Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS IDENTIFIKASI PERMASALAHAN SISTEM PENDATAAN,

SOLUSI, DAN STRATEGI PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK


BUMI DAN BANGUNAN DI KELURAHAN KALODRAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Internasionl

Dosen Pengampu : Puspita Maelani, M. Ak.

NAMA : EKA RATNA SULISTIOWATY

NIM : 11021900019

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BINA BANGSA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang


dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung, dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2019). Manfaat Pajak yaitu
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung kegiatan pembangunan
nasional suatu negara, oleh karena itu pemungutan pajak dapat dipaksakan berdasarkan
Undang-undang Perpajakan yang berlaku.

Lahirnya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang


Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, n.d.) merupakan implementasi atas lahirnya otonomi
daerah yang diselenggarakan di Indonesia. Pajak daerah sebagai salah satu sumber
Pendapatan Asli Daerah, merupakan sumber keuangan riil bagi pemerintah daerah. Suatu
daerah mempunyai hak untuk mengatur, mendapatkan, dan memelihara aspek sumber
Pendapatan Asli Daerahnya yang hasilnya 100% (seratus persen) dikelola oleh
pemerintah daerah itu sendiri. Penerapan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, n.d.) telah mengubah sistem
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan khususnya sektor Perdesaan dan Perkotaan.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang awalnya merupakan
pajak pusat kini menjadi pajak daerah. Pengalihan pengelolaan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah ini merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal yang ada. Hasil dari pengelolaan pajak tersebut 100% (seratus
persen) masuk ke kas daerah setempat, sehingga tidak akan ada lagi bagi hasil pajak
kepada pemerintah pusat.

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.28 Tahun 2007). Pajak merupakan alat
bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang
bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat guna membiayai pengeluaran
rutin serta pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat. Sistem perpajakan selalu
mengalami perubahan dari masa kemasa sesuai perkembangan masyarakat dan Negara,
baik dalam bidang kenegaraan maupun dalam bidang sosial dan ekonomi. Salah satu
pajak yang menjadi potensi sumber pendapatan negara kita yaitu Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang masuk dalam kategori Pajak Negara.

Sejak tahun 2011 penarikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dilimpahkan dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Kota sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri
Keuangan dan Menteri Dalam Negeri nomor: 213/pmk.07/2010, nomor: 58 tahun 2010
tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan sebagai Pajak Daerah . Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu iuran yang
dikenakan terhadap orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak, memiliki,
menguasai dan memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan (Rahman, 2011:41).

Pemerintah Kota setiap tahunnya mempunyai target dalam penerimaan Pajak


Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai sumber pendapatan daerah, tetapi tidak selalu target
tersebut terealisasi dengan sempurna. Terkadang juga realisasi penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) jauh dibawah target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota.
Pada awalnya PBB termasuk pajak pusat, sejalan dengan desentralisasi keuangan sebagai
salah satu bentuk kebijakan fiskal yang ditempuh, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI
pada tanggal 18 Agustus 2009 telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Undang-undang tersebut
diantaranya mengamanahkan pendaerahan atau pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan
Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang awalnya merupakan pajak pusat
dialihkan menjadi pajak daerah yang pengelolaannya sepenuhnya berada di tangan
pemerintah daerah paling lambat 1 Januari 2014.

Pemungutan pajak di Indonesia mengalami banyak permasalahan, antara lain


disebabkan: Kelemahan regulasi dibidang perpajakan itu sendiri, kurangnya sosialisasi,
tingkat kesadaran, pengetahuan dan tingkat ekonomi yang rendah, database yang belum
lengkap dan akurat, lemahnya penegakan hukum berupa pengawasan dan pemberian
sanksi yang belum konsisten dan tegas.
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat dalam peran sertanya
menanggung pembiayaan negara, maka dituntut adanya kesadaran masyarakat untuk
membayar Pajak Bumi dan Bangunan dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Namun, kenyataannya banyak hambatan yang dihadapi dalam
pemungutannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam
membayar pajak, kondisi masyarakat yang kurang atau bahkan tidak mengerti pajak,
serta tingkat perkembangan intelektual masyarakat, sehingga mereka tidak melaksanakan
kewajibannya dalam membayar pajak. Mengingat kesadaran masyarakat dalam
membayar PBB sangat penting untuk peningkatan penerimaan negara yang digunakan
sebagian -besar untuk daerah wajib itu sendiri.

Celah-celah kelemahan lainnya juga disebabkan oleh adanya perubahan pada


obyek pajak, namun tidak terjadi perubahan pada SPOP sehingga pada saat SPPT
diserahkan kepada wajib pajak terjadi perbedaan antara yag tertulis di SPPT dengan
kondisi sebenarnya, misalnya tentang perubahan luas atau pegalih fungsian lahan. Selain
itu adanya aktivitas jual beli menyebabkan adanya perdebatan tentang pemilik SPPT.
Proses jual beli yang tidak melibatkan kantor desa dan hanya melibatkan notaris
membuat pemungut pajak di desa menjadi kesulitan untuk menemukan pemilik SPPT.

Kelemahan lainnya pada saat terjadi perubahan SPPT, pengurusan perubahan


SPPT harus menunggu waktu yang cukup lama.Wajib Pajak yang ingin membayar PBB
tidak bersedia membayar pajak karena kepengurusan SPPT yang cukup lama. Ini juga
menyebabkan adanya keterlambatan pembayaran pajak

Pada umumnya masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat karena


banyaknya kerancuan yang terjadi akibat system pemerintahan yang tidak sinkron
dengan mitra pembayaran pajak bumi dan bangunan, permasalahan yang sering terjadi di
masyarakat antara lainnya :

Yang pertama ialah sering terjadinya satu objek pajak yang memiliki dua atau
lebih SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) dengan atas nama yang berbeda-beda
hal ini menyebabkan masyarakat tidak ingin membayar pajak PBB dan banyak
masyarakat yang enggan utuk mengurus ke BAPENDA dikarenakan memerlukan waktu
yang lama dan membutuhkan berkas yang banyak untuk persyaratan mengurus pajak
PBB tersebut sehingga denda atau tunggakan terus berjalan.
Yang kedua ialah sering terjadinya hilangnya objek pajak di dalam DHKP
(Daftar Himpunan Ketetapan Pajak) sedangkan pada tahun lalu objek pajak tersebut
muncul di dalam DHKP. Belum diketahui pasti mengapa objek pajak hilang di dalam
buku DHKP, dikarenakan kurangnya komunikasi antara BAPENDA dengan Kelurahan
sehingga ketika banyak masyarakat yang mengeluh kepada petugas pajak di Kelurahan,
pihak petugas Pajak di Kelurahan tidak bisa menjelaskan dan langsung mengarahkan
untuk melapor ke BAPENDA langsung.

Yang ketiga sering terjadinya data yang tidak sinkron pada pembayaran ketika
masyarakat telah membayar tunggakan pada tahun sebelumnya namun muncul kembali
pada tahun selanjutnya. Seringkali masyarakat mengeluhkan hal ini karena mereka
merasa dirugikan oleh pemerintah, banyak masyarakat yang mengadu kepada petugas
pajak di Kelurahan mengapa tunggakan dan denda yang mereka sudah bayarkan muncul
kembali di dalam SPPT sedangkan mereka sudah membayar melalui satu bank yang
ditunjuk untuk pembayaran PBB oleh pemerintah hal ini lah yang membuat masyarakat
enggan untuk membayara tunggakan pajak PBB mereka.

Yang keempat sering terjadinya data pembayaran yang tidak sinkron antara
bank BJB dengan BAPENDA (Badan Pendapatan Daerah ). Hal ini sering terjadi ketika
wajib pajak ingin membayar pajak ternyata pajak tersebut sudah dibayarkan. Hal sering
terjadi dirasakan oleh masyarakat dan petugas pajak karena ketika ingin membayar ke
salah satu bank pemerintah ternyata pajak tersebut sudah berstatus dibayar, sedangkan
setelah dikonfirmasi kepada keluarga wajib pajak mereka tidak ada yang merasa sudah
membayar pajak tersebut.

Identifikasi masalah diatas diperoleh langsung dari keluhan masayarakat dan


petugas pajak dikelurahan karena permasalahan tersebut bisa menghambat pelaksanaan
pembayaran pajak. Dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah karena
system data yang kurang dan komunikasi yang kurang antara BAPENDA dan Kelurahan
sehingga ketika terjadi pengaduan oleh masyarakat petugas pajak di Kelurahan tidak bisa
memberikan penjelasan yang detail.
1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasikan masalah dalam


penelitian sebagai berikut :

1. Masyarakat merasa system pemerintah yang kurang optimal dalam penanganan Pajak
Bumi dan Bangunan

2. Kurangnya komunikasi antara BAPENDA dengan petugas pajak di Kelurahan

3. Banyak wajib pajak yang merasa bahwa pajak merupakan beban untuk mereka

4. Petugas pajak di Kelurahan merasa permasalahan yang terjadi bisa menghambat proses
pembayaran pajak

5. Berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah karena sering terjadinya


kekeliruan.

6. Wajib pajak dan petugas pajak berharap setiap tahun tidak ada lagi permasalahan yang
merugikan

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara meningkatkan kembali kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak
dengan patuh

2. Bagaimana permasalahan diatas bisa diselesaikan

3. Bagimana strategi untuk meningkatkan presentase pajak setiap tahunnya

4. Bagaimana peran pemerintah dalam menanggapi permasalahan yang sering muncul


dilapanagan setiap tahunnya.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarka perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui permasalahan yang sering terjadi dimasyarakat tentang pajak bumi dan
banunan

2. Untuk memberikan solusi tentang permasalahan yang sering terjadi setiap tahunnya

3. Untuk mencari tahu strategi yang bisa diterapkan untuk meningkatkan presentase
perolehan pajak setiap tahunnya
4. Untuk mengetahui system data pemerintah agar menjadi evaluasi untuk tidak terjadi
permaslahan data terus-menerus

5. Untuk mengembalikan kembali kepercayaan masayarakat terhadap pemerintah


BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Deskripsi Teoritik

2.1.1 Pajak dan pajak bumi dan bangunan

Pajak

Soemitro yang dikutip Mardiasmo (2011:1) mengemukakan pajak adalah iuran


rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan
dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Siahaan (2010: 7)
menjelaskan bahwa secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara
(pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang
oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali
(kontraprestasi/balas jasa) secara langsung,yang hasilnya digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.

Unsur-Unsur Pajak Siahaan

(2010:8) menyimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Iuran dari rakyat bagi Negara;

2. Berdasarkan Undang ± Undang Untuk mendorong tabungan dan menanam modal;

3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat
ditunjuk;
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah.

Fungsi Pajak

Mardiasmo (2011:1-2) menyatakan bahwa fungsi pajak terdiri dari dua fungsi, yaitu
sebagai berikut.

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-


pengeluarannya.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah


dalam bidang sosial ekonomi.

Syarat Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2011:2) menyatakan bahwa pemungutan pajak harus memenuhi


beberapa syarat,yaitu sebagai berikut.

1. Pemungutan Pajak harus adil (syarat keadilan)

2. Pemungutan Pajak harus berdasarkan Undang ± Undang (syarat yuridis)

3. Tidak mengganggu syarat perekonomian (syarat ekonomis)

4. Pemungutan Pajak harus efisien

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem Pemungutan

Pajak Mardiasmo (2011:7) menyebutkan bahwa sistem pemungutan pajak dapat


dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Official Assessment System

2. Self Assessment System

3. With Holding System

Pengelompokkan Jenis Pajak

Ilyas dan Burton (2008:29) mengungkapkan jenis pajak dapat digolongkan dalam 3
(tiga) golongan yaitu sebagai berikut.

1. Menurut Sifatnya

a. Pajak langsung, adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak
dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang
pada waktu-waktu tertentu.

b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada
orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu
saja.
2. Menurut Sasaran/Objeknya

a. Pajak subjektif, adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama


memerhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya).

b. Pajak objektif, adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama


memerhatikan/melihat objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yang
menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya

a. Pajak pusat, adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).

b. Pajak daerah, jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan dimasukkan
sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Konsep Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

adalah pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Pengertian Bumi adalah seluruh
permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi
tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa ± rawa, tambak, perairan) serta laut
Republik Indonesia. Pengertian bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.(Siahaan, 2010:553).

Objek Pajak Bumi Dan Bangunan

Mardiasmo (2011:313) mendeskripsikan objek PBB sebagai berikut.

1. Yang menjadi obyek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan atau bangunan.

2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi
dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk
memudahkan perhitungan pajak yang terhutang.
Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan

Mardiasmo (2011:316) mendeskripsikan subjek PBB adalah orang atau badan yang
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas
bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Sosialisasi Pajak Bumi dan Bangunan

Setiap wajb pajak harus ada suatu kesadaran akan pentingnya pemenuhan kewajiban
yang menjadi tanggung jawab dari masing ± masing pihak. Hal ini dimaksudkan agar
roda pemerintahan dapat berlangsung lancar demi kepentingan masyarakat, bangsa
dan Negara sehingga cita ± cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang ± Undang Dasar 1945 dapat terpenuhi dan direalisasikan.
Setiap masyarakat terutama para wajib pajak harus sadar betul tentang pentingnya
membayar pajak, bahwa pajak yang dikeluarkan bukan semata ± mata untuk
kepentingan pemerintah dan untuk menguntungkan pemerintah tetapi lebih dari pada
itu untuk mengutamakan kepentingan rakyat. Kita harus menyadari bahwa salah satu
pendapatan pemerintah untuk membiayai sarana dan fasilitas umum yang
memperlancar jalannya aktivitas masyarakat serta pembangunan yang semakin
berkembang, diserap dari sektor pajak.

Kepatuhan Wajib Pajak

Seorang wajib pajak tentunya harus menyadari tentang kewajiban kita tanpa harus
diingatkan. Kesadaran tersebut seharusnya timbul dari pengamatan kita terhadap
perkembangan Negara dan sebagai imbalan atas perlindungan serta segala hak ± hak
yang diberikan Negara oleh kita. Seperti yang dapat kita lihat saat ini, banyak
bangunan dimana ± mana, fasilitas umum serta sarana dan prasarana yang terus
mengalami perbaikan dan peningkatan. Hal itu tidak akan terus terlaksana dengan
baik jika kita sebagai warga negaranya acuh tak acuh dan tidak mempunyai rasa
memiliki karena semua peningkatan tersebut membutuhkan pembiayaan yang tidak
sedikit dan kita harus menyadari akan kewajiban kita yang salah satunya adalah sadar
dan bertanggung jawab serta bekerja sama dengan pemerintah untuk menyerahkan

yang menjadi hak daerah yaitu dengan membayar pajak yang diatur oleh Undang ±
Undang yang berlaku.

Hubungan Antara Sosialisasi dengan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam


Membayar Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Sosialisasi merupakan salah satu cara atau alat yang dapat digunakan untuk
mengguggah dan memberikan pengetahuan kepada para wajib pajak tentang Peraturan,
Tata Cara Perpajakan, Prosedur, serta waktu pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
Adanya sosialisasi perlu dilakukan untuk menggugah kepatuhan dan kesadaran para
wajib pajak untuk patuh akan kewajibannya dalam membayar pajak. Demi terciptanya
pembangunan nasional yang merata dan berkesinambungan.

2.1.2. Strategi peningkatan penerimaan pajak bumi dan bangunan

Siagian (2016:29) menyatakan strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan


mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh
jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut. Sedangkan
menurut Rivai dan Darsono (2015), menyatakan bahwa Strategi ialah cara dan alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan akhir (sasaran atau objektif). David & David
(2015:39) menjelaskan perumusan strategi termasuk mengembangkan visi dan misi,
mengidentifikasi peluang eksternal organisasi dan ancaman, menentukan kekuatan dan
kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, menghasilkan strategi
alternatif, dan memilih strategi tertentu untuk mengejar. Strategi formulasi termasuk
memutuskan bisnis apa yang baru masuk, apa bisnis untuk meninggalkan, apakah akan
bergabung atau membentuk usaha patungan, dan bagaimana untuk menghindari
pengambilalihan. Strategi dapat diartikan sebagai rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Namun secara umum strategi dapat diartikan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Salah satu faktor penting yang berpengaruh
terhadap strategi peningkatan penerimaan pajak bumi dan bangunan adalah aspek
ekonomi daerah tersebut. Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang
menjelaskan bagaimana perusahaan akan mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan
dan berdasarkan misi yang telah di tetapkan sebelumnya. Secara makro ekonomi,
kinerja pembangunan suatu daerah dapat dilihat. melalui laju pertumbuhan ekonominya
yang diukur dari tingkat perkembangan pendapatan daerah. Semakin tinggi laju
pertumbuhan ekonomi maka semakin baik kinerja pembangunan suatu daerah. Jati
(2016), mengatakan bahwa pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari
kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan
yang ditetapkan Pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik
dari Negara secara langsung, untuk memelihara Negara secara umum. Hidayanti,
(2011) mengatakan bahwa pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung
dapat ditujukan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubungan tugas Negara untuk menyelenggarakan Pemerintahan. Menurut
Mardiasmo (2016:382), mengatakan bahwa Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh
bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman
(termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.
Sedangkan Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan jenis pajak
daerah yang sepenuhnya diatur oleh pemerintah dalam menentukan besar pajaknya,
pajak ini penting untuk pelaksanaan dan peningkatan pembangunan serta meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (Wulansepty, 2014).

Pembangunan yang semakin baik yang tentunya diharapkan akan berdampak pada
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Sebagai salah satu sumber penerimaan
yang cukup potensial, pemerintah kelurahan Kalodran juga telah melakukan beberapa
strategi untuk meningkatkan penerimaan PBB. Dengan demikian, kontribusi PBB
terhadap pendapatan asli daerah dapat terus meningkat. Sampai saat ini strategi yang
telah dilakukan oleh kelurahan Kalodran untuk meningkatkan penerimaan PBB antara
lain:

1. Mengkolektif pembayaran oleh petugas pajak kelurahan Kalodran dari masyarakat


untuk di setorkan langsung ke Bank BJB.

2. Setiap masyarakat yang ingin melakukan administrasi ke kelurahan Kalodran


diwajibkan membawa bukti Surat Tanda Terima Setoran (STTS) Bukan hanya berlaku
di kelurahan Kalodran tetapi berlaku di seluruh kelurahan kota serang.

3. Kepala kelurahan Kalodran melakukan kejar target kepada wajib pajak yang
memiliki tanah di kelurahan Kalodran, tetapi tidak beralamat di lingkungan kelurahan
Kalodran.

4. Melakukan pekan pembayaran ke RT-RT agar masyarakat yang belum sempat


membayar pajak dapat melakukan pembayaran kepada petugas pajak kelurahan
Kalodran.

Pada sisi yang lain, kita juga dapat mengetahui adanya faktor internal yang dimiliki dan
faktor eksternal yang dihadapi oleh kelurahan Kalodran. Faktor internal yaitu
kelemahan dan kekuatan serta faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Kedua
faktor tersebut dianalisis menggunakan analisis SWOT dan kemudian ditemukannya
alternatif strategi untuk dapat meningkatkan penerimaan PBB serta secara langsung
meningkatkan pelayanan. Jadi rekomendasi alternatif strategi yaitu strategi pelayanan
door to door, strategi pembinaan dan pembinaan SDM, strategi administratif, dan
strategi pengkolektifan. Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi strategi
peningkatan penerimaan PBB adalah tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar
pajak. Tingkat kesadaran masyarakat ini biasanya berkaitan dengan tingkat pendidikan
masyarakat semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat disuatu daerah biasanya
berbanding lurus dengan semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat. Hal ini
dikarenakan masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi tentunya memiliki
pemahaman tentang arti pentingnya pajak dalam pembangunan. Dengan demikian,
masyarakat sebagai taxpayer akan dengan sukarela membayar pajak yang sudah
menjadi kewajiban mereka. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang baik antara pihak
petugas pajak kelurahan Kalodran dan wajib pajak dalam mengatasi hal tersebut.

2.1.3 Permasalahan pajak bumi dan bangunan

A. Tidak mau membayar dengan berbagai macam alas an

seperti belum menerima SPPT dari kelurahan atau sedang sibuk/ tidak ditempat
Kondisi orang yang berbeda-beda terkadang menyulitkan petugas pemungut dalam
melakukan tugasnya. Belum tentu hari yang ditetapkan petugas dan
kelurahan sebagai hari pembayaran merupakan hari kosong bagi wajib pajak.
Terkadang pada saat itu mereka sedang sibuk dengan pekerjaan atau berada diluar
kota. Ada juga wajib pajak yang belum menerima SPPT dari kelurahan sampai
tanggal pembayaran karena wajib pajak tersebut baru saja kembali dari luar kota
dan petugas kelurahan belum sempat menyampaikan lagi kepada wajib pajak
sehingga SPPT tersebut belum sampai ke tangan wajib pajak yang bersangkutan.
Selain itu wajib pajak cenderung menunda membayar sampai tanggal jatuh tempo.

B. Banyak wajib pajak yang enggan pergi ke bank tempat


pembayaran dengan alasan jauh atau repot
Bank persepsi yang ditunjuk sebagai tempat pembayaran PBB belum tentu ada di
setiap kelurahan. Wajib pajak yang tinggal jauh harus menempuh jarak yang lumayan
untuk mencapai bank tempat pembayaran tersebut. Belum lagi apabila mereka
mempunyai banyak urusan yang harus segera diselesaikan dalam waktu yang
bersamaan. Kondisi seperti inilah yang seringkali menjadikan wajib pajak enggan
datang ke bank dan membayar pajaknya.

Dalam penagihan

C. Wajib pajak menghindar saat ditagih

Ada kalanya terkadang wajib pajak belum mempunyai uang untuk membayar pajaknya

pada hari yang telah ditetapkan. Untuk menghindari petugas penagih mereka seringkali

beralasan tidak berada ditempat atau sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Namun ada

juga wajib pajak yang benar-benar tidak berada ditempat pada waktu pembayaran

sehingga petugas tidak dapat menagih saat itu juga dan harus ditunda sampai wajib

pajak yang bersangkutan kembali.

D. Adanya kumulatif pembayaran tunggakan

Jika wajib pajak mempunyai tunggakan dalam waktu yang cukup lama dan jumlahnya

cenderung besar mereka biasanya tidak melunasi tunggakan pajaknya sekaligus.

Misalnya wajib pajak A mempunyai tunggakan 5 tahun dan jumlah tunggakannya

mencapai jutaan rupah biasanya mereka membayar untuk 2 atau 3 tahun dulu dan

membayar setengah dari jumlah keseluruhan tunggakan dengan alasan dana yang

tersedia saat itu hanya cukup untuk membayar setengahnya saja. Tentunya hal seperti
ini akan berpengaruh pada penerimaan pajak tahun yang bersangkutan.

E. Kurangya jumlah petugas pemungut dan juru sita pajak

Kurangnya jumlah petugas pemungut dan juru sita pajak yang dimiliki kota Surakarta

ini juga menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan penagihan pajak. Banyaknya

petugas yang sudah memasuki masa pensiun dan belum adanya petugas pengganti

menjadikan petugas yang ada harus bekerja lebih keras untuk menyelesaikan tugas

yang menjadi tanggung jawab mereka. Dengan jumlah petugas yang kurang memadai

sementara tugas yang harus diselesaikan cukup menyita waktu dan pikiran kinerja dari

para petugas terkadang menjadi kurang maksimal.

F. Sanksi yang tegas belum sepenuhnya diterapkan

Terkadang sanksi yang diterapkan dalam Undang-undang dinilai terlalu berat dan

bersifat memaksa apabila diterapkan sepenuhnya kepada wajib pajak. Oleh karena itu

petugas juga kadang-kadang merasa tidak tega untuk menindak wajib pajak yang tidak

menyelesaikan kewajiban pajaknya sesuai sanksi yang berlaku namun hal seperti inilah

yang justru menjadikan wajib pajak merasa dibebaskan dari hukuman yang seharusnya

mereka terima dan bukannya sadar mereka malah menjadi-jadi kelakuan buruknya yaitu

mengingkari kewajiban membayar pajaknya.

G .Macam-macam permasalahan pajak bumi dan bangunan yang terjadi di


kelurahan Kalodram

1. Yang pertama ialah sering terjadinya satu objek pajak yang memiliki dua atau lebih
SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) dengan atas nama yang berbeda-beda hal
ini menyebabkan masyarakat tidak ingin membayar pajak PBB dan banyak masyarakat
yang enggan utuk mengurus ke BAPENDA dikarenakan memerlukan waktu yang lama
dan membutuhkan berkas yang banyak untuk persyaratan mengurus pajak PBB tersebut
sehingga denda atau tunggakan terus berjalan.
2. Yang kedua ialah sering terjadinya hilangnya objek pajak di dalam DHKP (Daftar
Himpunan Ketetapan Pajak) sedangkan pada tahun lalu objek pajak tersebut muncul di
dalam DHKP. Belum diketahui pasti mengapa objek pajak hilang di dalam buku DHKP,
dikarenakan kurangnya komunikasi antara BAPENDA dengan Kelurahan sehingga
ketika banyak masyarakat yang mengeluh kepada petugas pajak di Kelurahan, pihak
petugas Pajak di Kelurahan tidak bisa menjelaskan dan langsung mengarahkan untuk
melapor ke BAPENDAlangsung.

3. Yang ketiga sering terjadinya data yang tidak sinkron pada pembayaran ketika
masyarakat telah membayar tunggakan pada tahun sebelumnya namun muncul kembali
pada tahun selanjutnya. Seringkali masyarakat mengeluhkan hal ini karena mereka
merasa dirugikan oleh pemerintah, banyak masyarakat yang mengadu kepada petugas
pajak di Kelurahan mengapa tunggakan dan denda yang mereka sudah bayarkan muncul
kembali di dalam SPPT sedangkan mereka sudah membayar melalui satu bank yang
ditunjuk untuk pembayaran PBB oleh pemerintah hal ini lah yang membuat masyarakat
enggan untuk membayara tunggakan pajak PBB mereka.

4. Yang keempat sering terjadinya data pembayaran yang tidak sinkron antara bank BJB
dengan BAPENDA (Badan Pendapatan Daerah ). Hal ini sering terjadi ketika wajib pajak
ingin membayar pajak ternyata pajak tersebut sudah dibayarkan. Hal sering terjadi
dirasakan oleh masyarakat dan petugas pajak karena ketika ingin membayar ke salah satu
bank pemerintah ternyata pajak tersebut sudah berstatus dibayar, sedangkan setelah
dikonfirmasi kepada keluarga wajib pajak mereka tidak ada yang merasa sudah
membayar pajak tersebut.
2.2 Kerangka Berfikir

Berdasarkan teori-teori diatas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

digambarkan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 2.2.1 Kerangka Pemikiran

permasalahan
H1
pbb (X1)

Strategi H2
(X2) Pajak bumi dan bangunan
(Y)
H3

Solusi
(X3)
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Penelitian

Dilihat dari sejarahnya sejak tahun 2011 penarikan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) dilimpahkan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Kota sesuai dengan Peraturan
Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri nomor: 213/pmk.07/2010,
nomor: 58 tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah . Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu
iuran yang dikenakan terhadap orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak,
memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan (Rahman,
2011:41).

Pemerintah Kota setiap tahunnya mempunyai target dalam penerimaan Pajak


Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai sumber pendapatan daerah, tetapi tidak selalu target
tersebut terealisasi dengan sempurna. Terkadang juga realisasi penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) jauh dibawah target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota.
Pada awalnya PBB termasuk pajak pusat, sejalan dengan desentralisasi keuangan sebagai
salah satu bentuk kebijakan fiskal yang ditempuh, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI
pada tanggal 18 Agustus 2009 telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Undang-undang tersebut
diantaranya mengamanahkan pendaerahan atau pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan
Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang awalnya merupakan pajak pusat
dialihkan menjadi pajak daerah yang pengelolaannya sepenuhnya berada di tangan
pemerintah daerah paling lambat 1 Januari 2014.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kelurahan Kalodran dan diambil dari berbagai keluhan
yang disampaikan oleh masyarakat kepada petugas pajak Kelurahan Kalodran, sehingga
mendapatkan data-data secara langsung dari masyarakat.

Penulis akan berupaya mengumpulkan data secara relavan melalui keluhan


masyarakat yang disampaikan langsung kepada petugas pajak atau kepada staf kelurahan
sehingga data tersebut valid dan dapat dipertanggung jawabkan.
3.3 Metode Penelitian

Pada penelitian proposal ini, penulis menggunakan metode kualitatif, Metode


penelitian kualitatif adalah sebuah cara atau metode penelitian yang lebih menekankan
analisa atau deskriptif. Dalam sebuah proses penelitian kualitatif hal hal yang bersifat
perspektif subjek lebih ditonjolkan dan andasan teori dimanfaatkan oleh peneliti sebagai
pemandu, agar proses penelitian sesuai dengan fakta yang ditemui di lapangan ketika
melakukan penelitian. Metode penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan suatu
fenomena dengan mendalam dan dilakukan dengan mengumpulkan data sedalam-dalamnya.

Metode kualitatif lebih mengutamakan pengamatan fenomena dan lebih meneliti ke subtansi
makna dari fenomena tersebut. Analisis dan ketajaman penelitian kualitatif sangat
terpengaruh pada kekuatan kata dan kalimat yang digunakan.

Perhatian ketika seorang peneliti melakukan penelitian dengan metode kualitatif akan lebih
fokus tertuju pada elemen manusia, objek, dan institusi, serta hubungan atau interaksi di
antara elemen-elemen tersebut, dalam upaya memahami suatu peristiwa, perilaku, atau
fenomena.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1. Sumber data

Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini ialah data relevan yang di

dapat dari keluhan dari masyarakat tentang pendataan pajak bumi dan bangunan yang kurang

efektif dan masyarakat merasa dirugikan.

3.4.2. Populasi

Menurut Sugiyono (2019:126) populasi adalah wilayah generalisasi yang


terdiri atas: objek / subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah keluhan masyarakat di lingkungan kelurahan
Kalodran.
3.4.3. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono 2019:118), pemeliharaan sampel dilakukan berdasarkan metode
purposive sampling, yaitu pemilihan sampel perusahaan periode penelitian berdasarkan
kriteria tertentu. Adapun tujuan dari metode ini untuk mendapatkan sampel atas
pertimbangan tertentu dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan dengan tujuan
mendapatkan sampel yang representative, adapun sampel pada penelitian ini menggunakan
data secara langsung yang diambil dari keluhan-keluhan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai