinas Pendapatan,
Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin untuk

melaksanakan penyampaian SPPT PBB oleh Kades/ Lurah Kepada Wajib


Pajak
4. Berdasarkan Berita Acara serah terima SPPT PBB antara Camat, UPTD
dengan Kades/ Lurah maka akan menerima kembali potongan SPPT PBB

74

75

yang sudah ditanda tangani Wajib Pajak dari Kades/ Lurah di masing-masing
wilayah Kecamatan Kabupaten Banyuasin.
5. Melakukan penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan
6. Meneruskan usul keberatan/ keringanan dari Wajib Pajak PBB ke Dinas
Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin atau
langsung ke KP. PBB Pratama.
7. Melaporkan dan mengembalikan potongan SPPT PBB ke Dinas Pendapatan,
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah yang selanjutnya akan disampaikan ke
KP. PBB Pratama
Sedangkan 1 (satu) indikator/ peran yang belum dilaksanakan dengan
baik dalam meningkatkan realisasi penerimaan PBB yaitu meminta laporan
realisasi penerimaan PBB dari Kades/ Lurah di wilayah Kecamatan masingmasing.
C.

Kerangka Pemikiran
Pajak Daerah merupakan penerimaan daerah yang hasil penerimaanya
seratus persen disetor ke kas Daerah Kabupaten/ Kota. Sebelum adanya perubahan
Undang-Undang

Pajak Daerah di Kabupaten Banyuasin hanya terdiri dari 6

(enam ) jenis pajak. Dengan adanya Undang-Undang yang baru ini yaitu UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 ini di Kabupaten Banyuasin ada 9 (sembilan)
jenis Pajak Daerah yaitu mulai dari (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak
Hiburan, (4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (5) Pajak Penerangan Jalan, (6)
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, (7) Pajak Sarang Burung
Pajak

Air

Walet, (8)

Tanah, (9) Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan. Ada tiga jenis penambahan Pajak
Daerah yaitu Pajak Sarang Burung Walet merupakan obyek pajak baru yang sudah

75

76

diberlakukan pada Tahun 2011, Pajak Air Tanah yang semula menjadi Pajak
Provinsi dialihkan menjadi Pajak Daerah

Kabupaten/ Kota, kemudian Pajak

BPHTB yang mana dahulu merupakan Pajak pusat sekarang menjadi Pajak
Daerah Kabupaten/ Kota. Dari sembilan jenis Pajak Daerah tersebut di atas mulai
tanggal 1 Januari 2011 di Kabupaten Banyuasin telah diberlakukan mulai
melaksanakan pemungutan.

Penambahan tiga jenis Pajak Daerah ini diharap

daerah akan lebih mandiri dalam membiayai pembangunan yang ada di daerah
sendiri.
Namun hal tersebut dapat terwujud apabila Kabupaten Banyuasin
melakukan Evaluasi terhadap pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), di
antaranya

berupa meningkatkan penagihan terhadap wajip Pajak Daerah,

penyampaian SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah) tepat waktu,


pencanangan pekan panutan pembayaran Pajak Daerah hingga ke tingkat RT,
memberikan insentif/ bonus bagi para RT dan aparatnya yang penagihannya tepat
waktu, melakukan sosialisasi gerakan sadar pajak secara langsung kepada
masyarakat serta meningkatkan kinerja tim intensifikasi Pajak Daerah di
Kabupaten Banyuasin.
Evaluasi strategi ini diperlukan untuk memperjelas arah dan tujuan
peningkatan pelaksanaan penerimaan Pajak Daerah melalui sektor Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) dalam lima tahun ke depan (2010-2115). Strategi tersebut
merupakan

kebijakan mengimpelementasikan program sebagai payung pada

perumusan program dan kegiatan pembangunan untuk tujuan yang di harapkan.


Agar misi ini dapat tercapai maka diperlukan strategi yang tepat, yakni :

76

77

(1). optimalisasi pemanfaatan sumber daya, dan aset yang mencakup: sumber
daya manusia, sosial, sikap, budaya, dan pemahaman. Keseluruhan aset
tersebut merupakan modal dasar untuk dimanfaatkan secara optimal dalam
rangka memberikan kontribusi guna terwujudnya peningkatan penerimaan
Pajak Daerah.
(2). Pengembangan kerjasama antar petugas atau perangkat kecamatan dengan
masyarakat, serta memberikan kesadaran dari masyarakat akan kegunaan
dan pentingnya membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang ada
di daerah Kabupaten Banyuasin. Dan tak henti-hentinya Pemerintah
Kabupaten Banyuasin untuk mengadakan sosialisasi tentang pajak kepada
masyarakat khususnya masyarakat yang belum sadar akan kewajibannya
membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Berdasarkan kenyataan dan permasalahan yang ada

pada Pemerintah

Kabupaten Banyuasin dalam pelaksanaan penerimaan/pemungutan Pajak Daerah


terutama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), maka kerangka pemikiran penelitian
ini dapat digambarkan pada gambar 1 berikut ini :

Pengelolaan Pajak Bumi dan


Bangunan (PBB)

Perencanaan

Pelaksanaan

Pengorganisasian

Peningkatan Realisasi Penerimaan


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
77

Pengawasan

78

Gambar 1: Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu proses dari kegiatan ilmiah yang pada


hakekatnya berawal dari minat untuk mengetahui gejala tertentu sedangkan
metodologi penelitian menurut Sugiyono (2003:1) pada dasarnya merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dengan ciri
ciri rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian tersebut
dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga dapat terjangkau oleh
penalaran manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui caracara yang digunakan. Sistematis berarti proses yang dipergunakan dalam
penelitian tersebut mempergunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Penelitian ini membahas tentang pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kabupaten Banyuasin, maka jenis penelitian yang dipergunakan dalam
penyusunan tesis ini adalah penelitian eksplanatori (explanatory research) dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif.
A.

Perspektif Pendekatan Penelitian


Metode Penelitian Administrasi atau Manajemen menurut Sugiyono
(2003: 3-4) dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang
valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu

78

79

pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,


memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang administrasi dan
manajemen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian
deskriptif.
Metode penelitian ini didukung oleh beberapa pendapat. Menurut Arikunto
(1996:127) bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis
sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis.
Pendapat serupa juga dikemukakan Singarimbun dan Effendi (1995:4) yang
menyatakan bahwa peneliti hanya mengembangkan konsep dan menghimpun
fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang bertujuan
menggambarkan mengenai keadaan tertentu, yang digambarkan dengan kata-kata
atau kalimat terpisah-pisah untuk memperoleh kesimpulan.
B.

Ruang Lingkup/ Fokus Penelitian


Setiap penelitian diperlukan adanya fokus penelitian, karena tujuannya untuk:
1. Membatasi studi atau akan membatasi bidang inquiri
2. Untuk menentukan kriteria-kriteria untuk memasukkan/ mengeluarkan suatu
informasi yang diperoleh di lapangan. Artinya dengan melalui bimbingan dan
arahan fokus yang telah ditetapkan, peneliti tahu persis data mana yang perlu
dikumpulkan dan data mana (meski mungkin menarik tetapi karena tidak
relevan) yang tidak perlu dimasukkan kedalam data yang sedang dikumpulkan
(Strauss dan Corbin, dalam Moleong, 1990:60). Sejalan dengan hal tersebut,
peneliti mengadakan rekonfirmasi data. Permasalahan dan fokus penelitian

79

80

sangat terkait, oleh karena itu permasalahan peneliti dijadikan sebagai acuan
didalam menentukan fokus walaupun fokus dapat berubah dan berkembang
dilapangan sesuai dengan perkembangan permasalahan penelitian dilapangan.
Fokus penelitian dalam penelitian ini yaitu: pengelolaan Pajak Bumi Dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.
C.

Variabel Penelitian
1. Klasifikasi Variabel
Menurut Hacthdan Farhandy ( Sugiono, 1994: 20 ) Variabel juga dapat
didefinisikan sebagai atribut dari seseorang atau objek yang mempunyai variasi
antara satu orang dengan yang lain atau suatu objek dengan objek yang lain.
Variabel penelitian menurut Sugiono ( 1994: 20 ) adalah suatu atribut atau sifat
atau aspek dari orang maupun obyek yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan ditarik kesimpulannya. Adapun yang
menjadi variabel dalam penelitian ini adalah Pengelolaan Pajak Bumi Dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.
2. Definisi Konseptual
Definisi Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial (Singarimbun dan Effendi, 1995:32). Berdasarkan
pengertian definisi konsep, maka definisi konsep dalam penelitian ini yaitu:

80

81

a. Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan


penelaahan

bagian itu serta hubungan antar bagian untuk memperoleh

pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.


b. Pengelolaan merupakan bagian dari manajemen yang minimal melaksanakan
empat fungsi yaitu fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian serta evaluasi.
c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah iuran/pungutan yang dikenakan
terhadap orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak, memiliki,
menguasai dan memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan
d. Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah bagian dari manajemen

yang minimal melaksanakan empat fungsi yaitu fungsi perencanaan,


pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta evaluasi dalam melakukan
pungutan yang dikenakan terhadap orang atau badan yang secara nyata
mempunyai hak, memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat dari bumi dan
bangunan.
3. Definisi Operasional
Definisi Operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan bagaimana
caranya mengukur suatu variabel tentang bagaimana suatu variabel diukur
(Singarimbun dan Effendi, 1995:46). Adapun Definisi Operasional dalam
penelitian ini merujuk pada teori pengelolaan menurut Terry (dalam Fathoni,
2006: 29) yaitu: perencanaan, Pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

81

82

Tabel 2
Matrik Definisi Operasional
Variabel
Analisis
Pengelolaa
n Pajak
Bumi dan
Bangunan

Dimensi
Perencanaan

Indikator
a. Sumber daya manusia
b. Anggaran/Dana pengelolaan PBB
c. Sarana dan Prasarana

Pengorganisasian a. Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi


b. Koordinasi antar instansi terkait
Pelaksanaan

a. Pendaftaran Dan Penetapan Wajib pajak


b. Penentuan Tarif PBB
c. Prosedur Pembayaran/ Penyetoran
Laporan dan Monitoring

Pengawasan
D.

Unit Analisis
Penelitian ini adalah penelitian untuk melihat Pengelolaan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Untuk itu peneliti mengunakan
unit analisis yaitu pada Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin yang termasuk di dalam area penelitian.

E.

Key Informan
Key informan sebanyak 6 (enam) orang petugas pemungut pajak Daerah
pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin, yaitu:
1. Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin
2. Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB).
3. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan
4. 3 (tiga) orang staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan
5. 3 (tiga) orang petugas KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan
Aset Daerah
82

83

6. Warga masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan Bangunan


F. Data dan Sumber Data
1. Jenis Data
a. Data Kualitatif
Merupakan suatu tata cara penelitian yang bertujuan menggambarkan
mengenai keadaan tertentu, yang digambarkan dengan kata-kata atau
kalimat terpisah-pisah untuk memperoleh kesimpulan.
b. Data Kuantitatif
Suatu tata cara penelitian yang bertujuan menggambarkan mengenai
keadaan tertentu, yang digambarkan dalam bentuk angka atau data
kualitatif yang diangkakan
2. Sumber Data
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan
baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif.
b.

Data sekunder, data yang diperoleh dari sumber lain atau data yang
telah diolah pihak lain, seperti buku, peraturan, dokumen, jurnal, dan
literatur lainnya yang dinggap relevan dengan penelitian ini.

G.

Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data dari suatu penelitian sangat diperlukan beberapa
teknik pengumpulan data. Dalam memilih teknik tersebut maka perlu diperhatikan

83

84

tingkat kesesuaiannya dengan realita sosial dari objek yang akan diteliti baik yang
bersifat primer maupun sekunder. Adapun tekniknya sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu pengamatan langsung di lapangan dan mencatat mengenai
masalah-masalah penting yang ada hubungannya dengan penelitian ini, yaitu
berkaitan erat dengan observasi tentang hambatan/ kelemahan, tantangan,
ancaman, dan peluang dalam menerapkan realisasi Penerimaan Pajak Bumi
Dan Bangunan baik dari segi target atau realisasi. Observasi diarahkan untuk
memperoleh gambaran empirik secara nyata berupa data yang relevan sesuai
dengan kondisi dan situasi lapangan. Data yang diperoleh nantinya berupa hasil
pengamatan penulis terhadap situasi dilapangan.
b. Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan tanya
jawab langsung dengan responden untuk mendapatkan informasi yang akurat,
dalam penelitian ini respondenya adalah wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang
ada diwilayah Kabupaten Banyuasin dan petugas pajak pada Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin. Data yang
diperoleh nantinya yaitu berupa hasil wawancara dengan responden.
c. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data sekunder dengan melalui data yang di
dapat dari dokumentasi sebagai data untuk melengkapi hasil dari wawancara
yang telah dilaksanakan/ hasil wawancara dapat dipenuhi oleh data tersebut.
Data tersebut berkaitan dengan target penerimaan dan target realisasi
penerimaan, kedua data dokumentasi ini akan dibandingkan untuk mencari
peningkatan antara target penerimaan dan target realisasi penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB).

84

85

H.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalan analisis
dengan menggunakan model interaktif yang meliputi tiga komponen analisis,
yaitu reduksi, sajian data, penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 2002: 20).
Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data
Verifikasi/kesimpulan

Sumber: Analisis Model Interaktif (Miles dan Huberman, 2002: 20)


Berdasarkan gambar dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan dan tulisan di lapangan. Jadi, data yang diperoleh dari lapangan akan
dipilah-pilah dengan cara mengambil yang diperlukan dan mengabaikan yang
tidak diperlukan.
2. Penyajian data, dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat
gambaran secara mendalam dan keseluruhan atau bagian-bagian tertentu,
dalam hal ini pengelolaan pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin.
3. Verifikasi, peneliti mencoba mencari makna dari data yang dikumpulkan
dengan melakukan penarikan kesimpulan. Verifikasi dilakukan secara terus
menerus sepanjang proses penelitian berlangsung sejak awal memasuki lokasi

85

86

penelitian selama proses pengumpulan data. Kesimpulan yang akan


dihasilkan akan dapat menjawab pertanyaan bagaimana pengelolaan pajak
bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa data-data
yang diperoleh dari hasil penelitian akan dievaluasi dengan melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Pemilahan, yaitu pemisahan antara data-data yang diperlukan dalam penelitian
denan data-data yang tidak ada hubungannya dengan penelitian.
2. Menganalisis, data yang telah dipilah dianalisis dengan penyajian sedemikian
rupa agar diperoleh gambaran secara mendalam mengenai variabel atau
indikator yang diteliti.
3. Penarikan kesimpulan, yaitu kegiatan mencari makna atau temuan-temuan dari
hasil pengumpulan data selama proses penelitian dan analisis data-data.
I.

Rencana Sistematika Laporan


Penulisan tesis ini terbagi atas enam bab, dengan urutan sebagai berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN, merupakan bagian pendahuluan yang ditujukan


untuk memahami tulisan secara garis besar yang mencakup latar
belakang, perumusan masalah serta tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA, merupakan uraian dari tinjauan pustaka


yang terdiri dari landasan teori/ pengkajian teoretis/ kerangka
konsep/ kerangka pemikiran yang berkaitan dengan yang akan
diteliti

86

87

BAB III

: METODE PENELITIAN, merupakan metode penelitian yang


mencakup perspektif pendekatan penelitian, ruang lingkup/ fokus
penelitian, variabel penelitian yang terdiri dari klasifikasi variabel,
definisi konseptual dan definisi operasional, unit analisis, key
informan, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik
analisis data, dan sistematika laporan

BAB IV

: DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN, merupakan uraian dari


historis Dinas Pendapatan,Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Banyuasin.

BAB V

: HASIL

PENELITIAN

DAN

PEMBAHASAN

HASIL

PENELITIAN, merupakan inti dari penulisan yang berisi tentang


hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian
BAB VI

: KESIMPULAN DAN SARAN, merupakan bagian akhir dari


penulisan yang mengungkapkan tentang kesimpulan dan saran.

BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A.

Sejarah singkat Pembentukan Kabupaten Banyuasin


Kabupaten Banyuasin dibentuk berdasarkan pertimbangan pesatnya
perkembangan dan kemajuan pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan
umumnya dan khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin yang diperkuat oleh

87

88

aspirasi

masyarakat

untuk

meningkatkan

penyelenggaraan

pemrintahan

pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan guna menjamin kesejahteraan


masyarakat.
Status daerah yang semula tergabung dalam Kabupaten Musi Banyuasin
berubah

menjadi

Kabupaten

tersendiri

yang

memerlukan

penyesuaian,

peningkatan maupun pembangunan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk


mendukung terselenggaranya roda pemerintahan.
Selanjutnya, setelah melalui proses pemilihan yang demokratis oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Banyuasin, Ir. H. Amiruddin Inoed
TerpiIih sebagal Bupati definitif Kabupaten Banyuasin Periode 2003 2013.
Hasil pemilihan tersebut, kemudian disahkan oleh Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia melalui penerbitan SK Mendagri Nomor 131.26-442 Tahun
2003.
Bupati dan Wakil Bupati Banyuasin secara resmi dilantik oleh Gubernur
Sumatera Selatan pada tanggal 14 Agustus 2003. Secara yuridis pembentukan
Kabupaten Banyuasin disahkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2002. Berdasarkan UndangUndang tersebut maka Menteri Dalam
Negeri RI dengan Keputusan Nomor 131.26- 255 Tahun 2002 menetapkan Ir. H.
Amiruddin Inoed sebagai Pejabat Bupati Banyuasin.
B.

Keadaan Geografis dan Demografis Kabupaten Banyuasin


Kabupaten Banyuasin dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 6
tahun 2002 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Musi Banyuasin, secara
geografis Kabupaten Banyuasin terletak di antara 1,30o - 4,0o Lintang Selatan

88

89

(LS) dan 104o 00 - 105o 35 Bujur Timur (BT) dengan luas wilayah 11.822,99
Km2. Secara administratif Kabupaten Banyuasin berbatasan dengan :
1. Sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu dan
Selat Bangka.
2. Sebelah barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Musi Banyusin.
3. Sebelah utara berbatasan langsung dengan Propinsi Jambi, Kabupaten Musi
Banyuasin, dan Selat Bangka, dan.
4. Sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Muara Enim,
Kabupaten Ogan Komering Ilir, dan Kabupaten Banyuasin.
Letak Geografis Kabupaten Banyuasin yang demikian yang menempatkan
Kabupaten Banyuasin pada posisi potensial dan strategis dalam hal perdagangan
dan industri, maupun pertumbuhan sektor-sektor pertumbuhan baru. Kondisi ini
dan posisi Kabupaten Banyuasin dengan ibukota Pangkalan Balai yang tenletak di
Jalur Lintas Timur.
Selain itu Kabupaten Banyuasin merupakan daerah penyelenggara
pertumbuhan Kabupaten Banyuasin terutama untuk sektor industri. Disisi lain bila
dikaitkan dengan rencana Kawasan Industri dan pelabuhan Tanjung Api-api
Kabupaten Banyuasin sangat besar peranannya bagi kabupaten di sekitarnya
sebagai pusat industri hilir, jasa distribusi produk sumber daya alam baik
pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, dan pertambangan sehingga akan
melahirkan kembali kemasyuran Bandar Sriwijaya milik Kabupaten Banyuasin.

89

90

C.

Kecamatan di Kabupaten Banyuasin


Wilayah Kabupaten Banyuasin terbagi atas 19 Kecamatan, yaitu: (1) Air
Salek, (2) Banyuasin I, (3) Banyuasin II, (4) Banyuasin III, (5) Betung, (6)Makarti
Jaya, (7) Muara Padang, (8) Muara Sugihan, (9) Muara Telang, (10) Pulau
Rimau,, (11) Rambutan, (12) Rantau Bayur, (13) Sembawa, (14) Suak Tapeh, (15)
Talang Kelapa, (16) Tanjung Lago, (17) Tungkal Ilir, (18) Kumbang Padang dan
(19) Marga Telang.

D.

Peta Kabupaten Banyuasin

E.

Komoditi Unggulan Kabupaten Banyuasin


Komoditi unggulan Kabupaten Banyuasin, yaitu: sektor perkebunan dan
jasa, sektor pertanian komoditi unggulannya adalah jagung, tembakau dan ubi
kayu, sub sektor perkebunan komoditi yang diunggulkan berupa kopi, kakao,
kelapa sawit, kelapa dan karet, dan pariwisatanya, yaitu: wisata alam, wisata adat
dan budaya.

F.

Visi dan Misi Kabupaten Banyuasin

90

91

Adapun visi daripada Kabupaten Banyuasin, yaitu: menjadikan Banyuasin


sebagai Kawasan Strategis Terpadu yang berdaya saing Global, Mandiri, dan
Berkelanjuatan. Sedangkan misi daripada Kabupaten Banyuasin, yaitu:
a.

Mewujudkan masyarakat Kabupaten Banyuasin yang sejahtera, berdaya


saing dan mandiri.

b.

Mendorong pembangunan berwawasan lingkungan untuk menjamin


keberlanjutan.

c.

Menciptakan pemerintahan dengan tata kelola yang profesional, transparan


dan akuntabel.

d.

Meningkatkan peran Kabupaten Banyuasin dalam pembangunan regional,


nasional dan internasional.

e.

Memperkuat kerjasama yang sinergis dan saling menguntungkan untuk


menciptakan masyarakat Kabupaten Banyuasin yang sejahtera.

G.

Susunan Organisasi
Dinas Pendapatan,
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin

Pengelolaan

Susunan Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset


Daerah terdiri dari :
a.

Kepala Dinas ;

91

92

b.

Sekretaris :
1.

Sub Bagian Perlengkapan dan Perencanaan;

2.

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;

3.

Sub Bagian Keuangan.

c.

Bidang Pendapatan :
1.

Seksi Pendaftaran, Pendataan dan penetapan;

2.

Seksi Dana perimbangan dan pendapatan lainnya

3.

Seksi Penagihan.

d.

Bidang PBB dan BPHTB:


1.
2.
3.

e.

Seksi pendaftaran dan pendataan


Seksi pengolahan data dan penetapan
Seksi ekstensifikasi dan bpengawasan
Bidang Aset Daerah:

1.
2.
3.
f.

Seksi analisa kebutuhan dan pengaduan


Seksi kekayaan dan aset daerah
Seksi penghapusan
Bidang Anggaran :

1.

Seksi pendapatan dan pembiayaan

2.

Seksi belanja tidak langsung

3.

Seksi belanja langsung

g.

Bidang Perbendaharaan ;
1.

Seksi verifikasi

2.

Seksi Perbendaharaan

3.

Seksi Kas Daerah;

h.

Bidang Pembukuan dan pelaporan:

92

93

1.

Seksi monitoring dan evaluasi

2.

Seksi pembukuan

3.

Seksi pelaporan

i.

Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) terdiri dari: sub bagian tata usaha

j.

Kelompok jabatan fungsional


Struktur Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin dapat dilihat pada gambar 2 sebagai berikut:

Kepala Dinas

Kelompok Jabatan
Fungsional

Sekretariat

Subbag
perlengkapan dan
perencanaan

k.
l.
Bidang
m.

pendapatan

93

Sub Bagian
umum dan
kepegawaian

Sub Bagian
Keuangan

Sub Bagian Umum


Bidang
PBB dan
BPHTB

Bidang
Aset daerah

Bidang
Anggaran

Bidang
Perbendaharaan

Bidang
Bidang
evaluasi &
Pembukuan umum
dan
pengendalian
pelaporan

94

n.

Seksio.
Pendaftaran,
p.
pendataan &
penetapan

Seksi
pendaftaran
&
pendataan

Seksi
Analisa
kebutuhan &
pengaduan

Seksi
Pendapatan
&
pembiayaan

Seksi
verifikasi

Seksiq.
r.
penagihan

Seksi
Pengolahan
data &
penetapan

Seksi
Kekayaan &
aset daerah

Seksi
Belanja
tidak
langsung

Seksi
perbendah
araan

s.

t.
u.
Seksi
v.
Dana

Sub

Pengandalian

Bidang

Sub

Seksi

Seksi

penghapusan

Ekstensifikasi

&

Seksi
Belanja
langsung

Seksi
Kas
daerah

Pembukuan

bid

Evaluasi

pengawasan

Gambar 2: Struktur Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan


Aset Daerah Kabupaten Banyuasin

Tata Kerja
1. Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah,
Mempunyai Tugas: memimpin dan melaksanakan segala usaha dan kegiatan di
bidang pendapatan daerah, pengelolaan keuangan dan aset daerah. Untuk
menyelenggarakan tugas tersebug, kepala dinas mempunyai fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan program kerja di bidang pendapatan
daerah, pengelolaan keuangan dan aset daerah
b. Penyusunan program, perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah serta pengelolaan Administrasi Keuangan dan aset
daerah;
c. Pelaksanaan pemungutan pajak daerah

Bidang

Penyajian
Pelaporan

UPTD

94

bid

Program
Pemb.
Sub bid Pelaporan
&

perimbangan
& pendapatan
lainnya

H.

Bidang
Monitoring &
evaluasi

95

d. Melaksanakan

penempatan

keuangan

daerah

dan

mengelola/menatausahakan investasi;
e. Penyimpanan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama
pemerintah daerah;
f. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
g. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
h. Menyajikan informasi keuangan daerah;
i. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya
2. Sekretariat, Mempunyai Tugas : melaksanakan urusan umum, penyusunan
program kerja, perlengkapan, organisasi dan tata laksana, hubungan
masyarakat, kepegawaian, keuangan, pendidikan dan pelatihan. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, sekretariat mempunyai fungsi:
a.

Menyelenggarakan kegiatan adminitrasi umum di lingkungan dinas

b.

Melakukan urusan tata usaha, umum, perlengkapan kepegawaian,


keuangan, rumah tangga, hubungan masyarakat dan ptotokol

c.

Mengumpulkan data untuk bahan informasi dibidang tugasnya serta


mengajukan pemeahan masalah dan pertimbangan kepada kepala dinas

d.

Memberikan masukan, saran dan informasi kepada kepala dinas mengenai


langkah-langkah yang perlu diambil dibidang tugasnya

2.1. Sub Bagian Perlengkapan dan Perencanaan, mempunyai tugas :


a. Merencanakan kebutuhan pengadaan sarana dan prasarana

95

96

b. Melaksanakan pengelolaan inventaris kantor


c. Melakukan perawatan dan perbaikan peralatan kantor
d. Menyusun rencana anggaran belanja dinas
2.2. Sub Bagian umum dan Kepegawaian, mempunyai tugas :
a. Melaksanakan, pengelolaan/ urusan surat menyurat perjalanan dinas
kearsipan protokol dan anggaran rumah tangga
b. Melaksanakan urusan rumah tangga dinas, keamanan, kebersihan dan
penyelenggaraan rapat dinas
c. Melaksanakan pengelolaan/ urusan kepegawaian, pengusulan kenaikan
pangkat, gaji berkala dan cuti
d. Menyusun/ memuat daftar hadir pegawai
2.3. Sub Bagian Keuangan, mempunyai tugas :
a. Menyusun rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan adminitrasi
keuangan dinas
b. Menghimpun dan menyiapkan bahan untuk keperluan anggaran belanja
dinas
c. Melaksanakan dan mengatur penggunaan anggaran
d. Mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas bendaharawan
3.

Bidang Pendapatan, Mempunyai Tugas : melaksanakan tugas di bidang


pendapatan daerah. Untuk menyelenggarakan tugas, bidang pendapatan
mempunyai fungsi :

96

97

a. Penyusunan

kebijakan

pengelolaan

pendapatan

daerah

serta

mengkoordinasikan dengan dinas/ isntansi terkait


b. Membuat rencana target dan realisasi pendapatan daerah
c. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pelaksanaan
pendataan, pendaftaran subjek pajak, wajib pajak dan objek pajak.
d. Menerbitkan surat peringatan, teguran dan surat paksa kepada wajib pajak
sesuai ketentuan yang berlaku
3.1. Seksi Pendaftaran, Pendataan dan penetapan, mempunyai tugas :
a. Menyusun rencana kegiatan teknis pendaftaran, pendataan subjek
pajak, wajib pajak, objek pajak
b. Menerbitkan SKPD, meneliti SSPD dan SPTPD
c. Memberikan nomor pokok wajib pajak daerah
d. Melaksanakan porsen/ porforrasi/ berita acara karcis retribusi
3.2. Seksi Penagihan, mempunyai tugas :
a. Melaksanakan kegiatan penagihan pajak daerah dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah
b. Menyiapkan adminitrasi penagihan, STPD, SKPDKB, SKPDKBR
pajak daerah
c. Menerbitkan surat teguran, surat paksa sesuai prosedur yang berlaku
d. Melaksanakan pembuatan usul penghapusan piutang pajak daerah
3.3. Seksi dana perimbangan dan pendapatan lainnya, mempunyai tugas :
a. Membina adminitrasi atas penerimaan lain-lain yang sah

97

98

b. Melaksanakan penatausahaan atas penerimaan lain-lain yang sah


c. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
d. Melaksanakan pembuatan usul penghapusan piutang pajak
4. Bidang PBB dan BPHTB mempunyai tugas melaksanakan tugas di bidang
PBB pedesaan dan perkotaan dan BPHTB serta dana perimbangan. Untuk
menyelenggarakan tugas, bidang PBB dan BPHTB mempunyai fungsi :
a. Penyusunan kebijakan teknis pemungutan BPHTB dan PBB pedesaan dan
perkotaan
b. Pendaftaran, pendataan, penilaian dan penetapan PBB pedesaan dan
perkotaan
c. Pelayanan BPHTB dan PBB pedesaan dan perkotaan
d. Pengawasan dan penyelesaian sengketa pemungutan BPHTB dan PBB
perkotaan pedesaan
4. 1 Seksi Pendaftaran dan pendataan, mempunyai tugas:
a.
Menyusun rencana target pendapatan daerah yang ebrsumber dari PBB
b.
c.
d.

PBB pedesaan dan perkotaan dan BPHTB


Melaksanakan pengumpulan data dan potensi PBB dan BPHTB
Memberikan NPWPD
Melaksanakan penatausahaan data base dan berkas perpajakan

4.2 Seksi pengolahan data dan penetapan, mempunyai tugas:


a.
Melaksanakan perekaman data, penilaian objek pajak PBB pedesaan
b.
c.

dan perkotaan
Melaksanakan penetapan PBB pedesaan dan perkotaan dan PBHTB
Pengolahan data base, analisis data dan penyajian informasi PBB

d.

pedesaan dan perkotaan serta BPHTB


Melaskanakan pencetakan SPPT PBB dan menyampaikan kepada wajib
pajak PBB

4.3 Seksi ekstensifikasi dan Pengawasan memounyai tugas:

98

99

a.

Melaksanakan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi PBB pedesaan

b.

dan perkotaan dan BPHTB


Pengendalian dan pemantauan atas pungutuan PBB pedesaan dan

c.
d.

perkotaan dan BPHTB dan dana perimbangan


Melaksanakan penagihan PBB pedesaan dan perkotaan dan BPHTB
Melaksanakan penyuluhan, sosialisasi dab bintek pemungutan PBB
Pedesaan dan perkotaan dan BPHTB

5. Bidang aset daerah, mempunyai tugas melaskanakan urusan di bidang


penyusunan rencana kebutuhan barang daerah, pengelolaan, pemeliharaan dan
pembinaan adminitrasi kekayaan/ aset serta penghapusam barang/ aset daerah.
Untuk menyelenggarakan tugas, bidang aset daerah mempunyai fungsi :
a.
Penginventarisiran dan penilaian barang/ aset daerah
b.
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
c.
Pelaksanaan monitoring, evaluasi, pengendalian serta pembinaan terhadap
d.

pemanfaatan barang/ aset daerah


Penyiapan bahan pengkoordinasian perumusan kebijakan perangkat daerah
dibidang

penyusunan

program

kebutuhan

perbekalan,

pengelolaan,

perawatan serta bahan pembinaan administrasi perlengkapan


5.1 Seksi analisa kebutuhan dan pengadaan, mempunyai tugas:
a.
b.
c.
d.

Mengelolan dan memelihara semua kekayaan dan aset daerah


Melakukan pembinaan adminitrasi perlengkapan daerah
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
Mengupulkan bahan penyusunan rencana, kebutuhan perlengkapan dan
perbekalan pemerintah daerah kabupaten

5.2 Seksi kekayaan dan aset daerah, mempunyai tugas:


a.
Mengumpulkan bahan informasi serta menilai mutu perbekalan
b.
Menghimpun dan mengumpulkan aset daerah baik yang berupa barang
c.

99

inventaris/ aset daerah


Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi

100

d.

Melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap


pengelolaan barang inventarisasi/ aset daerah

5.3 Seksi penghapusan mempunyai tugas:


a. mengkoordinir pelaksanaan penghapusan barang milik daerah
b. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai
dengan bidang tugasnya
d. Melaskanakan perubahan status hukum barang inventaris/ aset daerah
melalui penjualan. Hibah, pelelangan umum/ terbatas
6. Bidang Anggaran, Mempunyai Tugas : melaksanakan urusan rancangan dan
pengendalian APBD dan perubahan APBD Kabupaten Banyuasin. Untuk
Menyelenggarakan Tugas Bidang Anggaran Mempunyai Fungsi :
a. Merumuskan kebijakan teknis dalam penyusunan dan pengendalian
APBD
b. Penyiapan konsep standar biaya, analisis standar biaya, pedoman
penyusunan RKA/ RKAP
c. Melakukan verifikasi rancangan DPA/ DPPA-SKPD/ PPKD
d. Penerimaan dan pengelolaan dara rencana anggaran dari SKPD yang
disusun dalam rencana kerja anggarab SKPD (RKA- SKPD)
6.1. Seksi pendapatan dan pembiayaan, mempunyai tugas :
a. Menyusun Rancangan APBD dam Rancangan Perubahan APBD
b. Evaluasi dan verifikasi RKA/ RKAP lingkup pendapatan dan
pembiayaan
c. Menyusun rancangan APBD/ APBD-P lingkup pendapatan dan
pembiayaan

100

101

d. Penyiapan bahan perencanaan keuangan SKPD sebagai pengantar


RAPBD yang akan disampaikan kepada DPRD
e. Koordinasi dan konsultasi evaluasi rancangan perda APBD/ APBD-P
oleh provinsi lingkup pendapatan dan pembiayaan
6.2. Seksi belanja tidak langsung, mempunyai tugas :
a. Evaluasi dan verifikasi RKA/ RKAP lingkup belanja tidak langsung
b. Menyusun rancangan APBD/ APBD-P lingkup belanja tidak langsung
c. Penyiapan konsep nota keuangan perubahan APBD
d. Mengumpulkan bahan guna penyusunan RKA belanja tidak langsung
e. Koordinasi dan konsultasi evaluasi rancangan perda APBD/ APBD-P
oleh provinsi lingkup belanja tidak langsung
6.3. Seksi belanja langsung, mempunyai tugas :
a. Evaluasi dan verifikasi RKA/ RKAP lingkup belanja langsung
b. Menyusun rancangan APBD/ APBD-P lingkup belanja langsung
c. Penyiapan konsep nota keuangan perubahan APBD/ APBD-P
d. Mengumpulkan bahan guna penyusunan RKA belanja langsung
e. Koordinasi dan konsultasi evaluasi rancangan perda APBD/ APBD-P
oleh provinsi lingkup belanja langsung
7. Bidang Perbendaharaan, Mempunyai Tugas : perumusan kebijakan teknis
dalam penyusunan dan pengendalian kegiatan di bidang perbendaharaan.
Untuk menyelenggarakan tugas, Bidang Perbendaharaan mempunyai fungsi :

101

102

a.

Mengusahakan

dan

mengatur

dana

yang

diperlukan

dalam

pelaskanaan APBD
b.

Menyimpan uang daerah

c.

Melaksanakan

penempatan

uang

daerah

dan

mengelola/

menatausahakan investasi daerah.


d.

Melakukan pembayarab berdasarkan permintaan pejabat pengguna


anggaran atas beban rekening kas umum daerah

e.

Melakukan penagihan piutang daerah

7.1. Seksi verifikasi , mempunyai tugas :


a. Melakukan pencatatan seara sistematis dan kronologis
b. Pembinaan ketatausahaan keuangan
c. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
d. Menyusun konsep kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD
e. Melakanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai
dengan hidang tugasnya
7.2. Seksi Pebendaharaan, mempunyai tugas :
a.
b.
c.
d.

e.

Menguji kebenaran kelengkapan penagihan dan menerbitkan SPM


Membina perbendaharaan dan adminitrasi keuangan perangkat daerah
Menyelesaikan masalah perbendaharaan dan ganti rugi
Menerbitkan surat perintah pencairan dana
Melakanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai
dengan hidang tugasnya

7.3. Seksi kas daerah, mempunyai tugas :


a. Melakukan penagihan piutang daerah

102

103

b. Menyusun manajemen kas


c. Menangani tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi
d. Memberikan petunjuk teknis pelaskanaan sistem penerimaaan dan
pengeluaran kas daerah
e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai
dengan hidang tugasnya
8. Bidang pembukuan dan pelaporan, Mempunyai Tugas : melaksanakan sebagian
tugas dinas untuk menghimpun, memonitor, mengevaluasi dan melaporkan
data keuangan daerah baik dari penerimanaan maupun pengeluaran. Untuk
menyelenggarakan tugas Bidang pembukuan dan pelaporan mempunyai fungsi:
a. Melaksanakan pembukuan realisasi penerimaan PAD, dana permbangan
dan lain-lain pendapatan daerah yang sah
b. Melaksanakan pelaporan realisasi penerimaan PAD, dana permbangan dan
lain-lain pendapatan daerah yang sah
c. Melaksanakan pengawasan terhadap penerimaan PAD, dana permbangan
dan lain-lain pendapatan daerah
d. Mengkoordinir penytusunan laporan bulanan/ tahunan seluruh pendapatan
daerah
8.1. Seksi Pembukuan mempunyai tugas:
a.

Melaksanakan pembukuan dan menyiapkan data realisasi penerimaan


PAD, dana permbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah

103

104

b.

Membukukan

dan

mengadakan

penelitian

ikhtisar

bulanan

pendapatan PAD, dana permbangan dan lain-lain pendapatan daerah


yang sah
c.

Melaksanakan sistem dan prosedur akuntansi yang berkenaan dengan


penerimaan dan pengeluaran kas daerah

d.

Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi

e.

Melakanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai


dengan hidang tugasnya

8.2. Seksi Pelaporan, mempunyai tugas :


a. Menyiapkan

laporan

realisasi

penerimaan

dari

sumber-sumber

penerimaan lainnya diluar pajak dan retribusi daerah


b. Melaksanakan

pengumpulan

data,

menganalisis

dan

menyusun

kllaporan akhir tahun anggaran yang berkenaan


c. Melaksanakan penyusunan laporan secara periodik penerimaan dan
pengeluaran kas daerah
d. Menyiapkan bahan laporan secara periodik mengenai realisasi
penerimaan/ tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan PBB
e. Melakanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai
dengan hidang tugasnya
8.3. Seksi monitoring dan evaluasi, mempunyai tugas :
a. Melaksanakan koordinasi realisasi pendapatan dan belanja daerah
dengan isntansi terkait

104

105

b. Pelaskanaan kegiatan teknis monitoring dan evaluasi baik internal


maupun eksternal
c. Memonitor dab mengevauasi pelaskanaan pembukuan dan pelaporan
SKPD
d. Melaksanakan koordinasi pembinaan, pengendalian dan evaluasi
pelaskanaan unit akuntansi pengguna anggaran/ kuasa pengguna
anggaran.
e. Melakanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai
dengan hidang tugasnya
9. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) mempunyai tugas melaksanakan teknis
operasional Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Banyuasin yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada di
bawah dan bertangungjawab kepada kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah .
10. Kelompok jabatan fungsional Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Banyuasin mempunyai tugas sebagian fungsi Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
dalam kegiatan teknis di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin seara profesional sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan bidang keahlian masing-masing.

105

106

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A.

Hasil Penelitian
Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 pasal I ayat 10 menyatakan

bahwa pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasar Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan

106

107

digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


Pada tahun 2013 ini 10 (sepuluh) jenis obyek pajak daerah sudah diberlakukan di
Kabupaten Banyuasin ada macam pajak dan dilaksanakan pemungutannya
berdasarkan Peraturan Daerah yang berlaku.
Bab ini menyajikan analisis penerimaan daerah di Kabupaten Banyuasin
tepatnya pada Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Banyuasin dengan melihat pengelolaan Pajak bumi dan bangunan.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
pengelolaan pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin .
Pelaksanaan pengambilan data dilakukan selama 4 (lima) hari yang
dimulai dari tanggal 4 Agusuts 2014 sampai dengan 7 Agustus 2014. Data yang
diambil dari subjek penelitian berhubungan dengan pengelolaan pajak bumi dan
bangunan di Kabupaten Banyuasin. Data tersebut dikumpulkan melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi.
Isi pembahasan dalam bab ini merupakan data primer dari hasil
wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin, Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kepala Seksi
Pengolahan Data dan Penetapan, 3 (tiga) orang staf Seksi Pengolahan Data Dan
Penetapan, 3 (tiga) orang petugas KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan
dan Aset Daerah serta Warga masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan
Bangunan. Selain itu data primer yang diperoleh juga didasarkan pada hasil

107

108

pengamatan melalui kegiatan observasi pada Kantor Dinas Pendapatan,


Pengeloalaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin.
Adapun indikator penelitian ini yang menyangkut dengan pengelolaan
pajak bumi dan bangunan adalah sebagai berikut:
Variabel
Analisis
Pengelolaa
n Pajak
Bumi dan
Bangunan

Dimensi
Perencanaan

Indikator
a. Sumber daya manusia
b. Anggaran/Dana pengelolaam PBB
c. Sarana dan Prasarana

Pengorganisasian a. Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi


b. Koordinasi antar instansi terkait
Pelaksanaan

Pengawasan

a. Pendaftaran Dan Penetapan Wajib pajak


b. Penentuan Tarif PBB
c. Prosedur Pembayaran/ Penyetoran
Laporan i dan monitoring

1. Analisis Perencanaan dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan


(PBB) di Kabupaten Banyuasin
Analisis ini bertujuan untuk melihat perencanaan dalam pengelolaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Pada analisis ini akan
diuraikan, dianalisis serta dibahas hasil penelitian dari lapangan baik berupa hasil
wawancara maupun melalui sumber data lainnya. Berikut uraian beberapa fungsi
perencanaan tersebut :
a.

Sumber Daya Manusia (petugas pengelola Pajak Bumi


dan Bangunan)
Analisis ini untuk melihat faktor sumber daya manusia merupakan salah

satu faktor dalam pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
Kabupaten Banyuasin. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas

108

109

Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin,


Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan, 3
(tiga) orang staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan, 2 (dua) orang petugas
KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah serta Warga
masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan Bangunan. Data lainnya juga diperoleh
dari dokumen yang berasal dari Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin. Berikut uraian analisis hasil penelitiannya :
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam penggerakan organisasi seperti
sumber daya manusia yang bertugas dalam pengelolaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) sangatlah penting keberadaannya guna kelancaran jalannya
proses kegiatan yang akan berlangsung yaitu pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk
Kabupaten Banyuasin ini ditempatkan di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan
Daerah yang ada di Kabupaten Banyuaasin dan untuk petugas pemungutannya
berkoordinasi dengan pihak Kelurahan dan Desa se Kecamatan Talang Kelapa.
Tingkat pendidikan serta pembinaan terhadap para petugas pengelola
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan hal-hal yang berpengaruh terhadap
jalannya proses pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini seperti
yang dikemukakan oleh Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin dalam wawancara yang dilaksanakan pada hari
Senin, 4 Agustus 2014:
Tentu untuk petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) harus
tetap dibekali dengan tingkat pendidikan yang memadai, hal ini

109

110

dikarenakan tugas mereka yang bersentuhan langsung dengan masyarakat


selaku Wajib Pajak yang berasal dari berbagai latar belakang sosial.
Pendidikan akan membantu mereka dengan mudah untuk berinteraksi
langsung dengan masyarakat.. .
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Kepala Bidang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
dalam wawancara yang dilakukan pada hari Senin, 4 Agustus 2014:
Bagi setiap aparatur pemerintahan, pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat penting mengingat tugas mereka secara umum adalah
melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan publik. Hal ini tidak
terkecuali terhadap petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang bertugas untuk mendata, memungut dan kegiatan lainnya dalam
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan ...
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat diketahui informasi bahwa
pendidikan memang merupakan suatu hal yang penting sebagai bekal bagi petugas
pengelola dalam menjalankan tugasnya. Berikut tabel yang menunjukkan
gambaran tingkat pendidikan petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
di Kabupaten Banyuasin.

Tabel 3
Tingkat Pendidikan Petugas Pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
di Kabupaten Banyuasin
Tingkat Pendidikan
Status Pegawai
SMA
S1
1
Pegawai Negeri Sipil
2
3
2
Tenaga Honorer
6
10
Jumlah
8
13
Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin
No

110

111

Tabel 3 tersebut menunjukkan tingkat pendidikan petugas pengelola


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Banyuasin. Petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) berstatus Pegawai Negeri Sipil terdiri dari 2 orang yang berpendidikan
terakhir SMA dan 3 orang dengan pendidikan terakhir S1 serta tenaga honorer
yang diperbantukan di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah yang ada
di Kecamatan Kabupaten Banyuasin tersebut terdiri dari 6 orang dengan tingkat
pendidikan terakhir yaitu SMA dan 10 orang berpendidikan S1.
Melihat data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terbilang cukup memadai. Hal ini
terlihat dari pendidikan petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
lebih didominasi berpendidikan terakhir Sarjana. Tingkat pendidikan yang tinggi
akan sangat mempengaruhi pola fikir, pengetahuan, keahlian serta keterampilan
petugas ini ketika bekerja, maupun teknik berinteraksi/bersosialisasi dengan
masyarakat selaku Wajib Pajak.
Hal tersebut, sejalan dengan yang diungkapkan Kepala Seksi Pengolahan
Data dan Penetapan dalam wawancara yang dilaksanakan pada hari Senin, 4
Agustus 2014 :
... Kemampuan petugas yang memiliki pendidikan yang tinggi akan
membantu petugas dalam mencegah serta menyelesaikan kendalakendala dalam pengelolaan, seperti halnya petugas di lapangan yang
harus pintar melihat situasi dan kondisi masyarakat sebagai Wajib Pajak,
karena tidak semuanya patuh dan taat dalam membayar Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Dengan pembekalan pengetahuan yang lebih tentunya
akan sangat mendukung pencapaian target penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ini .

111

112

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa dengan tingkat


pendidikan yang memadai seperti halnya petugas pengelola Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin ini maka memungkinkan mereka
dengan mudah mengatasi dan menyelesaikan berbagai kendala yang dihadapi
sehubungan dengan Wajib Pajak yang memiliki latar kehidupan sosial yang
berbeda-beda. Melalui pengetahuan yang mereka miliki dari bangku pendidikan
maka pada akhirnya akan membantu pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) tersebut.
Pembinaan adalah hal lain yang juga dibutuhkan sebagai bekal bagi
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selain adanya pendidikan.
Pembinaan sebagai proses pembelajaran diberikan dalam bentuk yang berbeda
dengan pendidikan yang pernah diperoleh oleh petugas pengelola di bangku
pendidikan. Pembinaan ini merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam
rangka peningkatan kualitas dalam kapasitas seorang aparatur tidak terkecuali
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Banyuasin.
Pembinaan juga dapat diartikan sebagai usaha-usaha yang dilakukan baik oleh
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
maupun Unit Pelaksana Teknis Dinas di Kabupaten Banyuasin guna
meningkatkan kemampuan petugas.
Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh staf
Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan dalam wawancara yang dilaksanakan pada
hari Senin, 4 Agustus 2014 : Iya, mereka diberikan pembinaan ...
Lebih lanjut beliau mengungkapkan :

112

113

... Bentuk pembinaan yang diberikan seperti penyuluhan Pajak Bumi


dan Bangunan (PBB). Jadi diberikan pembinaan lebih lanjut kepada
petugas pengelola mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), baik
mengenai prosedur pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
ada dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hal tersebut .
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh petugas KUPT Dinas
Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah dalam wawancara yang
dilakukan pada hari Senin, 4 Agustus 2014:
... Telah diberikan pembinaan secara terus menerus dalam pengelolaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), baik itu dalam hal penetapan,
pelaporan dan penagihan. Hal ini diperlukan guna pengoptimalan dan
pengembangan kerja bagi para petugas pengelolaan .
Masih dalam wawancara yang sama diuraikan mengenai bentuk
pembinaan kepada petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) :
Pembinaan ini diberikan dalam bentuk penyuluhan serta kursus
mekanisme cara penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pembinaan
ini lebih ditujukan kepada tugas operasional yaitu di lapangan, seperti
cara penagihan tadi, karena tugas ini terbilang tidaklah ringan. Seperti
yang tadi saya katakan, bahwa mereka (petugas pengelola Pajak Bumi
dan Bangunan) ini secara langsung akan berhubungan dengan Wajib
Pajak yang tentunya berasal dari latar kehidupan yang berbeda, tingkat
pendidikan, pekerjaan dan hal lainnya yang berbeda-beda ...
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui informasi bahwa
pembinaan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan lebih dalam rangka
pengoptimalan kerja para petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini
terkhusus ketika bekerja di lapangan. Hal ini dikarenakan ketika di lapangan para
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) haruslah bersentuhan
langsung dengan masyarakat selaku Wajib Pajak yang berasal dari berbagai latar
belakang kehidupan dan tentunya membutuhkan pengetahuan mengenai cara
berinteraksi dengan masyarakat tersebut.

113

114

Mengenai pembinaan ini juga dilakukan wawancara dengan petugas


pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Banyuasin III pada
hari Senin, 4 Agustus 2014 : Iya, kami diberikan pembinaan dalam hal Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) ini, biasanya dalam bentuk pembelajaran mengenai
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ...
Jawaban tersebut serupa dengan hasil wawancara dengan petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) DI Kecamatan Talng Kelapa pada
hari Senin, 4 Agustus 2014 :
Kami pernah diberikan pembinaan mengenai masalah Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ini. Pembinaan ini diberikan dalam bentuk
pembelajaran seperti mengenai cara penentuan ketetapan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) bagi Wajib Pajak yang telah terdata dan lain-lain.
Merujuk kepada kedua hasil wawancara tersebut diperoleh informasi
bahwa telah dilakukan pembinaan kepada petugas pengelola Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Pembinaan ini dilakukan dalam bentuk pembelajaran mengenai
yang berkaitan dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut.
Namun dalam wawancara yang dilakukan dengan Bapak Herlambang
selaku petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan
Banyuasin II pada hari senin 4 Agustus 2014 mengatakan bahwa: Belum pernah
diadakan pembinaan dalam bentuk apapun kepada kami petugas di kelurahan ini.
Hal serupa juga terurai dalam wawancara dengan selaku petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Banyuasin I pada hari
Senin, 4 Agustus 2014 : Kami tidak pernah diberikan pembinaan mengenai
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), baik itu dalam bentuk pelatihan maupun hal
lainnya

114

115

Lebih lanjut beliau menguraikan :


Karena kami bekerja ini kan ditunjuk oleh pihak di Kantor Lurah, saya
sendiri sebagai Ketua RT hanya diberikan kewenangan untuk
membagikan surat penetapan pajak kepada masyarakat yang telah didata
sebelumnya, lalu masyarakat tersebut bisa membayar Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) melalui saya atau bisa langsung ke bank.
Berdasarkan hasil wawancara kepada petugas pengelola Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) baik yang berada di Unit Pelaksana Teknis Dinas maupun yang
tersebar di kecamatan tersebut didapat informasi bahwa tidak semua petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diberikan pembinaan baik itu dalam
bentuk pembelajaran maupun pelatihan mengenai tugas mereka. Hal ini tentunya
akan mempengaruhi kelancaran tugas mereka, dikarenakan pengetahuan mereka
yang terbatas mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Meskipun pada
dasarnya bagi petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berada di
kecamatan yang hanya melaksanakan tugas yang tidak begitu rumit. Namun
pembinaan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), prosedur di dalamnya,
pentingnya pajak ini adalah hal yang tetap penting untuk diberikan kepada semua
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini.
Pembinaan yang dilakukan ini tentunya bertujuan agar petugas pengelola
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memperoleh pengetahuan baik dalam bentuk
teori maupun praktek mengenai pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini
dan manfaat-manfaat lainnya. Berikut hasil wawancara yang dilakukan dengan
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Talang Kelapa
Kabupaten Banyuasin pada hari Senin, 4 Agustus 2014 :
Adanya pembinaan yang dilakukan dapat memberikan pengetahuan
mengenai pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini dalam

115

116

menunjang pembangunan di suatu daerah seperti halnya pembangunan di


Kabupaten Banyuasin ini.
Wawancara dilakukan dengan Bapak M. Yusuf Siregar, SE selaku Kepala
Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Talang Kelapa dalam
wawancara yang dilaksanakan pada hari Senin, 4 Agustus 2014 menguraikan
mengenai manfaat pembinaan yang dilakukan kepada petugas pengelola Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) ini :
Pembinaan yang terhadap petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan pembekalan dan
memperluas wawasan ke depan dalam rangka pelaksanaan pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tujuannya adalah untuk meningkatkan
Pendapatan Daerah khususnya dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) dan akhirnya akan berdampak pada peningkatan realisasi dari
target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah
ditetapkan setiap tahunnya ...
Merujuk dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa pembinaan
terhadap petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini merupakan hal
penting yang harus dilaksanakan mengingat tujuan akhirnya akan berdampak
terhadap pencapaian target penerimaan. Faktor manusia memang tidak bisa
dipisahkan dalam keberlangsungan jalannya suatu organisasi, begitupun halnya
dengan petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini yang tentunya
memiliki fungsi yang cukup strategis karena merekalah yang langsung
berhubungan dengan masyarakat selaku Wajib Pajak. Pembinaan yang dilakukan
hanya kepada petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara tertentu
saja atau tidak keseluruhan ternyata merupakan faktor ketidakberhasilan
pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Dinas Pendapatan,

116

117

Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin selama kurun


beberapa tahun ini.
Pembekalan dalam bentuk pembinaan ini dapat dikatakan sebagai suatu
dasar atau landasan pengetahuan dan keterampilan ketika mereka bertugas. Pada
akhirnya akan memperlancar pelaksanaan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), karena setiap prosedur maupun langkah kebijakan dalam upaya
meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini akan dapat
dilaksanakan dengan baik oleh setiap petugas.
Berdasarkan uraian hasil wawancara, studi dokumentasi pada data
sekunder yang ada serta analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor
sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang terdapat dalam
pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten
Banyuasin. Hal ini dikarenakan pembinaan yang dilakukan secara tidak merata ke
semua petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menyebabkan tidak
tercapainya penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya.
b.

Anggaran/ Dana
Analisis ini untuk melihat faktor dana merupakan salah satu faktor dalam
pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten
Banyuasin. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas
Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin,
Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan, 3
(tiga) orang staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan, 2 (dua) orang petugas

117

118

KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah serta Warga
masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan Bangunan, Data lainnya juga diperoleh
dari observasi yang dilakukan dokumen yang berasal dari Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kabupaten Banyuasin. Berikut uraian analisis hasil penelitiannya :
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan baik secara rutin maupun periodik
di setiap daerah membutuhkan adanya faktor pendukung, salah satunya adalah
masalah pembiayaan yaitu dana. Dana yang dimaksud disini adalah dana yang
dipergunakan untuk membiayai pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang dikenal dengan istilah dana rutin dan dana operasional.
Anggaran rutin ini berasal dari dana Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) sedangkan Dana operasional ini berasal dari dana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang diteruskan kepada Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten lalu diteruskan lagi kepada setiap Unit Pelaksana Teknis Dinas
Pendapatan Daerah di tingkat Kecamatan guna kelancaran jalannya pengelolaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Mengenai anggaran rutin, akan dikemukkan oleh Kepala Dinas
Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin pada
hari Senin, 4 Agustus 2014 :
dana dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini diperoleh
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dana ini digunakan untuk
keperluan Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kota/
Kabupaten. Adapun besarnya dana yang berasal dari APBN yaitu sekitar Rp.
534.000.000,-

118

119

Sedangkan Informasi mengenai dana operasional melalui wawancara


dengan dengan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Banyuasin pada hari Senin, 4 Agustus 2014 :
Ada dana dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini.
Dana ini diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah yang berasal dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banyuasin.
Dana ini digunakan untuk beberapa pos, diantaranya untuk dana pada
saat sosialisasi, pendataan dan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) sampai pada pelaporan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ...
Wawancara juga dilakukan dengan Kepala Bidang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
pada hari Senin, 4 Agustus 2014 mengenai dana operasional ini :
Ada dana yang diperuntukkan untuk biaya operasional. Dana ini berasal
dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Banyuasin yang kemudian diteruskan ke tiap Unit Pelaksana
Teknis Dinas Pendapatan Daerah di tingkat Kecamatan.
Wawancara lain juga dilakukan dengan Kepala Seksi Pengolahan Data
dan Penetapan pada hari Kamis, 31 Januari 2008 : Ada dana operasional untuk
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Untuk lebih jelasnya mengenai dana/ anggaran dalam pengelolaan pajak
bumi dan bangunan, dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4
Dana/ Anggaran Dalam Pengelolaan Pajak Bumi Dan Bangunan Tahun 2014
Jenis Dana
Jumlah
Sumber Dana
Dana Rutin
Rp.534.000.000,APBN
Dan Operasional
Rp. 400.000.000,APBD
Sumber Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin Tahun 2014
Merujuk pada hasil wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa
memang terdapat dana operasional bagi petugas pengelola Pajak Bumi dan
119

120

Bangunan (PBB) yang berasal dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Banyuasin yang kemudian dialokasikan ke tiap Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah di tingkat Kecamatan. Dana
operasional pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini digunakan untuk
membiayai segala kegiatan baik di dalam maupun di luar lingkungan Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah di tingkat Kecamatan, mulai dari
kegiatan pendataan, penagihan sampai pelaporan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) ini, termasuk juga di dalamnya yaitu adanya dana insentif bagi petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dana insentif yang termasuk dalam
pos dana operasional dan digunakan sebagai upah lelah bagi para petugas dan
diharapkan akan memberikan rangsangan agar kinerja kerja para petugas tersebut
bisa meningkat.
Hal ini terurai dalam hasil wawancara dengan staf Seksi Pengolahan
Data Dan Penetapan pada hari Senin, 4 Agustus 2014 :
Dalam dana operasional ini juga dialokasikan untuk dana insentif bagi
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Diharapkan dengan
adanya insentif ini para petugas akan lebih baik lagi kinerjanya ketika
bertugas.
Namun dalam wawancara yang juga dilakukan kepada petugas KUPT
Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah pada hari Senin, 4
Agustus 2014 mengatakan hal yang berbeda mengenai dana operasional ini
bahwa:
Tidak ada dana dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sepanjang saya sebagai Ketua RT di sini, saya hanya diberikan tugas dari
pihak kelurahan untuk membagikan SPPT dan menghimpun kembali
pembayaran dari Wajib Pajak dan saya setorkan kembali ke kelurahan,

120

121

kecamatan maupun ke Bank yang ditunjuk oleh Dinas Pendapatan,


Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin.
Serupa dengan hasil wawancara tersebut, juga dilakukan wawancara
dengan Warga masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan Bangunan pada hari
Senin, 4 Agustus 2014:
Setahu saya, dana untuk pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
ini diperoleh dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin, namun untuk ke tingkat RT seperti saya
dana tersebut tidak ada.
Berdasarkan kedua hasil wawancara tesrsebut diperoleh informasi bahwa
dana operasional ini memang telah dialokasikan dari Pemerintah Kabupaten
Banyuasin melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang diteruskan kepada
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
yang juga disebar ke tiap Unit Pelaksana Teknis Dinas di tingkat kecamatan
namun tidak tersebar secara merata ke seluruh unit terkecil dalam ruang lingkup
kegiatan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu di tingkat RT. Tidak
meratanya pengalokasian dana operasional pengelolaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ini akan menyebabkan tidak optimalnya kerja petugas pengelola
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Pengalokasian dana operasional ke tiap unit pelaksana pengelola Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) termasuk unit terkecil yaitu di tingkat RT merupakan
hal yang patut dilakukan, mengingat tugas mereka tidaklah mudah. Hal ini
dikarenakan petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di tingkat inilah
yang paling dan harus bersentuhan langsung dengan masyarakat. Tidak meratanya
penyebaran dana operasional ini dimungkinkan disebabkan oleh beberapa alasan.

121

122

Alasan tersebut terurai dalam hasil wawancara dilakukan dengan Kepala


Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Talang Kelapa pada
hari Senin, 4 Agustus 2014 : Dana operasional ini tidaklah terlalu besar dan
belum mencukupi sehingga tidak bisa mendukung sepenuhnya pengoptimalan
kegiatan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diperoleh informasi bahwa dana
operasional yang dialokasikan dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Banyuasin tersebut dianggap belum cukup memadai bila
dibagikan kepada seluruh petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
baik di tingkat Kecamatan, Kelurahan dan Desa apalagi untuk setingkat RT,
sehingga menyebabkan ada Kelurahan dan Desa yang mendapat dana operasional
tersebut tapi ada juga Kelurahan dan Desa yang tidak mendapatkan dana itu.
Tidak meratanya pembagian dana operasional ini akan menyebabkan kinerja kerja
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi tidak optimal. Hal
ini dikarenakan pekerjaan operasional di lapangan akan terhambat karena tidak
adanya dana, petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan sulit untuk
melakukan pendataan apalagi untuk penagihan akibatnya nominal penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan sulit untuk mengejar target yang telah
ditetapkan.
c.

Sarana dan Prasarana


Analisis ini untuk melihat faktor sarana dan prasarana merupakan salah
satu faktor dalam pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
Kabupaten Banyuasin. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas

122

123

Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin,


Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan, 3
(tiga) orang staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan, 2 (dua) orang petugas
KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah serta Warga
masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan Bangunan, Data lainnya juga diperoleh
dari observasi yang dilakukan dokumen yang berasal dari Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kabupaten Banyuasin.
Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) oleh petugas selain
membutuhkan adanya dana juga membutuhkan alat-alat perlengkapan kerja/sarana
prasarana. Alat perlengkapan kerja/sarana dan prasarana yang dimaksud disini
adalah alat atau barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang
digunakan sebagai sarana dalam rangka menunjang pelaksanaan kerja atau
mobilitas petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tidak adanya alatalat perlengkapan kerja ini akan menyebabkan terhambatnya pelaksanaan tugas
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam menyelasaikan
pekerjaannya, baik petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
berada di Unit Pelaksana Teknis Dinas Kecamatan maupun yang bertugas secara
terkoordinir di tiap Kelurahan dan Desa.
Berdasarkan dari hasil observasi dapat diketahui bahwa Dinas
Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin belum
cukup memadai. Sarana dan prasarana yang ada hanya berupa mobil, motor,
komputer, mesin tik, lemari arsip, meja, kursi dan televisi.

123

124

Untuk lebih jelasnya mengenai sarana dan prasarana yang tersedia di


Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin,
dapat dilihat dap tabel 5 berikut.:
Tabel 5
Sarana dan Prasarana Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin
Jenis alat-alat perlengkapan/barang
Barang bergerak
a.
Roda dua (Sepeda Motor)
b.
Mobil Dinas

jumlah

Kondisi

3 unit
2 unit

Baik
Baik

Barang tidak bergerak


a.
Komputer
5 unit
b.
Mesin Tik
1 unit
c.
Lemari Arsip
3 unit
d.
Meja
5 unit
e.
Kursi
3 unit
f.
Televisi
1 unit
Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset
Banyuasin

Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Daerah Kabupaten

Merujuk dari tabel 5 tersebut, dapat diketahui bahwa sarana dan


prasarana berupa barang bergerak berupa mobil sebanyak 3 unit dan motor
sebanyak 2 unit, sedangkan sarana barang tidak bergerak yaitu berupa komputer
sebanyak 5 unit, mesin tik 1 unit, lemari arsip 3 unit, meja 5 unit, kursi 3 unit dan
televisi 1 unit.
Peralatan komputer yang hanya berjumlah 5 unit, tentunya akan sangat
menyulitkan petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk
melakukan input data, pengolahan dan pekerjaan administrasi lainnya. Selain itu
juga tidak tersedianya barang elektronik lain seperti telepon dan mesin fax,
padahal kedua barang tersebut terbilang sangat dibutuhkan sebagai sarana dan
prasarana pendukung kelancaran kerja di kantor.
124

125

Daftar alat-alat perlengkapan kerja ini bila dibandingkan dengan daftar


alat-alat perlengkapan kerja di kantor lainnya terbilang tidak cukup memadai dan
belum mampu mendukung kelancaran para petugas pengelola Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Hal ini terurai dalam hasil wawancara yang dilakukan dengan
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin pada hari Senin, 4 Agustus 2014 :
Di Unit Pelaksana Teknis Dinas Kabupaten Banyuasin alat-alat
perlengkapan kantor yang ada berupa kendaraan dinas hanyalah 3 unit
sepeda motor saja dan mobil 2 unit, petugas lainnya yang harus terjun ke
lapangan ketika bertugas biasanya hanya menggunakan kendaraan umum
saja. Dengan kondisi yang seperti ini tentunya alat-alat perlengkapan
kerja ini dianggap belumlah cukup memadai untuk mendukung tugas
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini yang bukan hanya
dilaksanakan di kantor saja namun juga di lapangan ...
Berdasarkan

hasil

wawancara

tersebut

dapat

diketahui

bahwa

keterbatasan sarana dan prasarana yang harusnya tersedia dalam rangka


mendukung pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini ternyata
menghambat tugas baik di kantor khususnya di lapangan. Tidak tersedianya
kendaraan sebagai fasilitas menyebabkan petugas akan sulit menjangkau wilayah
yang sedemikian luasnya. Petugas di lapangan akan kesulitan dan membutuhkan
waktu yang lama untuk menyebarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT) kepada wajib pajak, akibatnya wajib pajak tidak bisa membayar pajak
tepat pada waktunya.
Hal ini juga terurai dalam wawancara yang dilakukan dengan Kepala
Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) pada hari Senin, 4 Agustus 2014:

125

126

Tidak ada fasilitas penunjang dalam melakukan tugas ini, semua SPPT
yang diberikan oleh pihak Desa kepada saya, saya bagikan ke tiap warga
dalam RT ini, untuk mempercepat pekerjaan itu biasanya saya
menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Bila tidak, Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) itu tidak akan dibagikan
secepatnya
Hal serupa juga terdapat dalam hasil wawancara yang juga dilakukan
dengan Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan pada hari Senin, 4 Agustus
2014:
Selama saya ditugaskan oleh pihak Kelurahan, baik itu ketika
menyebarkan surat ketetapan jumlah pajak maupun pada saat penagihan,
tidak pernah diberikan fasilitas apapun kepada saya. Tentunya ini sedikit
banyak akan berpengaruh terhadap kinerja saya. Bukannya apa-apa,
karena dengan tidak adanya fasilitas misalnya kendaraan maka jangka
waktu untuk menyebarkan surat ketetapan pajak itu menjadi lama dan ini
pastinya akan menghambat...
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di tingkat Kelurahan dan Desa
mengalami kesulitan dalam membagikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT), hal ini dikarenakan tidak tersedianya fasilitas kendaraan dan mereka
hanya mengandalkan kendaraan sendiri bahkan menggunakan kendaraan umum.
Kesulitan lain juga dialami oleh petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang bekerja di kantor.
Hal tersebut terurai dalam wawancara yang dilakukan kepada petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kecamatan Talang Kelapa melalui wawancara yang dilakukan pada hari Senin, 4
Agustus 2014 :
Tidak banyak fasilitas yang ada di kantor. Barang elektronik sebagai
pendukung kerja agar lebih efisien pun sangat terbatas. Keterbatasan
inilah yang kadang membuat kerja menjadi lambat, akibatnya pekerjaan

126

127

yang sebenarnya bisa diselesaikan 2/3 hari akan terselesaikan dalam


waktu hampir 1 minggu, terutama untuk input data dan hal yang
menyangkut administrasi dan lain sebagainya
Merujuk pada hasil wawancara dan observasi yang dilakukan maka
diperoleh informasi bahwa fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang kerja
dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini mulai dari penetapan,
pelaporan sampai dengan kegiatan penagihan akan menjadi terhambat. Efisiensi
dan efektivitas kerja tidak akan tercipta atau terwujud dalam kegiatan ini,
akibatnya pekerjaan diselesaikan dalam waktu yang tidak sebentar karena
keterbatasan sarana dan prasarana yang harusnya dimiliki atau difasilitasi kepada
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) baik kepada petugas yang
berada di kantor maupun yang berada di lapangan. Hal inilah yang akhirnya akan
menghambat pekerjaan sehingga tidak ada efisiensi dan efektivitas kerja akibatnya
pencapaian realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak akan
tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan.
Berdasarkan uraian hasil wawancara, studi dokumentasi pada data
sekunder yang ada, observasi yang dilakukan serta analisis yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa faktor sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang
terdapat dalam pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
Kabupaten Banyuasin. Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin tidak
mencapai target penerimaan yang telah ditetapkan.
Pengorganisasian

127

128

Analisis ini bertujuan untuk melihat pengorganisasian dalam pengelolaan


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Pada analisis ini akan
diuraikan, dianalisis serta dibahas hasil penelitian dari lapangan baik berupa hasil
wawancara maupun melalui sumber data lainnya. Berikut uraian beberapa fungsi
perencanaan tersebut :
a.

Pembagian Kerja Sesuai Dengan Tupoksi


Analisis ini untuk melihatpembagian kerja sesuai dengan tupoksi,
merupakan

salah satu faktor dalam pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Data diperoleh dari hasil wawancara


dengan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Banyuasin, Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kepala Seksi Pengolahan
Data dan Penetapan, 3 (tiga) orang staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan, 2
(dua) orang petugas KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset
Daerah serta Warga masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan Bangunan. Data
lainnya juga diperoleh dari dokumen yang berasal dari Dinas Pendapatan,
Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin. Berikut uraian
analisis hasil penelitiannya :
Pengorganisasian pajak bumi dan bangunan, dapat dilihat dari Penempatan
sumber daya manusia sesuai topoksi perkejaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
kepala bidang pendapatan pada tanggal 5 Agustus2014, yang menyatakan bahwa:
Pengorganisasian pajak bumi dan bangunan, dapat dilihat dari
Penempatan sumber daya manusia sesuai topoksi perkejaan. Tiap-tiap
pegawai mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Dalam hal

128

129

pendataan dan pemungutan pajak bumi dan bangunan, sudah ada bagian
sub bidang pendataan/penagihan.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh kepala Seksi Pendapatan dan
Pendaftaran Pajak pada tanggal 5 Agustus 2014, diperoleh informasi sebagai
berikut: di DPPKAD Banyuasin, penempatan sumber daya manusia sudah seusai
dengan aturan yang berlaku di DPPKAD Banyuasin. Adapun tingkat pendidikan
seluruh pegawai di DPPKAD Banyuasin rata-rata Strata 1 (S-1) dan Strata 2 (S2).
Merujuk dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa
Pengorganisasian pajak bumi dan bangunan, dapat dilihat dari Penempatan
sumber daya manusia sesuai topoksi perkejaan. Tiap-tiap pegawai mempunyai
tugas pokok dan fungsi masing-masing. Adapun tingkat pendidikan seluruh
pegawai di DPPKAD anyuasin rata-rata Strata 1 (S-1) dan Strata 2 (S-2) .
Hasil wawancara dengan petugas KUPT Kabupaten Banyuasin pada
tanggal 5 Agustus 2014, diperoleh informasi sebagai berikut: " sumber daya
manusia yang terlibat dalam penerimaan pajak bumi dan bangunan yaitu didalam
Tupoksi sebenarnya sudah diatur masing-masing petugas dalam perencanaan
penerimaan pajak bumi dan bangunan namun kenyataanya dalam survey
dilapangan (kendala dilapangan) petugas tidak mematuhi aturan dan akhirnya
terjadi tumpang pekerjaan ".
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh masyarakat wajib pajak bumi
dan bangunan pada tanggal

5 Agustus 2014, diperoleh pernyataan sebagai

berikut: " didalam Tupoksi sebenarnya sudah diatur masing-masing tugas pegawai

129

130

yang ada di DPPKAD namun dilapangan (kendala dilapangan) ketaatan dan


kesadaran petugas dalam mendata objek pajak masih rendah. ".
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dikatahui bahwa sumber
daya manusia yang terlibat dalam pengorganisasi penerimaan pajak bumi dan
bangunan yaitu semua petugas terlibat tetapi didalam Tupoksi sebenarnya sudah
diatur masing-masing namun kenyataanya dalam survey dilapangan (kendala
dilapangan) ketaatan dan kesadaran petugas dalam mendata objek pajak masih
rendah sehingga mengakibatkan terjadi tumpang tindih pekerjaan.
b.

Koordinasi Antara Pihak Terkait


Menurut Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin pada tanggal 5 Agustus 2014, Pengorganisasian
penerimaan pajak bumi dan bangunan, diperoleh informasi sebagai berikut:
dalam pengelolaan pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin,
tentunya diperlukan koordinasi antar pihak terkait, karena tanpa adanya
kordinasi, penyelenggaran pajak bumi dan bangunan di Kabupaten
Banyuasin sulit tercapai. Adapun koordinasi terkait yang dilakukan dengan
Pihak DPPKAD, KUPT DPPKAD Kabupaten Banyuasin serta
masyarakat.
Menurut hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa dalam
pengelolaan pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin, tentunya
diperlukan koordinasi antar pihak terkait, karena tanpa adanya kordinasi,
penyelenggaran pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin sulit tercapai.
Adapun koordinasi terkait yang dilakukan dengan Pihak Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin, KUPT Dinas

130

131

Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin serta


masyarakat.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Petugas KUPT pada tanggal 5
Agustus 2014 mengenai koordinasi antar pihak terkait dalam pengelolaan pajak
bumi dan bangunan, diperoleh informasi sebagai berikut:
dalam pengelolaan pajak bumi dan bangunan, koordinasi dilakukan
dengan berbagai pihak diantaranya pihak Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin, KUPT Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten
Banyuasin, masyarakat wajib pajak bumi dan bangunan, pemerintah
daerah, dan kepala daerah
Merujuk dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa
dalampengelolaan pajak bumi dan bangunan, koordinasi dilakukan dengan
berbagai pihak diantaranya:
a. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin,

seperti koordinasi antara kepala bidang PBB dan BPPHTB

dengan kepala seksi pengolahan data dan penetepan dalam mencetak Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang.
b. KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset

Daerah

Kabupaten Banyuasin, seperti melakukan koordinasi dalam melakukan


pendataan wajib pajak
c. Masyarakat wajib pajak bumi dan bangunan, seperti melakukan sosialisasi
pembayaran PBB.
d. Pemerintah daerah, seperti koordinasi dalam menetukan wajib pajak
e. Kepala daerah seperti koordinasi dalam menentukan tarif pajak.
Lebih lanjut mengenai koordinasi antar pihak terkait, pemilihan juga
dikemukakan oleh masyarakat wajib pajak bumi dan bangunanpada tanggal 5
Agustus 2014, dan diperoleh informasi sebagai berikut:

131

132

di Kabupaten Banyuasin dalam pengelolaan pajak bumi dan bangunan,


diperlukan koordinaasi terkait dari berbagai pihak yaitu Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin, KUPT
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin, masyarakat wajib pajak bumi dan bangunan, pemerintah
daerah, dan kepala daerah, serta juga diperlukan koordinasi dengan pihak
kepolisian setempat untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
perpajakan daerah.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa di
Kabupaten Banyuasin dalam pengelolaan pajak bumi dan bangunan, diperlukan
koordinaasi terkait dari berbagai pihak yaitu Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin, KUPT Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin, masyarakat wajib
pajak bumi dan bangunan, pemerintah daerah, dan kepala daerah, serta juga
diperlukan koordinasi dengan pihak kepolisian setempat untuk melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana perpajakan daerah.
3. Analisis Pelaksanaan dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) di Kabupaten Banyuasin
Analisis ini untuk melihat pelaksanaan dalam pengelolaan PBB,
merupakan

salah satu faktor dalam pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Data diperoleh dari hasil wawancara


dengan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Banyuasin, Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kepala Seksi Pengolahan
Data dan Penetapan, 3 (tiga) orang staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan, 2
(dua) orang petugas KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset
Daerah serta Warga masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan Bangunan. Data

132

133

lainnya juga diperoleh dari dokumen yang berasal dari Dinas Pendapatan,
Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin. Berikut uraian
analisis hasil penelitiannya :
c. Pendaftaran dan Penetapan Wajib pajak
Analisis ini bertujuan untuk melihat Melaksanakan pendaftaran dan
penetapan wajib pajak. Data berasal dari analisis dokumen dan hasil wawancara
serta hasil observasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan,
Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin pada tanggal 6
Agustus 2014 mengenai Melaksanakan pendaftaran dan penetapan, diperoleh
informasi sebagai berikut: " pendaftaran dan penetapan dilakukan oleh Kantor
Pajak Pratama Sekayu dengan cara terjun langsung kepada wajib pajak.".
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pendaftaran dan penetapan
dilakukan oleh Kantor Pajak Pratama Sekayu dengan cara terjun langsung kepada
wajib pajak.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh kepala seksi pendataan dan
pendaftaran, pada tanggal 6 Agustus 2014, diperoleh informasi sebagai berikut: "
pendaftaran dan penetapan dilakukan oleh Kantor Pajak Pratama Sekayu dengan
cara terjun langsung kepada wajib pajak, sedangkan untuk perumahan yang belum
akad kredit bisa juga melakukan pendataan ke developer perumahan.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam dalam melakukan
melakukan pendaftaran, pendataan, penggalian penerimaan pajak bumi dan
bangunan, dilakukan oleh Kantor Pajak Pratama Sekayu dengan cara terjun

133

134

langsung kepada wajib pajak, sedangkan untuk perumahan yang belum akad
kredit bisa juga melakukan pendataan ke developer perumahan.
Adapun mengenai pendaftaran dan pendataan objek pajak bumi dan
bangunan, akan dijawab oleh Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB pada tanggal 6
Agustus 2014dan diperoleh infomrasi sebagai berikut:
" pendaftaran objek pajak PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara
mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas dan lengkap serta
ditandatangani dan dikembalikan ke kantor pelayanan PBB atau pelayanan
pajak Pratama yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk untuk
pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiru bukti-bukti
pendukung seperti: sketsa denah objek pajak, fotocopy KTP dan NPWP,
fotocopy sertifikat tanah, fotocopy akta jual beli, dan bukti pendukung
lainnya. Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor
Pelayanan PBB atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi
internet dengan mencetak langsung dari www. Pajak.go.id ."
Merujuk dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa pendaftaran
objek pajak PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan
mengisi formulir SPOP

cara mengambil dan

secara jelas dan lengkap serta ditandatangani dan

dikembalikan ke kantor pelayanan PBB atau pelayanan pajak Pratama yang


bersangkutan atau tempat yang ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian
SPOP dengan dilampiru bukti-bukti pendukung seperti:
a.
b.
c.
d.
e.

Sketsa denah objek pajak,


Fotocopy ktp dan NPWP,
Fotocopy sertifikat tanah,
Fotocopy akta jual beli, dan
Bukti pendukung lainnya.
Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan

PBB atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet dengan
mencetak langsung dari www. Pajak.go.id.

134

135

Pernyataan dari ), Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan tanggal 6


Agustus 2014 mengenai pendataan objek dan subjek pajak, sebagai berikut: "
pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan PBB atau kantor pelayanan pajak
Pratama dengan menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya
untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan".
Sedangkan menurut hasil wawancara dengan masyarakat/wajib pajak yang
mempunyai membayar PBB pada tanggal 6 Agustus 2014, diperoleh informasi
sebagai berikut: " pendataan dapat dilakukan dengan cara penyampaian dan
pemantauan pengembalian SPOP, Identifikasi objek pajak, verifikasi objek pajak
dan pengukuran bidang objek pajak"
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pendataan dilaksanakan
oleh Kantor Pelayanan PBB atau kantor pelayanan pajak Pratama dengan
menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu
wilayah administrasi desa/kelurahan. Pendataan dapat dilakukan dengan 4 (empat)
cara yaitu:
a. Penyampaian Dan Pemantauan Pengembalian SPOP,
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak
mempunyai peta, daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil.
b. Identifikasi Objek Pajak,
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta
garis/peta foto yang dapat menentukan posisi relatif objek pajak tetapi tidak
mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.
c. Verifikasi Objek Pajak, dan
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta
garis/peta foto yang dapat menentukan posisi relatif objek pajak dan
mempunyai data adminitrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.

135

136

d. Pengukuran Bidang Objek Pajak


Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sketsa peta
desa/kelurahan dan atau peta garis foto tetapi belum dapat digunakan untuk
menentukan posisi relatif objek pajak.
Pesatnya pertumbuhan jumlah Wajib Pajak tidak diiringi dengan
pencapaian target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Terbukti setiap
tahunnya pencapaian realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
selalu gagal mencapai target. Berikut tabel yang menggambarkan perkembangan
jumlah Wajib Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang terdata dan yang membayar
Tabel 6
Jumlah Wajib Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang terdaftar dan
Jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang membayar di
Kabupaten Banyuasin Tahun 2013
No

Kecamatan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Air Salek
Banyuasin I
Banyuasin II
Banyuasin III
Betung
Makarti Jaya
Muara Padang
Muara Sugihan
Muara Telang
Pulau Rimau
Rambutan
Rantau Bayur
Sembawa
Suak Tapeh
Talang Kelapa
Tanjung Lago
Tungkal Ilir
Kumbang Padang
Marga Telang

136

Jumlah WP yang
teraftar
37.049 WP
40.781.WP
38.925 WP
36.786 WP
39.457 WP
35.543 WP
34.876 WP
32.321 WP
33.879 WP
39.876 WP
31.457 WP
30.587 WP
41.768 WP
30.768 WP
43.443 WP
36.651 WP
31.980 WP
28.576 WP
33.562 WP
600.455 WP

Jumlah WP yang telah


membayar
19.158 WP
20.378 WP
25.678 WP
15.893 WP
18.768 WP
17.575 WP
16.439 WP
15.090 WP
15. 654 WP
19. 876 WP
15. 231 WP
15. 256 WP
20.654 WP
15. 231 WP
24.014 WP
17.768 WP
15. 673 WP
14. 376 WP
16. 765 WP
211. 415 WP

137

Sumber data sekunder : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset


Daerah Kabupaten Banyuasin Banyuasin Tahun 2013
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat rata-rata di tiap kecamatan jumlah
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang membayar tidak sesuai dengan
jumlah Wajib Pajak yang terdata. Wajib pajak PBB yang terdata berjumlah 600.
455 wajib pajak sedangkan wajib Pajak PBB yang telah membayar hanya
berjumlah 211. 415 wajib pajak. Ketidakberhasilan setiap tahunnya inilah yang
sebenarnya menjadi tolok ukur ketidakberhasilan pengelolaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin selama beberapa tahun ini.
Berdasarkan uraian hasil wawancara dan studi dokumentasi pada data
sekunder yang ada serta analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor
perkembangan jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terdata dan
yang membayar bukanlah faktor yang terdapat dalam pencapaian penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Hal ini dikarenakan
meskipun setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah Wajib Pajak yang terdata
dan diiringi juga dengan peningkatan jumlah Wajib Pajak yang membayar, namun
hal ini tidak membuat pencapaian target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil wawancara dan menurut observasi penulis pada tanggal
6 Agustus 2014, dapat disimpulkan bahwa di DPPKAD Kabupaten Banyuasin
dalam melakukan pendaftaran dan penetapan telah dilakukan dengan baik/dengan
efektif dalam rangka meningkatkan realisasi penerimaan pajak bumi dan
bangunan di Kabupaten Banyuasin. Akan tetapi secara lebih spesifik, pelaksanaan
pendataan sebelum pelaksanaan pendaftaran dan penetapan menurut informasi

137

138

yang terkumpul ternyata belum efektif. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan yang menyatakan bahwa:
Pendaftaran wajib pajak belum sepenuhnya efektif, karena ada satu atau
dua yang tidak terdata dikarenakan wajib pajak sering berkelit untuk tidak
mengakui bahwa pajak bumi dan bangunanmereka dinyatakan sebagai
wajib pajak bumi dan bangunan. (Hasil wawancara tanggal 6 Agustus
2014).
Dengan demikian, efektifnya pendataan pajak bumi dan bangunan ini
menuntut kerja keras dari petugas itu sendiri, karena sangat jarang ada calon wajib
pajak yang mendaftarkan diri atas kesadaran dirinya. Inilah yang menjadi salah
satu kendala dalam kegiatan pendaftaran dan penetapan wajib pajak rekbumi dan
bangunan. Rendahnya kesadaran untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan
kurangnya pengetahuan wajib pajak terhadap kewajibannya sebagai wajib pajak
bumi dan bangunan.
Selain rendahnya kesadaran mendaftarkan diri sebagai wajib pajak,
Pemberian sanksi pun tidak bisa dilakukan karena wajib pajak belum terikat
aturan/ketetapan yang menjelaskan kewajibannya. Salah satu cara adalah dengan
dilakukannya sosialisasi oleh petugas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin mengenai syarat-syarat atau ketentuan
pajak bumi dan bangunan dan petugas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin harus pro aktif di lapangan memantau
terus perkembangan penambahan pajak bumi dan bangunan yang ada.
d. Penentuan Tarif

138

139

Analisis ini bertujuan untuk melihat penentuan tarif pajak bumi dan
bangunan. Data berasal dari analisis dokumen dan hasil wawancara serta hasil
observasi.
Untuk memudahkan perhitungan pajak bumi dan bangunan yang terutang
atas suatu objek pajak berupa tanah (bumi) dan atau bangunan perlu diketahui
pengelompokkan objek pajak menurut nilai jualnya, nilai juak objek pajak tidak
kena pajak dan nilai jual kena pajak. Pengelompokkan objek pajak menurut nilai
jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi tanah (bumi) dan bangunan..
Berikut ini klasifikasi penggolongan dan ketentuan nilai jual Bumi dan
Bangunan berdasarkan Kelompok.
1. Klasifikasi penggolongan dan ketentuan nilai jual Bumi berdasarkan Kelompok
A.
Kela
s
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

139

Penggolongan
Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)
3.000 000 s/d
3.200.000
2.850.000 s/d
3.000.000
2.708.000 s/d
2.850.000
2.573.000 s/d
2.708.000
2.444.000 s/d
2.573.000
2.261.000 s/d
2.444.000
2.091.000 s/d
2.261.000
1.934.000 s/d
2.091.000
1.789.000 s/d
1.934.000
1.655.000 s/d
1.789.000
1.490.000 s/d
1.655.000
1.341.000 s/d
1.490.000
1.207.000 s/d
1.341.000
1.086.000 s/d
1.207.000

977.000 s/d
1.086.000

855.000 s/d
977.000

748.000 s/d
855.000

655.000 s/d
748.000

573.000 s/d
655.000
501.000 s/d
573.000

426.000 s/d
501.000

Nilai Jual
(Rp/M2)
3.100.000
2.925.000
2.779.000
2.640.000
2.508.000
2.352.000
2.176.000
2.013.000
1.862.000
1.722.000
1.573.000
1.416.000
1.274.000
1.147.000
1.032.000
916.000
802.000
702.000
614.000
537.000
464.000

140

22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Kela
s
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50

262.000 s/d
426.000
308.000 s/d
262.000
262.000 s/d
308.000
223.000 s/d
262.000
178.000 s/d
223.000
142.000 s/d
178.000
142.000 s/d
142.000
91.000 s/d
142.000
73.000 s/d
91.000
55.000 s/d
73.00
Penggolongan
Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)

41.000 s/d
55.000

31.000 s/d
41.000

23.000 s/d
31.000

17.000 s/d
23.000

12.000 s/d
17.000

8.400 s/d
12.000

5.900 s/d
8.400

4.100 s/d
5.900

2.900 s/d
4.100

2.000 s/d
2.90

1.400 s/d
2.000

1.050 s/d
1.400

760 s/d
1.050

550 s/d
760

410 s/d
550

310 s/d
410

240 s/d
310

170 s/d
240

170 s/d

394.000
335.000
285.000
243.000
200.000
160.000
128.000
103.000
82.000
64.000
Nilai Jual
(Rp/M2)
48.000
36.000
27.000
20.000
14.000
10.000
7.150
5.000
3.500
2.450
1.700
1.200
910
660
480
350
270
200
140

2. Klasifikasi penggolongan dan ketentuan nilai jual Bumi berdasarkan Kelompok


B.
Kela
s
1
2
3
4
5
6
7
8
9

140

Penggolongan
Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)
67.390.000 s/d 69.700.000
65.120.000 s/d 67.390.000
62.890.000 s/d 65.120.000
60.700.000 s/d 62.890.000
58.550.000 s/d 60.700.000
56.440.000 s/d 58.550.000
54.370.000 s/d 56.440.000
52.340.000 s/d 54.370.000
50.350.000 s/d 52.340.000

Nilai Jual
(Rp/M2)
68.545.000
66.255.000
64.000.000
61.795.000
59.625.000
57.495.000
55.405.000
53.355.000
51.345.000

141

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Kela
s
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50

141

48.400.000 s/d 50.350.000


46.490.000 s/d 48.400.000
44.620.000 s/d 46.490.000
42.790.000 s/d 44.620.000
44.000.000 s/d 42.790.000
39.250.000 s/d 44.000.000
37.540.000 s/d 39.250.000
35.870.000 s/d 37.540.000
34.240.000 s/d 35.870.000
32.650.000 s/d 34.240.000
Penggolongan
Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)

31.100.000
29.590.000
28.120.000
26.690.000
25.300.000
23.950.000
22.640.000
21.370.000
20.140.000
18.950.000
17.800.000
16.690.000
15.620.000
14.590.000
13.600.000
12.650.000
11.740.000
10.870.000
10.040.000
9.250.000
8.500.000
7.790.000
7.120.000
6.490.000
5.900.000
5.350.000
4.840.000
4.370.000
3.940.000
3.550.000
3.200.000

s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d

32.650.000
31.100.00
29.590.000
28.120.000
26.690.000
25.300.000
23.950.000
22.640.000
21.370.000
20.140.000
18.950.000
17.800.000
16.690.000
15.620.000
14.590.000
13.600.000
12.650.000
11.740.000
10.870.000
10.040.000
9.250.000
8.500.000
7.790.000
7.120.000
6.490.000
5.900.000
5.350.000
4.840.000
4.370.000
3.940.000
3.550.000

49.375.000
47.445.000
45.555.000
43.705.000
41.895.000
40.125.000
38.395.000
36.705.000
35.055.000
33.445.000
Nilai Jual
(Rp/M2)
31.875.000
30.345.000
28.855.000
27.405.000
25.995.000
24.625.000
23.295.000
22.005.000
20.755.000
19.545.000
18.375.000
17.245.000
16.155.000
15.105.000
14.095.000
13.125.000
12.195.000
11.305.000
10.455.000
9.645.000
8.875.000
8.145.000
7.455.000
6.805.000
6.195.000
5.625.000
5.095.000
4.605.000
4.155.000
3.745.000
3.375.000

142

3. Klasifikasi penggolongan dan ketentuan nilai jual Bangunan berdasarkan


Kelompok A.
Kela
s
1
2
3
4
5
6
7

Penggolongan
Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)
1.034.000 s/d 1.366.000

902.000 s/d 1.034.000

744.000 s/d
902.000

656.000 s/d
744.000

534.000 s/d
656.000

476.000 s/d
534.000

382.000 s/d
476.00

Kela
s
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Penggolongan
Nilai Jual Bangunan(Rp/M2)

348.000 s/d
382.000

272.000 s/d
348.000

256.000 s/d
272.000
194.000 s/d
256.000
188.000 s/d
194.000
136.000 s/d
188.000
128.000 s/d
136.000
104.000 s/d
128.000

92.000 s/d
104.000

74.000 s/d
92.000

68.000 s/d
74.000

52.000 s/d
68.000

52.000 s/d

Nilai Jual
(Rp/M2)
1.200.000
968.000
823.000
700.000
595.000
505.000
429.000
Nilai Jual
(Rp/M2)
365.000
310.000
264.000
225.000
191.000
162.000
132.000
116.000
98.000
83.000
71.000
60.000
50.000

4. Klasifikasi penggolongan dan ketentuan nilai jual Bangunan berdasarkan


Kelompok B.
Kela
s
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

142

Penggolongan
Nilai Jual Bangunan(Rp/M2)
14.700.000 s/d 15.800.000
13.600.000 s/d 14.700.000
12.550.000 s/d 13.600.000
11.550.000 s/d 12.550.000
10.600.000 s/d 11.550.000
9.700.000 s/d 10.600.000
8.850.000 s/d
9.700.000
8.050.000 s/d
8.850.000
7.300.000 s/d
8.050.000
6.600.000 s/d
7.300.000
5.850.000 s/d
6.600.000
5.150.000 s/d
5.850.000

Nilai Jual
(Rp/M2)
15.250.000
14.150.000
13.075.000
12.050.000
11.075.000
10.150.000
9.275.000
8.450.000
7.675.000
6.950.000
6.225.000
5.500.000

143

13
14
15
16
17
18
19
20

4.500.000
3.900.000
3.350.000
2.850.000
2.400.000
2.000.000
1.666.000
1.366.000

s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d

5.150.000
4.500.000
3.900.000
3.350.000
2.850.000
2.400.000
2.000.000
1.666.000

4.825.000
4.200.000
3.625.000
3.100.000
2.625.000
2.200.000
1.833.000
1.516.000

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan,


Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin pada tanggal 6
Agustus 2014 mengenai penetapan tarif, diperoleh informasi sebagai berikut:
"tarif pajak bumi dan bangunan yang dikenakan atas pbjek pajak adalah tari
tunggal yaittu sebesar 0,5 %.".
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa tarif pajak bumi dan
bangunan yang dikenakan atas pbjek pajak adalah tari tunggal yaittu sebesar 0,5
%.". Sedangkan untuk besarnya persentase nilai jual kena pajak, akan
dikemukakan oleh kepala seksi pendataan

dan pendaftaran, pada tanggal 6

Agustus 2014, diperoleh informasi sebagai berikut:


besarnya persentase nilai jual kena pajak sebagai berikut: objek pajak
perkebunan adalah 40 %, objek pajak kehutanan adalah 40 %, objek pajak
pertambangan adalah 40 % dan objek pajak lainnya (pedesaan dan
perkotaan) apabila: NJOP-nya Rp 1.000.000.000,00 adalah 40 %.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa besarnya persentase nilai jual
kena pajak sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Objek pajak perkebunan adalah: 40 %,


Objek pajak kehutanan adalah 40 %,
Objek pajak pertambangan adalah 40 % dan
Objek pajak lainnya ( pedesaan dan perkotaan) apabila: NJOP-nya Rp
1.000.000.000,00 adalah 40 %

143

144

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa penetapan tarif pajak


bumi dan bangunan sudah berjalan dengan efektif/baik yaitu sesuai dengan aturan,
akan tetapi Pemberlakuan tarif Pajak Bumi Dan Bangunan selama ini dinilai
belum sepenuhnya memenuhi ketentuan/ aturan. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh KUPT Kabupaten Banyuasin yang menyatakan bahwa:
Pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunan kepada para wajib pajak
bumi dan bangunan dalam rangka penyelenggaraan pajak bumi dan
bangunan sebagian besar sudah sesuai ketentuan, dimana untuk besarnya
persentase nilai jual kena pajak sebagai berikut: objek pajak perkebunan
adalah 40 %, objek pajak kehutanan adalah 40 %, objek pajak
pertambangan adalah 40 % dan objek pajak lainnya ( pedesaan dan
perkotaan) apabila: NJOP-nya Rp 1.000.000.000,00 adalah 40 %.
Namun ada sebagian lagi belum sesuai ketentuan dimana pengelola/wajib
pajak sering menaikan tarif pajak bumi dan bangunan semaunya saja.
Terkadang kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan tersebut tidak
dilaporkan dan tidak diikuti pula dengan kenaikan pembayaran/penyetoran
kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Banyuasin (Hasil wawancara tanggal 6 Agustus 2014).
Menurut hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa Pemberlakuan
tarif pajak bumi dan bangunan kepada para wajib pajak bumi dan bangunan dalam
rangka penyelenggaraan pajak bumi dan bangunan sebagian besar sudah sesuai
ketentuan,

namun

ada

sebagian

lagi

belum sesuai

ketentuan

dimana

pengelola/wajib pajak sering menaikan tarif pajak bumi dan bangunan semaunya
saja. Terkadang kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan tersebut tidak dilaporkan
dan tidak diikuti pula dengan kenaikan pembayaran/penyetoran kepada Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
Hal

ini

didukung

pula

dengan

data/informasi

dari

masyarakat

penyelenggara pajak bumi dan bangunan. Menurutnya:


Pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunanbelum sesuai dengan tarif
resmi, di sini untuk pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan)

144

145

apabila: NJOP-nya Rp 1.000.000.000,00 adalah 45 %. (Hasil


wawancara tanggal 6 Agustus 2014).
Hal senada pun dikemukakan Hasan yang dikenai pajak bumi dan
bangunan di Jalan Jend. Sudirman yang mengatakan bahwa:
tarif pajak bumi dan bangunan tidak sesuai tarif resmi, untuk pajak
perkotaan saja dikenakan biaya yang menurut kami cukup mahal yaitu
sebesar 45 %, dan objek pajak perkebunan 42 % (Hasil wawancara
tanggal 5 Agustus2014).
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa dalam penentuan tarif pajak bumi
dan bangunan masih memiliki permasalahan yang dihadapi Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin

sehubungan

dengan pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunan dinilai cukup lebih berat
dibandingkan dengan permasalahan yang ada pada pajakbumi dan bangunan. Jika
wajib pajak bumi dan bangunan diketahui melakukan pelanggaran misalnya
menaikan tarif pajak bumi dan bangunan diluar tarif resmi, pada akhirnya ia dapat
dipaksakan untuk memenuhi kewajibannya sehingga pelanggaran tersebut tidak
mungkin akan dilakukannya lagi karena telah ditetapkan pajak terutang yang baru.
Berbeda halnya dengan yang dikemukakan Budi yang dikenai pajak bumi
dan bangunan didepan Rukonya, menurutnya:
tarif pajak bumi dan bangunanyang ditetapkan selama ini telah sesuai
aturan resmi, untuk objek pajak perkebunan adalah 40 %, objek pajak
kehutanan adalah 40 %, objek pajak pertambangan adalah 40 % dan objek
pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan) apabila: NJOP-nya Rp
1.000.000.000,00 adalah 40 % (Hasil wawancara tanggal 5 Agustus2013).
lebih lanjut Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin mengatakan bahwa:
Dalam hal pemberlakuan tarif, dari wajib pajak dinilai belum efektif
karena masih ada wajib pajak yang tidak transparan dalam melaporkan

145

146

besarnya tarif pajakbumi dan bangunan. Artinya tarif sebesar 0,5% tidak
sesuai jika omzet yang dilaporkannya tidak benar (Hasil wawancara
tanggal 6 Agustus 2014).
Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi, dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunan
sudah sesuai aturan namun dalam pemberlakuan tarif pajak terutang ternyata tidak
sesuai

dengan

yang

telah

direncanakan.

Artinya

pelaksanaan

ketentuan/pemberlakuan tarif belum efektif.


e. Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Analisis ini untuk melihat faktor prosedur pembayaran merupakan salah
satu faktor dalam pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
Kabupaten Banyuasin. Data berasal dari analisis dokumen dan hasil wawancara
serta hasil observasi.
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) seperti halnya penerimaan
pajak lainnya diperoleh melalui suatu alur tahapan atau biasa dikenal dengan
istilah prosedur. Jalannya prosedur pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
ini bukan hanya melibatkan petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
saja namun juga melibatkan Wajib Pajak. Hal ini terurai dalam wawancara yang
dilakukan dengan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin pada tanggal 6 Agustus 2014 mengenai prosedur
pembayaran pada hari Rabu, 6 Agustus 2014 : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
dalam penerimaannya melibatkan dua pihak sekaligus yaitu petugas pengelola dan
juga Wajib Pajak ....

146

147

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui informasi bahwa bukan


hanya petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saja yang dilibatkan
namun juga melibatkan masyarakat selaku Wajib Pajak. Sehingga bisa dikatakan
bahwa Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tergolong Wajib Pajak yang aktif
yaitu Wajib Pajak yang turut serta dalam jalannya prosedur pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB).
Berikut bagan yang menggambarkan jalannya prosedur pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) :
Gambar 2
Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dirjen Pajak

Bank yang ditunjuk dan Pos Giro

RT/RW, Kelurahan/Desa,
UPTD Kec, Dispenda
SPOP

Pembayaran
PBB

SPPT

Wajib Pajak
Sumber : Diolah dari data sekunder (Mardiasmo, 2006) dan data primer
Keterangan :
1. Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak mendaftarkan objek pajaknya dengan
mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), lalu setelah diisi dengan
jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani maka disampaikan kepada

147

148

Direktorat Jenderal Pajak melalui perwakilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP)


atau melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan atau
Kelurahan/Desa atau RT/RW.
2. Direktorat Jenderal Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP) yang benar akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang (SPPT) berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang
diterima dengan menyebarnya ke pihak-pihak yang terkait dari Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten, lalu turun ke Unit Pelaksana Teknis Dinas
Pendapatan Daerah Kecamatan, turun lagi ke tingkat Kelurahan dan Desa lalu
ke tingkat RT/RW. RT/RW inilah yang akan membagikan Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang (SPPT) tersebut kepada setiap Wajib Pajak.
3. Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT) ini wajib untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut
selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang (SPPT) oleh Wajib Pajak. Pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ini bisa melalui berbagai cara :
a) Dibayarkan kepada pihak RT/RW yang selanjutnya akan diteruskan ke
Kelurahan dan Desa, lalu diteruskan lagi ke Unit Pelaksana Teknis Dinas
Pendapatan Daerah Kecamatan, lalu diteruskan ke Dinas Pendapatan Daerah
lalu ke Bank yang ditunjuk, setelah itu akan tiba di Direktorat Jenderal
Pajak.
b) Wajib Pajak bisa membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini ke Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kecamatan.

148

149

c) Wajib Pajak bisa langsung membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini
ke Bank yang ditunjuk secara manual atau dengan menggunakan ATM on
line yang beberapa waktu ini telah difungsikan.
Jalannya alur prosedur pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
tersebut tidak selamanya sesuai dengan apa yang seharusnya. Terdapat beberapa
kemungkinan yang keluar dari jalur yang semestinya, diantaranya :
1) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak kembali
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bisa saja tidak mengikuti alur prosedur
jalannya pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut dengan tidak
mengirimkan kembali Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang telah
diberikan untuk diisi oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak, maka
Direktorat Jenderal Pajak berhak untuk mengeluarkan surat teguran dan Surat
Ketetapan Pajak (SKP) yang harus dibayar oleh Wajib Pajak ditambah dengan
25% denda administrasi dihitung dari Pajak Pokok.
2) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) kembali tapi tidak benar
Hal lain yang bisa terjadi dalam prosedur pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ini adalah bila Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
yang didaftarkan oleh Wajib Pajak tidak benar dan tidak sesuai dengan kondisi
bumi dan bangunan yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh Wajib Pajak, maka
Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang
harus dibayar oleh Wajib Pajak ditambah dengan 25% (selisih pajak yang
terhutang).

149

150

3) Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang diterima tidak sesuai


menurut Wajib Pajak
Wajib Pajak berhak untuk mengajukan keberatan dan banding atas Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dalam hal :
a) Wajib Pajak menganggap luas objek Pajak Bumi dan Bangunan, klasifikasi
bumi dan bangunan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang (SPPT) tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya
b) Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan peraturan perundangundangan antara Wajib Pajak dengan fiskus.
Keberatan ini dapat diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Bumi dan Bangunan dengan alasan yang jelas. Keberatan
ini harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) oleh Wajib Pajak, karena jika tidak maka
keberatan itu tidak dapat dipenuhi. Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bumi dan Bangunan
dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima
harus memberikan keputusan atas keberatan, karena jika tidak maka surat
keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap diterima.
Beberapa hal tersebut merupakan suatu kemungkinan-kemungkinan
yang bisa saja terjadi dalam alur prosedur pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB). Idealnya, kegiatan-kegiatan dalam prosedur pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) beserta dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan
hal yang akan berlangsung selama proses penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

150

151

(PBB). Namun bisa saja prosedur tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang
seharusnya.
Pendataan merupakan kegiatan awal yang dilakukan dalam prosedur
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Wawancara dilakukan dengan
kepala seksi pengolahan data dan penetapan pada hari Rabu, 6 Agustus 2014
mengenai pihak yang melakukan :
Pihak yang melakukan pendataan langsung adalah petugas dari KPP
Palembang yang datang langsung ke rumah-rumah penduduk. Mereka
nantinya akan berkoordinasi dengan RT/RW setempat untuk menentukan
besarnya jumlah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang nantinya akan
dibayar oleh masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui informasi bahwa pihak
yang melakukan pendataan untuk pengisian (Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) adalah langsung dari Kantor Pelayanan Pajak Palembang (KPP) yang
memang menaungi pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam wilayah
Kabupaten Banyuasin. Koordinasi ini tentunya dilakukan dengan pertimbangan
efisiensi waktu dan luasnya wilayah.
Wawancara juga dilakukan dengan petugas KUPT DPPKAD Kabupaten
Banyuasin pada hari Rabu, 6 Agustus 2014 : Yang melakukan pendataan adalah
langsung dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palembang, namun juga
mengikutsertakan pihak Kelurahan dalam pendataan tersebut.
Namun dalam wawancara lain yang dilakukan dengan Bapak Misyar
selaku petugas KUPT DPPKAD Kabupaten Banyuasin di Kecamatan Talang
Kelapa serta Bapak Zulkarnain selaku petugas KUPT DPPKAD Kabupaten
Banyuasin di Kecamatan Banyuasin II pada hari Rabu, 6 Agustus 2014

151

152

menyatakan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam proses pendataan Wajib
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di kecamatan mereka.
Hasil wawancara ini tentunya berbeda dengan hasil wawancara yang
dilakukan pada Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah
Kecamatan Talang Kelapa dan Ibu Mirna Lisa selaku petugas KUPT DPPKAD
Kabupaten Banyuasin kecamatan Talang Kelapa, yaitu keterlibatan RT/RW dalam
melakukan pendataan. Hal ini kemudian ditanyakan lebih lanjut kepada Kepala
Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Talang Kelapa dalam
wawancara yang dilakukan pada hari Rabu, 6 Agustus 2014 :
Idealnya memang, pendataan untuk pengisian (Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) itu melibatkan pihak RT/RW bahkan masyarakat
selaku Wajib Pajak. Namun terdapat beberapa kendala yang membuat ada
beberapa daerah yang melibatkan RT/RW dalam pendataan Wajib Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), namun ada juga beberapa daerah yang tidak
melibatkan RT/RW sama sekali dalam pendataan Wajib Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ...
Lebih lanjut beliau menguraikan :
Hal ini dikarenakan jarak yang jauh untuk menjangkau wilayah tersebut
dan membuat pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palembang ini
langsung memukul rata pendataan dan perhitungan di dalam Surat
Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT) yang nantinya akan dibayar oleh
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di wilayah tersebut. Selain itu,
dana untuk melakukan pendataan ini sangatlah besar ...
Merujuk pada beberapa hasil wawancara yang telah dilakukan dengan
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Talang
Kelapa dan beberapa petugas KUPT DPPKAD Kabupaten Banyuasin yang berada
di wilayahnya masing-masing, maka diketahui adanya perbedaan keadaan
pendataan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di tiap-tiap daerah, karena ada
beberapa daerah yang melibatkan RT/RW, namun ada juga beberapa daerah yang

152

153

tidak melibatkan RT/RW dalam pendataan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) ini. Idealnya bila merujuk pada ketentuan maka sebenarnya keadaan ini
tidak sesuai sama sekali dengan apa yang seharusnya. Terdapat kutipan yang
diambil dari sumber data sekunder yaitu referensi dari buku karangan Mardiasmo
(2006:303) yang menyatakan bahwa :
Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak wajib mendaftarkan objek
pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak akan diberikan Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) untuk diisi dan dikembalikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak .
Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa masyarakat selaku Wajib
Pajak yang seharusnya melakukan pendataan, pendaftaran serta pengisian Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) sendiri. Hal ini sangat berbeda dengan yang
terjadi di wilayah Kecamatan Talang Kelapa, dimana kadang kala ada pihak
RT/RW yang dilibatkan dan ada yang tidak bahkan tidak sama sekali juga untuk
melibatkan masyarakat.
Kendala lain adalah tidak rutinnya pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Palembang melakukan pendataan. Hal ini juga terurai dalam wawancara yang
dilakukan dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah
Kecamatan Talang Kelapa dalam wawancara yang dilakukan pada hari Rabu, 6
Agustus 2014:
Pendataan yang dilakukan pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Palembang ke setiap Wajib Pajak di daerah-daerah inipun tidak setiap
tahun dilakukan. Kadang dua bahkan tiga tahun sekali dengan alasan dana
yang tebatas. Akibatnya ada saja data yang diterima tidak akurat, alamat
Wajib Pajak tidak jelas, nama Wajib Pajak telah banyak berubah
sedangkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang tertulis
masih atas nama Wajib Pajak yang lama dan kebanyakan Pemilik Tanah
tidak ada di tempat / berdomisili di luar Kabupaten Banyuasin sedangkan

153

154

yang tertulis pada SPPT itu adalah alamat pada lembar SPPT alamat Objek
Pajak.
Merujuk pada hasil wawancara tersebut diketahui informasi bahwa pihak
Kantor

Pelayanan

Pajak

(KPP)

Palembang

tidak

melakukan

tugasnya

sebagaimana mestinya, misalnya dalam hal pendataan sehingga masyarakat yang


memang tidak mengerti mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini menjadi
semakin buta dan akhirnya dilakukan pendataan secara asal-asalan dan tidak rutin.
Pendataan yang asal-asalan inilah yang menyebabkan ketika Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang sudah diterbitkan kepada Wajib Pajak, ada saja
Wajib Pajak yang merasa tidak puas dengan jumlah Pajak Pokok yang mesti
mereka. Ketidakpuasan ini disebabkan karena ketidaksesuaian perhitungan pada
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang tersebut dengan kondisi bumi dan bangunan
yang Wajib Pajak miliki dan manfaatkan.
Hal ini seperti terurai dalam wawancara yang dilakukan dengan Bapak M.
Yusuf Siregar dalam wawancara yang dilakukan pada hari Rabu, 6 Agustus 2014:
... akibatnya, ketika Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
diterbitkan, masyarakat yang merasa beban pajak yang tercantum dalam
Surat Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT) tersebut dengan kondisi bumi
dan bangunan yang dia miliki dan manfaatkan tidaklah sama. Sehingga
terjadi keengganan masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ini.
Uraian wawancara tersebut serupa dengan yang dikemukakan oleh Ibu
Lita Olivia selaku Wajib Pajak dalam wawancara yang dilakukan pada hari Rabu,
6 Agustus 2014:
Pernah saya menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
yang dibagikan oleh Ketua RT, tetapi nilai Pajak Pokok Bumi dan
Bangunan (PBB) yang harus saya bayar jauh di atas nilai Pokok Pajak
pada tahun-tahun sebelumnya. Pada perhitungan Surat Pemberitahuan

154

155

Pajak Terhutang (SPPT) itu juga nilai objek pajak yang ada juga tidak
sesuai dengan kondisi tanah dan rumah saya ...
Berdasarkan hasil kedua wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa
penetapan Pajak Pokok dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
kadang kala tidak sesuai dengan kondisi bumi dan bangunan yang dimikili oleh
Wajib Pajak. Apabila dianalisis, maka hal ini berasal dari kurangnya tindakan
yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai instansi untuk
memberikan pengetahuan kepada Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak telah
mengetahui mengenai alur prosedur pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) khususnya mengenai pendataan yang sebenarnya melibatkan mereka dalam
pengisian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), maka kesalahan dalam
penentuan besarnya ketetapan Pajak Pokok akan diminimalisir.
Lebih lanjut dilakukan wawancara dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis
Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Talang Kelapa pada hari Rabu, 6 Agustus
2014 menguraikan :
Sebenarnya yang menjadi akar permasalahan ini adalah kurangnya
tindakan preventif oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) selaku instansi
yang berwenang melakukan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan di
wilayah Kecamatan Talang Kelapa ini kepada Wajib Pajak untuk
memberikan pengetahuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
sehingga masyarakat tidak mengetahui apa dan bagaimana Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) serta pentingnya kontribusi pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) bagi negara dan masyarakat
Merujuk dari beberapa hasil wawancara tersebut, maka dapat dianalisis
kelemahan-kelemahan yang ada adalah pada pihak yang berwenang mengenai
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu Direktorat Jenderal Pajak
yang tugasnya kemudian diteruskan kepada Kantor Pelayanan Pajak, Dinas

155

156

Pendapatan Daerah yang berada pada tingkat Kabupaten, Unit Pelaksana Teknis
Dinas Pendapatan Daerah di tingkat Kecamatan dan pihak-pihak lainnya.
Kelemahan ini adalah mengenai rendahnya tindakan preventif oleh Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) kepada masyarakat misalnya dengan memberikan
penyuluhan dan sosialiasi akibatnya pengetahuan masyarakat sangat rendah
mengenai apa dan bagaimana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut.
Pengetahuan yang harusnya diketahui oleh masyarakat ini salah satunya
adalah ketentuan yang menyatakan bahwa seharusnya masyarakat selaku Wajib
Pajak yang seharusnya melakukan pendaftaran, pendataan serta pengisian Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak terlaksana di wilayah ini, akibatnya
ketika Surat Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT) telah diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dan dibagikan kepada setiap Wajib Pajak, terdapat
kecenderungan enggannya Wajib Pajak untuk membayar Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ini dikarenakan ketidaksesuaian apa yang tercantum dalam Surat
Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT) yang diterbitkan dengan kondisi bumi dan
bangunan Wajib Pajak tersebut miliki dan dimanfaatkan. Sebenarnya ada prosedur
mengenai keberatan dan banding bila memang Wajib Pajak tidak puas dengan
nilai beban pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT). Namun terkadang masyarakat juga enggan untuk melakukan pengurusan
keberatan dan banding atas Surat Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT) yang
telah diterbitkan karena jalur dan prosedurnya juga tidak sederhana malah
terkesan rumit dan dipersulit. Hal ini terurai dalam wawancara dengan Wajib

156

157

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berprofesi sebagai pedagang pada hari
Rabu, 6 Agustus 2014:
Pernah saya tidak mau membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
karena yang saya lihat jumlah yang tercantum tidak sesuai dengan kondisi
bangunan yang saya miliki. Saya juga sempat ditawari teman untuk
melakukan keberatan dan banding, namun pada saat itu sepertinya agak
dipersulit dengan prosedur yang berbelit-belit .
Hal ini berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak
Namadi selaku Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berprofesi sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada hari Rabu, 6 Agustus 2014:
Saya selalu rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), meskipun
pernah pada tahun lalu ... nilai beban Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang saya bayar tidak sesuai dengan kondisi bangunan yang saya miliki,
tetapi tetap saya bayar.
Merujuk pada kedua hasil wawancara tersebut, terdapat perbedaan pada
sikap Wajib Pajak dalam menanggapi jumlah beban Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang tidak sesuai dengan kondisi bumi dan bangunan yang mereka miliki
dan manfaatkan. Terdapat Wajib Pajak yang bersikap enggan untuk membayar
namun ada juga Wajib Pajak yang tetap membayar Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) tersebut. Perbedaan sikap inilah yang bisa disebabkan oleh pola fikir
maupun latar belakang kehidupan dan profesi Wajib Pajak yang berbeda-beda.
Sikap enggan masyarakat inilah yang akhirnya membuat target
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sebenarnya tercapai bila
dihitung dari jumlah Wajib Pajak yang terdata serta beban Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang memang dihitung sesuai dengan kondisi bumi dan
bangunan yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh tiap-tiap Wajib Pajak.

157

158

Berikut tabel yang menunjukkan jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang terdata dengan yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan tersebut :

Tabel 7
Target Penerimaan dan Jumlah Wajib Pajak Bumi Bangunan (PBB)
yang seharusnya membayar serta Realisasi Penerimaan dan Realisasi
Jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah membayar
Tahun
2011
2012
2013
Sumber:

Target Penerimaan dan


Realisasi Penerimaan
Persentase
Jumlah WP yang
dan Jumlah WP yang
Penerimaan
seharusnya membayar
telah membayar
Rp 7.2239.138.072
Rp 4.495.893.824
62,11 %
(599.049 WP)
(200.158 WP)
Rp 8.396.155.899
Rp 4.880.188.392
58,12 %
(567.925 WP)
(198.378 WP)
Rp 8.916.962.781
Rp 3.983.568.791
44,67 %
(600.455.WP)
(211.415 WP)
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin Tahun 2011-2013

Berdasarkan tabel 7 tersebut dapat dilihat rata-rata di tiap tahunnya jumlah


Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang membayar tidak sesuai dengan
jumlah Wajib Pajak yang terdata dan hal ini juga terjadi dengan selalu gagalnya
realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam mencapai target
yang telah ditetapkan. Pada tahun 2011 terdata sebanyak 599.049 Wajib Pajak
namun yang membayar hanya 200.158 Wajib Pajak, begitupun dengan tahun 2012
jumlah Wajib Pajak yang terdata sebanyak 567.925 Wajib Pajak namun yang
membayar hanya 198.378 Wajib Pajak. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2013
yaitu kurang dari 50% Wajib Pajak yang membayar (600.455 Wajib Pajak) dengan
158

159

yang terdata sebanyak 211.415 Wajib Pajak. Tidak sesuainya jumlah Wajib Pajak
yang membayar dengan yang terdata membuat tidak tercapainya penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan. Terbukti dari tahun ke tahun tidak pernah mencapai
angka 100% saja dari target penerimaan yang telah ditetapkan. Seperti pada tahun
2013 lalu, dari RP 8.916.962.781 atau jumlah pembayaran dari 40.781 wajib pajak
yang ditargetkan, hanya mencapai realisasi penerimaan Rp 3.983.568.791 atau
jumlah pembayaran dari 15.893 wajib pajak.
Ketidakberhasilan setiap tahunnya inilah yang sebenarnya menjadi tolok
ukur ketidakberhasilan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di wilayah
Kabupaten Banyuasin selama beberapa tahun ini. Berdasarkan beberapa hasil
wawancara tersebut, maka diperoleh adanya temuan dari penelitian ini yaitu :
1) Kurangnya tindakan preventif misalnya berupa sosialisasi dari Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Palembang selaku pihak yang berwenang melakukan
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada Wajib Pajak mengenai
apa dan bagaimana prosedur mulai dari pendataan hingga pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) ini. Akibatnya Wajib Pajak tidak mengetahui
mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ketidaktahuan Wajib Pajak ini
membuat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palembang selaku pihak yang
berwenang melakukan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
akhirnya melakukan pendataan dan penentuan besarnya beban objek pajak.
Pendataan inipun dilakukan kadang kala ada yang melibatkan pihak RT/RW
namun ada juga yang tidak dengan alasan sulitnya menjangkau daerah
tersebut karena jauh dan keterbatasan dana yang dimiliki. Kurangnya

159

160

koordinasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palembang dengan pihak RT/RW


setempat untuk melakukan pendataan serta tidak melibatkan masyarakat
selaku Wajib Pajak untuk melakukan pengisian Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP) sehingga ketika Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
diterbitkan dengan beban pajak yang tidak sesuai dengan kondisi bumi dan
bangunan, masyarakat enggan untuk melakukan pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan.
2) Kegiatan pendataan juga dilakukan tidak rutin kadang dua bahkan tiga tahun
sekali akibatnya banyak terjadi perubahan nama dan tempat tinggal yang
tidak terekam secara keseluruhan oleh pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Kedua hasil temuan ini sama sama bermuara pada gagalnya pencapaian
target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dikarenakan ketidaksesuaian
prosedur yang telah ditetapkan sebagai alur prosedur pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
Berdasarkan uraian hasil wawancara dan studi dokumentasi pada data
sekunder yang ada serta analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor
prosedur pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu
faktor yang terdapat dalam pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) di Kabupaten Banyuasin. Hal ini dikarenakan prosedur pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya akibatnya masyarakat
enggan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sikap seperti ini akhirnya
akan membuat tidak tercapainya target penerimaan yang telah ditetapkan.

160

161

2. Analisis Pengawasan dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan


(PBB) di Kabupaten Banyuasin
Analisis ini bertujuan untuk melihat pengawasan dalam pengelolaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Pada analisis ini akan
diuraikan, dianalisis serta dibahas hasil penelitian dari lapangan baik berupa hasil
wawancara maupun melalui sumber data lainnya. Berikut uraian beberapa fungsi
perencanaan tersebut :
a.

Evaluasi dan Monitoring


Analisis ini untuk melihat evaluasi dan monitoring dalam penerimaan
pajak bumi dan bangunan merupakan

salah satu faktor dalam pencapaian

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Data


diperoleh dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin, Kepala Bidang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan, 3 (tiga) orang staf

Seksi

Pengolahan Data Dan Penetapan, 2 (dua) orang petugas KUPT Dinas Pendapatan,
Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah serta Warga masyarakat sebagai wajib
pajak Bumi dan Bangunan. Data lainnya juga diperoleh dari dokumen yang
berasal dari Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin. Berikut uraian analisis hasil penelitiannya :
Pengawasan prosedur pemungutan berkenaan dengan pengujian apakah
segala sesuatu berlangsung sesuai rencana yang telah ditentukan dengan instruksi
yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia

161

162

bertujuan untuk menunjukkan atau menemukan kelemahan, kesalahan dengan


maksud untuk memperbaiki serta mencegah terulangnya kembali kesalahan itu.
1) Pengawasan Terhadap Pendaftaran dan Penetapan PBB
Pengawasan terhadap pendaftaran dan penetapan wajib pajak ditujukan agar
kegiatan tersebut dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kuncinya terletak
pada keberhasilan pelaksanaan pendataan karena pendataan ini adalah awal dari
kegiatan pendaftaran dan penetapan. Berdasarkan paparan sebelumnya telah
diketahui bahwa kegiatan pendaftaran dan penetapan wajib pajak bumi dan
bangunantelah berjalan efektif sesuai dengan Perda Nomor 12 Tahun 2004 tentang
pajak

bumi dan bangunan. Akan tetapi

kegiatan pendataan ternyata belum

efektif. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa masih ada wajib
pajak yang tidak terdata dikarenakan wajib pajak sering berkelit untuk tidak
mengakui bahwa banguan atau tanah meraka dinyatakan sebagai objek pajak bumi
dan bangunan. Disamping memang sistem pendataan yang dilakukan belum
menjamin data-data baru dapat terus terpantau. Laporan mengenai adanya objek
pajak yang baru ini diperoleh melalui dua kemungkinan, yaitu:
a. Pengelola bumi dan bangunan atau calon wajib pajak bumi dan bangunan
yang mendaftarkan tanah dan bangunannnya langsung kepada Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin.
b. Petugas

pajak

bumi

dan

bangunan

pemantauan/pengawasan langsung di lapangan.

162

yang

melakukan

163

Dengan demikian, efektifnya pendataan pajak bumi dan bangunan ini


menuntut efektifnya pengawasan dari petugas itu sendiri, karena sangat jarang ada
calon wajib pajak yang mendaftarkan diri atas kesadaran dirinya. Inilah yang
menjadi salah satu kendala dalam kegiatan pendaftaran dan penetapan wajib pajak
bumi dan bangunan. Rendahnya kesadaran untuk mendaftarkan diri sebagai wajib
pajak dan kurangnya pengetahuan wajib pajak terhadap kewajibannya sebagai
wajib pajak bumi dan bangunan. Pemberian sanksi pun tidak bisa dilakukan
karena

wajib

pajak

belum

terikat

aturan/ketetapan

yang

menjelaskan

kewajibannya.
Salah satu cara adalah dengan dilakukannya sosialisasi oleh petugas Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
mengenai syarat-syarat atau ketentuan pajak bumi dan bangunan dan petugas
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
harus pro aktif di lapangan memantau terus perkembangan penambahan pajak
bumi dan bangunan.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa dari pengawasan terhadap kegiatan
pendataan belum sepenuhnya efektif karena masih ada wajib pajak yang tidak
terdata. Akan tetapi dalam hal pelaksanaan prosedur pendaftaran dan penetapan,
telah dianggap sesuai dengan apa yang direncanakan. Artinya, pengawasan
terhadap pelaksanaan ketentuan pendaftaran dan penetapan telah efektif.
2) Pengawasan Terhadap Ketentuan Tarif Pajak Bumi Dan Bangunan
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan atau pemberlakuan tarif pajak
bumi dan bangunandap t dikatakan belum maksimal karena berdasarkan hasil

163

164

penelitian masih ditemukannya penyimpangan terhadap aturan tersebut yaitu


pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunan di luar tarif resmi dan tidak
transparannya laporan mengenai omzet pajak bumi dan bangunan dari pengelola
pajak .
Mengenai sanksi terhadap wajib pajak yang nakal tersebut, Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin belum
menetapkan sanksi. Upaya mengatasi permasalahan ini hanya sebatas meminta
keterangan atau teguran kepada wajib pajak /pengelola pajak bumi dan
bangunantersebut dan memerintahkannya untuk segera melapor atau mengajukan
kenaikan pajak bumi dan bangunan terutang ke Bupati melalui Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin. Hal tersebut
sebagaimana diungkapkan, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Banyuasin yang menyebutkan bahwa:
Tidak ada sanksi dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin mengenai permasalahan tersebut, upaya
yang kami lakukan adalah mendatangi langsung pengelola yang berbuat
curang tersebut dan menanyakan alasan mereka menaikan tariff pajak
bumi dan bangunan, mendata dan memerintahkan mereka agar secepatnya
mengajukan kenaikan pajak bumi dan bangunan terutang kepada Bupati
melalui Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Banyuasin Kota Palembang (hasil wawancara tanggal 6
Agustus 2014)
Permasalahan tersebut tidak dapat dianggap sebagai pemasalahan yang
ringan karena cukup besar pengaruhnya terhadap pemasukan/penerimaan yang
seharusnya diperoleh oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin sebagai pendapatan daerah. Hal ini dkarenakan
potensi pemasukan dari sektor pajak bumi dan bangunanyang cukup besar seiring

164

165

pesatnya pembangunan Kabupaten Banyuasin. Pajak bumi dan bangunan


Kabupaten Banyuasin selalu bertambah.
3) Pengawasan Terhadap Prosedur Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa
pengawasan terhadap prosedur pembayaran pajak bumi dan bangunan dinilai
belum sepenuhnya efektif. Berdasarkan data terlihat bahwa pelaksanaan prosedur
pembayaran pajak bumi dan bangunan ternyata kurang memenuhi aturan, karena
masih ada wajib pajak yang belum bayar pajak bumi dan bangunan. Akan tetapi
pemberlakukan sanksi telah sesuai yaitu berupa pidana kuungan selama-lamanya
6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali pajak yang terutang.
Permasalahan lainnya yaitu Pihak pengelola /wajib pajak bumi dan bangunan sulit
untuk menentukan jumlah tarif pajak bumi dan bangunan yang sebenarnya, serta
sekali-kali ada wajib pajak /pengelola pajak bumi dan bangunan yang menunggak
pembayaran pajak bumi dan bangunan dan penyebabnya hanya besifat teknis saja
dan Data-data yang diberikan pengelola/wajib pajak bumi dan bangunan belum
akurat.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan mekanisme yang ada mengenai pengelolaan pajak bumi dan
bangunan di Kabupaten Banyuasin, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan pajak
bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin belum dilaksanakan secara efektif.
Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan dan pengawasannya masih terdapat
kendala/hambatan. Untuk lebih jelasnya mengenai kendala/hambatan dalam

165

166

pengelolaan pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin, penulis membuat


rekapitulasi analisis sebagaimana yang terdapat pada tabel 8 berikut:

Tabel 8
Rekapitulasi Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan
Dimensi
Perencanaan

166

Indikator
a. Sumber daya manusia

Hasil Penelitian
Pengelolaan PBB dari segi Sumber daya manusia belum terlaksana
dengan optimal. Hal ini bisa dilihat dari berdasarkan tingkat
pendidikan dan pembekalan dalam bentuk pembinaan ini
merupakan akan memperlancar pelaksanaan pengelolaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), karena setiap prosedur maupun
langkah kebijakan Dinas Pendapatan Daerah maupun Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Banyuasin
dalam upaya meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) ini akan dapat dilaksanakan dengan baik oleh setiap
petugas. Namun dikarenakan pembinaan yang dilakukan secara
tidak merata ke semua petugas pengelola Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) menyebabkan tidak tercapainya penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa faktor sumber daya manusia merupakan salah
satu faktor yang terdapat dalam pencapaian penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.

b. Anggaran/Dana

Pengelolaan PBB dari segi dana/ anggaran pada umumnya belum


terlaksanan dengan optimal. Hal ini bisa dilihat dari dana
operasional yang dialokasikan dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin tersebut
dianggap belum cukup memadai bila dibagikan kepada seluruh
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) baik di tingkat
Kecamatan, Kelurahan dan Desa apalagi untuk setingkat RT,
sehingga menyebabkan ada Kelurahan dan Desa yang mendapat
dana operasional tersebut tapi ada juga Kelurahan dan Desa yang
tidak mendapatkan dana itu. Tidak meratanya pembagian dana
operasional ini akan menyebabkan kinerja kerja petugas pengelola
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi tidak optimal. Hal ini
dikarenakan pekerjaan operasional di lapangan akan terhambat
karena tidak adanya dana, petugas pengelola Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) akan sulit untuk melakukan pendataan apalagi
untuk penagihan akibatnya nominal penerimaan Pajak Bumi dan

167

Bangunan (PBB) akan sulit untuk mengejar target yang telah


ditetapkan.
c. Sarana dan Prasarana

Dimensi
Pengorganisasia
n

Pelaksanaan

167

Pengelolaan PBB dari segi sarana dan prasana belum terlaksana


dengan optiml. Hal ini bisa dilihat dari Adanya ketebatasan sarana
dan pasarana yang harusnya dimiliki atau difasilitasi kepada
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menghambat
pekerjaan sehingga tidak ada efisiensi dan efektivitas kerja
akibatnya pencapaian realisasi penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) tidak akan tercapai sesuai dengan target yang
ditetapkan

Indikator
Pembagian
Kerja
sesuai dengan tupoksi

Hasil Penelitian
Pengelolaan PBB dari segi pembagian kerja sesuai dengan tupoksi
belum terlaksana dengan optimal. Hal ini bisa dilihat dari sumber
daya manusia yang terlibat dalam pengorganisasi penerimaan pajak
bumi dan bangunan yaitu semua petugas terlibat tetapi didalam
Tupoksi sebenarnya sudah diatur masing-masing namun kenyataanya
dalam survey dilapangan (kendala dilapangan) ketaatan dan kesadaran
petugas dalam mendata objek pajak masih rendah sehingga
mengakibatkan terjadi tumpang tindih pekerjaan.

Koordinasi
instansi terkait

antar

Pengelolaan PBB dari segi koordinasi antar instansi terkait sudah


dilaksanakan dengan optimal. Hal ini bisa dilihat dari koordinasi
terkait telah dilakukan dengan Pihak Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin, KUPT Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin Kabupaten Banyuasin serta masyarakat

Pendaftaran
Dan
Penetapan Wajib pajak

Pengelolaan PBB dari segi pendaftaranm dan penetapan wajib pajak


belum sepenuhnya dilakukan seara optimal. Hal ini bisa dilihat dari
Rendahnya kesadaran untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak
dan kurangnya pengetahuan wajib pajak terhadap kewajibannya
sebagai wajib pajak bumi dan bangunan. Selain itu rendahnya
kesadaran mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, Pemberian sanksi
pun tidak bisa dilakukan karena wajib pajak belum terikat
aturan/ketetapan yang menjelaskan kewajibannya.

Penentuan Tarif PBB

Pengelolaan PBB dari segi penentuan tarif PBB belum dilaksakan


seara optimal. Hal ini bisa dilihat dari pemberlakuan tarif pajak bumi
dan bangunan sudah sesuai aturan namun dalam pemberlakuan tarif
pajak terutang ternyata tidak sesuai dengan yang telah direncanakan.

Prosedur Pembayaran/
Penyetoran

Pengelolaan PB dari segi prosedur pembayaran Pajak Bumi dan


Bangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini bisa dilihat
dari pendataan kebanyakan tidak melibatkan Wajib Pajak, pendataan

168

tidak dilakukan setiap tahun, akibatnya beban pajak yang tercantum


dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) kadang kala
tidak sesuai dengan kondisi bumi dan bangunan yang dimiliki Wajib
Pajak, selanjutnya ketidaksesuaian ini diupayakan perbaikannya
dengan surat keberatan maka prosedur yang nantinya dijalani Wajib
Pajakpun tidaklah mudah. Hal-hal inilah yang membuat kebanyakan
Wajib Pajak enggan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
sikap seperti ini akhirnya akan membuat target penerimaan yang telah
ditetapkan tidak tercapai..

Dimensi
Pengawasan

Indikator
Laporan dan monitoring

Hasil Penelitian
Pengelolaan PBB dari segi laporan dan monitoring belum
sepenuhnya dilaksanakan dengan optimal baik dari segi
pengawasan kegiatan pendataan,
Pengawasan terhadap
pelaksanaan ketentuan atau pemberlakuan tarif pajak bumi dan
bangunan dan pengawasan terhadap prosedur pembayaran pajak
bumi dan bangunan. Hal ini bisa dilihat dari:
pengawasan terhadap kegiatan pendataan belum sepenuhnya efektif
karena masih ada wajib pajak yang tidak terdata. Akan tetapi
dalam hal pelaksanaan prosedur pendaftaran dan penetapan, telah
dianggap sesuai dengan apa yang direncanakan. Artinya,
pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan pendaftaran dan
penetapan telah efektif.
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan atau pemberlakuan
tarif pajak bumi dan bangunan dapat dikatakan belum maksimal
karena berdasarkan hasil penelitian masih ditemukannya
penyimpangan terhadap aturan tersebut yaitu pemberlakuan tarif
pajak bumi dan bangunan di luar tarif resmi dan tidak
transparannya laporan mengenai omzet pajak bumi dan bangunan
dari pengelola pajak .
pengawasan terhadap prosedur pembayaran pajak bumi dan
bangunan dinilai belum sepenuhnya efektif. Berdasarkan data
terlihat bahwa pelaksanaan prosedur pembayaran pajak bumi dan
bangunan ternyata kurang memenuhi aturan, karena masih ada
wajib pajak yang belum bayar pajak bumi dan bangunan. Akan
tetapi pemberlakukan sanksi telah sesuai yaitu berupa pidana
kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggitingginya 2 (dua) kali pajak yang terutang. Permasalahan lainnya
yaitu Pihak pengelola /wajib pajak bumi dan bangunan sulit untuk
menentukan jumlah tarif pajak bumi dan bangunan yang
sebenarnya, serta sekali-kali ada wajib pajak /pengelola pajak bumi
dan bangunan yang menunggak pembayaran pajak bumi dan
bangunan dan penyebabnya hanya besifat teknis saja dan Data-data
yang diberikan pengelola/wajib pajak bumi dan bangunan belum
akurat.

Sumber: Diolah dari hasil penelitian Agustus 2014


168

169

C. Diskusi
Memperhatikan pentingnya pengelolaan keuangan yang baik, maka perlu
diketahui secara lebih spesifik apa yang dikriteriakan baik dalam pengelolaan
keuangan. Istilah baik disini sebagaimana tertulis pada pasal 66 (ayat 1)
Undang-undang No.32 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah adalah dikelola secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,
bertanggung jawab, dengan memperhatikan keadilan kepatutan, dan manfaat
untuk masyarakat.
Pengelolaan pajak dapat dikatakan baik apabila segala sesuatunya dapat
berjalan:1) tertib, artinya prosedur, mekanisme ataupun tahap-tahap dalam
pengelolaan pajak bumi dan bangunan harus dapar berjalan runut, teratur, tidak
ada yang terlewatkan sesuai dengan apa yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil
penelitian, syarat ini telah terpenuhi dimana prosedur/mekanisme pemungutan
pajak bumi dan bangunan telah sesuai dengan ketentuan/prosedur yang telah
ditetapkan. 2) Taat pada aturan, artinya pengelolaanya tidak boleh menyimpang
dari ketentuan atau undang-undang, dalam hal ini Perda Kota Palembang No. 12
Tahun 1994 Tentang Pajak bumi dan bangunan. Hasil penelitian menunjukkan ada
beberapa yang tidak sesuai dengan ketentuan baik pada pengelolaan pajak bumi
dan

bangunan,

memberlakukan

seperti:

pembayaran

sanksi

sebagaimana

yang

belum

mestinya.

dibayar,
3)

dan

efisien,

tidak
artinya

mendayagunakan sumber daya yang ada secara minimal untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan pajak bumi dan

169

170

bangunan kurang mencerminkan syarat ini, dimana masih ada pengerjaan tugas
rangkap. 4) Ekonomis, artinya menggunakan sumber daya sehemat mungkin
sesuai dengan keperluan dan kemampuan. 5) efektif, artinya berorientasi pada
ketercapaian tujuan, dalam hal ini terealisasinya target penerimaan pajak bumi dan
bangunan sesuai dengan potensi yang ada. 6) Transparan, artinya setiap tahap
yang dilalui dalam pengelolaan pajak harus bersifat terbuka sebatas memang perlu
diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak bumi dan bangunan belum
memenuhi

syarat

transparansi

dalam

pengelolaan.

Ditemukan

adanya

penyimpangan dana oleh kolektor, wajib pajak yang tidak jujur dalam melaporkan
omzet pajak, dan tarif pajak bumi dan bangunan yang tidak semestinya. 7)
Bertanggung jawab, artinya pengelola, dalam hal ini para pegawai Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin harus
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana yang telah dibebankan
kepadanya.
Potensi penyimpangan lebih besar untuk terjadi di pengelolaan pajak bumi
dan bangunan, dalam hal ini penyimpangan oleh SDM pajak bumi dan bangunan.
Padahal sumber daya manusia adalah faktor yang menggerakkan berbagai sumber
daya dalam organisasi. Keberhasilan pencapaian tujuan suatu organisasi berada di
tangan faktor penggeraknya yaitu sumber daya manusia. Hal inilah yang menjadi
salah satu penyebab mengapa target penerimaan pajak rbumi dan bangunan di
Kabupaten

Banyuasin

sangat

sulit

untuk

terealisasi

ditengah

semakin

bertambahnya potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan tiap tahunnya.

170

171

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin belum
dikelola secara optimal, walaupun jika dilihat dari realiasasi penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan tiap tahunnya sudah mencapai target, akan tetapi dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya masih terdapat kendala/masalah.
Untuk lebih jelasnya mengenai kendala/ masalah tersebut, dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Perencanaan
a.
Pembinaan sumber daya manusia yang dilakukan tidak secara merata ke
b.

semua petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Keterbatasan dana yang difasilitasi kepada petugas pengelola Pajak Bumi

c.

dan Bangunan (PBB)


Adanya keterbatasan sarana dan pasarana yang harusnya dimiliki atau

difasilitasi kepada petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


2. Pelaksanaan

171

172

a. Rendahnya kesadaran untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan


kurangnya pengetahuan wajib pajak serta Pemberian sanksi yang tidak
bisa dilakukan.
b. Pemberlakuan tarif pajak terutang tidak sesuai dengan yang telah
direncanakan.
c. Pendataan kebanyakan tidak melibatkan Wajib Pajak, dan pendataan tidak
dilakukan setiap tahun.
3. Pengawasan
a. Masih ada wajib pajak yang tidak terdata.
b. Pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunan di luar tarif resmi dan tidak
transparannya laporan mengenai omzet pajak bumi dan bangunan dari
pengelola pajak .
c.Masih ada wajib pajak yang belum bayar pajak bumi dan bangunan.
B.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian, analisis di dalamnya serta kesimpulan yang

ada, maka saran-saran yang dapat diberikan, antara lain:


1. Prosedur pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan hendaklah benar-benar
dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Pengetahuan Wajib
Pajak yang rendah mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebaiknya
tidak dijadikan sebagai alasan prosedur tersebut dilalaikan. Maka yang
semestinya harus dilakukan adalah melaksanakan secara intensif upaya
berupa tindakan preventif misalnya sosialisasi berupa penyuluhan dari
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palembang selaku pihak yang berwenang
melakukan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada Wajib
Pajak dengan :

172

173

a. Penyuluhan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hendaknya dilakukan


secara terus menerus atau kontinyu, hal ini dikarenakan jarang sekali
penyuluhan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini diterima oleh Wajib
Pajak
b. Penyuluhan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB hendaknya dilakukan
secara merata di semua daerah
c. Materi dalam penyuluhan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
hendaknya difokuskan pada pemberitahuan kepada masyarakat
mengenai alur atau prosedur tata cara pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan

(PBB)

selain

pemberitahuan

informasi

pentingnya

kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi pembangunan.


2. Koordinasi dilakukan lebih intensif lagi dengan RT/RW setempat agar
penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) benar-benar sesuai.
3. Kegiatan pendataan hendaknya dilakukan secara rutin agar lebih cepat
diidentifikasi bila terdapat perubahan nama dan tempat tinggal Wajib
Pajak yang tidak terekam secara keseluruhan oleh pihak Kantor Pelayanan
Pajak (KPP).
4. Pemberian kemudahan dan kejelasan prosedur dalam pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) kepada Wajib Pajak.

173

174

DAFTAR PUSTAKA
Aji, B. Firman. 1985. Prencanaan dan Evaluasi. Jakarta: Bina Aksara
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi
Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta
Brotodihardjo, Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Keempat.
Bandung: Refika Aditama
Davey, K.J, 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah Terjemahan Amanulah, UI Press,
Jakarta

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia.


Jakarta: Rineka Cipta
Handayaningrat, Soewarno. 1994. Pengantar Studi Ilmu Administrasi Dan
Manajemen. Jakarta: CV Masagung
Handoko, T. Hani. 1995. Manajemen. Yogyakarta: BPFE
Hasibuan, Malayu. 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara:
Jakarta
Hermawan. 2010. Evaluasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan
Sekayu. Palembang: Program Pascasarjana Stisipol Candradimuka
Ibrahim, Amin. 2004. Pokok-Pokok Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Mandar
Maju
Indrawijaya, Ismawan. 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo-Kelompok Gramedia.
Jabar. 2003. Fluktuasi Penerimaan Hasil Pajak Daerah di Provinsi Aceh.
Yogyakarta: Pascasarjana Universitas Gajah Mada
Kaho, Josuf Riwu,et.al.1984. beberapa Faktor Yang Mempengaruhi PAD Tk. II,
PD & K dan UGM, Yogayakarta
Kaloh. J. 2002. Mencari bentuk Otonomi Daerah (Sustu Solusi dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global). Jakarta: Rineka Cipta
Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik..
Yogyakarta: Gava Media.

174

175

Manullang, M. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Jogjakarta: Andi
Jogja
Mardiasmo.2003.Perpajakan.Andi.Yogyakarta
Marsono.1986. Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan. Djambatan. Jakarta
Miles B, Mathew dan Huberman, A Michall. 1992. Analisa Data Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Moleong, Lexy, J. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rinesa
Rasdakarsa
Moleong, Lexy. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rinesa
Rasdakarsa
Munawir. 1997. Pokok-pokok Perpajakan. Jakarta: Liberty
Munir, dkk. 2004. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta:
YPAPI.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber daya Manusia. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Poerwadarmanto. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Pusat Pembinaan dan Pengembangn Bahasa, 1999. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Sedarmayanti. 2003. Good Governance dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya
Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi dan
Pemberdayaan. Bandung: Bandar Maju
Setiaji, Bambang, 2005. Panduan Riset Dengan Pendekatan Kualitatif. Program
Pascasarjana, Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Siagian.2007. Fungsi-fungsi Manajerial, Jakarta Bumi Aksara
Siagian, Sondang P. 2009. Manajemen Strategik, Jakarta: Bumi Aksara
Silalahi, Ulbert. 1992. Studi Tentang Ilmu Administrasi. Bandung: Sinar Baru
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta:
LP3ES

175

176

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta


Sunarti. 2000. Analisis Implementasi Kebijakan Pajak bumi dan bangunan Dalam
Rangka Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Studi Pada DLLAJ Kota
Malang). Malang: Tesis Universitas Brawijaya
Supriana, Thahya. 1993. Sistem Administrasi Pemerintahan Di Daerah. Jakarta:
Bumi Aksara
Soemitro,Rachmat.1994.Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum.Eresko.Bandung.
Syafiie, Inu Kencana. 1998. Manajemen Pemerintahan. Jakarta: PT PERTJA
Tayipnapis, F.. 2004. Evaluasi Program. Jakarta: Departemen pendidikan dan
kebudayaan
B. UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa.
Undang-undang No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi
Daerah

176

177

Pedoman Wawancara Dengan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan


Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bagaimana melakukan perencanaan Sumber daya manusia ?


Bagaimana melakukan Anggaran/Dana?
Bagaimana melakukan Sarana dan Prasarana?
Bagaimana melakukan Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi ?
Bagaimana melakukan Koordinasi antar instansi terkait?
Bagaimana melakukan Pendaftaran Dan Penetapan Wajib pajak?
Bagaimana melakukan Penentuan Tarif?
Bagaimana melakukan Prosedur Pembayaran/ Penyetoran?
Bagaimana melakukan Evaluasi dan monitoring?

Pedoman Wawancara dengan Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan


(PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bagaimana melakukan perencanaan Sumber daya manusia ?


Bagaimana melakukan Anggaran/Dana?
Bagaimana melakukan Sarana dan Prasarana?
Bagaimana melakukan Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi ?
Bagaimana melakukan Koordinasi antar instansi terkait?
Bagaimana melakukan Pendaftaran Dan Penetapan Wajib pajak?
Bagaimana melakukan Penentuan Tarif?
Bagaimana melakukan Prosedur Pembayaran/ Penyetoran?
Bagaimana melakukan Evaluasi dan monitoring?
Pedoman Wawancara Dengan Kepala Seksi Pengolahan Data
Dan Penetapan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bagaimana melakukan perencanaan Sumber daya manusia ?


Bagaimana melakukan Anggaran/Dana?
Bagaimana melakukan Sarana dan Prasarana?
Bagaimana melakukan Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi ?
Bagaimana melakukan Koordinasi antar instansi terkait?
Bagaimana melakukan Pendaftaran Dan Penetapan Wajib pajak?
Bagaimana melakukan Penentuan Tarif?
Bagaimana melakukan Prosedur Pembayaran/ Penyetoran?
Bagaimana melakukan Evaluasi dan monitoring?

Pedoman Wawancara Dengan Staf Seksi Pengolahan Data


177

178

Dan Penetapan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bagaimana melakukan perencanaan Sumber daya manusia ?


Bagaimana melakukan Anggaran/Dana?
Bagaimana melakukan Sarana dan Prasarana?
Bagaimana melakukan Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi ?
Bagaimana melakukan Koordinasi antar instansi terkait?
Bagaimana melakukan Pendaftaran Dan Penetapan Wajib pajak?
Bagaimana melakukan Penentuan Tarif?
Bagaimana melakukan Prosedur Pembayaran/ Penyetoran?
Bagaimana melakukan Evaluasi dan monitoring?

Pedoman Wawancara Dengan Petugas KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan


Keuangan Dan Aset Daerah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

178

Bagaimana melakukan perencanaan Sumber daya manusia ?


Bagaimana melakukan Anggaran/Dana?
Bagaimana melakukan Sarana dan Prasarana?
Bagaimana melakukan Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi ?
Bagaimana melakukan Koordinasi antar instansi terkait?
Bagaimana melakukan Pendaftaran Dan Penetapan Wajib pajak?
Bagaimana melakukan Penentuan Tarif?
Bagaimana melakukan Prosedur Pembayaran/ Penyetoran?
Bagaimana melakukan Evaluasi dan monitoring?

179

ANALISIS PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


DI KABUPATEN BANYUASIN

TESIS
Untuk memenuhi sebagian Persyaratan
Dalam Mencapai Derajat Pascasarjana
Dengan Gelar Magister Sains
Pada
Program Pascasarjana Stisipol Candradimuka
Program Studi Magister Administrasi Publik
Konsentrasi: Manajemen Publik

Diajukan Oleh:

Beni
NPM 051321105

179

180

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


PROGRAM PASCASARJANA
STISIPOL CANDRADIMUKA
2014

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN.

HALAMAN PENGESAHAN TESIS... ii


HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI.. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN MOTTO..

KATA PENGANTAR.. vi
RINGKASAN..

viii

ABSTRAK ix
ABSTRACT.

DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL..

xv

DAFTAR GAMBAR xvi


DAFTAR LAMPIRAN. xvii
BAB I PENDAHULUAN

180

A. Latar Belakang....
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah...........

1
9

1. Identifikasi Masalah................

2. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian........

10

181

D. Manfaat Penelitian..............

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Landasan Teori .................................

11

B. Penelitian Yang Relevan...........................................................

75

C. Kerangka Pemikiran...................................................................

77

BAB III METODE PENELITIAN


A. Perspektif Pendekatan Penelitian
B. Ruang Lingkup/ Fokus Penelitian..
C. Variabel Penelitian.....
1. Klasifikasi Variabel...
2. Definisi Konseptual...
3. Definisi Operasional..
D. Unit Analisis.......
E. Key Informents..........

80
81
82
82
82
83
84
84

F. Jenis dan Sumber Data..

85

G. Teknik Pengumpulan Data.

86

H. Teknik Analisis Data.

87

I.

88

Sistematika Laporan.......

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH


A.

Sejarah singkat Pembentukan Kabupaten Banyuasin...............

90

B.

Keadaan Geografis dan Demografis Kabupaten Banyuasin.....

91

C.

Kecamatan di Kabupaten Banyuasin.........................................

92

D.

Peta Kabupaten Banyuasin........................................................

92

E.

Komoditi Unggulan Kabupaten Banyuasin...............................

56

F.

Visi dan Misi Kabupaten Banyuasin..........................................

93

F.

181

Susunan Organisasi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan

182

Dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin.......................................

94

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


A. Hasil Penelitian..........................................................................

90

B. Analisis Hasil Penelitian...

107

C. Diskusi ...

109

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


1.

Kesimpulan....

111

2.

Saran......

114

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

182

183

Tabel
Halaman
1. Target dan Realisasi Penerimaan Kabupaten Banyuasin dari Sektor
Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2011-2013........................................ 5
2. Matrik definisi operasional..................................................................... 84
3. Tingkat pendidikan petugas pengelola PBB di Kabupaten Banyuasin.. 114
4. Dana/anggaran dalam pengelolaan PBB tahun 2014........................... 123
5. Sarana dan prasarana Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan
Aset Daerah Kabupaten Banyuasin....................................................... 127
6. Jumlah Wajib Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang terdaftar dan
Jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang membayar di
Kabupaten Banyuasin Tahun 2013........................................................ 140
7. Target Penerimaan dan Jumlah Wajib Pajak Bumi Bangunan (PBB)
yang seharusnya membayar serta Realisasi Penerimaan dan Realisasi
Jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah
membayar.............................................................................................. 162
8. Prosedur pendaftaran dan penetapan wajib PBB................................. 170

DAFTAR GAMBAR

Gambar
Halaman
1. Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)................................... 79
183

184

2.

Struktur Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset


Daerah Kabupaten Banyuasin....................................................................
96

3. Prosedur pembayaran PBB.................................................................

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

ANALISIS PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

184

151

185

DI KABUPATEN BANYUASIN

TESIS

Disusun oleh:

Beni
NPM 051321105

Program Studi Administrasi Publik

Telah Disetujui Untuk Diujikan

Pembimbing Utama (I)

Dr. M. Syaifuddin, SH, M.Hum

Pembimbing Pembantu (II)

Drs. Ong Berlian, MM


RINGKASAN

Kabupaten Banyuasin sudah disyahkan sembilan (9) jenis Perda


(Peraturan Daerah) tentang Pajak Daerah yaitu Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun
185

186

2011. Adapun sembilan (9) jenis obyek Pajak Daerah di Kabupaten Banyuasin
dimaksud adalah : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan, (7) Pajak Air Tanah, (8) Pajak Sarang Burung Walet,
(9) Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Berkaitan dengan
penelitian ini, maka Obyek Pajak yang akan dibahas hanya Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin, sebagaimana tertuang dalam
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Pengelolaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Hal yang
diidentifikasikan yaitu: Kurangnya kepatuhan masyarakat tentang kewajibannya
membayar pajak, Besarnya ketetapan pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
tidak sesuai dengan Objek Pajak serta Masih banyak wajib Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang membayar pajak tidak sesuai dengan besar Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan dan Alamat wajib pajak yang tidak
diketahui.
Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan menggunakan teori menurut
Terry (dalam Fathoni, 2006: 29) yang terdiri dari: 1) perencanaan berupa Sumber
daya manusia , Anggaran/Dana dan Sarana dan Prasarana, 2) pengorganisasian
berupa Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi dan Koordinasi antar instansi
terkait, 3) pelaksanaan berupa Pendaftaran Dan Penetapan Wajib pajak, Penentuan
Tarif dan Prosedur Pembayaran/ Penyetoran, 4) pengawasan berupa Evaluasi dan
Monitoring. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif. Sedangkan Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu wawancara, dokumentasi dan observasi.

ABSTRAK
Permasalahan yang dihadapi dalam penerimaan pajak daerah melalui
sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin mengisyaratkan
bahwa pelayanan publik dalam hal sosialisasi mengenai Pajak Bumi dan

186

187

Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin belum berlangsung efektif dan efisien.


Hal ini diperparah lagi dengan belum tercapainya penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) pada tiap tahunnya. Tujuan penelitian ini adalah Untuk
mengetahui Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten
Banyuasin. Masalah dalam penelitian yaitu Kurangnya kepatuhan masyarakat
tentang kewajibannya membayar pajak, Besarnya ketetapan pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang tidak sesuai dengan Objek Pajak serta Masih banyak wajib
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang membayar pajak tidak sesuai dengan besar
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan dan Alamat wajib pajak yang
tidak diketahui. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa: pengelolaan
pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin belum dikelola secara optimal,
hal ini bisa dilihat dari realiasasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tiap
tahunnya tidak mencapai target, yang disebabkan oleh dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasannya masih terdapat kendala/masalah.
Kata Kunci: Pengelolaan, Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)

187

188

ABSTRACT

The problem faced by the local tax revenue through land and building tax
sector (UN) in the District Banyuasin suggests that public service in terms of the
socialization of land and building tax (PBB) in the District Banyuasin not take
place effectively and efficiently. This is further aggravated by not achieving the
land and building tax receipt (UN) in each year. The purpose of this study was to
determine the Management of Land and Building Tax (PBB) in the District
Banyuasin. The problem in the research community about the lack of compliance
is their obligation to pay taxes, amount of tax assessment of land and building
(UN) not in accordance with the tax object and still a lot of land and building tax
compulsory (UN) who pay taxes in accordance with a Tax Object Sales Value
(SVTO) were determined and the taxpayer address unknown. The data analysis
technique used in this study is qualitative data analysis techniques. This study
shows that: the management of property tax in the District Banyuasin not
optimally managed, it can be seen from the realization of land and building tax
revenue each year did not reach the target, due to the planning, implementation
and evaluation there are constraints/ problems.

Keywords: Management, Tax on Land and Building (PBB)

188

189

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai
persyaratan dalam mencapai derajat pendidikan Strata 2 Program Studi Magister
Administrasi Publik. Tesis ini berjudul : Analisis Pengelolaan Pajak Bumi Dan
Bangunan di Kabupaten Banyuasin .
Dalam penulisan tesis ini, tentunya penulis memperoleh bantuan,
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati dan tulus ikhlas, penulis sampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Orang tuaku serta mertuaku, yang selalu memberikan dorongan, bantuan dan
doa untuk keberhasilan penulis.
2. Isteriku serta anak-anakku tercinta, yang selalu setia mendampingiku,
memberikan semangat dan doa yang tiada henti-hentinya
3. Ibu Dr. Hj. Nurmah Semil, M.Si, selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Magister Administrasi Publik Stisipol Candradimuka
4. Bapak Drs. Mardianto, M.Si, selaku KPS Magister Administrasi Publik
Stisipol Candradimuka
5. Bapak Dr. Syaifuddin, SH, M.Hum, selaku Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memeriksa, memberikan bimbingan, saran, nasehat
dan bantuan yang sangat berguna dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Drs. Ong Berlian, M.M selaku Pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memeriksa, memberikan bimbingan, saran, nasehat
dan bantuan yang sangat berguna dalam menyelesaikan tesis ini
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Pasca Sarjana Magister Administrasi Publik
Stisipol Candradimuka , yang telah memberikan Ilmu dan bantuan selama ini.
8. Seluruh staff Program Pasca Sarjana Magister Administrasi Publik Stisipol
Candradimuka, yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama ini.

189

190

9. Bapak/Ibu Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah


Kabupaten Banyuasin, Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kepala Seksi
Pengolahan Data dan Penetapan, staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan,
petugas KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah dan
Warga masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan Bangunan yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
10. Teman-teman angkatan 21, yang telah membantu, memberikan semangat dan
dorongan dalam menyelesaikan tesis ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk memperoleh hasil yang
baik, namun mengingat masih terbatasnya pengetahuan dan kemampuan serta
pengalaman yang dimiliki sehingga penyajian tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun guna kesempurnaan dan perbaikan dari tesis ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas seluruh bantuan yang
diberikan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin

Palembang, November 2014


Penulis,

Beni
NPM 051321105

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

190

191

Nama

: Beni

Tempat dan Tanggal Lahir

Program Studi

: Magister Administrasi Publik

NPM

: 051321105

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:


1. Karya ilmiah yang saya tulis adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik, disuatu perguruan tinggi
2. Seluruh data, informsi, interprestasi serta pernyataan pembahasan dan
kesimpulan yang diajukan dalam karya ilmiah ini, kecuali yang disebutkan
sumbernya adalah merupakan hasil pengamatan, penelitian, pengolahan serta
pemikiran saya dengan pengarahan dari pembimbing yang ditetapkan.
3. Juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Demikianlah pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan apabila
dikemudian hari ditemukan adanya bukti ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pembatalan gelar yang
saya peroleh melalui pengajuan karya ilmiah ini.
Palembang, November 2014
Yang Membuat Pernyataan,

Beni
NPM 051321105

191

192

PERSEMBAHAN:
Atas berkat rahmat Allah SWT,
Kupersembahkan Karyaku ini kepada :
Orang tuaku tercinta dan

mertuaku sebagai tanda bakti Ananda


Isteriku dan anaku tercinta

yang selalu menemaniku

Almamaterku

MOTTO:
192

193

Pelajarilah

Ilmu.

Barang

siapa

mempelajarinya karena Allah, itu taqwa.


Menuntutnya,

itu

ibadah.

Mengulang-

ngulangnya, itu tasbih. Membahasnya, itu


jihad. Mengajarkannya kepada orang yang
tidak tahu, itu sedekah. Memberikannya
kepada ahlinya, itu mendekatkan diri
kepada Tuhan
(Abusy Syaikh Ibnu Hibban
dan Ibnu Abdil Barr, IIya AlGhozali, 1986)

193

Anda mungkin juga menyukai