OLEH
MUH.FADLI
NIM : 041886036
ABSTRAK
i
ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR
KABUPATEN MAJENE
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan sumber penerimaan yang sangat potensial
bagi daerah sebagai salah satu pajak langsung. Pajak Bumi dan Bangunan
merupakan pajak pusat karena obyeknya didaerah, maka daerah mendapat bagian
yang lebih besar.Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui tingkat kepatuhan
wajib pajak dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Bangga
Timur Kabupaten Majene. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa realisasi
penerimaan pajak bumi dan bangunan setiap tahunnya di Kecamatan Banggae
Timur Kabupaten Majene mengalami peningkatan sehingga dapat penulis
simpulkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat sebagai wajib pajak PBB
semakin meningkat karena sebagian besar masyarakat sadar akan kewajibannya
sebagai warga Indonesia yang baik dan mereka sadar bahwa pajak adalah bentuk
partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah untuk lebih baik maju dan
berkembang. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat patuh terhadap
pembayaran PBB adalah kesadaran wajib pajak, keadaan ekonomi masyarakat,
tingkat pendidikan, menghindari denda dan kemudahan akses. Adapun upaya
pemerintah daerah yaitu dengan mengadakan sosialisasi PBB, melampirkan bukti
lunas PBB setiap kali akan melakukan layanan administrasi pemerintahan ke
Kelurahan, serta program operasi terpadu untuk memudahkan masyarakat dalam
membayar PBB.
ii
DAFTAR ISI
Sampul i
Abstrak ii
Daftar Isi iii
BAB. I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Sistematika Penulisan 5
BAB IV PENUTUP 19
A. Kesimpulan 19
B. Saran 19
Daftar Pustaka20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak pemerintah pusat dan
digolongkan sebagai pajak langsung serta dipungut setiap tahun. Walaupun PBB
merupakan pajak pusat tetapi dalam pengelolaan dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan hasilnya
dibagi dua yaitu 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk pemerintah daerah.
Sedangkan sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Official
Assesment System artinya selama belum menerima ketetapan pajak dari fiskus,
maka wajib pajak belum terhutang pajak PBB atau belum timbul kewajiban
membayar pajak.
Mengingat tujuan mulia negara ini, ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan yang dapat membantu keberhasilan pemerintah untuk menjamin
kesejahteraan rakyat Indonesia, seperti melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang berlaku atas tanah di wilayah negara Indonesia. Hal ini mendasari perlunya
mengkaji dan mengevaluasi kembali efektifitas pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan untuk mencapai hasil yang maksimal sehingga dapat digunakan untuk
menjamin kehidupan warga negara Indonesia melalui cara-cara yang efektif.
Menurut Arianto (2016:46), mengatakan bahwa pengumpulan pajak
Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui
pemungutan pajak. Ketika pajak merupakan sumber penerimaan, mereka dapat
memainkan peran yang signifikan dan memiliki kepentingan dalam menyediakan
sumber pendanaan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Salah satu sumber
dana berupa pajak yang dimaksud adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat dimanfaatkan untuk berbagai fungsi
penentuan kebijakan yang terkait dengan bumi dan bangunan. Dasar perhitungan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak
Menurut Manurung (2018:38), mengatakan bahwa Pajak bumi dan
bangunan, sebagai salah satu pajak langsung, merupakan sumber pendapatan
daerah yang sangat memungkinkan. Pajak bumi dan bangunan merupakan pajak
pusat karena harta berada di daerah dan daerah mendapatkan bagian yang lebih
besar. Salah satu permasalahan yang masih sangat pelik di Indonesia khususnya di
2
Kabupaten Majene adalah pertumbuhan penduduk yang semakin cepat setiap
tahunnya. Dari segi pajak, pertumbuhan penduduk berdampak besar terhadap
peningkatan penerimaan PBB, dimana pajak dipungut dari masyarakat yang
dikenal dengan wajib pajak, dan kewajiban pajak wajib pajak dihitung
berdasarkan pendapatan atau upah yang diperoleh dari jasa yang diberikan oleh
wajib pajak.
Penerimaan PBB dapat dilihat dari naiknya harga tanah dan bangunan
dari tahun ke tahun, banyaknya permintaan akan tanah dan bangunan yang
disebabkan dari penambahan jumlah penduduk. Sehingga penerimaan PBB ikut
mengalami peningkatan dengan adanya pembangunan berbagai sarana dan
prasarana terutama tempat tinggal yang dibutuhkan oleh penduduk.
Dalam melakukan pembangunan daerah, pajak yang ada di daerah atau
pajak daerah ini menjadi salah satu sumber dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Hal tersebut sebagaimana diatur dalam UU No.28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah & Retribusi. Pajak daerah ini bersifat memaksa, karena
hal tersebut merupakan sebuah partisipasi wajib pajak kepada pemerintah
daerah dan dipergunakan untuk keberlangsungan pembangunan dan
kepentingan daerah pula. Kemudian berdasarkan Perwal Kota Tahun 2019
Tentang Petunjuk Teknis & Tata Cara Pemungutan PBB, dengan diubahnya
pada peraturan tersebut diharapkan dapat lebih memudahkan Wajib Pajak
dalam melakukan pelayanan kepada pemerintah terkait pembayaran PBB.
Kendati demikian, sistem pemungutan pajak di Indonesia itu sendiri
menggunakan self assessment system yang mengharuskan wajib pajak aktif
mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan benar dan jujur, hingga
membayar pajak terutang.
Manfaat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) begitu besar bagi
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, dan peluang untuk membayarnya
banyak. Meskipun masyarakat menerima syarat untuk melakukan pembayaran dan
manfaat dari pendapatan PBB, seperti membangun sarana dan prasarana,
namun pada kenyataannya pemkot tetap tidak memberikan kontribusi untuk
pembayaran PBB yang menjadi kewajiban WP PBB. Masyarakat bahkan
3
mempersepsikan pajak sebagai beban yang berat, yang pada akhirnya menurunkan
kesejahteraan individu. Dengan kenyataan-keyataan yang ada menyangkut
permasalahan tersebut, maka penulis mengangkat judul “Analisis Kepatuhan
Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
Di Kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene”
B. Rumusan Masalah
1) Tujuan Penelitian
a. Mengetahui Kepatuhan Wajib Pajak di Kecamatan Bangga Timur
Kabupaten Majene
b. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten
Majene
2) Kegunaan Penelitian
a. Bagi akademisi, sebagai bahan informasi dalam manajemen
keuangan sekolah
b. Bagi peneliti, akan menjadi masukan dan acuan dalam
mengembangkan penelitian di masa mendatang, serta menjadi
referensi yang berharga.
4
C. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika yang penulis gunakan dalam penyusunan karya tulis ini
yaitu halaman judul, kata pengantar, daftar isi, pendahuluan, metodologi,
pembahasan, penutup dan daftar pustaka.
Halaman judul yang berisi tentang judul dan penyusun, kata pengantar,
berisi tentang puji syukur ucapan terimakasih dan tanggal pembuatan daftar isi
yang terdiri dari halaman-halaman dengan banyaknya halaman yang termuat.
Pendahuluan yang terdapat pada Bab I berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
Pada Bab II berisi tentang landasan teori untuk memperjelas pembahasan
yang dibuat dalam karya Ilmiah ini.
Selanjutnya pada Bab III terdapat pembahasan yang berisi tentang
pembahasan masalah yang dihadapi penulis.
Penutup yang terdapat pada Bab IV yang berisi dari simpulan dan saran.
Selanjutnya terdapat daftar pustaka yang berasal dari buku panduan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2) Wajib pajak patuh untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan.
Berdasarkan pada Pasal 3 ayat (1) UU KUP menjelaskan bahwasannya
kewajiban lain yang dimiliki oleh WP yakni dalam hal pengisian SPT
dengan menggunakan bahasa Indonesia lalu menyampaikannya ke tempat
WP terdaftar.
3) Wajib pajak patuh dalam menghitung dan membayar pajak terutang.
WPini harus dapat mematuhi dan menjalankan apa yang telah menjadi
kewajibannya dalam hal melaksanakan perhitungan serta pembayaran
pajak terutangnya terhadap penghasilan yang diterima.
4) Wajib pajak patuh dalam pembayaran tunggakan
Latar belakang dari pemilihan teori tersebut karena relevan dengan apa
yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu patuhnya wajib
pajak dalam membayar PBB dapat diukur dengan patuh mendaftarkan
diri, menyetorkan surat pemberitahuan, menghitung dan membayar
pajak terutang, hingga dalam pembayaran tunggakan. Sehingga dapat
terbuktikan seberapa patuhnya wajib pajak dalam membayar PBB.
Wajib Pajak Berdasarkan pada Pasal 1 ayat (1)UU KUP, wajib pajak
merupakan sekumpulan orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melaksanakan kewajiban
perpajakan termasuk pemungut dan pemotong pajak tertentu. Wajib Pajak
merupakan orang pribadi atau badan yang meliputi pembayar, pemotong,
sertapemungut pajak yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban utama wajib
pajak yaitu membayar pajak sendiri dan memungut atau memotong pajak orang
lain, lalu menyetorkannya kepada negara melalui kantor pos atau
bank.Wajib pajak dikelompokkan kedalam 3 bagian, yaitu wajib pajak orang
pribadi, badan, dan pemungut/ pemotong. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
merupakan pajak negara yang sebagian besar penerimaannya adalah
pendapatan daerah yang dipergunakan untuk penyediaan fasilitas serta dinikmati
oleh Pemerintah Pusat dan juga Daerah
7
B. Wajib Pajak
8
Penyebab wajib pajak tidak patuh bervariasi salah satunya adalah fitrannya
penghasilan yang diperoleh wajib pajak utama ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
9
pengenaan PBB P2. Pasal 40 regulasi ini menyebut, dasar pengenaan PBB-P2
adalah NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak). NJOP ditetapkan berdasarkan proses
penilaian PBB P2.
Adapun NJOP tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp 10
juta untuk setiap Wajib Pajak. Lebih lanjut, NJOP yang digunakan untuk
perhitungan PBB P2 ditetapkan paling rendah 20 persen dan paling tinggi 100
persen dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak. Terkait hal ini, NJOP
ditetapkan setiap 3 tahun, kecuali untuk obyek pajak tertentu dapat ditetapkan
setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Besaran NJOP ditetapkan
oleh Kepala Daerah. Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB
P2 diatur dengan Peraturan Menteri.
Cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 42 regulasi ini
menegaskan, besaran pokok PBB P2 yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan dasar pengenaan PBB P2 dengan tarif PBB P2. Lebih lanjut, Pasal 43
memandatkan, tahun pajak PBB P2 adalah jangka waktu 1 tahun kalender.
Tempat PBB P2 yang terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak
obyek PBB P2. Saat yang menentukan untuk menghitung PBB P2 yang terutang
adalah menurut keadaan obyek PBB P2 pada tanggal 1 Januari. Itulah sejumlah
informasi mengenai peraturan Pajak Bumi dan Bangunan terbaru 2022, termasuk
tentang tarif Pajak Bumi dan Bangunan 2022.
10
BAB III
PEMBAHASAN
11
sebagai wajib pajak PBB ini telah diatur dalam Perwal Majene Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Perwal Tahun 2017 tentang petunjuk teknis &
tata cara pemungutan pajak bumi dan bangunan. Temuan lain berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan wajib pajak sebagai informan bahwa
masih adanya sebagian wajib pajak PBB yang belum mengalihkan subjek
PBB, dalam arti subjek PBB masih atas nama orang tua bahkan
meskipun orang tua tersebut sudah meninggal. Selain daripada itu, masih
belum pahamnya wajib pajak terkait proses pendaftaran PBB.
2) Wajib Pajak Patuh Dalam Menyetorkan Kembali Surat Pemberitahuan
Sebagaimana petunjuk teknis dan tata cara pemungutan PBB,
bahwasannya wajib pajak memperoleh surat pemberitahuan berupa Surat
Pemberitahuan Objek Pajak atau disingkat dengan SPOP. Wajib pajak
menggunakan SPOP ini untuk melaporkan data subjek maupun objek PBB
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setelah wajib pajak mengisi
SPOP tersebut dengan benar, selanjutnya wajib pajak harus menyampaikan
SPOP kepada petugas pajak.
Adapun sanksi yang diberikan kepada wajib pajak yang tidak
menyetorkan kembali surat pemberitahuan dan telat membayar PBB.
Untuk saat ini sanksi tersebut berupa denda sebesar 2% dari total pembayaran
PBB. Sampai saat ini denda tersebut tetap berjalan. Sistem pembayaran
dendanya pun sama seperti pembayaran PBB, namun ada tambahan
nominal karena denda tersebut. Ketika selama 3 tahun berturut-turut
masyarakat tidak membayar PBB di blokir SPT PBB-nya.
Hasil wawancara lain dengan Bapak Ibu Camat Banggae Timur
Najibha Fattah menerangkan, bagi masyarakat yang menunggak pasti
mendapat surat pemberitahuan yang berupa surat teguran. Selain itu, ada
sanksi yang diberikan kepada wajib pajak yang tidak menyetorkan surat
pemberitahuan dan membayar PBB berupa denda dan biasanya sudah ada
hitungannya berapa persen dari pokok pembayaran.
Wawancara di atas dapat diketahui bahwasannya wajib pajak memang
harus menyampaikan surat pemberitahuan objek pajak agar terhindar dari
12
sanksi pajak dan pemblokiran SPT PBB-nya. Adanya surat teguran bagi
wajib pajak yang menunggak dengan kata lain melewati batas penyetoran
surat pemberitahuan dan pembayaran PBB.
3) Wajib Pajak Patuh Dalam Menghitung Dan Membayar Pajak Terutang
Jika dalam pajak penghasilan adalah menghitung pajak oleh wajib
pajak itu sendiri, berbeda dengan pajak bumi dan bangunan.
Dalam menghitung pajak terutang PBB ini sudah ditentukan oleh petugas
pajak sesuai dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) wilayahnya.
Dalam arti, wajib pajak tidak menghitung pajak terutang PBB
masing-masing. Wajib pajak hanya perlu membayar pajak dengan tepat waktu
setelah menerima SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang)melalui bank,
kantor pos, dan lainnya yang sudah ditentukan oleh petugas pajak.
Terkait kepatuhan wajib pajak dalam menghitung dan membayar pajak
terutang, bahwasannya SPPT PBB disalurkan kepada masyarakat pada
bulan Maret atau April. SPPT PBB disalurkan secara terstruktur melalui
UPT Majene lalu disalurkan ke setiap Kelurahan yang ada di
Kecamatan Banggae Timur, lalu disampaikanlah ke setiap RT dan RW hingga
sampailah kepada masyarakat sebagai wajib pajak PBB.
Untuk perhitungan nominal pajak terutang sendiri sudah ditentukan
oleh Bapenda berdasarkan perhitungan khusus dilihat dari peta blok yang mana
NJOP setiap wilayah tentunya berbeda. Wajib pajak hanya perlu
membayar pajak terutang sesuai dengan nominal yang tercantum dalam SPPT
PBB. diketahui bahwasannya wajib pajak tidak perlu bingung menentukan
nominal PBB karena itu sudah ditentukan oleh petugas pajak berdasarkan
perhitungan NJOP. Wajib pajak hanya perlu meningkatkan kepatuhan
membayar pajak terutang secara tepat waktu. Dalam pembayaran PBB ini
sendiri telah diatur dalam Perwal Kota Bandung No.012 Tahun 2019 Tentang
Petunjuk Teknis dan Tata Cara Pemungutan PBB. Batas akhir pembayaran
PBB itu sendiri pada setiap tanggal 30 September.
Disimpulkan bahwa perlu adanya pengarahan kepada masyarakat
selaku wajib pajak akan pentingnya membayar PBB dan dampaknya terhadap
13
pembangunan daerah apabila tidak tercapainya realisasi penerimaan PBB.
Sehingga ketika wajib pajak mempunyai antusias tinggi untuk membayar
PBB, hal ini akan berpengaruh terhadap penerimaan asli daerah untuk
melakukan pembangunan daerah dan mensejahterakan masyarakat
sebagaimana tujuan dari pemungutan PBB itu sendiri.
4) Wajib Pajak Patuh Dalam Pembayaran Tunggakan
Untuk menghindari penumpukannya pajak terutang dengan
kata lain adanya penunggakan PBB, wajib pajak diharapkan agar tepat
waktu dalam membayar PBB sesuai dengan nominal yang tercantumpada
SPPT PBB. Guna memaksimalkan penerimaan pajak sesuai dengan target
yang ingin diraih, maka sangatlah diperlukan adanya pengawasan dan
kepatuhan wajib pajak.
Pada dasarnya pemungutan pajak tidak akan berjalan baik tanpa
adanya pengawasan serta kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB.
Pada akhirnya, berdampak pada terkendalanya pembangunan daerah
disebabkan tidak tercapainya penerimaan PBB. Berdasarkan realisasi
penerimaan PBB pada tahun 2018-2020 di latar belakang, disana menunjukkan
bahwa adanya ketidaktercapaian realisasi penerimaan dari total target yang
ingin di raih pada setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan masih adanya wajib
pajak yang menunggak PBB.
14
menghindar karena sudah didatangi oleh petugas pajak.
2) Sosialisasi PBB kepada pihak-pihak instansi terkait untuk diterapkan kepada
masyarakat. Sehingga dapat memberikan pengetahuan WP PBB secara luas.
Baik itu mengenai sanksi maupun manfaat dari hasil penerimaan PBB.
3) Memberikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) atau Lampiran Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) serta memberikan petunjuk pengisian
SPOP dan LSPOP kepada WP PBB untuk pendaftaran objek pajaknya.
4) Melakukan pendataan ulang guna menetapkan Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) suatu tanah bangunan sesuai dengan perkembangan daerah tesebut
atau melalui pendekatan nilai pasar atau harga jual suatu tanah dan
bangunan.
5) Membantu atau petugas kantor kelurahan/desa jika mendapat masalah di
lapangan. Misalnya saja masyarakat yang masih tidak mau membayar PBB
terhutangnya meskipun petugas kantor kelurahan sudah datang untuk
menagih pembayaran PBB terhutangnya dan menerangkan sanksi yang
harus dibayar beserta pokok pajaknya jika tidak membayar PBB
6) Melakukan koordinasi, pengawasan, kerjasama yang baik dalam hal
meningkatkan kepatuhan WP PBB, fiskus melakukan pengawasan kepada
masyarakat untuk menghimbau pembayaran PBB melalui spanduk yang
mengingatkan untuk membayar pajak sebelum jatuh tempo pembayaran
yang dipasang di jalan-jalan.
7) Menindak tegas masyarakat yang tidak mau membayar PBB terhutangnya
meski sudah diberikan teguran dan surat paksa maka WP PBB tersebut akan
ditindaklanjuti seperti dilaksanakannya penyitaan objek pajaknya, dan dari
hasil penyitaan tersebut akan di lelang.
8) Melaksanakan upaya pendekatan terhadap WP PBB agar masyarakat tidak
menghindari PBB dan tidak menganggap pajak sebagai beban, tetapi
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi WP PBB untuk memajukan dan
mengembangkan pembangunan daerah yang bersangkutan.
15
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Majene
Faktor yang mempengaruhi wajib pajak PBB dalam membayar PBB dan
usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan WP PBB
dalam membayar PBB di Lingkungan Badan Pendapatan Daerah Majene adalah
tata cara pembayaran di Bapenda Majene atau pelaksanaan pembayaran PBB yang
mempermudah wajib pajak PBB melaksanakan kewajiban perpajakannya
sehingga kepatuhan dan kesadaran wajib pajak PBB yang selama ini belum
sepenuhnya berjalan dengan sempurna akan dapat diminimalisir dengan segala
kemudahan yang diberikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kabid Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Majene menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
masyarakat patuh terhadap pembayaran PBB adalah sebagai berikut :
1) Kesadaran masyarakat
Pada umumnya sebagian besar masyarakat sadar akan kewajibannya
sebagai warga Indonesia yang baik dan mereka sadar bahwa itu adalah
bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah untuk lebih baik
maju dan berkembang.
2) Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi masyarakat Kabupaten Majene cukup baik. Sehingga
masyarakat bersedia menyisihkan dana untuk pembayaran atas tanah dan
bangunan yang telah mereka kuasai dan mereka manfaatkan.
3) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan mayarakat Kabupaten Majene baik sehingga mudah
untuk menerima pengetahuan tentang perpajakan. Seperti sanksi
administrasi yang dibebankan kepada wajib pajak PBB jika tidak PBB atau
membayar PBB namun melewati jatuh tempo pembayaran, kegunaan hasil
penerimaan PBB sebagian besar akan dikembalikan untuk daerah yang
bersangkutan guna untuk memenuhi kebutuhan daerah atau pembangunan
daerah yang bersangkutan.
16
4) Menghindari denda
Walaupun masih ada wajib pajak yang komplain masalah terlalu tinggi
pengenaan PBBnya tetapi mereka tetap melaksanakan kewajiban
perpajakannya karena menghindari adanya denda berupa bunga jika harus
menunda-nunda pembayaran sampai lewat jatuh tempo pembayaran PBB.
5) Akses pembayaran Pembayaran
PBB bisa dilakukan di BNI lewat pusat pelayanan terpadu. Di pusat
pelayanan terpadu, wajib pajak akan dijelaskan tentang bagaimana
pembayaran pajak dengan system online, Wajib pajak membawa dokumen
nantinya petugas di Pusat Pelayanan Terpadu yang akan membimbing
dengan menggunakan system komputerisasi, jadi pembayaran pajak bisa
online, dan memudahkan para wajib pajak membayar pajak.
17
Berbagai upaya tersebut seperti mengadakan sosialisasi akan
pentingnya membayar PBB oleh petugas pajak, kegiatan sosialisasi tersebut
bekerja sama dengan pihak Kecamatan, Kelurahan, hingga kepada tingkat RT
dan juga RW untuk disampaikan kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut
secara rutin diadakan 1 kali dalam setiap 1 tahun. Selanjutnya, pemerintah
menghimbau masyarakat dengan memasang spanduk di beberapa titik ruas
jalan guna mengingatkan masyarakat untuk membayar PBB dengan tepat
waktu. Diadakannya program operasi terpadu dengan mengunjungi beberapa
titik tempat di Kecamatan untuk membuka pelayanan pembayaran PBB
dengan disediakannya mobil pajak. Dengan begitu memudahkan masyarakat
dalam melakukan pembayaran PBB. Petugas di kelurahan memberlakukan
pelampiran bukti lunas PBB ketika wajib pajak akan melakukan layanan
administrasi. Upaya-upaya tersebut dilakukan pemerintah guna meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan.
18
BAB IV
PENUTUP
A . Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, W., & Susilawati. (2021). Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Bumi Dan
Bangunan Di Kelurahan Cibaduyut Wetan. Prosiding FRIMA (Festival
Riset Ilmiah Manajemen Dan Akuntansi), 4, 237–241.
Bahri, E. S., & Khumaini, S. (2020). Analisis Efektivitas Penyaluran Zakat Pada
Badan Amil Zakat Nasional. Journal of Islamic Economics and Banking,
2(1), 164–175
Devano, S., & Rahayu, S. K. (2006). Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu.
Kencana.
Nafiah, Z. & Warno, W (2018). Pengaruh Sanksi Pajak, Kesadaran Wajib Pajak,
dan Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam
Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (Study Kasus Pada Kecamatan
Candisari Kota Semarang Tahun 2016).
Windiarti, W., & Sofyan, M. (2018). Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi
Dan Bangunan Kota Depok. Jurnal Ilmiah Ekbank, 1(2), 29–39.
20