Anda di halaman 1dari 16

Analisis Perhitungan Rasio Pajak , Potensi

Pajak , dan Administrasi Pajak untuk

mengetahui Kapasitas Fiskal Indonesia


KELOMPOK 4
• Amanda Islah Fajriyani (210501052)
• Rame Julita Purba (210501065)
• Essa Kezia Nigemi Simanullang (210501050)
• Damai Clarissa Anggito Sianturi (210501073)
• Fidria Farzana Siregar (210501075)
• Eudia Angelina Hommes Sianipar (210501078)
• Emilia Ade Shandya Silitonga (210501080)
• Destrina Purba (210501084)
Topik Yang • Pengertian Rasio Pajak , Potensi

Dibahas
Pajak dan Administrasi Pajak
• Analisis Perhitungan Rasio Pajak
• Analisis Potensi Pajak
• Analisis Admnistrasi Pajak untuk
mengetahui kapasitas fiskal di Indonesia
PENGERTIAN
- RASIO PAJAK
Rasio Pajak adalah perbandingan penerimaan pajak terhadap PDB.

- POTENSI PAJAK
Potensi Pajak adalah kemampuan pemungutan pajak dalam kondisi ideal dimana dalam pemungutan
pajak tersebut tidak terdapat gangguan atau hambatan yang bersifat internal dan eksternals.

- ADMINISTRASI PAJAK
Administrasi Pajak adalah pencatatan , penggolongan , penyimpanan dan layanan terhadap kewajiban
dan hak wajib pajak yang dilakukan di kantor pajak maupun di kantor wajib pajak.
G A N R A S IO
ANALISIS PERHITUN
PAJAK

Rumus Rasio Pajak

RP = TR/PDB x 100%
Keterangan : RP = Rasio Pajak
TR = Tax Revenue/ Penerimaan Pajak
PDB = Produk Domestik Bruto
Data rasio pajak Indonesia 5 tahun terakhir
T EN S I PA J A K
A NA L IS I S P O

Bagi pemerintah pusat maupun daerah, pajak merupakan penerimaan yang strategis untuk membiayai
pengeluaranpengeluaran pemerintah dan sekaligus sebagai kebersamaan sosial (asas gotong royong) untuk bersama-sama
memikul pembiayaan pemerintah pusat dan daerah. Hal ini terlihat secara nyata bahwa konstribusi pajak dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Angaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terlihat naik dari tahun ketahun.

Jika dilihat dalam perspektif yang lebih luas, dengan semakin besarnya pajak, maka kemampuan Negara baik pemerintah pusat
maupun daerah untuk menyediakan barang-barang publik juga akan semakin besar, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor pusat (pemerintah) ke
sektor publik. Akibatnya dari pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi arus dana, daya beli dan kemampuan
belanja sektor privat.Oleh karena pajak dipungut dari rakyat dan membebankan rakyat, maka penetapan pajak yang akan
dipungut harus mendapat persetujuan dari rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat maupun Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) melaui regulasi yang dibuat seperti yang dinyatakan pada pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945
yang menyatakan bahwa segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
Sebagai contoh perhitungan potensi pajak daerah yaitu :

Potensi PD = x 100

Dengan kriteria:
(1) Jika Potensi 0,00%-10,00 % = sangat kurang berpotensi,
(2) Jika Potensi 10,10%-20 % = kurang berpotensi,
(3) Jika Potensi 20,10 % - 30 % = berpotensi sedang
(4) Jika Potensi 30,10%-40% = Potensi Cukup Baik
(5) Jika Potensi 40,10%-50% = Potensi baik
(6) Jika Potensi diatas 50 % = Potesni sangat baik
Perhitungan potensi pajak daerah data menggunakan 2 jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder. Data sekunder mengambarkan realisasi dari target yang ditetapkan sebelumnya.
Target sebagaimana konsep yang dijelaskan di atas seringkali tidak mengambarkan potensi yang
mengambarkan kondisi ideal jumlah pajak daerah yang dapat dipungut. Sedangkan data primer
dapat mengambarkan kondisi ideal jumlah pajak daerah yang bisa dipungut karena dihitung
berdasarkan data riil hasil observasi secara langsung.

Terdapat 2 pendekatan perhitungan potensi pajak daerah yaitu pendekatan makro dan
pendekatan mikro:
• Pendekatan makro dilakukan dengan menggunakan teknik statistik tertentu berdasarkan
data-data sekunder tahuntahun sebelumnya, baik data time series atau perkembangan
beberapa tahun realisasi penerimaan pajak daerah saja maupun dengan mengkaitkannya
dengan faktor lain yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah tersebut.
• Pendekatan mikro, yang dihitung berdasarkan hasil survey lapangan sehingga mengambarkan
potensi riil pajak daerah saat ini. Idealnya observasi dilakukan secara keseluruhan atau
sensus, namun hal ini membutuhan biaya yang besar dan waktu relatif lama.
S I PA J A K
A N A L IS I S A DMINISTRA

Pemungutan pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung bersama-sama melaksanakan kewajiban
perpajakan.

ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983
TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Ayat (1)
Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem "self assessment" wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib
Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut adalah
suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau indentitas Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap
Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain daripada itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban
dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak
diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor
Pokok Wajib Pajak dikenakan sanksi perpajakan.
Ayat (2)
Setiap Pengusaha yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak. Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi Pengusaha badan, kewajiban
melaporkan usahanya tersebut adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan
Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Dengan demikian Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat
kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan . Fungsi
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya,
juga berguna dalam pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan
administrasi perpajakan. Terhadap Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dikenakan sanksi perpajakan.
Ayat (3)
Terhadap Wajib Pajak maupun Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan kantor Direktorat Jenderal
Pajak selain yang ditentukan pada ayat (1) dan ayat (2), sebagai tempat pendaftaran untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
dan/atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Ayat (4)
Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan
usahanya, dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini
dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau
badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Ayat (5)
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan kewajiban melaporkan usaha untuk memperoleh
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan
kewajiban mengenakan pajak terutang. Pengaturan tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pemberian
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Berdasarkan rumusan Richard Bird tugas dari administrasi pajak adalah :
1. Tugas pertama adalah Enumeration, yakni mengidentifikasi Wajib Pajak dalam bentuk
pemberian NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Ketentuan mengenai Enumeration di Indonesia
diatur dalam Pasal 2 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
2. Tugas pokok kedua adalah estimation, yakni menghitung atau mengestimasi berapa jumlah
pajak yang akan terutang dan harus dibayar oleh wajib pajak. Ketentuan mengenai estimation
diatur dalam Pasal 25 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Pasal 25 ini dikenal juga dengan
pelunasan pajak pada tahun berjalan.
3. Tugas ketiga dari administrasi pajak adalah enforcement, yakni melakukan upaya dan tindakan
supaya utang pajak dibayar oleh wajib pajak tepat pada waktunya. Ketentuan tentang
enforcement di Indonesia diatur dalam UU No. 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Tindakan Enforcement ini dapat berupa Surat Teguran, Surat Paksa, Sita, Pelelangan,
Pencegahan dan Penyanderaan. Sebenarnya, sebelum sampai ke Enforcement, masih ada satu
fungsi lagi, yakni fungsi pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam bentuk
pemeriksaan. Secara teknis, pengawasan terhadap pemenuhan kepatuhan perpajakan ini
dilaksanakan oleh Kantor Pemeriksaan Pajak yang pada umumnya hasil pemeriksaan tersebut
akan muncul sebagai suatu Surat Ketetapan Pajak. Ketentuan tentang pemeriksaan diatur
dalam Pasal 29 UU KUP 2007.
Peran Pajak dalam Kebijakan Fiskal
Pajak merupakan kontributor terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, pajak merupakan
instrumen fiskal yang sangat efektif dalam mengarahkan perekonomian. Ketika penerimaan negara dari sektor pajak tinggi, maka
pemerintah akan mampu mengalokasikannya ke beberapa program strategis. Program-program pembangunan infrastruktur serta alokasi
subsidi pada beberapa sektor strategis nasional juga sangat bergantung dari penerimaan negara, salah satunya dari pajak. Lewat alokasi
yang tepat maka kebijakan fiskal akan mampu memenuhi tujuan-tujuan yang ditetapkan, seperti menciptakan keadilan sosial serta
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Salah satu peran pentingnya tersebut sudah dibuktikan pada 2009. Di tengah krisis ekonomi global, ekonomi kita ternyata masih
bisa tumbuh positif. Salah satunya disebabkan efek dari insentif pajak, seperti penurunan tarif PPh, pajak ditanggung pemerintah,
peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dan sebagainya. Melalui insentif pajak ini, daya beli masyarakat tetap terjaga sehingga
konsumsi masyarakat tetap tumbuh. Diperkirakan, pertumbuhan ekonomi 2009 mencapai 4,5 persen yang didukung oleh konsumsi rumah
tangga (RT) yang tumbuh di atas 5,0 persen. Kontribusi konsumsi RT terhadap PDB mencapai 60 persen.

Perlu diketahui bahwa pajak merupakan faktor yang tidak bisa lepas dari produk domestik bruto (PDB). Itulah mengapa untuk
mengetahui optimalisasi penerimaan pajak selalu dikaitkan dengan PDB dalam sebuah rasio yang disebut tax ratio. Idealnya, setiap
peningkatan PDB atau terjadi pertumbuhan ekonomi, penerimaan pajak juga harus meningkat . Tax ratio pada 2010 diperkirakan mencapai
12,4 persen terhadap PDB. Tax ratio 2010 ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 12 persen, tetapi lebih rendah
dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 13,3 persen. Masih rendahnya tax ratio ini tentunya menjadi catatan tersendiri. Pada 2007,
pemerintah pernah membuat target tax ratio pada akhir 2009 mencapai 16 persen. Sayangnya, pada tahun 2009, justru terjadi krisis, yang
tentunya akan bertentangan dengan semangat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bila pajak harus pula dinaikkan. Persoalannya bukan
di situ, tetapi yang terpenting adalah bagaimana caranya agar tax ratio bisa ditingkatkan.
Pemerintah biasanya melihat rendahnya tax ratio sebagai bukti bahwa masih banyak bidang usaha yang belum terkena pajak.
Penilaian ini tidak keliru karena faktanya tax coverage ratio kita memang tergolong rendah (yaitu sekitar 70 persen) dibandingkan negara-
negara lain. Namun, juga tidak terlalu tepat bila argumentasi ini kemudian dijadikan dasar peningkatan perpajakan semata-mata melalui
ekstensifikasi pajak. Upaya ekstensifikasi pajak itu penting untuk meningkatkan basis perpajakan. Akan tetapi, langkah ini juga perlu
mempertimbangkan dampaknya bagi perekonomian bila kemudian upaya ekstensifikasi difokuskan pada usaha-usaha kecil yang sesungguhnya
membutuhkan lebih banyak insentif.

Selain melakukan ekstensifikasi, ada baiknya bila pemerintah lebih menekankan upaya intensifikasi pada basis perpajakan yang
dimiliki saat ini. Intensifikasi ini khususnya diarahkan untuk mengejar wajib pajak besar. Di sini, selain perlu meningkatkan kepatuhan
(compliance) wajib pajak, pemerintah juga perlu fokus pada law enforcement terhadap aparat pajaknya. Karena, pada kedua titik inilah sering
terjadi berbagai bentuk penghindaran pajak (tax avoidance). Mengingat besarnya jumlah pajak yang harus dibayar, tentunya hal ini berpotensi
menggoda wajib pajak dan aparat pajak untuk melakukan penghindaran pajak.

Faktor pembentuk PDB tidak hanya berasal dari swasta, tetapi juga berasal dari pemerintah melalui APBN. Faktanya bahwa APBN
kita sebagian dibiayai dengan utang. Pemerintah mengatakan bahwa posisi utang kita aman sekalipun jumlahnya terus meningkat karena rasio
utang terhadap PDB (debt ratio to GDP) terus menurun. Pemerintah menyebut bahwa rendahnya rasio utang mengindikasikan bahwa jumlah
utang yang ditarik pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati, terencana, dan tepat sasaran sehingga kontribusinya terhadap
perekonomian nasional telah mendorong peningkatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang itu sendiri.

Karena utang pemerintah dikatakan telah memberikan dampak positif bagi perekonomian, tentunya masyarakat juga berharap
peningkatan perekonomian kembali ke APBN melalui peningkatan pajak. Dengan peningkatan pajak, jumlah utang pemerintah dapat dikurangi
sehingga APBN kita menjadi semakin lebih sehat. Jika pemerintah fokus pada pembenahan internal aparat pajak dan pada peningkatan
kepatuhan wajib pajak besar, sekalipun dengan tingkat tax coverage ratio saat ini, sesungguhnya tax ratio kita bisa lebih tinggi dari yang
dicapai sekarang. Reformasi birokrasi dan perpajakan betul-betul diimplementasikan secara konsisten dengan law enforcement yang kuat agar
peran pajak dalam kebijakan fiskal bisa lebih optimal.
Berikut daftar kapasitas fiskal daerah 34 provinsi di Indonesia berdasarkan PMK 116/2021:
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai