Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH LITERASI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN

WAJIB PAJAK UMKM DI KABUPATEN TOBA

TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan dan


Memperoleh Gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan

Disusun Oleh:

DOMPAK MANURUNG
2026000101

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pembangunan wilayah maupun negara akan memerlukan adanya

suatu usaha yang dilakukan sebagai sumber penerimaan dalam pembiayaan

pengeluaran pemerintahan. Adanya pengeluaran ini dimaksudkan untuk

membangun suatu negara dalam membiayaai belanja pegawai, belanja

pendidikan, pembangunan infrastruktur serta pendanaan ke daerah maupun hingga

tingkat desa. Negara Indonesia merupakan negara berkembang dan masih

memerlukan pembangunan nasional. Pembangunan nasional dimaksudkan sebagai

kegiatan pemerintah yang berlangsung terus-menerus dengan tujuan

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam hal pembunganunan nasional

Indonesia harus memiliki upaya dalam hal memperoleh sumber pembiayaan

negara atau dapat dikatakan sumber pendapatan negara. Salah satu upaya

pemerintah dalam memperoleh pendapatan dengan diberlakukannya pemungutan

pajak.

Secara umum Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksa) dengan tidak mendapatkan jasa-jasa timbal

(kontra-presepsi), yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum. Dalam hal pemungutan pajak di Negara Indonesia

ada beberapa sumber penerimaan negara dari pajak yang dikelompokkan menjadi

penerimaan dari beberapa sector baik itu berupa; Pajak Kekayaan Alam, Bea dan

Cukai, Retribusi, Iuran, Sumbangan, Laba dari badan usaha milik negara, dan

sumber-sumber lain. Dalam UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1 mengenai Ketentuan


Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa pajak merupakan suatu

kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluasan negara bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi utama pajak yaitu fungsi budgeter dan

regulend dimana pada fungsi budgeter pajak sebagai sumber dana atau alat

untuk memasukkan uang sebannyak-banyaknya ke kas negara untuk membiayai

pengeluaran negara dan fungsi pajak sebagai regulend digunakan untuk

mengatur kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Pajak yang

menjadi salah satu sumber pendapatan negara dalam hal pembangunan diperoleh

dari sektor-sektor pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai dan

barang, pendapatan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi

dan banunan, pendapatan cukai dan pendapatan lainnya. Dari data penerimaan

pajak realisasi pendapatan untuk tahun 2021-2023 adalah sebagai berikut:

Menurut DJP, salah satu sektor usaha yang belum terlalu digali potensinya

adalah sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). UMKM (Usaha Mikro

Kecil Menengah) merupakan Bentuk usaha yang ada di Indonesia yang dapat

menjadi sumber pembiayaan dalam hal pengeluaran pemerintah untuk

pembelanjaan negara. UMKM juga sama seperti jenis usaha lainnya, dimana

pengusaha UMKM juga memiliki kewajiban kepada negara untuk membayar

pajak. Pemabayaran wajib pajak merupakan salah satu bentuk dari kontribusi

kepada negara dan nantinya akan dipergunakan untuk kepentingan Bersama. Dari

data (Kementerian Koperasi dan UKM, 2020) jumlah UMKM di Indonesia

mencapai 64,19 juta atau lebih dari 99% pelaku usaha di Indonesia, dengan daya
serap tenaga kerja sebanyak 119 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenanga

kerja dunia usaha hal ini dapat menunjukkan betapa besarnya kontribusi UMKM.

UMKM juga dapat meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) negara dari pajak yang dibayarkan. Yang menjadi pertanyaan,

bagaimana perbandingan antara banyaknya UMKM di Indonesia dengan

kewajiban sebagai wajib pajak? Lalu bagaimana kesadaran mereka?. Jika berkaca

dari data tahun 2020, Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan mencatat

bahwa sebanyak 58 juta usaha UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) baru

sekitar 2 juta dari total 60 juta UMKM di Indonesia yang sudah terdaftar sebagai

wajib pajak dan membayar pajak kepada negara. Di tahun 2021, Kementerian

Koperasi dan UKM juga memberi penilaian jika kontribusi pajak masih perlu

diperbesar. Dari beberapa data ini dapat dikatakan bahwa UMKM di Indonesia

masila rendah tingkat kepatuhan wajib pajak.

Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu keadaan dimana Wajib Pajak

memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya

(Rahayu, 2010). Kepatuhan wajib pajak ini juga tidak jauh dari pemahaman

pelaku wajib pajak terhadap kewajibannya. Dimana pengetahuan pajak

merupakan informasi pajak yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk

bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu

sehubungan dengan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Pengetahuan

wajib pajak ini tidak akan berbeda jauh dari pemahaman mengenai wajib pajak

dan pengetahuan ini dapat diperoleh dari literasi mengenai wajib pajak.

Literasi pada umumnya merupakan pengetahuan dan kecakapan dalam

membaca maupun menulis, mencari, menelusuri serta mengolah hingga


memahami suatu informasi yang ada dan selanjutnya dapat dilakukan analisis,

ditanggapi untuk mencapai tujuan dalam meningkatkan pemahanan dan potensi

serta partisipasi didalam lingkungan sosial (Kemendikbut,2017). Dalam literasi

pajak terdapat beberapa aspek penting seperti pengetahuan pajak, dalam hal ini

pengetahuan yang harus dimiliki adalah pengetahuan mengenai ketentuan yang

ada dalam pajak, fungsi pajak, system perpajakan, jenis-jenis pajak sehingga

wajib pajak sangat diharuskan memiliki suatu pengetahuan pajak.

Salah satu kabupaten yang didorong pemerintah untuk meningkatkan

sektor UMKM adalah kabupaten Toba. Dimana kabupaten ini mempunyai potensi

wisata kuliner, ekowisata, wisata minat khusus, agrowisata, dan wisata

Pendidikan. Dari pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi tahun

2021 dijelaskan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak di Kabupaten Toba sebesar

90,76%, dan kabupaten Toba juga menyumbangkan 37% dari total penerimaan

pajak di wilayah kerjanya, yakni Kabupaten Toba, Tapanuli Utara, Humbang

Hasundutan, dan Kabupaten Samosir. Tidak dapat dipungkiri dengan dukungan

pemerintah terhadap pengembangan UMKM di kabupaten Toba akan semakain

meningkatkan pelaku UMKM. Hal ini akan semakin berdampak positif bagi

penerapan wajib pajak untuk pemilik usaha UMKM. Untuk tingkat kepatuhan

pelaku UMKM dalam melaksanakan kewajiban pembayaran wajib pajak

diperlukannya pemahaman mengenai pajak itu sendiri. Dalam hal ini maka

pentingnya pemahaman literasi wajib pajak bagi pelaku UMKM di Kabupaten

Toba.

Literasi perpajakan terdapat beberapa aspek yang penting seperti

pemahaman pajak, dimana dalam hal ini dimaksudkan pengetahuan yang dimiliki
mengenai ketentuan yang ada dalam pajak, fungsi pajak, system perpajakan, dan

jenis-jenis pajak. Dalam mendorong tingkat kepatuhan pembayaran wajib pajak

bagi pelaku UMKM dipentingkannya penerapan literasi wajib pajak. Penerapan

literasi pajak kepada wajib pajak dituntut agar mempunyai kesadaran untuk

menaati kewajibannya. Tingkat literasi wajib pajak dapat dinilai dari tingkat

kepatuhan wajib pajak dalam melapor SPT dan juga membayarkan pajaknya.

Potensi pajak UMKM saat ini belum berjalan secara maksimal, karena

pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang perpajakan sangat rendah.

Selain itu, ada pun wajib pajak yang telah memahami kewajibannya dengan baik

namun memiliki keraguan untuk tetap taat dan tepat waktu dalam melakukan

kewajiban tersebut.

Namun apakah dari data pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)

tahun 2021 tentang besarnya kepatuhan bayar pajak pelaku UMKM yang dinilai

baik merupakan timbal balik yang baik dari tingkat literasi pajak di Kabupaten

Toba? ini merupakan suatu fenomena yang dapat diangkat dan dijadikan sautu

pedoman dalam penerapan wajib pajak bagi pelaku UMKM di kabupaten Toba.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dirumuskan masalah

kajian sebagai berikut:

1. Bagaimana literasi dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak UMKM di

Kabupaten Toba?

2. Bagaimana cara mengetahui pelaku usaha UMKM telah memiliki literasi

wajib pajak di kabupaten toba?


3. Apakah kepatuhan wajib pajak di Kabupaten Toba merupakan bentuk dari

literasi yang baik dari pelaku usaha UMKM?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, penelitian ini

dilaksanakan dengan tujuan.

1. Mendeskripsikan bahwa literasi dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak

untuk pelaku usaha UMKM di kabupaten Toba.

2. Merumuskan cara mengetahui bahwa pelaku usaha UMKM di Kabupaten

Toba telah memiliki literasi wajib pajak.

3. Mendeskripsikan tingkat kepatuhan wajib pajak bagi pelaku usaha UMKM di

Kabupaten Toba merupakan bentuk dari literasi pajak yang baik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Literasi

Menurut KBBI, Literasi merupakan kemampuan seseorang menulis,

membaca dan mengolah informasi. Menurut Athaya dan Valentino (2021) Literasi

merupakan kemampuan seseorang dalam membaca informasi dan menindaklanjuti

melalui suatu keputusan yang berguna dalam hidup.

2.1.1 Literasi Pajak

Menurut Saputro (2018) mengatakan bahwa literasi sadar pajak

merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan daya cerna masyarakat terhadap

perpajakan sehingga melahirkan kesadaran untuk menjadi orang yang bijaksana

yang taat pajak. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan serta kepedulian

untuk membayar pajak dibutuhkan partisipasi semua pihak.

Literasi Pajak adalah sebuah pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam

membaca informasi tentang pajak, melakukan pemahaman atas informasi dan

menindaklanjuti melalui perbuatan keputusan (Rahmawati Kusumadewi, 2022).

Menurut Sari dan Saryadi (2019) mengatakan pengetahuan perpajakan yang baik

dapat membantu meningkatkan kepatuhan wajib pajak akan pentingnya

membayar pajak dan wajib pajak dapat melakukannya sesuai dengan aturan

perundang-undangan perpajakan. Pengetahuan literasi wajib pajak dapat berupa

ketentuan umum perpajakan, jenis pajak, hingga mampu dalam melakukan

perhitungan, mencatat dan melaporkan pajaknya.


2.2 Kepatuhan

Teori obedience (kepatuhan) mengungkapkan bahwa individu cenderung

patuh pada individu lain dalam posisi otoritas dan individu pada umumnya

cenderung mengikuti perintah yang memiliki otoritas (Mendra, 2017). Hubungan

Teori Obedience dengan penelitian ini yaitu Teori Obedience merupakan teori

yang berhubungan dengan perilaku individu yang dipengaruhi oleh posisi otoritas

atau adanya pengaruh pimpinan. Hal ini berkaitan dengan adanya perintah

pimpinan kepada individu untuk melakukan suatu kegiatan berdasarkan perintah.

2.2.1 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut KBBI, kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti suka

menurut (perintah dan sebagainya),taat (pada perintah,aturan,dan sebagainya).

Kepatuhan wajib pajak merupakan tindakan taat dan sadar akan kewajiban

perpajakan wajib pajak dengan membayarkan dan melaporkan pajak tahunanya.

Penerimaan negara berasal dari penerimaan pajak, sehingga dibutuhkan kepatuhan

wajib pajak yang tinggi dengan memnuhi kewajibannya sesuai peraturan.

Kepatuhan pajak merupakan melaksanakan serta patuh dan tunduk sesuai dengan

ketentuan perpajakan (Akib, Sari dan Anis, 2017). Sifat tanggungjawab harus

ditanamkan pada wajib pajak supaya patuh akan kewajibannya.

Menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006) mengatakan bahwa

kepatuhan wajib pajak terdiri dari:

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan menyetor kembali Surat Pemberitahuan.

3. Kepatuhan menghitung dan membayar pajak terutang.


4. Kepatuhan pembayaran tunggakan.

Sedangkan menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006).

Kepatuhan perpajakan merupakan tindakan wajib pajak dalam melaksanakan

kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara.

2.4 Usaha Mikro dan Menengah

Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2008, Tentang Usaha Mikro,

Kecil,dan Menengah, UMKM diartikan sebagai berikut:

1. usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha

yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

ini.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

usaha perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,dikuasai,atau

menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau

Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah adalah Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian

baik langsung maupun tidak langsungdengan Usaha Kecil atau Usaha Besar

dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang ini.


Menurut Undang-Undang N0.20 Tahun 2008, kriteria UMKM adalah sebagai

berikut:

1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah).

2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah).

3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh

milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp

50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Sedangkan menurut Bank Dunia, UMKM dibagi atas 3(tiga) klarifikasi yaitu

a. Micro Enterprise, yaitu usaha yang memiliki jumlah karyawan kurang dari

30 orang, dan pendapatan setahun tidak lebih dari USD 3juta.


b. Small Enterprise, yaitu usaha yang memiliki jumlah karyawan kurang dari 100

orang, dan pendapatan setahun tidak lebih dari USD 10 juta.

c. Medium Enterprise, yaitu usaha yang memiliki jumlah karyawan maksimal

300 orang, dan pendapatan setahun hingga USD 15 juta.

Keberadaan UMKM diharapkan dapat menumbuhkan dan mengembangkan

usaha dalam membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi

ekonomi yang berkeadilan.

Anda mungkin juga menyukai