BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas
daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat.
Untuk
menyelenggarakan
pemerintahan
tersebut,
daerah
berhak
pajak daerah Kabupaten/Kota terdiri dari : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3)
Pajak Hiburan, (4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (5) Pajak Penerangan Jalan,
(6) Pajak Mineral Bukan Logam dam Batuan, (7) Pajak Parkir, (8) Pajak Air
Tanah, (9) Pajak Sarang Burung Walet, (10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan
dan Perkotaan dan (11) Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Dari sebelas (11) macam jenis obyek Pajak Daerah
tersebut diatas,
untuk Kabupaten Banyuasin sudah disyahkan sembilan (9) jenis Perda (Peraturan
Daerah) tentang Pajak Daerah yaitu Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011. Pada
Tahun 2011 ini ada sembilan (9) jenis obyek Pajak Daerah yang sudah
diberlakukan di Kabupaten Banyuasin dan mulai tanggal 8 Februari 2011
dilaksanakan pemunggutan berdasarkan Peraturan Daerah yang baru disyahkan.
Adapun sembilan (9) jenis obyek Pajak Daerah di Kabupaten Banyuasin
dimaksud adalah : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan, (7) Pajak Air Tanah, (8) Pajak Sarang Burung Walet,
(9) Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka Obyek Pajak yang akan dibahas
hanya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin, sebagaimana
tertuang dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
Sebagai konsekuensi dari terbentuknya Kabupaten Banyuasin, dibutuhkan
dana-dana untuk menunjang pembangunan daerah. Diantara sumber-sumber
penerimaan tersebut, sektor pajak yang paling utama mendapat prioritas perhatian
dalam hal pengelolaan dan pembinaan.
Jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Banyuasin mengalami pasang surut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku pada saat ini. Sesuai dengan upaya mendorong pertumbuhan
ekonomi regional, pemerintah daerah Kabupaten Banyuasin telah memangkas
beragam jenis pungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat memberikan
dampak negatif terhadap perekonomian di daerah.
Disamping itu untuk mempertinggi perolehan pendapatan daerah
Kabupaten Banyuasin khususnya yang berasal dari komponen pajak daerah telah
memberlakukan pungutan yang secara ekonomi dapat memberikan sumbangan
yang signifikan bagi pendapatan daerah. Selama kurun waktu 3 tahun mulai dari
tahun anggaran 2009 s/d 2011 Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuasin telah
memberlakukan beragam jenis pajak daerah, sebagai contoh Pajak Bumi dan
Kabupaten Banyuasin melalui sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada
tahun 2012 sudah optimal, sebab dana penerimaan pemerintah Kabupaten
Banyuasin melalui sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat memenuhi
target atau dengan kata lain penerimaan mencapai 100 %. Pada tahun 2012 dana
penerimaan yang terkumpul dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar
Rp. 7.239.138.072,00 dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 3.983.568.791,00.
Ini berarti bahwa realisasi penerimaan dari sektor Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) pada tahun 2012 mencapai 181,72 %.
Realisasi penerimaan daerah Kabupaten Banyuasin melalui sektor pajak
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun 2013 mengalami kenaikan
dibandingkan tahun 2012. Dengan kata lain penerimaan dari sektor Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) pada tahun 2013 sudah mencapai target yang telah
ditentukan atau dengan kata lain penerimaan mencapai 100 %. Berdasarkan tabel
tersebut dapat dilihat bahwa sektor pajak pajak Bumi dan Bangunan dalam
realisasinya mencapai Rp. 8.396.155.899,00. dari target yang ditentukan yaitu
sebesar Rp.4.495.893.824,00 Ini berarti penerimaan dana yang terkumpul dari
sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hanya mencapai 186,75 %.
Penerimaan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun
2014 juga sudah mencapai target yang telah ditentukan atau dengan kata lain
penerimaan mencapai 100 %. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa
sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam realisasinya mencapai Rp.
8.916.962.781,00 dari target yang ditentukan yaitu sebesar Rp. 6.880.188.392,00.
Ini berarti penerimaan dana yang terkumpul dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) mencapai 129,60 %.
Merujuk dari data-data diatas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan
program dan kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan pajak daerah melalui
sektor penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin
selama ini sudah optimal. Namun dalam pelasanaanya masih terdapat kendala/
hambatan yang disebabkan karena:
1. Kurangnya kepatuhan masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak.
Seperti masih banyak Objek Pajak (OP) yang belum didaftarkan Pajak Bumi
dan Bangunannya. Hal ini dapat dilihat dari data yang ada pada tahun 2013,
berdasarkan pokok ketetapan Objek Pajak yaitu berjumlah 600.455 Objek
Pajak, akan tetapi Objek Pajak yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) hanya berjumlah 211,415 Objek Pajak.
2. Besarnya ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak sesuai dengan
Objek Pajak. Sebagai contoh masih ada wajib pajak mempunyai kemampuan
untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tapi tidak mau membayar.
Hal ini bisa dilihat dari salah satu masyarakat yang memiliki nilai jual tanah
diatas Rp.1.000.000.000,00 seharusnya besarnya ketetapan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yaitu sebesar 40 %, akan tetapi hanya membayar 25% serta
Masih banyak wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang membayar pajak
tidak sesuai dengan besar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan.
Contohnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) masih dihitung dari harga yang
lama, sedangkan sebenarnya Objek Pajak sudah mengalami perubahan. Hal ini
bisa dilihat Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan sebesar 40 %, akan tetapi
masih dihitung dari harga lama yaitu sebesar 25 %.
3. Alamat Wajib Pajak yang tidak diketahui, seperti Objek Pajak dan Wajib Pajak
tidak diketahui alamatnya tapi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
pajak Bumi dan Bangunannya diterbitkan. Sebagai contoh didesa kenten laut
ada kira-kira 300 Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang tidak
diketahui Objek Pajak dan Wajib Pajaknya serta Banyak Wajib pajak yang
berada diluar Kabupaten Banyuasin, seperti
dan
diselesaikan,
karena
kendala-kendala
inilah
yang
akan
menyebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah melalui sektor Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin sulit mencapai target yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini dianggap sebagai upaya
baru untuk mengkaji bagaimana Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Hal ini sangat penting dilakukan mengingat Pajak Daerah itu merupakan salah
satu masukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar. Oleh sebab itu, penulis
tertarik untuk meneliti masalah tersebut dalam sebuah tesis yang berjudul:
Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.
Indentifikasi Masalah
Berdasarkan dari beberapa uraian tersebut diatas maka yang terdapat di
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dijadikan penelitian adalah: Bagaimana
Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Pengelolaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.
10
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Akademis :
a. Penelitian ini diharapkan akan
yaitu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
10
11
yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir yang
baik akan menjelaskan secara teoretis pertautan antar variabel yang akan diteliti.
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Reformasi dibidang politik dan pemerintahan saat ini telah melahirkan
agenda dan kesepakatan nasional baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah, yang ditandai oleh diterbitkannya TAP MPR No.XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan; dan Pemanfaatan Sumber Daya
Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mewakili paradigma baru
tatanan pemerintahan daerah. Dari semangat Tap MPR No.XV/1998 tersebut
dapat dilihat beberapa aspek penyelenggaraan Otonomi Daerah (dalam Kaloh,
2002:53), berikut ini:
a. Pembangunan daerah sebagai bagian integral pembangunan nasional melalui
Otonomi Daerah, pengaturan sumber daya nasional yang berkeadilan dan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Otonomi daerah diberikan dengan prinsip kewenangan yang luas dan nyata,
dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional, dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan dan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
c. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan nasional demokrasi
dan memperhatikan keanekaragaman daerah.
11
12
yang
diperkuat
dengan
pengawasan
DPRD
dan
masyarakat.
12
13
peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan serta memperbaiki potensi dan
keanekaragaman daerah.
Pencapaian maksud dari TAP MPR tersebut, diimplementasikan dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai upaya
mendorong dan memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa serta
kreaktivitas, selain itu juga guna meningkatkan peran serta masyarakat dan
mengembangkan peran serta fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Oleh karena itu Undang-undang tersebut menempatkan otonomi daerah secara
utuh pada daerah Kabupaten dan daerah kota.
Daerah Kabupaten dan daerah Kota dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 mempunyai kedudukan sebagai daerah otonom yang memiliki
kewenangan mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Otonomi daerah dan Desentralisasi dinilai merupakan cara yang terbaik
untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul di daerah-daerah dalam hal
kemiskinan dan pengembangan daerah itu sendiri. Desentralisasi itu sendiri
menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
adalah Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam Sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, menurut M.Turner dan D. Hulme (dalam Adnan, 2002:27)
desentralisasi adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa
13
14
pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen lain yang lebih dekat kepada
publik yang dilayani. Landasan yang mendasari transfer ini adalah teritorial dan
fungsional. Dengan teritorial yang dimaksud adalah menempatkan kewenangan
kepada level pemerintahan yang lebih rendah dalam wilayah hirarkis yang secara
geografis lebih dekat kepada penyedia layanan dan yang dilayani. Dengan
fungsional artinya transfer kewenangan kepada agen yang secara fungsional
terspesialisasi. Transfer kewenangan secara fungsional ini memiliki tiga yaitu:
Pertama, Apabila pendelegasian kewenangan itu didalam struktur politik formal.
Kedua, jika transfer itu terjadi didalam struktur administrasi publik. Ketiga, jika
transfer tersebut dari institusi negara kepada agen non Negara.
Menurut M.Turner dan D. Hulme (dalam Adnan, 2002:28) Adapun jenis
pendelegasian yang pertama dikenal dengan devolusi politik, yang bisa terdiri
dari: desentralisasi, pemerintahan lokal, desentralisasi demokratis. Jenis yang
kedua adalah dekonsentrasi atau desentralisasi administratif. Sedangkan yang
ketiga adalah privatisasi fungsi-fungsi yang dipindahkan. Pendapat lain
dikemukakan
oleh
Rondinelli
(dalam
Adnan,
2002:28)
mendefinisikan
14
15
Sementara itu Shahid Javed Burki (dalam Adnan, 2002: 28) menggunakan
istilah desentralisasi untuk menunjukkan adanya proses perpindahan kekuasaan
politik, fiskal dan administratif kepada unit pemerintah sub nasional. Oleh karena
itu yang terpenting menurutnya adalah adanya pemerintah daerah yang terpilih
melalui pemilihan lokal (elected sub-national government), dan jika tidak, maka
negara tersebut tidak dapat dianggap sudah terdesentralisasikan. Ia menekankan
pada pentingnya pemerintah daerah yang terpilih ini karena dua alasan. Pertama,
alasan yang mungkin paling ambisius dan paling beresiko bahwa reformasi ketiga
bentuk struktur (desentralisasi, dekonsentrasi dan privatisasi) tersebut berlangsung
di daerah. Kedua, implikasi behavioral yang unik dari desentralisasi.
Desentralisasi merubah struktur akuntabilitas lokal dari pemerintah pusat
kepada penduduk lokal. Sebaliknya, dekonsentrasi memelihara hubungan hirarkis
antara pemerintah pusat dengan jajarannya yang berada di daerah. Privatisasi
menunjukkan adanya motivasi profit yang akan mempengaruhi perilaku.
Tujuan
utama
dari
kebijakan
desentralisasi
tahun
1999
adalah
15
16
daerah
dipersilahkan
mengurus
rumah
tangganya
sendiri
secara
bertanggungjawab.
Visi Otonomi Daerah (Sedarmayanti, 2003: 35) dapat dirumuskan dalam
tiga ruang lingkup interaksinya yang utama yaitu:
a. Bidang Politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan
demokratisasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka
ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara
demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan
yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu
mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban
publik.
b. Bidang Ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya
pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain
terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan
regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di
daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah memungkinkan lahirnya
berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi,
memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur
yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya.
c. Bidang Sosial dan Budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik-baiknya
mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial dan pada saat
yang sama, memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif
terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
16
17
Berdasarkan visi tersebut, maka salah satu konsep dasar otonomi daerah
yang melandasi lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah
perwujudan desentralisasi fiskal.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber-sumber
pendapatan/penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber dari:
a.
Dana Perimbangan
c.
Lain-lain Pendapatan
Sedangkan Pembiayaan bersumber dari:
17
18
a.
b.
c.
d.
18
19
seluas-luasnya
untuk
mengatur
dan
mengurus
sendiri
urusan
tentang
pemerintahan
daerah,
b.
c.
d.
Asas keterbukaan
e.
Asas proposionalitas
f.
Asas profesionalitas
g.
Asas akuntabilitas
h.
Asas efisiensi
19
berpedoman
pada
asas
Umum
20
i.
Asas efektivitas
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan, dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Adapun yang dimaksud dengan tugas pembantuan menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada Kabupaten/Kota dan/atau
desa serta dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan
tugas tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan dekonsentrasi menurut Undangundang tersebut adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu. Adapun hak daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah,
meliputi:
a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
b. Memilih pimpinan daerah
c. Mengelola aparatur daerah
d. Mengelola kekayaan daerah
e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya yang berada didaerahnya
g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain-lain yang sah
h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
20
21
21
22
b.
c.
d.
e.
f.
Penyelenggaraan pendidikan
g.
h.
i.
j.
k.
Pelayanan pertanahan
l.
m.
n.
o.
p.
22
23
23
24
24
25
budgetair). Fungsi ini merupakan fungsi yang utama dibandingkan dengan fungsi
regulered (fungsi mengatur), yaitu pajak dijadikan sebagai alat kebijakan
pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam APBN dan RAPBN,
penerimaan pajak digolongkan kepada penerimaan non-migas, yaitu terdiri atas :
pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, bea masuk, cukai, pajak ekspor, pajak
bumi dan bangunan, dan pajak lainya. Sedangkan penerimaan pajak atas transaksi
perdagangan internasional meliputi dua jenis pajak yang mencakup penerimaan
Bea Masuk dan Pajak Ekspor.
Dari beberapa defenisi tentang pajak di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar:
1.
2.
3.
4.
daerah
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran pemerintah (rutin
dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
Selain terdapat berbagai defenisi mengenai pajak, terdapat pula beberapa
tanggapan dari para pakar dan praktisi perpajakan. Sumitro (1994 :67)),
menyatakan bahwa Pajak sebenarnya utang , yaitu utang anggota masyarakat
kepada masyarakat. Utang ini menurut hukum adalah perikatan (verbintenis).
Meskipun pajak itu letaknya di bidang hukum publik, tetapi erat sekali
hubunganya dengan hukum perdata dan hukum adat. Di sisi lain, pemenuhan
kewajiban pajak akan berdampak pada aspek ekonomi, dari mikro ekonomi
hingga makro ekonomi. Sehingga apabila anggota masyarakat memenuhi
25
26
26
27
pendapatan yang berasal dari retribusi, Hasil Perusahaan Daerah dan Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli
Daerah lainnya. Rochmat Sumitro, mendefinisikan :
Pajak sebagai suatu iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari
sektor partikelir ke sektor Pemerintah) berdasarkan Undang-Undang (dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat
ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai keperluan umum (Sumitro,
1994 :23)
Pendapat ini kemudian disempurnakan oleh ahli yang sama sebagai berikut :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Riwu
Kaho,op-cit:128).
Menurut Setiaji (2005 : 1), pajak merupakan sumber penerimaan negara
yang utama. Semakin hari peranan penerimaan pajak bagi pembiayaan
pengeluaran umum/negara semakin besar. Saat ini pemerintah sedang menyiapkan
amandemen UU Perpajakan Tahun 2005 yang menandai dilaksanakannya
reformasi perpajakan keempat.
Meskipun demikian, dalam pandangan Burton (2004), terdapat pula fungsi
lain dari pajak saat ini mengemuka, yaitu fungsi demokrasi dan fungsi
redistribusi. Fungsi demokrasi menyatakan bahwa pajak merupakan salah satu
penjelmaan gotong- royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan
demi kemaslahatan manusia. Sebagai impelementasinya, pajak memiliki
konsekuensi untuk memberikan hak-hak timbal-balik yang meskipun tidak
diterima langsung, tetapi diberikan kepada warga negara pembayar pajak.
Demikian selanjutnya,
hingga
pajak akan
27
28
pajak diterapkan dengan baik maka dapat dipastikan terjadi beberapa dampak
pajak terhadap perekonomian dan berbagai aspeknya.
Adapun manfaat penerimaan Pajak Daerah adalah untuk membantu
meringankan Pemerintah
dalam usaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada umumnya dan
Pajak Daerah pada khususnya. Meningkatkan Pajak Daerah akan meningkatkan
pula PAD, dengan meningkatnya PAD maka ketergantungan dengan Pemerintah
Pusat menjadi berkurang sehingga intervensi Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan
urusan rumah tangga daerah menjadi berkurang dan menjadikan daerah semakin
otonom.
Pemerintah pusat menjadi ringan bebannya karena kewajiban memberi
subsidi dan bantuan kepada Daerah menjadi berkurang. Pemerintah pusat
terhindar dari keterlibatan lebih jauh dalam urusan Rumah Tangga Daerah.
Dengan demikian dapat memusatkan perhatiannya pada masalah nasional dan
Internasional, tidak terganggu oleh masalah-masalah yang bersifat regional atau
lokal.
a.
28
29
(5) untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan (6) untuk memobilisasi surplus
ekonomi (R. Nurkse, 1971) dalam (Muchlis, 2002).
Untuk mencapai tujuan, pemerintah perlu memegang asas-asas pemungutan
dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga didapat keserasian pemungutan
pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan. Asas-asas pemungutan pajak
yang baik sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith (Suparmoko, 1986)
didasarkan pada:
1. Prinsip kesamaan / keadilan (equity)
Beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak.
Artinya orang yang penghasilannya sama harus dikenakan pajak yang sama.
29
30
kepastian hukum sehingga dengan hal tersebut tidak menjadikan masyarakat secara
sadar dan sukarela untuk membayar jumlah pajak yang terhutang.
Dalam pembuatan peraturan pajak daerah, harus didasarkan pada pemungutan
pajak secara umum yaitu demi meningkatkan kesejahteraan umum. Untuk
meningkatkan kesejahteraan umum tidak hanya memasukkan uang sebanyakbanyaknya ke kas negara saja, tetapi juga harus mempunyai sifat mengatur untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Pemasukan uang demi meningkatkan
kesejahteraan umum perlu ditingkatkan lagi serta pemungutannya harus berdasarkan
dan dilaksanakan menurut norma-norma yang berlaku. Pajak dilihat dari fungsinya
menurut (Suparmoko, 1992; Munawir, 1992; Guritno, 1992 dan 1994) mempunyai
dua fungsi:
30
31
Pengelompokan Pajak
Menurut (S. Munawir, 2000) dalam hukum pajak terdapat berbagai
pembedaan jenis-jenis pajak yang terbagi dalam golongan-golongan besar.
Pembedaan dan pengelompokan ini mempunyai fungsi yang berlainan pula. Berikut
adalah penggolongan pajak:
31
32
adalah pajak yang oleh si penanggung dapat dilimpahkan kepada orang lain,
atau menurut pengertian administratif pajak yang dapat dipungut tidak dengan Kohir
dan pengenaannya tidak secara langsung periodik tergantung ada tidaknya peristiwa
atau hal yang menyebabkan dikenakannya pajak, misalnya: Pajak Penjualan, Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa.
2. Pengelompokan Pajak Menurut Sifatnya
Dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pajak Subjektif
Adalah wajib pajak yang memperhatikan pribadi wajib pajak, pemungutannya
berpengaruh pada subjeknya, keadaan pribadi wajib pajak dapat mempengaruhi besar
kecilnya pajak yang harus dibayar. Misalnya: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif
Adalah pajak yang tidak memperhatikan wajib pajak, tidak memandang siapa
pemilik atau keadaan wajib pajak, yang dikenakan atas objeknya. Misalnya: Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
3. Pengelompokan Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya
Dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pajak Pusat atau Negara
Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang penyelenggaraannya
di daerah dilakukan oleh inspeksi pajak setempat dan hasilnya digunakan untuk
32
33
pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya, yang termasuk dalam pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat adalah:
1. Pajak yang dikelola oleh Inspektorat Jendral Pajak, misalnya: Pajak
Penghasilan, Pajak Kekayaan, Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa, Pajak
Penjualan Barang Mewah, Bea Materai, IPEDA, Bea Lelang.
2. Pajak yang dikelola Direktorat Moneter, misalnya : pajak minyak bumi.
3. Pajak yang dikelola Direktorat Jendral Bea Cukai, misalnya : bea masuk, pajak
eksport.
b. Pajak Daerah
Adalah pajak yang dipungut oleh Daerah beradasarkan peraturan-peraturan
pajak yang ditetapkan oleh Daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga di
daerahnya, misalnya : pajak radio, pajak tontonan.
Dilihat dari sifatnya dan lembaga pemungutnya, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) termasuk pajak yang bersifat obyektif dan merupakan pajak daerah.
Argumennya adalah karena obyek pajaknya, penyelenggaraan pajak bumi dan
bangunandan lokasi pajak bumi dan bangunanberada di daerah yang bersangkutan.
Orang yang menyelenggarakan pajak bumi dan bangunansecara jelas mengambil
keuntungan darinya dan eksternalitas yang mungkin timbul secara jelas mengenai
lingkungan sosial dalam alam di wilayah daerah tersebut.
c. Unsur-unsur dan Ciri-ciri Pajak
Unsur adalah sesuatu yang harus ada supaya sesuatu itu ada. Maka dapat
disebutkan unsur-unsur pajak adalah (Rochmat Soemitro, 1990):
1. Adanya penguasaan pemungut pajak
2. Adanya subjek pajak
33
34
34
35
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak yang ketiga, pihak
selain fiskus dan wajib pajak.
2. Official Assessment System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang. Cirinya adalah:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
3. Self Assessment System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada
wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Cirinya adalah:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
b. Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak
terutang
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
baik
karena
menggambarkan
dukungan
35
masyarakat
terhadap
36
Hasil guna adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dan
potensi hasil pajak tersebut, dengan anggapan semua wajib pajak membayar pajak
masingmasing. Hasil guna yang baik berkisar diatas angka 60 persen dari potensi
pajaknya. Terdapat tiga faktor yang mengancam hasil guna yaitu menghindari pajak
(oleh wajib pajak) kerjasama antara petugas pajak dan wajib pajak untuk mengurangi
jumlah pajak terhutang dan penipuan oleh petugas pajak.
3. Daya Guna (efficiency)
Yaitu perbandingan antara biaya pungut dengan potensi yang bersangkutan,
dengan anggapan semua wajib pajak terhutang masing-masing. Biaya yang dimaksud
adalah biaya pungut berkisar antara 40-80 persen dari total penerimaan.
4.
36
37
37
38
38
39
5. Keadaan sosial ekonomi dan tingkat kesadaran masyarakat selaku wajib pajak.
6. Perkembangan tersedianya sarana dan prasarana serta biaya pungutan
39
40
Perkotaan menjadi pajak daerah, maka penerimaan jenis pajak ini akan
diperhitungkan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
a.
40
41
41
42
Subjek Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) menurut Pasal 4 UndangUndang Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Selanjutnya dapat dirinci, bahwa yang dimaksud subjek pajak sebagaimana
dimaksudkan diatas adalah terdiri dari orang atau badan yang:
1.) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi dan atau bangunan:
a) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi (tanah) saja;
b) Memiliki atau mempunyai hak atas bangunan saja; dan
c) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi (tanah dan bangunan).
2) Menguasai bumi dan atau bangunan:
a) Menguasai bumi (tanah) saja;
b) Menguasai bangunan saja; dan
c) Menguasai bumi (tanah) dan bangunan;
3) Memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan:
a) Memperoleh manfaat atas bumi (tanah) saja;
b) Memperoleh manfaat atas bangunan saja; dan
c) Memperoleh manfaat atas bumi (tanah) dan bangunan
Berdasarkan rincian diatas, dapat disimpulkan bahwa subjek Pajak Bumi
dan Bangunanan (PBB) adalah:
a. Pemilik;
b. Pemegang kekuasaan;
c. Penyewa atau sebagainya.
Subjek pajak sebagaimana diuraikan diatas, adalah pihak yang
berkewajiban mendapatkan objek pajak dan membayar Pajak Bumi dan
Bangunanan (PBB). Dalam hal ini disebut wajib pajak. Terhadap objek pajak yang
42
43
belum jelas wajib pajaknya, Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)
memberikan wewenang pada Ditjen Pajak untuk menetapkan subjek pajak sebagai
wajib pajak sebagai keseimbangan, Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunanan
(PBB) memberikan hak kepada subjek pajak yang telah ditetapkan sebagai wajib
pajak untuk dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Ditjen Pajak
bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud. Atas keberatan
tersebut dalam waktu sebulan sejak diterimanya Surat Keterangan ini Ditjen Pajak
akan mengeluarkan Surat Keputusan disertai dengan alasan-alasannya. ( Pasal 4
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB) ).
c. Dasar Hukum PBB
1) Undang-Undang
Bangunanan (PBB)
2) Peraturan Pemerintah Nomoro 46 Tahun 1985 tentang Persentase NJKP
pada Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)
3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1985 Tentang Tata
Cara Pendaftaran Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)
4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1003/KMK.04/1985 Tentang
Penuntun Klasifikasi Dan Besarnya NJOP Sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Bumi Dan Bangunanan (PBB)
5) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK.04/1985 tentang Tata
Cara Penagihan Pajak Bumi Dan Bangunanan (PBB) dan penunjukan
pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Paksa
6) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1007/KMK.04/1985 tentang
pelimpahan Wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunanan (PBB)
kepada Gubernur dan/atau Bupati/Walikota
43
44
7) Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 816 Tahun 1989 tentang Petunjuk
Pelaksanaan
Di
44
45
1.
Teori Asuransi
Menurut teori ini negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya
dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta
bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam
perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini
dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang
karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
2. Teori Kepentingan
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari
masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa
dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin
tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena
pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin
lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan,
dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak
3. Teori Bakti
Mengajarkan bahwa penduduk adalah bagian dari suatu negara oleh karena itu
penduduk terikat pada negara dan wajib membayar pajak pada negara dalam
arti berbakti pada negara
4. Teori Gaya Pikul
Teori ini mengusulkan supaya didalam hal pemungutan pajak pemerintah
memperhatikan daya pikul wajib pajak
5. Teori Gaya Beli
45
46
6. Teori Pembangunan
Untuk Indonesia, justifikasi pemungutan pajak yang paling tepat adalah
pembangunan dalam arti masyarakat yang adil dan makmur
b. Dasar Hukum Pemungutan PBB
1) Undang-Undang
46
47
47
48
48
49
49
50
a) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UndangUndang tersebut harus dijamin kelancarannya
b) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara
umum
c) Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak
3) Pemungutan pajak mengganggu kondisi perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,
maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan
masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama
masyarakat kecil dan menengah.
4)
5)
50
51
pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin
enggan membayar pajak.
e. Prinsip-prinsip Pemungutan Pajak
Menurut Era Saligman (2005: 56), ada 4 (empat) Prisip pemungutan
pajak:
1)
2)
3)
4)
Prisip Fiskal
Prinsip Ekonomi
Prinsip Etika
Prinsip Administratif
Kunci dari proses pemungutan pajak adalah kepatuhan sukarela
(voluntary
compliance),
yaitu
meletakkan
tanggungjawab
pemungutan
1) Aspek Yuridis :
a. Pendaftaran Wajib Pajak
b. Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)
c. Penghitungan Pajak
d. Pembayaran Pajak
2) Aspek Psikologis :
51
52
a. Penyuluhan
b. Pelayanan
c. Pemeriksaan
3) Aspek Sosiologis :
a. Kebijakan publik
b. Kebijakan fiskal
c. Kebijakan perpajakan
d. Administrasi perpajakan
9. Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Kewenangan
daerah
yang
lebih
besar
dalam
penyelenggaraan
52
53
rumah tangganya sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan daerah wajib
dilaksanakan secara professional, terbuka dan bertanggung jawab demi
terselenggaranya roda pemerintahan dan pembangunan daerah sekaligus
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan karena pengelolaan
keuangan daerah merupakan sub sistem pengelolaan keuangan negara.
Keberhasilan dalam pengelolaan keuangan daerah ditunjukkan dengan
optimalnya penerimaan daerah sebagaimana potensi yang ada. Adapun sumbersumber penerimaan daerah meliputi
1.
a.
b.
c.
d.
Dana Perimbangan
3.
53
54
pada penerimaan pajak dari sektor lainnya. Akan tetapi dalam hal target
penerimaan (realisasi) cukup bertolak belakang.
Melihat besarnya potensi penerimaan dari sektor Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) terhadap penerimaan
hasilnya tidak maksimal. Oleh karena itu, pengelolaan pemerintah daerah harus
ditangani sebaik mungkin agar sumber-sumber keuangan terutama dari sektor
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat memberikan hasil yang maksimal bagi
daerah.
Pengelolaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2010: 411), berasal
dari kata "kelola" yang artinya mengurus, melaksanakan, dan menyelenggarakan.
Pengelolaan berarti proses melaksanakan kegiatan tertentu dengan menggunakan
tenaga orang lain. Berdasarkan definisi tersebut, maka terdapat dua hal penting
dari pengelolaan yaitu pengelola dan proses pengelolaan itu sendiri.
Sehubungan dengan penelitian ini, maka dalam hal pengelolaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), unsur pengelola yaitu para pegawai atau petugas
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta unsur proses yaitu prosedur
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) , menjadi penentu hasil yang akan
diperoleh. Hasil tersebut adalah pencapaian target penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang besarnya ditetapkan sesuai potensi yang ada sehingga
dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Unsur pengelola dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas para pegawai atau
petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu kemampuan, keahlian
atau keterampilan dalam melaksanakan tugas. Hal ini menunjukkan performa
54
55
Perencanaan (planning)
Semua orang menyadari bahwa perencanaan bagian terpenting dan oleh
karena itu menyita waktu banyak dalam proses manajemen.Untuk manejer sumber
55
56
Pengorganisasian (organizing)
Apabila serangkaian kegiatan telah disusun dalam rangka mencapai
tujuan organisasi,maka untuk pelaksanaan atau implementasi kegiatan tersebut
harus diorganisasikan.Organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuh secara
efektif ,oleh sebab itu dalam fungsi organisasi harus terlihat pembagian tugas dan
tanggung jawab orang-orang atau karyawan yang akan melakukan kegiatan
masing-masing.
c. Pengarahan (directing)
Untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan,agar kegiatan
tersebut
dapat
berjalan
dengan
efektif
diperlukan
arahan(directing)dari
56
57
pada taraf
g. Kompensasi (compensation)
Kompensasi adalah merupakan fungsi manajemen yang sangat
penting.Melalui fungsi ini organisasi memberikan balas jasa yang memadai dan
layak kepada karyawan.Hal ini wajar karena karyawan sebagai sumber daya
57
58
j. Pemisahan (separation)
Seorang karyawan tidak mungkin akan selalu bekerja pada organisasi
tertentu. Pada suatu ketika paling tidak mereka harus memutuskan hubungan kerja
dengan cara pension. Untuk itu maka tenaga kerja atau karyawan tersebut harus
58
59
f. Reporting
Yaitu bagaimana menginformasikan pertanggungjawaban.
g. Budgetting
59
60
bagaimana
mengawasi,mengantisipasi
dan
mendeteksi
60
61
61
62
62
63
b.
c.
d.
e.
f.
sebelumnya
Perencanaan sungguh-sungguh memahami hakikat tujuan yang ingin dicapai
Pemenuhan persyaratan keahlian teknis
Rencana harus disertai olehh suatu rincian yang cermat
Keterkaitan rencana dengan pelaksanaan
Kesederhanaan
63
64
g.
h.
i.
j.
Fleksibilitas
Rencana memberikan tempat pada pengambilan resiko
Rencana yang pragmatik
Rencana sebagaiinstrument peramalan masa depan.
Perencanaan diartikan juga sebagai suatu proses pengambilan keputusan
tentang apa tujuan yang harus dicapai pada kurun waktu tertentu dimasa
mendatang dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
(Keban, 2004: 86).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dilihat bahwa dalam suatu
perencanaan harus terdapat dua hal yaitui:
1. Penetapan tujuan dan
2. Menetukan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Dengan kata lain, suatu perencanaan membutuhkan adanya pemikiran
yang didahului dengan pelaksanaan kegiatan pendahuluan yang sifatnya research
agar didapat data serta fakta-fakta yang relevan.
Berdasarkan beberapa uraian konsep sebelumnya, maka untuk melihat
pengelolaan dari aspek perencanaan dalam penelitian ini pada umumnya akan
dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
1) Sumber daya manusia
2) Anggaran/Dana
3) Sarana dan Prasarana
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan kegiatan membentuk ikatan dalam rangka
menjalin hubungan baik antara tiap-tiap bagian atau sub-sub bagian sehingga
64
65
didapat koordinasi yang baik di antara orang-orang yang terlibat dalam proses
kerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Jabar (2003: 26) mendefinisikan Pengorganisasian sebagai berikut:
Pengorganisasian adalah penentuan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan
pengelompokan tugas-tugas dan tanggung jawab, wewenang dan membagibagikan pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan bagian-bagian penentuan
hubungan-hubungan sehingga hubungan satu sama lain diintegrasikan dan terikat
secara keseluruhan secara tegas dan jelas, sehingga memungkinkan orang-orang
bekerja sama seefektif mungkin untuk mencapai tujuan.
Pengorganisasian adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui
orang-orang dibawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama (Siagian ,
2009: 4). Pengorganisasian merupakan proses menciptakan hubungan-hubungan
antar komponen-komponen organisasi dengan tujuan agar segala kegiatan
diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Siagian (2009: 45) mendefinisikan
Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang, alat-alat,
tugas, tugas,kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta
suatuorganisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang
telahditetapkan.
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur
formal , mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau
pekerjaan diantara organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan
efisien.Sedangkan menurut Kamus Kata Bahasa Indonesia karangan Handoko
65
66
definisi
tersebut,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
c. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan kegiatan operasional dari rencana yang telah
ditentukan
atau
Handayadiningrat
mengimplementasikan
(2004:
27)
rencana
pelaksanaan
adalah
yang
ada.
Menurut
menentukan
prosedur
66
67
atau
Handayadiningrat
mengimplementasikan
(2004:
27)
rencana
pelaksanaan
adalah
yang
ada.
Menurut
menentukan
prosedur
67
68
selama rentang waktu kegiatan, hal ini terkait dengan perencanaan itu sendiri.
Dengan kata lain adanya suatu pelaksnaan sangat tidak terlepas dan adanya
poerencanaan sebagai patokan dari pelaksanaan suatu kegiatan.
Selanjutnya Menurut Manullang (2005: 22) mendefinisikan pelaksanaan
sebagai tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau
kelompok-kelompok pemerintah/swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuantujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
merupakan suatu kegiatan/aktivitas dalam menerapkan apa yang telah ditentukan
organisasi untuk mencapai tujuan.
Seluruh hal yang ada dalam pelaksanaan harus memiliki perencanaan yang
diakomodasikan secara baik dan menghasilkan suatu kegiatan yang benar-benar
berdasarkan pada perencanaan yang baik pula sehingga rencana tersebut terjamin
untuk dilaksanakan. Akomodasi isi rencana dapat menyangkut unsur-unsur pokok
yang ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan.
Jika dikaitkan pada penelitian ini tentang pengelolaan pajak bumi dan
bangunan, maka akan diketahui bagaimana:
1) Pelaksanaan prosedur pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan
mengacu pada perencanaan yang ada yaitu peraturan daerah dan ketentuan
lainnya sehingga dapat diketahui efektif tidaknya sistem atau metode dan
mekanisme pemungutan yang digunakan. Berdasarkan hal itu dapat
disimpulkan antara prosedur pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
68
69
69
70
70
71
Pertama,
biaya
keduanya
mahal.
Kedua,
banyak
kegiatan
tidak
71
72
pekerjaan sesuai dengan rencana. Sejalan dengan pengertian tersebut, maka Henry
Fayol dama Siagian (2009: 169) mengatakan:
Pengawasan terdiri dari usaha verifikasi apakah segala sesuatu sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan, isntruksi-instruksi yang telah
dikeluarkan dan asas-asas kerja yang telah ditetapkan. Lebih lanjut ia
mengemukan bahwa sasaran pengawasan adalah untuk menunjukkan
kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahn dengan maksud
memperbaiki dan mencegah supaya tidak terulang lagi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengawasan itu pada intinya
adalah usaha sadar dan sistrematik untuk menjamin semua kegiatan yang sedang
dilakukan itu sesuai dengan rencana dan sebagai suatu upaya mencegah terjadinya
berbagai jenis penyimpangan dan penyelewengan yang disengaja maupun tidak
yang dilakukan dengan menggunakan strategi dasar organisasi yang telah
dirumuskan dan ditetapkan serta menjadi program dan rencana kerja.
Berdasarkan pengertian tesebut, maka pengawasan itu pada intinya
adalah usaha sadar dan sistematik untuk menjamin semua kegiatan yang sedang
dilakukan itu sesuai dengan rencana dan sebagai suatu upaya mencegah
terjadinyaberbagai jenis penyimpangan dan penyelewengan yang disengaja
maupun tidak yang dilakukan dengan menggunakan strategi dasar organisasi yang
telah dirumuskan dan ditetapkan serta mmenjadi program dan rencana kerja.
Dengan demikian suatu pengawasan dilakukan tidak hanya sebelum
proses dan juga akhir suatu proses kegiatan tetapi juga pada saat proses
pelaksanaan berlangsung. Untuk menjalankan pengendalian atau pengawasan itu
menurut Siagian (2009: 140) maka ada beberapa macam yang dapat digunakan
sebagai berikut:
Pengawasan langsung, dapat berupa:
72
73
1) Inspeksi langsung
2) Observasi ditempat
3) Laporan ditempat
Pengawasan tidak langsung, dapat berupa:
1) Laporan lisan
2) Laporan tertulis
Berdasarkan teori tersebut, maka pengawasan mengenai pengelolaan
pajak bumi dan bangunan dalam penelitian akan dilihat melalui pengawasan
pengendalian pajak yang terdiri dari laporan dan monitoring.
73
74
74
75
yang sudah ditanda tangani Wajib Pajak dari Kades/ Lurah di masing-masing
wilayah Kecamatan Kabupaten Banyuasin.
5. Melakukan penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan
6. Meneruskan usul keberatan/ keringanan dari Wajib Pajak PBB ke Dinas
Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin atau
langsung ke KP. PBB Pratama.
7. Melaporkan dan mengembalikan potongan SPPT PBB ke Dinas Pendapatan,
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah yang selanjutnya akan disampaikan ke
KP. PBB Pratama
Sedangkan 1 (satu) indikator/ peran yang belum dilaksanakan dengan
baik dalam meningkatkan realisasi penerimaan PBB yaitu meminta laporan
realisasi penerimaan PBB dari Kades/ Lurah di wilayah Kecamatan masingmasing.
C.
Kerangka Pemikiran
Pajak Daerah merupakan penerimaan daerah yang hasil penerimaanya
seratus persen disetor ke kas Daerah Kabupaten/ Kota. Sebelum adanya perubahan
Undang-Undang
(enam ) jenis pajak. Dengan adanya Undang-Undang yang baru ini yaitu UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 ini di Kabupaten Banyuasin ada 9 (sembilan)
jenis Pajak Daerah yaitu mulai dari (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak
Hiburan, (4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (5) Pajak Penerangan Jalan, (6)
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, (7) Pajak Sarang Burung
Pajak
Air
Walet, (8)
Tanah, (9) Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan. Ada tiga jenis penambahan Pajak
Daerah yaitu Pajak Sarang Burung Walet merupakan obyek pajak baru yang sudah
75
76
diberlakukan pada Tahun 2011, Pajak Air Tanah yang semula menjadi Pajak
Provinsi dialihkan menjadi Pajak Daerah
BPHTB yang mana dahulu merupakan Pajak pusat sekarang menjadi Pajak
Daerah Kabupaten/ Kota. Dari sembilan jenis Pajak Daerah tersebut di atas mulai
tanggal 1 Januari 2011 di Kabupaten Banyuasin telah diberlakukan mulai
melaksanakan pemungutan.
daerah akan lebih mandiri dalam membiayai pembangunan yang ada di daerah
sendiri.
Namun hal tersebut dapat terwujud apabila Kabupaten Banyuasin
melakukan Evaluasi terhadap pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), di
antaranya
76
77
(1). optimalisasi pemanfaatan sumber daya, dan aset yang mencakup: sumber
daya manusia, sosial, sikap, budaya, dan pemahaman. Keseluruhan aset
tersebut merupakan modal dasar untuk dimanfaatkan secara optimal dalam
rangka memberikan kontribusi guna terwujudnya peningkatan penerimaan
Pajak Daerah.
(2). Pengembangan kerjasama antar petugas atau perangkat kecamatan dengan
masyarakat, serta memberikan kesadaran dari masyarakat akan kegunaan
dan pentingnya membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang ada
di daerah Kabupaten Banyuasin. Dan tak henti-hentinya Pemerintah
Kabupaten Banyuasin untuk mengadakan sosialisasi tentang pajak kepada
masyarakat khususnya masyarakat yang belum sadar akan kewajibannya
membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Berdasarkan kenyataan dan permasalahan yang ada
pada Pemerintah
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengorganisasian
Pengawasan
78
BAB III
METODE PENELITIAN
78
79
79
80
sangat terkait, oleh karena itu permasalahan peneliti dijadikan sebagai acuan
didalam menentukan fokus walaupun fokus dapat berubah dan berkembang
dilapangan sesuai dengan perkembangan permasalahan penelitian dilapangan.
Fokus penelitian dalam penelitian ini yaitu: pengelolaan Pajak Bumi Dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.
C.
Variabel Penelitian
1. Klasifikasi Variabel
Menurut Hacthdan Farhandy ( Sugiono, 1994: 20 ) Variabel juga dapat
didefinisikan sebagai atribut dari seseorang atau objek yang mempunyai variasi
antara satu orang dengan yang lain atau suatu objek dengan objek yang lain.
Variabel penelitian menurut Sugiono ( 1994: 20 ) adalah suatu atribut atau sifat
atau aspek dari orang maupun obyek yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan ditarik kesimpulannya. Adapun yang
menjadi variabel dalam penelitian ini adalah Pengelolaan Pajak Bumi Dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.
2. Definisi Konseptual
Definisi Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial (Singarimbun dan Effendi, 1995:32). Berdasarkan
pengertian definisi konsep, maka definisi konsep dalam penelitian ini yaitu:
80
81
81
82
Tabel 2
Matrik Definisi Operasional
Variabel
Analisis
Pengelolaa
n Pajak
Bumi dan
Bangunan
Dimensi
Perencanaan
Indikator
a. Sumber daya manusia
b. Anggaran/Dana pengelolaan PBB
c. Sarana dan Prasarana
Pengawasan
D.
Unit Analisis
Penelitian ini adalah penelitian untuk melihat Pengelolaan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Untuk itu peneliti mengunakan
unit analisis yaitu pada Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin yang termasuk di dalam area penelitian.
E.
Key Informan
Key informan sebanyak 6 (enam) orang petugas pemungut pajak Daerah
pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin, yaitu:
1. Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin
2. Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB).
3. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan
4. 3 (tiga) orang staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan
5. 3 (tiga) orang petugas KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan
Aset Daerah
82
83
Data sekunder, data yang diperoleh dari sumber lain atau data yang
telah diolah pihak lain, seperti buku, peraturan, dokumen, jurnal, dan
literatur lainnya yang dinggap relevan dengan penelitian ini.
G.
83
84
tingkat kesesuaiannya dengan realita sosial dari objek yang akan diteliti baik yang
bersifat primer maupun sekunder. Adapun tekniknya sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu pengamatan langsung di lapangan dan mencatat mengenai
masalah-masalah penting yang ada hubungannya dengan penelitian ini, yaitu
berkaitan erat dengan observasi tentang hambatan/ kelemahan, tantangan,
ancaman, dan peluang dalam menerapkan realisasi Penerimaan Pajak Bumi
Dan Bangunan baik dari segi target atau realisasi. Observasi diarahkan untuk
memperoleh gambaran empirik secara nyata berupa data yang relevan sesuai
dengan kondisi dan situasi lapangan. Data yang diperoleh nantinya berupa hasil
pengamatan penulis terhadap situasi dilapangan.
b. Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan tanya
jawab langsung dengan responden untuk mendapatkan informasi yang akurat,
dalam penelitian ini respondenya adalah wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang
ada diwilayah Kabupaten Banyuasin dan petugas pajak pada Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin. Data yang
diperoleh nantinya yaitu berupa hasil wawancara dengan responden.
c. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data sekunder dengan melalui data yang di
dapat dari dokumentasi sebagai data untuk melengkapi hasil dari wawancara
yang telah dilaksanakan/ hasil wawancara dapat dipenuhi oleh data tersebut.
Data tersebut berkaitan dengan target penerimaan dan target realisasi
penerimaan, kedua data dokumentasi ini akan dibandingkan untuk mencari
peningkatan antara target penerimaan dan target realisasi penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB).
84
85
H.
Reduksi Data
Sajian Data
Verifikasi/kesimpulan
85
86
BAB II
86
87
BAB III
BAB IV
BAB V
: HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
HASIL
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A.
87
88
aspirasi
masyarakat
untuk
meningkatkan
penyelenggaraan
pemrintahan
menjadi
Kabupaten
tersendiri
yang
memerlukan
penyesuaian,
88
89
(LS) dan 104o 00 - 105o 35 Bujur Timur (BT) dengan luas wilayah 11.822,99
Km2. Secara administratif Kabupaten Banyuasin berbatasan dengan :
1. Sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu dan
Selat Bangka.
2. Sebelah barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Musi Banyusin.
3. Sebelah utara berbatasan langsung dengan Propinsi Jambi, Kabupaten Musi
Banyuasin, dan Selat Bangka, dan.
4. Sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Muara Enim,
Kabupaten Ogan Komering Ilir, dan Kabupaten Banyuasin.
Letak Geografis Kabupaten Banyuasin yang demikian yang menempatkan
Kabupaten Banyuasin pada posisi potensial dan strategis dalam hal perdagangan
dan industri, maupun pertumbuhan sektor-sektor pertumbuhan baru. Kondisi ini
dan posisi Kabupaten Banyuasin dengan ibukota Pangkalan Balai yang tenletak di
Jalur Lintas Timur.
Selain itu Kabupaten Banyuasin merupakan daerah penyelenggara
pertumbuhan Kabupaten Banyuasin terutama untuk sektor industri. Disisi lain bila
dikaitkan dengan rencana Kawasan Industri dan pelabuhan Tanjung Api-api
Kabupaten Banyuasin sangat besar peranannya bagi kabupaten di sekitarnya
sebagai pusat industri hilir, jasa distribusi produk sumber daya alam baik
pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, dan pertambangan sehingga akan
melahirkan kembali kemasyuran Bandar Sriwijaya milik Kabupaten Banyuasin.
89
90
C.
D.
E.
F.
90
91
b.
c.
d.
e.
G.
Susunan Organisasi
Dinas Pendapatan,
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
Pengelolaan
Kepala Dinas ;
91
92
b.
Sekretaris :
1.
2.
3.
c.
Bidang Pendapatan :
1.
2.
3.
Seksi Penagihan.
d.
e.
1.
2.
3.
f.
1.
2.
3.
g.
Bidang Perbendaharaan ;
1.
Seksi verifikasi
2.
Seksi Perbendaharaan
3.
h.
92
93
1.
2.
Seksi pembukuan
3.
Seksi pelaporan
i.
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) terdiri dari: sub bagian tata usaha
j.
Kepala Dinas
Kelompok Jabatan
Fungsional
Sekretariat
Subbag
perlengkapan dan
perencanaan
k.
l.
Bidang
m.
pendapatan
93
Sub Bagian
umum dan
kepegawaian
Sub Bagian
Keuangan
Bidang
Aset daerah
Bidang
Anggaran
Bidang
Perbendaharaan
Bidang
Bidang
evaluasi &
Pembukuan umum
dan
pengendalian
pelaporan
94
n.
Seksio.
Pendaftaran,
p.
pendataan &
penetapan
Seksi
pendaftaran
&
pendataan
Seksi
Analisa
kebutuhan &
pengaduan
Seksi
Pendapatan
&
pembiayaan
Seksi
verifikasi
Seksiq.
r.
penagihan
Seksi
Pengolahan
data &
penetapan
Seksi
Kekayaan &
aset daerah
Seksi
Belanja
tidak
langsung
Seksi
perbendah
araan
s.
t.
u.
Seksi
v.
Dana
Sub
Pengandalian
Bidang
Sub
Seksi
Seksi
penghapusan
Ekstensifikasi
&
Seksi
Belanja
langsung
Seksi
Kas
daerah
Pembukuan
bid
Evaluasi
pengawasan
Tata Kerja
1. Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah,
Mempunyai Tugas: memimpin dan melaksanakan segala usaha dan kegiatan di
bidang pendapatan daerah, pengelolaan keuangan dan aset daerah. Untuk
menyelenggarakan tugas tersebug, kepala dinas mempunyai fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan program kerja di bidang pendapatan
daerah, pengelolaan keuangan dan aset daerah
b. Penyusunan program, perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah serta pengelolaan Administrasi Keuangan dan aset
daerah;
c. Pelaksanaan pemungutan pajak daerah
Bidang
Penyajian
Pelaporan
UPTD
94
bid
Program
Pemb.
Sub bid Pelaporan
&
perimbangan
& pendapatan
lainnya
H.
Bidang
Monitoring &
evaluasi
95
d. Melaksanakan
penempatan
keuangan
daerah
dan
mengelola/menatausahakan investasi;
e. Penyimpanan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama
pemerintah daerah;
f. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
g. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
h. Menyajikan informasi keuangan daerah;
i. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya
2. Sekretariat, Mempunyai Tugas : melaksanakan urusan umum, penyusunan
program kerja, perlengkapan, organisasi dan tata laksana, hubungan
masyarakat, kepegawaian, keuangan, pendidikan dan pelatihan. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, sekretariat mempunyai fungsi:
a.
b.
c.
d.
95
96
96
97
a. Penyusunan
kebijakan
pengelolaan
pendapatan
daerah
serta
97
98
dan perkotaan
Melaksanakan penetapan PBB pedesaan dan perkotaan dan PBHTB
Pengolahan data base, analisis data dan penyajian informasi PBB
d.
98
99
a.
b.
c.
d.
penyusunan
program
kebutuhan
perbekalan,
pengelolaan,
99
100
d.
100
101
101
102
a.
Mengusahakan
dan
mengatur
dana
yang
diperlukan
dalam
pelaskanaan APBD
b.
c.
Melaksanakan
penempatan
uang
daerah
dan
mengelola/
e.
e.
102
103
103
104
b.
Membukukan
dan
mengadakan
penelitian
ikhtisar
bulanan
d.
e.
laporan
realisasi
penerimaan
dari
sumber-sumber
pengumpulan
data,
menganalisis
dan
menyusun
104
105
105
106
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A.
Hasil Penelitian
Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 pasal I ayat 10 menyatakan
bahwa pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasar Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan
106
107
107
108
Dimensi
Perencanaan
Indikator
a. Sumber daya manusia
b. Anggaran/Dana pengelolaam PBB
c. Sarana dan Prasarana
Pengawasan
satu faktor dalam pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
Kabupaten Banyuasin. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas
108
109
109
110
Tabel 3
Tingkat Pendidikan Petugas Pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
di Kabupaten Banyuasin
Tingkat Pendidikan
Status Pegawai
SMA
S1
1
Pegawai Negeri Sipil
2
3
2
Tenaga Honorer
6
10
Jumlah
8
13
Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin
No
110
111
111
112
112
113
113
114
114
115
115
116
116
117
Anggaran/ Dana
Analisis ini untuk melihat faktor dana merupakan salah satu faktor dalam
pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten
Banyuasin. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas
Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin,
Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan, 3
(tiga) orang staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan, 2 (dua) orang petugas
117
118
KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah serta Warga
masyarakat sebagai wajib pajak Bumi dan Bangunan, Data lainnya juga diperoleh
dari observasi yang dilakukan dokumen yang berasal dari Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kabupaten Banyuasin. Berikut uraian analisis hasil penelitiannya :
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan baik secara rutin maupun periodik
di setiap daerah membutuhkan adanya faktor pendukung, salah satunya adalah
masalah pembiayaan yaitu dana. Dana yang dimaksud disini adalah dana yang
dipergunakan untuk membiayai pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang dikenal dengan istilah dana rutin dan dana operasional.
Anggaran rutin ini berasal dari dana Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) sedangkan Dana operasional ini berasal dari dana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang diteruskan kepada Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten lalu diteruskan lagi kepada setiap Unit Pelaksana Teknis Dinas
Pendapatan Daerah di tingkat Kecamatan guna kelancaran jalannya pengelolaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Mengenai anggaran rutin, akan dikemukkan oleh Kepala Dinas
Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin pada
hari Senin, 4 Agustus 2014 :
dana dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini diperoleh
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dana ini digunakan untuk
keperluan Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kota/
Kabupaten. Adapun besarnya dana yang berasal dari APBN yaitu sekitar Rp.
534.000.000,-
118
119
120
Bangunan (PBB) yang berasal dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Banyuasin yang kemudian dialokasikan ke tiap Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah di tingkat Kecamatan. Dana
operasional pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini digunakan untuk
membiayai segala kegiatan baik di dalam maupun di luar lingkungan Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah di tingkat Kecamatan, mulai dari
kegiatan pendataan, penagihan sampai pelaporan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) ini, termasuk juga di dalamnya yaitu adanya dana insentif bagi petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dana insentif yang termasuk dalam
pos dana operasional dan digunakan sebagai upah lelah bagi para petugas dan
diharapkan akan memberikan rangsangan agar kinerja kerja para petugas tersebut
bisa meningkat.
Hal ini terurai dalam hasil wawancara dengan staf Seksi Pengolahan
Data Dan Penetapan pada hari Senin, 4 Agustus 2014 :
Dalam dana operasional ini juga dialokasikan untuk dana insentif bagi
petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Diharapkan dengan
adanya insentif ini para petugas akan lebih baik lagi kinerjanya ketika
bertugas.
Namun dalam wawancara yang juga dilakukan kepada petugas KUPT
Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah pada hari Senin, 4
Agustus 2014 mengatakan hal yang berbeda mengenai dana operasional ini
bahwa:
Tidak ada dana dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sepanjang saya sebagai Ketua RT di sini, saya hanya diberikan tugas dari
pihak kelurahan untuk membagikan SPPT dan menghimpun kembali
pembayaran dari Wajib Pajak dan saya setorkan kembali ke kelurahan,
120
121
121
122
122
123
123
124
jumlah
Kondisi
3 unit
2 unit
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Daerah Kabupaten
125
hasil
wawancara
tersebut
dapat
diketahui
bahwa
125
126
Tidak ada fasilitas penunjang dalam melakukan tugas ini, semua SPPT
yang diberikan oleh pihak Desa kepada saya, saya bagikan ke tiap warga
dalam RT ini, untuk mempercepat pekerjaan itu biasanya saya
menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Bila tidak, Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) itu tidak akan dibagikan
secepatnya
Hal serupa juga terdapat dalam hasil wawancara yang juga dilakukan
dengan Kepala Seksi Pengolahan Data dan Penetapan pada hari Senin, 4 Agustus
2014:
Selama saya ditugaskan oleh pihak Kelurahan, baik itu ketika
menyebarkan surat ketetapan jumlah pajak maupun pada saat penagihan,
tidak pernah diberikan fasilitas apapun kepada saya. Tentunya ini sedikit
banyak akan berpengaruh terhadap kinerja saya. Bukannya apa-apa,
karena dengan tidak adanya fasilitas misalnya kendaraan maka jangka
waktu untuk menyebarkan surat ketetapan pajak itu menjadi lama dan ini
pastinya akan menghambat...
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di tingkat Kelurahan dan Desa
mengalami kesulitan dalam membagikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT), hal ini dikarenakan tidak tersedianya fasilitas kendaraan dan mereka
hanya mengandalkan kendaraan sendiri bahkan menggunakan kendaraan umum.
Kesulitan lain juga dialami oleh petugas pengelola Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang bekerja di kantor.
Hal tersebut terurai dalam wawancara yang dilakukan kepada petugas
pengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kecamatan Talang Kelapa melalui wawancara yang dilakukan pada hari Senin, 4
Agustus 2014 :
Tidak banyak fasilitas yang ada di kantor. Barang elektronik sebagai
pendukung kerja agar lebih efisien pun sangat terbatas. Keterbatasan
inilah yang kadang membuat kerja menjadi lambat, akibatnya pekerjaan
126
127
127
128
128
129
pendataan dan pemungutan pajak bumi dan bangunan, sudah ada bagian
sub bidang pendataan/penagihan.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh kepala Seksi Pendapatan dan
Pendaftaran Pajak pada tanggal 5 Agustus 2014, diperoleh informasi sebagai
berikut: di DPPKAD Banyuasin, penempatan sumber daya manusia sudah seusai
dengan aturan yang berlaku di DPPKAD Banyuasin. Adapun tingkat pendidikan
seluruh pegawai di DPPKAD Banyuasin rata-rata Strata 1 (S-1) dan Strata 2 (S2).
Merujuk dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa
Pengorganisasian pajak bumi dan bangunan, dapat dilihat dari Penempatan
sumber daya manusia sesuai topoksi perkejaan. Tiap-tiap pegawai mempunyai
tugas pokok dan fungsi masing-masing. Adapun tingkat pendidikan seluruh
pegawai di DPPKAD anyuasin rata-rata Strata 1 (S-1) dan Strata 2 (S-2) .
Hasil wawancara dengan petugas KUPT Kabupaten Banyuasin pada
tanggal 5 Agustus 2014, diperoleh informasi sebagai berikut: " sumber daya
manusia yang terlibat dalam penerimaan pajak bumi dan bangunan yaitu didalam
Tupoksi sebenarnya sudah diatur masing-masing petugas dalam perencanaan
penerimaan pajak bumi dan bangunan namun kenyataanya dalam survey
dilapangan (kendala dilapangan) petugas tidak mematuhi aturan dan akhirnya
terjadi tumpang pekerjaan ".
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh masyarakat wajib pajak bumi
dan bangunan pada tanggal
berikut: " didalam Tupoksi sebenarnya sudah diatur masing-masing tugas pegawai
129
130
130
131
dengan kepala seksi pengolahan data dan penetepan dalam mencetak Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang.
b. KUPT Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah
131
132
132
133
lainnya juga diperoleh dari dokumen yang berasal dari Dinas Pendapatan,
Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin. Berikut uraian
analisis hasil penelitiannya :
c. Pendaftaran dan Penetapan Wajib pajak
Analisis ini bertujuan untuk melihat Melaksanakan pendaftaran dan
penetapan wajib pajak. Data berasal dari analisis dokumen dan hasil wawancara
serta hasil observasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan,
Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin pada tanggal 6
Agustus 2014 mengenai Melaksanakan pendaftaran dan penetapan, diperoleh
informasi sebagai berikut: " pendaftaran dan penetapan dilakukan oleh Kantor
Pajak Pratama Sekayu dengan cara terjun langsung kepada wajib pajak.".
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pendaftaran dan penetapan
dilakukan oleh Kantor Pajak Pratama Sekayu dengan cara terjun langsung kepada
wajib pajak.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh kepala seksi pendataan dan
pendaftaran, pada tanggal 6 Agustus 2014, diperoleh informasi sebagai berikut: "
pendaftaran dan penetapan dilakukan oleh Kantor Pajak Pratama Sekayu dengan
cara terjun langsung kepada wajib pajak, sedangkan untuk perumahan yang belum
akad kredit bisa juga melakukan pendataan ke developer perumahan.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam dalam melakukan
melakukan pendaftaran, pendataan, penggalian penerimaan pajak bumi dan
bangunan, dilakukan oleh Kantor Pajak Pratama Sekayu dengan cara terjun
133
134
langsung kepada wajib pajak, sedangkan untuk perumahan yang belum akad
kredit bisa juga melakukan pendataan ke developer perumahan.
Adapun mengenai pendaftaran dan pendataan objek pajak bumi dan
bangunan, akan dijawab oleh Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB pada tanggal 6
Agustus 2014dan diperoleh infomrasi sebagai berikut:
" pendaftaran objek pajak PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara
mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas dan lengkap serta
ditandatangani dan dikembalikan ke kantor pelayanan PBB atau pelayanan
pajak Pratama yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk untuk
pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiru bukti-bukti
pendukung seperti: sketsa denah objek pajak, fotocopy KTP dan NPWP,
fotocopy sertifikat tanah, fotocopy akta jual beli, dan bukti pendukung
lainnya. Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor
Pelayanan PBB atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi
internet dengan mencetak langsung dari www. Pajak.go.id ."
Merujuk dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa pendaftaran
objek pajak PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan
mengisi formulir SPOP
PBB atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet dengan
mencetak langsung dari www. Pajak.go.id.
134
135
135
136
Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Air Salek
Banyuasin I
Banyuasin II
Banyuasin III
Betung
Makarti Jaya
Muara Padang
Muara Sugihan
Muara Telang
Pulau Rimau
Rambutan
Rantau Bayur
Sembawa
Suak Tapeh
Talang Kelapa
Tanjung Lago
Tungkal Ilir
Kumbang Padang
Marga Telang
136
Jumlah WP yang
teraftar
37.049 WP
40.781.WP
38.925 WP
36.786 WP
39.457 WP
35.543 WP
34.876 WP
32.321 WP
33.879 WP
39.876 WP
31.457 WP
30.587 WP
41.768 WP
30.768 WP
43.443 WP
36.651 WP
31.980 WP
28.576 WP
33.562 WP
600.455 WP
137
137
138
yang terkumpul ternyata belum efektif. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
staf Seksi Pengolahan Data Dan Penetapan yang menyatakan bahwa:
Pendaftaran wajib pajak belum sepenuhnya efektif, karena ada satu atau
dua yang tidak terdata dikarenakan wajib pajak sering berkelit untuk tidak
mengakui bahwa pajak bumi dan bangunanmereka dinyatakan sebagai
wajib pajak bumi dan bangunan. (Hasil wawancara tanggal 6 Agustus
2014).
Dengan demikian, efektifnya pendataan pajak bumi dan bangunan ini
menuntut kerja keras dari petugas itu sendiri, karena sangat jarang ada calon wajib
pajak yang mendaftarkan diri atas kesadaran dirinya. Inilah yang menjadi salah
satu kendala dalam kegiatan pendaftaran dan penetapan wajib pajak rekbumi dan
bangunan. Rendahnya kesadaran untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan
kurangnya pengetahuan wajib pajak terhadap kewajibannya sebagai wajib pajak
bumi dan bangunan.
Selain rendahnya kesadaran mendaftarkan diri sebagai wajib pajak,
Pemberian sanksi pun tidak bisa dilakukan karena wajib pajak belum terikat
aturan/ketetapan yang menjelaskan kewajibannya. Salah satu cara adalah dengan
dilakukannya sosialisasi oleh petugas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin mengenai syarat-syarat atau ketentuan
pajak bumi dan bangunan dan petugas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin harus pro aktif di lapangan memantau
terus perkembangan penambahan pajak bumi dan bangunan yang ada.
d. Penentuan Tarif
138
139
Analisis ini bertujuan untuk melihat penentuan tarif pajak bumi dan
bangunan. Data berasal dari analisis dokumen dan hasil wawancara serta hasil
observasi.
Untuk memudahkan perhitungan pajak bumi dan bangunan yang terutang
atas suatu objek pajak berupa tanah (bumi) dan atau bangunan perlu diketahui
pengelompokkan objek pajak menurut nilai jualnya, nilai juak objek pajak tidak
kena pajak dan nilai jual kena pajak. Pengelompokkan objek pajak menurut nilai
jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi tanah (bumi) dan bangunan..
Berikut ini klasifikasi penggolongan dan ketentuan nilai jual Bumi dan
Bangunan berdasarkan Kelompok.
1. Klasifikasi penggolongan dan ketentuan nilai jual Bumi berdasarkan Kelompok
A.
Kela
s
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
139
Penggolongan
Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)
3.000 000 s/d
3.200.000
2.850.000 s/d
3.000.000
2.708.000 s/d
2.850.000
2.573.000 s/d
2.708.000
2.444.000 s/d
2.573.000
2.261.000 s/d
2.444.000
2.091.000 s/d
2.261.000
1.934.000 s/d
2.091.000
1.789.000 s/d
1.934.000
1.655.000 s/d
1.789.000
1.490.000 s/d
1.655.000
1.341.000 s/d
1.490.000
1.207.000 s/d
1.341.000
1.086.000 s/d
1.207.000
977.000 s/d
1.086.000
855.000 s/d
977.000
748.000 s/d
855.000
655.000 s/d
748.000
573.000 s/d
655.000
501.000 s/d
573.000
426.000 s/d
501.000
Nilai Jual
(Rp/M2)
3.100.000
2.925.000
2.779.000
2.640.000
2.508.000
2.352.000
2.176.000
2.013.000
1.862.000
1.722.000
1.573.000
1.416.000
1.274.000
1.147.000
1.032.000
916.000
802.000
702.000
614.000
537.000
464.000
140
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Kela
s
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
262.000 s/d
426.000
308.000 s/d
262.000
262.000 s/d
308.000
223.000 s/d
262.000
178.000 s/d
223.000
142.000 s/d
178.000
142.000 s/d
142.000
91.000 s/d
142.000
73.000 s/d
91.000
55.000 s/d
73.00
Penggolongan
Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)
41.000 s/d
55.000
31.000 s/d
41.000
23.000 s/d
31.000
17.000 s/d
23.000
12.000 s/d
17.000
8.400 s/d
12.000
5.900 s/d
8.400
4.100 s/d
5.900
2.900 s/d
4.100
2.000 s/d
2.90
1.400 s/d
2.000
1.050 s/d
1.400
760 s/d
1.050
550 s/d
760
410 s/d
550
310 s/d
410
240 s/d
310
170 s/d
240
170 s/d
394.000
335.000
285.000
243.000
200.000
160.000
128.000
103.000
82.000
64.000
Nilai Jual
(Rp/M2)
48.000
36.000
27.000
20.000
14.000
10.000
7.150
5.000
3.500
2.450
1.700
1.200
910
660
480
350
270
200
140
140
Penggolongan
Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)
67.390.000 s/d 69.700.000
65.120.000 s/d 67.390.000
62.890.000 s/d 65.120.000
60.700.000 s/d 62.890.000
58.550.000 s/d 60.700.000
56.440.000 s/d 58.550.000
54.370.000 s/d 56.440.000
52.340.000 s/d 54.370.000
50.350.000 s/d 52.340.000
Nilai Jual
(Rp/M2)
68.545.000
66.255.000
64.000.000
61.795.000
59.625.000
57.495.000
55.405.000
53.355.000
51.345.000
141
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Kela
s
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
141
31.100.000
29.590.000
28.120.000
26.690.000
25.300.000
23.950.000
22.640.000
21.370.000
20.140.000
18.950.000
17.800.000
16.690.000
15.620.000
14.590.000
13.600.000
12.650.000
11.740.000
10.870.000
10.040.000
9.250.000
8.500.000
7.790.000
7.120.000
6.490.000
5.900.000
5.350.000
4.840.000
4.370.000
3.940.000
3.550.000
3.200.000
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
32.650.000
31.100.00
29.590.000
28.120.000
26.690.000
25.300.000
23.950.000
22.640.000
21.370.000
20.140.000
18.950.000
17.800.000
16.690.000
15.620.000
14.590.000
13.600.000
12.650.000
11.740.000
10.870.000
10.040.000
9.250.000
8.500.000
7.790.000
7.120.000
6.490.000
5.900.000
5.350.000
4.840.000
4.370.000
3.940.000
3.550.000
49.375.000
47.445.000
45.555.000
43.705.000
41.895.000
40.125.000
38.395.000
36.705.000
35.055.000
33.445.000
Nilai Jual
(Rp/M2)
31.875.000
30.345.000
28.855.000
27.405.000
25.995.000
24.625.000
23.295.000
22.005.000
20.755.000
19.545.000
18.375.000
17.245.000
16.155.000
15.105.000
14.095.000
13.125.000
12.195.000
11.305.000
10.455.000
9.645.000
8.875.000
8.145.000
7.455.000
6.805.000
6.195.000
5.625.000
5.095.000
4.605.000
4.155.000
3.745.000
3.375.000
142
Penggolongan
Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)
1.034.000 s/d 1.366.000
744.000 s/d
902.000
656.000 s/d
744.000
534.000 s/d
656.000
476.000 s/d
534.000
382.000 s/d
476.00
Kela
s
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Penggolongan
Nilai Jual Bangunan(Rp/M2)
348.000 s/d
382.000
272.000 s/d
348.000
256.000 s/d
272.000
194.000 s/d
256.000
188.000 s/d
194.000
136.000 s/d
188.000
128.000 s/d
136.000
104.000 s/d
128.000
92.000 s/d
104.000
74.000 s/d
92.000
68.000 s/d
74.000
52.000 s/d
68.000
52.000 s/d
Nilai Jual
(Rp/M2)
1.200.000
968.000
823.000
700.000
595.000
505.000
429.000
Nilai Jual
(Rp/M2)
365.000
310.000
264.000
225.000
191.000
162.000
132.000
116.000
98.000
83.000
71.000
60.000
50.000
142
Penggolongan
Nilai Jual Bangunan(Rp/M2)
14.700.000 s/d 15.800.000
13.600.000 s/d 14.700.000
12.550.000 s/d 13.600.000
11.550.000 s/d 12.550.000
10.600.000 s/d 11.550.000
9.700.000 s/d 10.600.000
8.850.000 s/d
9.700.000
8.050.000 s/d
8.850.000
7.300.000 s/d
8.050.000
6.600.000 s/d
7.300.000
5.850.000 s/d
6.600.000
5.150.000 s/d
5.850.000
Nilai Jual
(Rp/M2)
15.250.000
14.150.000
13.075.000
12.050.000
11.075.000
10.150.000
9.275.000
8.450.000
7.675.000
6.950.000
6.225.000
5.500.000
143
13
14
15
16
17
18
19
20
4.500.000
3.900.000
3.350.000
2.850.000
2.400.000
2.000.000
1.666.000
1.366.000
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
5.150.000
4.500.000
3.900.000
3.350.000
2.850.000
2.400.000
2.000.000
1.666.000
4.825.000
4.200.000
3.625.000
3.100.000
2.625.000
2.200.000
1.833.000
1.516.000
143
144
namun
ada
sebagian
lagi
belum sesuai
ketentuan
dimana
pengelola/wajib pajak sering menaikan tarif pajak bumi dan bangunan semaunya
saja. Terkadang kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan tersebut tidak dilaporkan
dan tidak diikuti pula dengan kenaikan pembayaran/penyetoran kepada Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
Hal
ini
didukung
pula
dengan
data/informasi
dari
masyarakat
144
145
sehubungan
dengan pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunan dinilai cukup lebih berat
dibandingkan dengan permasalahan yang ada pada pajakbumi dan bangunan. Jika
wajib pajak bumi dan bangunan diketahui melakukan pelanggaran misalnya
menaikan tarif pajak bumi dan bangunan diluar tarif resmi, pada akhirnya ia dapat
dipaksakan untuk memenuhi kewajibannya sehingga pelanggaran tersebut tidak
mungkin akan dilakukannya lagi karena telah ditetapkan pajak terutang yang baru.
Berbeda halnya dengan yang dikemukakan Budi yang dikenai pajak bumi
dan bangunan didepan Rukonya, menurutnya:
tarif pajak bumi dan bangunanyang ditetapkan selama ini telah sesuai
aturan resmi, untuk objek pajak perkebunan adalah 40 %, objek pajak
kehutanan adalah 40 %, objek pajak pertambangan adalah 40 % dan objek
pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan) apabila: NJOP-nya Rp
1.000.000.000,00 adalah 40 % (Hasil wawancara tanggal 5 Agustus2013).
lebih lanjut Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Banyuasin mengatakan bahwa:
Dalam hal pemberlakuan tarif, dari wajib pajak dinilai belum efektif
karena masih ada wajib pajak yang tidak transparan dalam melaporkan
145
146
besarnya tarif pajakbumi dan bangunan. Artinya tarif sebesar 0,5% tidak
sesuai jika omzet yang dilaporkannya tidak benar (Hasil wawancara
tanggal 6 Agustus 2014).
Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi, dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunan
sudah sesuai aturan namun dalam pemberlakuan tarif pajak terutang ternyata tidak
sesuai
dengan
yang
telah
direncanakan.
Artinya
pelaksanaan
146
147
RT/RW, Kelurahan/Desa,
UPTD Kec, Dispenda
SPOP
Pembayaran
PBB
SPPT
Wajib Pajak
Sumber : Diolah dari data sekunder (Mardiasmo, 2006) dan data primer
Keterangan :
1. Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak mendaftarkan objek pajaknya dengan
mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), lalu setelah diisi dengan
jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani maka disampaikan kepada
147
148
148
149
c) Wajib Pajak bisa langsung membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini
ke Bank yang ditunjuk secara manual atau dengan menggunakan ATM on
line yang beberapa waktu ini telah difungsikan.
Jalannya alur prosedur pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
tersebut tidak selamanya sesuai dengan apa yang seharusnya. Terdapat beberapa
kemungkinan yang keluar dari jalur yang semestinya, diantaranya :
1) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak kembali
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bisa saja tidak mengikuti alur prosedur
jalannya pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut dengan tidak
mengirimkan kembali Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang telah
diberikan untuk diisi oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak, maka
Direktorat Jenderal Pajak berhak untuk mengeluarkan surat teguran dan Surat
Ketetapan Pajak (SKP) yang harus dibayar oleh Wajib Pajak ditambah dengan
25% denda administrasi dihitung dari Pajak Pokok.
2) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) kembali tapi tidak benar
Hal lain yang bisa terjadi dalam prosedur pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ini adalah bila Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
yang didaftarkan oleh Wajib Pajak tidak benar dan tidak sesuai dengan kondisi
bumi dan bangunan yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh Wajib Pajak, maka
Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang
harus dibayar oleh Wajib Pajak ditambah dengan 25% (selisih pajak yang
terhutang).
149
150
150
151
(PBB). Namun bisa saja prosedur tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang
seharusnya.
Pendataan merupakan kegiatan awal yang dilakukan dalam prosedur
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Wawancara dilakukan dengan
kepala seksi pengolahan data dan penetapan pada hari Rabu, 6 Agustus 2014
mengenai pihak yang melakukan :
Pihak yang melakukan pendataan langsung adalah petugas dari KPP
Palembang yang datang langsung ke rumah-rumah penduduk. Mereka
nantinya akan berkoordinasi dengan RT/RW setempat untuk menentukan
besarnya jumlah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang nantinya akan
dibayar oleh masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui informasi bahwa pihak
yang melakukan pendataan untuk pengisian (Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) adalah langsung dari Kantor Pelayanan Pajak Palembang (KPP) yang
memang menaungi pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam wilayah
Kabupaten Banyuasin. Koordinasi ini tentunya dilakukan dengan pertimbangan
efisiensi waktu dan luasnya wilayah.
Wawancara juga dilakukan dengan petugas KUPT DPPKAD Kabupaten
Banyuasin pada hari Rabu, 6 Agustus 2014 : Yang melakukan pendataan adalah
langsung dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palembang, namun juga
mengikutsertakan pihak Kelurahan dalam pendataan tersebut.
Namun dalam wawancara lain yang dilakukan dengan Bapak Misyar
selaku petugas KUPT DPPKAD Kabupaten Banyuasin di Kecamatan Talang
Kelapa serta Bapak Zulkarnain selaku petugas KUPT DPPKAD Kabupaten
Banyuasin di Kecamatan Banyuasin II pada hari Rabu, 6 Agustus 2014
151
152
menyatakan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam proses pendataan Wajib
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di kecamatan mereka.
Hasil wawancara ini tentunya berbeda dengan hasil wawancara yang
dilakukan pada Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah
Kecamatan Talang Kelapa dan Ibu Mirna Lisa selaku petugas KUPT DPPKAD
Kabupaten Banyuasin kecamatan Talang Kelapa, yaitu keterlibatan RT/RW dalam
melakukan pendataan. Hal ini kemudian ditanyakan lebih lanjut kepada Kepala
Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Talang Kelapa dalam
wawancara yang dilakukan pada hari Rabu, 6 Agustus 2014 :
Idealnya memang, pendataan untuk pengisian (Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) itu melibatkan pihak RT/RW bahkan masyarakat
selaku Wajib Pajak. Namun terdapat beberapa kendala yang membuat ada
beberapa daerah yang melibatkan RT/RW dalam pendataan Wajib Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), namun ada juga beberapa daerah yang tidak
melibatkan RT/RW sama sekali dalam pendataan Wajib Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ...
Lebih lanjut beliau menguraikan :
Hal ini dikarenakan jarak yang jauh untuk menjangkau wilayah tersebut
dan membuat pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palembang ini
langsung memukul rata pendataan dan perhitungan di dalam Surat
Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT) yang nantinya akan dibayar oleh
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di wilayah tersebut. Selain itu,
dana untuk melakukan pendataan ini sangatlah besar ...
Merujuk pada beberapa hasil wawancara yang telah dilakukan dengan
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Talang
Kelapa dan beberapa petugas KUPT DPPKAD Kabupaten Banyuasin yang berada
di wilayahnya masing-masing, maka diketahui adanya perbedaan keadaan
pendataan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di tiap-tiap daerah, karena ada
beberapa daerah yang melibatkan RT/RW, namun ada juga beberapa daerah yang
152
153
tidak melibatkan RT/RW dalam pendataan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) ini. Idealnya bila merujuk pada ketentuan maka sebenarnya keadaan ini
tidak sesuai sama sekali dengan apa yang seharusnya. Terdapat kutipan yang
diambil dari sumber data sekunder yaitu referensi dari buku karangan Mardiasmo
(2006:303) yang menyatakan bahwa :
Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak wajib mendaftarkan objek
pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak akan diberikan Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) untuk diisi dan dikembalikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak .
Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa masyarakat selaku Wajib
Pajak yang seharusnya melakukan pendataan, pendaftaran serta pengisian Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) sendiri. Hal ini sangat berbeda dengan yang
terjadi di wilayah Kecamatan Talang Kelapa, dimana kadang kala ada pihak
RT/RW yang dilibatkan dan ada yang tidak bahkan tidak sama sekali juga untuk
melibatkan masyarakat.
Kendala lain adalah tidak rutinnya pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Palembang melakukan pendataan. Hal ini juga terurai dalam wawancara yang
dilakukan dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah
Kecamatan Talang Kelapa dalam wawancara yang dilakukan pada hari Rabu, 6
Agustus 2014:
Pendataan yang dilakukan pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Palembang ke setiap Wajib Pajak di daerah-daerah inipun tidak setiap
tahun dilakukan. Kadang dua bahkan tiga tahun sekali dengan alasan dana
yang tebatas. Akibatnya ada saja data yang diterima tidak akurat, alamat
Wajib Pajak tidak jelas, nama Wajib Pajak telah banyak berubah
sedangkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang tertulis
masih atas nama Wajib Pajak yang lama dan kebanyakan Pemilik Tanah
tidak ada di tempat / berdomisili di luar Kabupaten Banyuasin sedangkan
153
154
yang tertulis pada SPPT itu adalah alamat pada lembar SPPT alamat Objek
Pajak.
Merujuk pada hasil wawancara tersebut diketahui informasi bahwa pihak
Kantor
Pelayanan
Pajak
(KPP)
Palembang
tidak
melakukan
tugasnya
154
155
Pajak Terhutang (SPPT) itu juga nilai objek pajak yang ada juga tidak
sesuai dengan kondisi tanah dan rumah saya ...
Berdasarkan hasil kedua wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa
penetapan Pajak Pokok dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
kadang kala tidak sesuai dengan kondisi bumi dan bangunan yang dimikili oleh
Wajib Pajak. Apabila dianalisis, maka hal ini berasal dari kurangnya tindakan
yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai instansi untuk
memberikan pengetahuan kepada Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak telah
mengetahui mengenai alur prosedur pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) khususnya mengenai pendataan yang sebenarnya melibatkan mereka dalam
pengisian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), maka kesalahan dalam
penentuan besarnya ketetapan Pajak Pokok akan diminimalisir.
Lebih lanjut dilakukan wawancara dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis
Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Talang Kelapa pada hari Rabu, 6 Agustus
2014 menguraikan :
Sebenarnya yang menjadi akar permasalahan ini adalah kurangnya
tindakan preventif oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) selaku instansi
yang berwenang melakukan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan di
wilayah Kecamatan Talang Kelapa ini kepada Wajib Pajak untuk
memberikan pengetahuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
sehingga masyarakat tidak mengetahui apa dan bagaimana Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) serta pentingnya kontribusi pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) bagi negara dan masyarakat
Merujuk dari beberapa hasil wawancara tersebut, maka dapat dianalisis
kelemahan-kelemahan yang ada adalah pada pihak yang berwenang mengenai
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu Direktorat Jenderal Pajak
yang tugasnya kemudian diteruskan kepada Kantor Pelayanan Pajak, Dinas
155
156
Pendapatan Daerah yang berada pada tingkat Kabupaten, Unit Pelaksana Teknis
Dinas Pendapatan Daerah di tingkat Kecamatan dan pihak-pihak lainnya.
Kelemahan ini adalah mengenai rendahnya tindakan preventif oleh Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) kepada masyarakat misalnya dengan memberikan
penyuluhan dan sosialiasi akibatnya pengetahuan masyarakat sangat rendah
mengenai apa dan bagaimana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut.
Pengetahuan yang harusnya diketahui oleh masyarakat ini salah satunya
adalah ketentuan yang menyatakan bahwa seharusnya masyarakat selaku Wajib
Pajak yang seharusnya melakukan pendaftaran, pendataan serta pengisian Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak terlaksana di wilayah ini, akibatnya
ketika Surat Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT) telah diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dan dibagikan kepada setiap Wajib Pajak, terdapat
kecenderungan enggannya Wajib Pajak untuk membayar Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ini dikarenakan ketidaksesuaian apa yang tercantum dalam Surat
Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT) yang diterbitkan dengan kondisi bumi dan
bangunan Wajib Pajak tersebut miliki dan dimanfaatkan. Sebenarnya ada prosedur
mengenai keberatan dan banding bila memang Wajib Pajak tidak puas dengan
nilai beban pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT). Namun terkadang masyarakat juga enggan untuk melakukan pengurusan
keberatan dan banding atas Surat Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT) yang
telah diterbitkan karena jalur dan prosedurnya juga tidak sederhana malah
terkesan rumit dan dipersulit. Hal ini terurai dalam wawancara dengan Wajib
156
157
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berprofesi sebagai pedagang pada hari
Rabu, 6 Agustus 2014:
Pernah saya tidak mau membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
karena yang saya lihat jumlah yang tercantum tidak sesuai dengan kondisi
bangunan yang saya miliki. Saya juga sempat ditawari teman untuk
melakukan keberatan dan banding, namun pada saat itu sepertinya agak
dipersulit dengan prosedur yang berbelit-belit .
Hal ini berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak
Namadi selaku Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berprofesi sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada hari Rabu, 6 Agustus 2014:
Saya selalu rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), meskipun
pernah pada tahun lalu ... nilai beban Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang saya bayar tidak sesuai dengan kondisi bangunan yang saya miliki,
tetapi tetap saya bayar.
Merujuk pada kedua hasil wawancara tersebut, terdapat perbedaan pada
sikap Wajib Pajak dalam menanggapi jumlah beban Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang tidak sesuai dengan kondisi bumi dan bangunan yang mereka miliki
dan manfaatkan. Terdapat Wajib Pajak yang bersikap enggan untuk membayar
namun ada juga Wajib Pajak yang tetap membayar Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) tersebut. Perbedaan sikap inilah yang bisa disebabkan oleh pola fikir
maupun latar belakang kehidupan dan profesi Wajib Pajak yang berbeda-beda.
Sikap enggan masyarakat inilah yang akhirnya membuat target
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sebenarnya tercapai bila
dihitung dari jumlah Wajib Pajak yang terdata serta beban Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang memang dihitung sesuai dengan kondisi bumi dan
bangunan yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh tiap-tiap Wajib Pajak.
157
158
Berikut tabel yang menunjukkan jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang terdata dengan yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan tersebut :
Tabel 7
Target Penerimaan dan Jumlah Wajib Pajak Bumi Bangunan (PBB)
yang seharusnya membayar serta Realisasi Penerimaan dan Realisasi
Jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah membayar
Tahun
2011
2012
2013
Sumber:
159
yang terdata sebanyak 211.415 Wajib Pajak. Tidak sesuainya jumlah Wajib Pajak
yang membayar dengan yang terdata membuat tidak tercapainya penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan. Terbukti dari tahun ke tahun tidak pernah mencapai
angka 100% saja dari target penerimaan yang telah ditetapkan. Seperti pada tahun
2013 lalu, dari RP 8.916.962.781 atau jumlah pembayaran dari 40.781 wajib pajak
yang ditargetkan, hanya mencapai realisasi penerimaan Rp 3.983.568.791 atau
jumlah pembayaran dari 15.893 wajib pajak.
Ketidakberhasilan setiap tahunnya inilah yang sebenarnya menjadi tolok
ukur ketidakberhasilan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di wilayah
Kabupaten Banyuasin selama beberapa tahun ini. Berdasarkan beberapa hasil
wawancara tersebut, maka diperoleh adanya temuan dari penelitian ini yaitu :
1) Kurangnya tindakan preventif misalnya berupa sosialisasi dari Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Palembang selaku pihak yang berwenang melakukan
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada Wajib Pajak mengenai
apa dan bagaimana prosedur mulai dari pendataan hingga pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) ini. Akibatnya Wajib Pajak tidak mengetahui
mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ketidaktahuan Wajib Pajak ini
membuat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palembang selaku pihak yang
berwenang melakukan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
akhirnya melakukan pendataan dan penentuan besarnya beban objek pajak.
Pendataan inipun dilakukan kadang kala ada yang melibatkan pihak RT/RW
namun ada juga yang tidak dengan alasan sulitnya menjangkau daerah
tersebut karena jauh dan keterbatasan dana yang dimiliki. Kurangnya
159
160
160
161
Seksi
Pengolahan Data Dan Penetapan, 2 (dua) orang petugas KUPT Dinas Pendapatan,
Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah serta Warga masyarakat sebagai wajib
pajak Bumi dan Bangunan. Data lainnya juga diperoleh dari dokumen yang
berasal dari Dinas Pendapatan, Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin. Berikut uraian analisis hasil penelitiannya :
Pengawasan prosedur pemungutan berkenaan dengan pengujian apakah
segala sesuatu berlangsung sesuai rencana yang telah ditentukan dengan instruksi
yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia
161
162
efektif. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa masih ada wajib
pajak yang tidak terdata dikarenakan wajib pajak sering berkelit untuk tidak
mengakui bahwa banguan atau tanah meraka dinyatakan sebagai objek pajak bumi
dan bangunan. Disamping memang sistem pendataan yang dilakukan belum
menjamin data-data baru dapat terus terpantau. Laporan mengenai adanya objek
pajak yang baru ini diperoleh melalui dua kemungkinan, yaitu:
a. Pengelola bumi dan bangunan atau calon wajib pajak bumi dan bangunan
yang mendaftarkan tanah dan bangunannnya langsung kepada Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Banyuasin.
b. Petugas
pajak
bumi
dan
bangunan
162
yang
melakukan
163
wajib
pajak
belum
terikat
aturan/ketetapan
yang
menjelaskan
kewajibannya.
Salah satu cara adalah dengan dilakukannya sosialisasi oleh petugas Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
mengenai syarat-syarat atau ketentuan pajak bumi dan bangunan dan petugas
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin
harus pro aktif di lapangan memantau terus perkembangan penambahan pajak
bumi dan bangunan.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa dari pengawasan terhadap kegiatan
pendataan belum sepenuhnya efektif karena masih ada wajib pajak yang tidak
terdata. Akan tetapi dalam hal pelaksanaan prosedur pendaftaran dan penetapan,
telah dianggap sesuai dengan apa yang direncanakan. Artinya, pengawasan
terhadap pelaksanaan ketentuan pendaftaran dan penetapan telah efektif.
2) Pengawasan Terhadap Ketentuan Tarif Pajak Bumi Dan Bangunan
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan atau pemberlakuan tarif pajak
bumi dan bangunandap t dikatakan belum maksimal karena berdasarkan hasil
163
164
164
165
165
166
Tabel 8
Rekapitulasi Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan
Dimensi
Perencanaan
166
Indikator
a. Sumber daya manusia
Hasil Penelitian
Pengelolaan PBB dari segi Sumber daya manusia belum terlaksana
dengan optimal. Hal ini bisa dilihat dari berdasarkan tingkat
pendidikan dan pembekalan dalam bentuk pembinaan ini
merupakan akan memperlancar pelaksanaan pengelolaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), karena setiap prosedur maupun
langkah kebijakan Dinas Pendapatan Daerah maupun Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Banyuasin
dalam upaya meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) ini akan dapat dilaksanakan dengan baik oleh setiap
petugas. Namun dikarenakan pembinaan yang dilakukan secara
tidak merata ke semua petugas pengelola Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) menyebabkan tidak tercapainya penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa faktor sumber daya manusia merupakan salah
satu faktor yang terdapat dalam pencapaian penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin.
b. Anggaran/Dana
167
Dimensi
Pengorganisasia
n
Pelaksanaan
167
Indikator
Pembagian
Kerja
sesuai dengan tupoksi
Hasil Penelitian
Pengelolaan PBB dari segi pembagian kerja sesuai dengan tupoksi
belum terlaksana dengan optimal. Hal ini bisa dilihat dari sumber
daya manusia yang terlibat dalam pengorganisasi penerimaan pajak
bumi dan bangunan yaitu semua petugas terlibat tetapi didalam
Tupoksi sebenarnya sudah diatur masing-masing namun kenyataanya
dalam survey dilapangan (kendala dilapangan) ketaatan dan kesadaran
petugas dalam mendata objek pajak masih rendah sehingga
mengakibatkan terjadi tumpang tindih pekerjaan.
Koordinasi
instansi terkait
antar
Pendaftaran
Dan
Penetapan Wajib pajak
Prosedur Pembayaran/
Penyetoran
168
Dimensi
Pengawasan
Indikator
Laporan dan monitoring
Hasil Penelitian
Pengelolaan PBB dari segi laporan dan monitoring belum
sepenuhnya dilaksanakan dengan optimal baik dari segi
pengawasan kegiatan pendataan,
Pengawasan terhadap
pelaksanaan ketentuan atau pemberlakuan tarif pajak bumi dan
bangunan dan pengawasan terhadap prosedur pembayaran pajak
bumi dan bangunan. Hal ini bisa dilihat dari:
pengawasan terhadap kegiatan pendataan belum sepenuhnya efektif
karena masih ada wajib pajak yang tidak terdata. Akan tetapi
dalam hal pelaksanaan prosedur pendaftaran dan penetapan, telah
dianggap sesuai dengan apa yang direncanakan. Artinya,
pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan pendaftaran dan
penetapan telah efektif.
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan atau pemberlakuan
tarif pajak bumi dan bangunan dapat dikatakan belum maksimal
karena berdasarkan hasil penelitian masih ditemukannya
penyimpangan terhadap aturan tersebut yaitu pemberlakuan tarif
pajak bumi dan bangunan di luar tarif resmi dan tidak
transparannya laporan mengenai omzet pajak bumi dan bangunan
dari pengelola pajak .
pengawasan terhadap prosedur pembayaran pajak bumi dan
bangunan dinilai belum sepenuhnya efektif. Berdasarkan data
terlihat bahwa pelaksanaan prosedur pembayaran pajak bumi dan
bangunan ternyata kurang memenuhi aturan, karena masih ada
wajib pajak yang belum bayar pajak bumi dan bangunan. Akan
tetapi pemberlakukan sanksi telah sesuai yaitu berupa pidana
kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggitingginya 2 (dua) kali pajak yang terutang. Permasalahan lainnya
yaitu Pihak pengelola /wajib pajak bumi dan bangunan sulit untuk
menentukan jumlah tarif pajak bumi dan bangunan yang
sebenarnya, serta sekali-kali ada wajib pajak /pengelola pajak bumi
dan bangunan yang menunggak pembayaran pajak bumi dan
bangunan dan penyebabnya hanya besifat teknis saja dan Data-data
yang diberikan pengelola/wajib pajak bumi dan bangunan belum
akurat.
169
C. Diskusi
Memperhatikan pentingnya pengelolaan keuangan yang baik, maka perlu
diketahui secara lebih spesifik apa yang dikriteriakan baik dalam pengelolaan
keuangan. Istilah baik disini sebagaimana tertulis pada pasal 66 (ayat 1)
Undang-undang No.32 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah adalah dikelola secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,
bertanggung jawab, dengan memperhatikan keadilan kepatutan, dan manfaat
untuk masyarakat.
Pengelolaan pajak dapat dikatakan baik apabila segala sesuatunya dapat
berjalan:1) tertib, artinya prosedur, mekanisme ataupun tahap-tahap dalam
pengelolaan pajak bumi dan bangunan harus dapar berjalan runut, teratur, tidak
ada yang terlewatkan sesuai dengan apa yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil
penelitian, syarat ini telah terpenuhi dimana prosedur/mekanisme pemungutan
pajak bumi dan bangunan telah sesuai dengan ketentuan/prosedur yang telah
ditetapkan. 2) Taat pada aturan, artinya pengelolaanya tidak boleh menyimpang
dari ketentuan atau undang-undang, dalam hal ini Perda Kota Palembang No. 12
Tahun 1994 Tentang Pajak bumi dan bangunan. Hasil penelitian menunjukkan ada
beberapa yang tidak sesuai dengan ketentuan baik pada pengelolaan pajak bumi
dan
bangunan,
memberlakukan
seperti:
pembayaran
sanksi
sebagaimana
yang
belum
mestinya.
dibayar,
3)
dan
efisien,
tidak
artinya
mendayagunakan sumber daya yang ada secara minimal untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan pajak bumi dan
169
170
bangunan kurang mencerminkan syarat ini, dimana masih ada pengerjaan tugas
rangkap. 4) Ekonomis, artinya menggunakan sumber daya sehemat mungkin
sesuai dengan keperluan dan kemampuan. 5) efektif, artinya berorientasi pada
ketercapaian tujuan, dalam hal ini terealisasinya target penerimaan pajak bumi dan
bangunan sesuai dengan potensi yang ada. 6) Transparan, artinya setiap tahap
yang dilalui dalam pengelolaan pajak harus bersifat terbuka sebatas memang perlu
diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak bumi dan bangunan belum
memenuhi
syarat
transparansi
dalam
pengelolaan.
Ditemukan
adanya
penyimpangan dana oleh kolektor, wajib pajak yang tidak jujur dalam melaporkan
omzet pajak, dan tarif pajak bumi dan bangunan yang tidak semestinya. 7)
Bertanggung jawab, artinya pengelola, dalam hal ini para pegawai Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuasin harus
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana yang telah dibebankan
kepadanya.
Potensi penyimpangan lebih besar untuk terjadi di pengelolaan pajak bumi
dan bangunan, dalam hal ini penyimpangan oleh SDM pajak bumi dan bangunan.
Padahal sumber daya manusia adalah faktor yang menggerakkan berbagai sumber
daya dalam organisasi. Keberhasilan pencapaian tujuan suatu organisasi berada di
tangan faktor penggeraknya yaitu sumber daya manusia. Hal inilah yang menjadi
salah satu penyebab mengapa target penerimaan pajak rbumi dan bangunan di
Kabupaten
Banyuasin
sangat
sulit
untuk
terealisasi
ditengah
semakin
170
171
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Banyuasin belum
dikelola secara optimal, walaupun jika dilihat dari realiasasi penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan tiap tahunnya sudah mencapai target, akan tetapi dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya masih terdapat kendala/masalah.
Untuk lebih jelasnya mengenai kendala/ masalah tersebut, dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Perencanaan
a.
Pembinaan sumber daya manusia yang dilakukan tidak secara merata ke
b.
c.
171
172
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, analisis di dalamnya serta kesimpulan yang
172
173
(PBB)
selain
pemberitahuan
informasi
pentingnya
173
174
DAFTAR PUSTAKA
Aji, B. Firman. 1985. Prencanaan dan Evaluasi. Jakarta: Bina Aksara
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi
Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta
Brotodihardjo, Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Keempat.
Bandung: Refika Aditama
Davey, K.J, 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah Terjemahan Amanulah, UI Press,
Jakarta
174
175
175
176
176
177
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
178
Dan Penetapan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
178
179
TESIS
Untuk memenuhi sebagian Persyaratan
Dalam Mencapai Derajat Pascasarjana
Dengan Gelar Magister Sains
Pada
Program Pascasarjana Stisipol Candradimuka
Program Studi Magister Administrasi Publik
Konsentrasi: Manajemen Publik
Diajukan Oleh:
Beni
NPM 051321105
179
180
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN.
KATA PENGANTAR.. vi
RINGKASAN..
viii
ABSTRAK ix
ABSTRACT.
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL..
xv
180
A. Latar Belakang....
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah...........
1
9
1. Identifikasi Masalah................
2. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian........
10
181
D. Manfaat Penelitian..............
10
11
75
C. Kerangka Pemikiran...................................................................
77
80
81
82
82
82
83
84
84
85
86
87
I.
88
Sistematika Laporan.......
90
B.
91
C.
92
D.
92
E.
56
F.
93
F.
181
182
94
90
107
C. Diskusi ...
109
Kesimpulan....
111
2.
Saran......
114
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
182
183
Tabel
Halaman
1. Target dan Realisasi Penerimaan Kabupaten Banyuasin dari Sektor
Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2011-2013........................................ 5
2. Matrik definisi operasional..................................................................... 84
3. Tingkat pendidikan petugas pengelola PBB di Kabupaten Banyuasin.. 114
4. Dana/anggaran dalam pengelolaan PBB tahun 2014........................... 123
5. Sarana dan prasarana Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan
Aset Daerah Kabupaten Banyuasin....................................................... 127
6. Jumlah Wajib Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang terdaftar dan
Jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang membayar di
Kabupaten Banyuasin Tahun 2013........................................................ 140
7. Target Penerimaan dan Jumlah Wajib Pajak Bumi Bangunan (PBB)
yang seharusnya membayar serta Realisasi Penerimaan dan Realisasi
Jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah
membayar.............................................................................................. 162
8. Prosedur pendaftaran dan penetapan wajib PBB................................. 170
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)................................... 79
183
184
2.
184
151
185
DI KABUPATEN BANYUASIN
TESIS
Disusun oleh:
Beni
NPM 051321105
186
2011. Adapun sembilan (9) jenis obyek Pajak Daerah di Kabupaten Banyuasin
dimaksud adalah : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan, (7) Pajak Air Tanah, (8) Pajak Sarang Burung Walet,
(9) Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Berkaitan dengan
penelitian ini, maka Obyek Pajak yang akan dibahas hanya Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin, sebagaimana tertuang dalam
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Pengelolaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin. Hal yang
diidentifikasikan yaitu: Kurangnya kepatuhan masyarakat tentang kewajibannya
membayar pajak, Besarnya ketetapan pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
tidak sesuai dengan Objek Pajak serta Masih banyak wajib Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang membayar pajak tidak sesuai dengan besar Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan dan Alamat wajib pajak yang tidak
diketahui.
Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan menggunakan teori menurut
Terry (dalam Fathoni, 2006: 29) yang terdiri dari: 1) perencanaan berupa Sumber
daya manusia , Anggaran/Dana dan Sarana dan Prasarana, 2) pengorganisasian
berupa Pembagian Kerja sesuai dengan tupoksi dan Koordinasi antar instansi
terkait, 3) pelaksanaan berupa Pendaftaran Dan Penetapan Wajib pajak, Penentuan
Tarif dan Prosedur Pembayaran/ Penyetoran, 4) pengawasan berupa Evaluasi dan
Monitoring. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif. Sedangkan Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu wawancara, dokumentasi dan observasi.
ABSTRAK
Permasalahan yang dihadapi dalam penerimaan pajak daerah melalui
sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Banyuasin mengisyaratkan
bahwa pelayanan publik dalam hal sosialisasi mengenai Pajak Bumi dan
186
187
187
188
ABSTRACT
The problem faced by the local tax revenue through land and building tax
sector (UN) in the District Banyuasin suggests that public service in terms of the
socialization of land and building tax (PBB) in the District Banyuasin not take
place effectively and efficiently. This is further aggravated by not achieving the
land and building tax receipt (UN) in each year. The purpose of this study was to
determine the Management of Land and Building Tax (PBB) in the District
Banyuasin. The problem in the research community about the lack of compliance
is their obligation to pay taxes, amount of tax assessment of land and building
(UN) not in accordance with the tax object and still a lot of land and building tax
compulsory (UN) who pay taxes in accordance with a Tax Object Sales Value
(SVTO) were determined and the taxpayer address unknown. The data analysis
technique used in this study is qualitative data analysis techniques. This study
shows that: the management of property tax in the District Banyuasin not
optimally managed, it can be seen from the realization of land and building tax
revenue each year did not reach the target, due to the planning, implementation
and evaluation there are constraints/ problems.
188
189
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai
persyaratan dalam mencapai derajat pendidikan Strata 2 Program Studi Magister
Administrasi Publik. Tesis ini berjudul : Analisis Pengelolaan Pajak Bumi Dan
Bangunan di Kabupaten Banyuasin .
Dalam penulisan tesis ini, tentunya penulis memperoleh bantuan,
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati dan tulus ikhlas, penulis sampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Orang tuaku serta mertuaku, yang selalu memberikan dorongan, bantuan dan
doa untuk keberhasilan penulis.
2. Isteriku serta anak-anakku tercinta, yang selalu setia mendampingiku,
memberikan semangat dan doa yang tiada henti-hentinya
3. Ibu Dr. Hj. Nurmah Semil, M.Si, selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Magister Administrasi Publik Stisipol Candradimuka
4. Bapak Drs. Mardianto, M.Si, selaku KPS Magister Administrasi Publik
Stisipol Candradimuka
5. Bapak Dr. Syaifuddin, SH, M.Hum, selaku Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memeriksa, memberikan bimbingan, saran, nasehat
dan bantuan yang sangat berguna dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Drs. Ong Berlian, M.M selaku Pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memeriksa, memberikan bimbingan, saran, nasehat
dan bantuan yang sangat berguna dalam menyelesaikan tesis ini
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Pasca Sarjana Magister Administrasi Publik
Stisipol Candradimuka , yang telah memberikan Ilmu dan bantuan selama ini.
8. Seluruh staff Program Pasca Sarjana Magister Administrasi Publik Stisipol
Candradimuka, yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama ini.
189
190
Beni
NPM 051321105
PERNYATAAN
190
191
Nama
: Beni
Program Studi
NPM
: 051321105
Beni
NPM 051321105
191
192
PERSEMBAHAN:
Atas berkat rahmat Allah SWT,
Kupersembahkan Karyaku ini kepada :
Orang tuaku tercinta dan
Almamaterku
MOTTO:
192
193
Pelajarilah
Ilmu.
Barang
siapa
itu
ibadah.
Mengulang-
193