Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

Analisa Mutu Gelatin pada Tulang Ikan Patin dengan Metode GC-MS

Oleh :

Angelina Sherly Nur Patricia 26060120120001

Shierly Shafrilla 26060120120003

Wuri Sari Susanti 26060120130028

Kelompok 6

KELAS A

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
untuk dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah ditentukan. Tanpa
adanya berkat dan rahmat Allah SWT tidak mungkin rasanya dapat menyelesaikan
tugas ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


membantu mendukung dan membantu tugas dalam menyelesaikan makalah yang
berjudul “Analisa Mutu Gelatin pada Tulang Ikan Patin dengan Metode GC-MS”.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan partisipasi untuk
memberikan masukan baik berupa kritikan maupun saran. Penulis memohon maaf
apabila ada hal yang kurang berkenan dalam penulisan makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan selamat membaca.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I .......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1

1.2 Tujuan ........................................................................................................2

BAB II .....................................................................................................................3

2.1 Pengertian Gelatin .....................................................................................3

2.2 Proses Pembuatan Gelatin .........................................................................4

2.3 Kualitas Gelatin .........................................................................................5

2.4 Peralatan Untuk Pengujian Mutu ..............................................................7

2.4.1. Prinsip Kerja ......................................................................................7

2.4.2. Komponen GC MS.............................................................................9

2.5 Metode Pengujian ....................................................................................10

BAB III ..................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan ..............................................................................................12

3.2 Saran ........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................13

ii
Daftar gambar
Gambar 1 ................................................................................................................4

Daftar tabel

Tabel 1. ................................................................................................................6

Tabel 2 ..................................................................................................................6

Tabel 3 ................................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produksi gelatin di dunia sebagian besar menggunakan bahan baku
bahan baku kulit babi dengan persentase 45,80% sebagaimana data Gelatin
Manufacture Europe (2006). Hewan yang menjadi sumber gelatin utama
yakni babi dan sapi. Gelatin banyak dimanfaatkan pada industri pangan
dan non-pangan (Fardiaz, 1989). Saat ini, upaya pencarian sumber
alternatif untuk produksi gelatin sudah banyak dilakukan. Upaya ini sangat
diperlukan dalam produksi gelatin halal, mengingat mayoritas penduduk
Indonesia yang beragama muslim.
Sumber alternatif untuk produksi gelatin antara lain seperti tulang
ayam (Widyasari dan Rawdkuen 2014), serangga (Mariod et al., 2011),
kulit dan tulang hewan ruminansia kecil dan limbah hasil pengolahan ikan
(Gomez-Guillen et al., 2011). Limbah hasil pengolahan ikan, diantaranya
kulit dan tulang merupakan salah satu sumber potensial untuk produksi
gelatin. Limbah dari produk sampingan pengolahan ikan merupakan
sumber gelatin yang paling potensial untuk dikembangkan
(Karayannakidis dan Zotos, 2016). Pada industri pengolahan ikan, sekitar
75% merupakan produk sampingan (limbah) (Mariod dan Adam, 2013).
Diperkirakan hampir 7,3 juta ton limbah hasil samping pengolahan ikan
dihasilkan per tahun (Karim dan Bhat, 2009). Tulang ikan merupakan
salah satu sumber alternatif untuk produksi gelatin yang sangat potensial.
Salah satu ikan yang menghasilkan limbah tulang dalam kuantitas besar
yakni Ikan Patin (Pangasius sp.).
Komoditas produksi ikan patin di Indonesia saat ini terus meningkat
signifikan yaitu mencapai 410.684 ton per tahun (KKP, 2016). Nilai
produksi ini diperkirakan bisa diperoleh sekitar 51.089 ton tulang ikan
patin. Penelitian (Mahmoodani et al., 2014) menunjukkan bahwa tulang
ikan patin menghasilkan gelatin dengan konsentrasi yang lebih tinggi
diantara gelatin dari tulang ikan yang lain. Gelatin dari tulang ikan patin

1
memiliki karakteristik yang menyerupai gelatin komersial. Penelitian yang
dilakukan oleh (Mahmoodani et al., 2014) menunjukkan bahwa kualitas
gelatin tulang ikan patin memiliki karakteristik fisik yang menyerupai
gelatin sapi.
Untuk mengetahui karakteristik kimiawi gelatin tulang ikan patin
diperlukan teknik ekstraksi yang tepat serta alat yang mendukung untuk
menganalisis suatu senyawa dalam konsentrasi yang kecil. Salah satu alat
yang dapat mendeteksi suatu senyawa hingga < 1 ng/g adalah Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). GC-MS digunakan untuk
mengukur kandungan lemak terutama asam lemak pada gelatin tulang ikan
patin. Lemak yang terkandung dalam gelatin tulang ikan patin sebesar 1,95
%, dengan kandungan asam lemak jenuh (seperti palmitat, laurat, miristat,
stearate) serta asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleate, dan linolenat
(Peranginangin et al., 2005).

1.2 Tujuan
Makalah ini ditulis bertujuan untuk mengetahui karakteristik gelatin,
kandungan senyawa khususnya asam lemak pada gelatin tulang ikan patin,
proses pembuatan gelatin tulang ikan patin, kualitas dari gelatin tulang
ikan patin, serta prinsip kerja GC-MS dalam pengujian mutu pada gelatin
tulang ikan patin.

2
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Gelatin


Gelatin adalah salah satu sumber protein tinggi yang dapat diperoleh
dari proses hidrolisis kolagen. Kolagen dapat diperoleh dengan cara
mengekstrak kulit, daging dan tulang dari hewan atau ikan (Suryati et al.,
2015). Gelatin banyak digunakan dalam produk industri pangan maupun
non pangan. Pemanfaatan gelatin dalam industri pangan seperti produk
permen dan coklat, sedangkan pada industri non pangan seperti pembuatan
cangkang kapsul dan industri fotografi. Selain itu, gelatin juga dapat
digunakan sebagai bahan pelapis (coating) untuk mengawetkan bahan
pangan (Juliasti et al., 2014).

Gelatin membentuk larutan koloid dengan air sehingga disebut


hidrokoloid. Sifat hidrokoloid gelatin sejenis dengan pektin, karagenan,
gom arab, dan lain-lain. Hidrokoloid banyak digunakan di industri makanan
karena nilai gizinya dan bersifat multi fungsi. Walaupun pemakaian satu
jenis hidrokoloid tidak memenuhi sifat yang diinginkan, tetapi gelatin
mempunyai fungsi yang lebih beragam dibandingkan dengan hidrokoloid
lainnya. (Perdana et al., 2017).

Penggunaan gelatin telah lama dikenal dalam berbagai bidang. Pada


industri farmasi, gelatin digunakan sebagai bahan pembuat kapsul keras dan
lunak, bahan penyalut tablet, penstabil, pengikat, dan pengemulsi. Dalam
industri makanan, digunakan sebagai bahan penstabil pada pembuatan susu,
coklat, marshmallow, permen, jelly, dan dewasa ini berkembang sebagai
bahan pembungkus yang dapat dimakan (edible coating). Begitu juga pada
industri kosmetik, gelatin digunakan sebagai bahan penstabil, pembentuk
gel, pengemulsi, dan pengental. Selain itu, gelatin juga digunakan pada
bidang kedokteran, teknik, dan fotografi (Schreiber dan Gareis., 2007).

3
2.2 Proses Pembuatan Gelatin
Hidrolisis kolagen menjadi gelatin dapat terjadi secara kimia, yaitu
dengan perendaman dalam waktu tertentu dengan suatu asam ataupun basa.
Selain dengan cara kimia, hidrolisis juga dapat terjadi secara enzimatis
dengan bantuan enzim kolagenase yang spesifik (Perdana et al., 2017). Pada
pembuatan gelatin, perlakuan bahan baku berupa kolagen dengan asam
encer atau dengan basa menyebabkan pemotongan ikatan silang protein,
strukturnya menjadi putus dan potongan-potongan tersebut larut dalam air.
Potongan-potongan rantai protein yang larut air ini disebut gelatin. Kualitas
gelatin yang dihasilkan bergantung pada konsentrasi asam atau basa yang
digunakan, temperatur dan lamanya waktu perendaman (GMIA, 2012).

gambar 1. tulang ikan patin

Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua


jenis yaitu proses asam dan proses basa. Berdasarkan hal tersebut gelatin
digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu gelatin tipe A dan tipe B.
1. Gelatin tipe A (Acid)
Gelatin tipe A diperoleh melalui perendaman bahan baku
menggunakan asam encer. Metode ini cocok untuk bahan baku kolagen
yang diperoleh dari hewan yang masih muda atau dari bahan kulit.
Ikatan silang pada kolagen masih lemah sehingga untuk memutuskan
ikatan tersebut cukup dengan larutan asam encer. Perendaman dapat
dilakukan menggunakan asam klorida 2-6% selama 24-72 jam pada
suhu kamar (GMIA, 2012).
2. Gelatin tipe B (Base)

4
Gelatin tipe B diperoleh dengan proses pengkondisian
menggunakan larutan basa. Bahan bakunya adalah dari tulang atau
kolagen yang sudah agak tua. Tergantung pada konsentrasi alkali dan
temperatur yang digunakan, proses perendaman bisa beberapa hari
sampai berbulan-bulan. Jika menggunakan larutan NaOH 1% pada
temperatur 20ºC, maka proses pengkondisian bisa beberapa hari.
Namun jika menggunakan larutan kapur bisa lebih dari 1 bulan.
Walaupun proses ini sangat lama, tetapi dihasilkan gelatin dengan
kemurnian tinggi.

2.3 Kualitas Gelatin


Kualitas gelatin sangat dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimianya,
selain itu sifat fungsional gelatin juga merupakan parameter yang penting.
Parameter-parameter fungsional ini adalah:

1. Kekuatan gel (nilai Bloom)

Sifat utama gelatin yang digunakan di industri adalah mampu


membentuk gel (gelling agent). Kekuatan gel adalah parameter utama
dan sangat berpengaruh terhadap harga gelatin yang dipasarkan.
Kekuatan gel diukur dengan alat yang disebut alat uji Bloom. Sebelum
diukur, gelatin dikondisikan pada suhu 10ºC selama 17 jam dengan
konsentrasi 6,67% b/v. Suatu kekuatan yang digunakan untuk menekan
permukaan suatu massa gel disebut sebagai gram Bloom atau disingkat
Bloom. Nilai Bloom gelatin berkisar antara 50-300 Bloom. nilai tersebut
dibagi ke dalam 3 klasifikasi yaitu bloom rendah untuk nilai 50-100
Bloom, bloom sedang untuk nilai 100-200 Bloom dan bloom tinggi untuk
nilai 200-300 Bloom (Ahmad & Benjakul, 2011).

2. Viskositas

Gelatin dengan viskositas yang tinggi diperlukan untuk


menghasilkan kestabilan produk makanan, sediaan farmasi, dan industri
fotografi. Pengukuran viskositas dilakukan terhadap larutan gelatin

5
dengan konsentrasi 6,67% b/v yang dilarutkan pada suhu 60ºC, lalu
dibiarkan hingga suhu 30ºC.

3. pH

pH gelatin berpengaruh terhadap pembentukan busa pada proses


pembentukan gel dan interaksinya dengan komponen lain pada proses
formulasi. pH larutan gelatin diukur menggunakan pH meter. 4. Kadar
air Kadar air gelatin yang dipersyaratkan adalah 9-11% pada kondisi
normal. Kadar air ini dipengaruhi oleh udara di sekelilingnya, gelatin
dapat mengabsorbsi atau melepaskan air yang dikandungnya. Jika
kandungan air lebih dari 16%, maka gelatin akan mudah ditumbuhi
mikroba dan resiko terbentuknya gumpalan semakin besar (SNI 01-
3735-1995). Untuk mengukur kadar air dapat dilakukan pengeringan
pada suhu 105±2ºC selama 16-18 jam.

Tabel 1. karakteristik fisik gelatin


gelatin

Tabel 2. karakteristik kimia gelatin


tulang ikan patin

Kadar air merupakan salah satu uji yang diperlukan di dalam


parameter penentuan sifat gelatin. Gelatin yang kering bersifat stabil di
udara. Jika dalam bentuk larutan lembab, gelatin mudah terurai oleh
mikroorganisme. Kadar air gelatin yang dipersyaratkan adalah di bawah
16% (Reynolds, 1982). Kadar abu merupakan salah satu persyaratan yang

6
harus dipenuhi oleh gelatin. Rendahnya kadar abu menunjukkan kualitas
gelatin yang baik (Balti et al., 2011).
Persyaratan kadar abu gelatin adalah tidak lebih dari 2% (Rogers,
2009) atau 2,5%. Besar kecilnya kadar abu ditentukan oleh proses
pencucian. Kandungan utama gelatin adalah protein. Tingginya kadar
protein menunjukkan kualitas gelatin yang baik. Kadar protein gelatin
kulit ikan patin sebesar 88,38%, sedangkan kadar protein gelatin ikan
komersil sebesar 85,68%. Reaksi hidrolisis dan proses ekstraksi yang
dilakukan mampu menghasilkan gelatin dengan kadar protein yang tinggi.
pH gelatin yang memenuhi persyaratan yaitu pH 3,8-5,5 (GMIA, 2012).
pH memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat gelatin sebagai bahan
eksipien. pH sekitar 5 memberiakn efek ideal terhadap kekuatan gel yang
dihasilkan (Shyni et al., 2014). Dari kedua gelatin, nilai pH gelatin
ekstraksi ikan patin mendekati pH yang dipersyaratkan yaitu sebesar 5,7
sedangkan pH gelatin iakn komersil sebesar 6,4.

2.4 Peralatan Untuk Pengujian Mutu

2.4.1. Prinsip Kerja

Metode analisa menggunakan GC MS (Gas Chromatography¬-Mass


Spectroscopy) dapat mengukur jenis dan kandungan senyawa dalam suatu
sampel baik secara kualitatif dan kuantitatif. Instrumen ini merupakan
perpaduan dari dua buah instrumen, yaitu Kromatografi Gas yang berfungsi
untuk memisahkan senyawa menjadi senyawa tunggal dan Spektroskopi
Massa yang berfungsi mendeteksi jenis senyawa berdasarkan pola
fragmentasinya. Pengukuran menggunakan GC MS pada umumnya hanya
dibatasi untuk senyawa berwujud gas atau cairan yang mempunyai tekanan
uap minimal 10-10 torr.

Teknik GC pertama kali diperkenalkan oleh James dan Martin pada


tahun 1952 (Sparkman et al.,2011). GC merupakan salah satu teknik
kromatografi yang hanya dapat digunakan untuk mendeteksi
senyawasenyawa yang mudah menguap. Kriteria menguap adalah dapat

7
menguap pada kondisi vakum tinggi dan tekanan rendah serta dapat
dipanaskan (Drozd, 1985). Dasar pemisahan menggunakan kromatografi
gas adalah penyebaran cuplikan pada fase diam sedangkan gas sebagai fase
gerak mengelusi fase diam. Cara kerja dari GC adalah suatu fase gerak yang
berbentuk gas mengalir di bawah tekanan melewati pipa yang dipanaskan
dan disalut dengan fase diam cair atau dikemas dengan fase diam cair yang
disalut pada suatu penyangga padat. Analit tersebut dimuatkan ke bagian
atas kolom melalui suatu portal injeksi yang dipanaskan. Suhu oven dijaga
atau diprogram agar meningkat secara bertahap. Ketika sudah berada dalam
kolom, terjadi proses pemisahan antar komponen. Pemisahan ini akan
bergantung pada lamanya waktu relatif yang dibutuhkan oleh komponen-
komponen tersebut di fase diam (Sparkman et al., 2011). Spektrometer
massa diperlukan untuk identifikasi senyawa sebagai penentu bobot
molekul dan penentuan rumus molekul.

Prinsip dari MS adalah pengionan senyawa-senyawa kimia untuk


menghasilkan molekul bermuatan atau fragmen molekul dan mengukur
rasio massa/muatan. Molekul yang telah terionisasi akibat penembakan
elektron berenergi tinggi tersebut akan menghasilkan ion dengan muatan
positif, kemudian ion tersebut diarahkan menuju medan magnet dengan
kecepatan tinggi. Medan magnet atau medan listrik akan membelokkan ion
tersebut agar dapat menentukan bobot molekulnya dan bobot molekul
semua fragmen yang dihasilkan (David, 2005). Kemudian detektor akan
menghitung muatan yang terinduksi atau arus yang dihasilkan ketika ion
dilewatkan atau mengenai permukaan, scanning massa dan menghitung ion
sebagai mass to charge ratio (m/z). Derivatisasi merupakan proses kimiawi
untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai
sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunakan kromatografi
gas atau menjadi lebih mudah menguap. Hal ini dilakukan jika suatu
senyawa diketahu sulit menguap maka dilakukan derivatisasi terlebih
dahulu sebelum dianalisis menggunakan GC. (Drozd, 1985). Derivatisasi
dilakukan karena terdapat senyawa-senyawa dengan berat molekul besar
yang biasanya tidak mudah menguap karena adanya gaya tarik-menarik

8
inter molekuler antara gugus-gugus polar atau yang mengadung hidrogen
aktif seperti SH, - OH, -NH dan -COOH maka jika gugus gugus polar ini
ditutup dengan cara derivatisasi akan mampu meningkatkan volatilitas
senyawa. Selain itu beberapa senyawa volatil mengalami dekomposisi
parsial karena panas sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan
stabilitasnya (Drozd, 1985). Sililasi merupakan salah satu proses
derivatitasi dengan menghasilkan produk berupa derivatif silil yang sangat
volatil, dan lebih stabil pada suhu yang tinggi. Cara kerja dari penderivat
tipe silil ini adalah dengan mengganti gugus hidrogen (H) dengan
trimetilsilil atau TMS (Regis, 1998).

2.4.2. Komponen GC MS
Komponen Komponen penyusun GC MS :

1. Carrier Gas Supply ( Gas Pembawa) gas yang dipakai dapat


berupa He, N2, H2, Ar. Gas yang diapakai mempunyai syarat
inert agar tidak bereaksi dengan sampel.

2. Injection system, sampel yang akan dianalisis di injeksi dengan


jarum melalui silicon

3. Kolom, tempat pemisahan komponen dari sampel dan terdapat


fase diam ddan gerak. Terdapat dua jenis kolom yaitu packed
colum dan capillary colum

4. Detector, berfungsi mendeteksi komponen yang keluar dari


kolom dan merespon perubahan sampel

5. Recorder, berfungsi untuk merekam hasil atau mencetak sebuah


grafik

6. Sumber ion, komponen yang melewati akan diserang elektron


karena untuk melewati filter komponen harus bermuatan

7. Filter, berfungsi untuk menyaring ion ion berdasarkan perbedaan


massa dan diteruskan ke detektor

9
8. Oven, berfungsi untuk memasnaskan kolom sehingga
mempermudah proses pemisahan.

9. Control system, berfungsi untuk mengontrol tekanan dan laju fase


gerak yang masuk ke kolom dan mengatur suhu oven.

2.5 Metode Pengujian Mutu


1. Preparasi Sampel

Tulang ikan patin dibersihkan atau dicuci terlebih dahulu kemudian


dipotong hingga berukuran kecil setelah itu dicuci kembali dan
ditiriskan hingga benar benar kering, lalu dihitung berat tulang yang
akan di pakai dengan timbangan.

2. Proses Curing (Peredaman)

Tulang ikan patin yang sudah kering dimasukan ke dalam gelas kimia
dengan larutan HCl sebanyak 300ml. Perendaman dilakukan selama
1-3 hari kemudian dibersihkan dengan ari aquades hingga pH menjadi
6-7.

3. Tahap Hidrolisis

Tulang ikan patin dimasukan ke dalam gelas kimia dengan aquades


sebanyak 80 ml. Selanjutnya ekstraksi dilakukan dalam suhu 75ºC,
85ºC dan 96ºC selama 2 jam kemudian hasil ekstraksi disaring
menggunakan kertas saring. Selanjutnya proses evaporasi dilakukan
selama lebih 1 jam kemudian larutan hasil evaporasi dimasukan ke
dalam oven dengan suhu 50ºC selama 24 jam untuk proses
pengeringan lalu ditimbang.

4. Rendamen

Diperoleh dari perbandingan antara berat gelatin kering yang


dihasilkan dengan beratbahan segar (Wulan et.al 2013).

5. Kadar Air
Cawan porselin yang digunakan dapat dikeringkan terlebih dahulu
dengan kurun waktu 1 jam pada suhu 105ºC kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Kemudian, gelatin
dimasukan dalam cawan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu

10
100-105ºC selama 5 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator
selama 30 menit lalu ditimbang hingga beratnya tetap.
6. Kadar Abu

Menimbang sebanyak 5 gram gelatin dan dimasukan ke dalam cawan


pengabuan yang telah ditimbang dan dibakar di dala tanur dengan
suhu 600ºC hingga abu berwarna keabu abuan serta didinginkan
dalam desikator.

7. Derajat Keasaman

Gelatin ditimbang sebanyak 0,2 gram dalam 20 ml aquades pada suhu


80ºC dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer kemudian di ukur
derajat keasamannya(pH) pada suhu kamar dengan pH meter
(Setiawati, 2009).

Tabel 3. Asam lemak gelatin tulang ikan patin (g/100g lemak)

Asam lemak (fatty Gelatin tulang Gelatin komersial


acid) ikan patin

Jenuh/Saturated

Laurat / Lauric 0,82 0,60

Miristat/Myristic 0,57 1,59

Palmitat/Palmitic 50,62 23,08

Stearat/Stearic 0,71 2,07

Tidak
jenuh/Unsaturated

Oleat/Oleic
42,49 57,25
Linoleat/Linoleic
3,05 1,87
Linolenat/Linolenic
1,22 1,35

11
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Kandungan asam lemak tulang ikan patin yang diuji dengan


menggunakan GC-MS melalui serangkaian metode pengujian mutu
diantaranya ekstraksi, hidrolisis, dan sebagainya, didapatkan hasil bahwa
gelatin dari tulang ikan patin memiliki kandungan asam lemak jenuh (laurat
0,82 g, miristat 0,57 g, palmitat 50,62 g, stearat 0,71 g) dan asam lemak
tidak jenuh (oleat 42,49 g, linoleat 3,05 g, linolenat 1,22 g). Karakteristik
gelatin dari tulang ikan patin ini ditinjau berdasarkan kandungan asam
lemaknya menyerupai gelatin komersial.

3.2 Saran

Beberapa hal yang disarankan adalah masih perlu dilakukan usaha


peninjauan kembali dalam hal mengurangi kandungan asam lemak terutama
asam lemak jenuh pada gelatin tulang ikan patin agar gelatin yang
dihasilkan memenuhi persyaratan sebagai salah satu bahan baku pangan dan
farmasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Atma, Y., H. Ramdhani, A. Z. Mustopa, M. Pertiwi dan R. Maisarah. 2018.


Karakteristik fisikokimia gelatin tulang ikan patin (Pangasius
sutchi) hasil ekstraksi menggunakan limbah buah nanas (Ananas
comosus). Agritech, 38(1): 56-63.

Chadijah, S., M. Baharuddi dan F. Firnanelty. 2019. Potensi Instrumen FTIR dan
GC-MS dalam Mengkarakterisasi dan Membedakan Gelatin Lemak
Ayam, Itik dan Babi. Al-Kimia, 7(2): 126-135.

Darmapatni, K.A.G., Basori, A., Suaniti, N.M. 2016. Pengembangan Metode


GC-MS untuk Penetapan Kadar Acemataminohen Pada Spesimen
Rambut Manusia. Jurnal Biosains Pascasarjana, 18(3): 1-13.

Galisman, E. 2014. Sintesa Fatty Acid Alkyl Ester dari Minyak Limbah Ikan
Patin dengan Isooktanol. Jurnal Teknobiologi, 5(1): 47-51.

Hartono, H. S., H. Soetjipto dan A. I. Kristijanto. 2017. Extraction and Chemical


Compounds Identification of Red Rice Bran Oil Using Gas
Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) Method. EKSAKTA:
Journal of Sciences and Data Analysis, 17(2), 98-110.
Oktaviani, Ira Fitra, Perdana, Azlaini Yus Nasution. 2017. Perbandingan Sifat
Gelatin Yang Berasal Dari Kulit Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus)
Dan Gelatin Yang Berasal Dari Kulit Ikan Komersil. JOPS, Vol(I).

Pertiwi, M., Y. Atma, A. Z. Mustopa, dan R. Maisarah. 2018. Karakteristik fisik


dan kimia gelatin dari tulang ikan patin dengan pre-treatment asam
sitrat. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 7(2): 83-91.

13
Analisis Mutu gelatin Pada
Tulang Ikan Patin Dengan
Metode GC-MS

Kelompok 6
Kelompok 6
Angelina Sherly Nur Patricia 26060120120001
Shierly Shafrilla 26060120120003
Wuri Sari Susanti 26060120130028
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gelatin banyak dimanfaatkan pada industri pangan dan non-pangan (Fardiaz,
1989). Limbah hasil pengolahan ikan, diantaranya kulit dan tulang merupakan salah satu
sumber potensial untuk produksi gelatin. Salah satu ikan yang menghasilkan limbah
tulang dalam kuantitas besar yakni Ikan Patin (Pangasius sp.). Komoditas produksi ikan
patin di Indonesia saat ini terus meningkat signifikan yaitu mencapai 410.684 ton per
tahun (KKP, 2016). Nilai produksi ini diperkirakan dapat menghasilkan limbah tulang ikan
patin yang cukup banyak. Gelatin dari tulang ikan patin memiliki karakteristik yang
menyerupai gelatin komersial. Karakteristik kimiawi gelatin meliputi kadar air, abu,
protein kasar, dan lemak (Amiza dkk., 2015). Untuk mengetahui karakteristik kimiawi
gelatin tulang ikan patin diperlukan suatu alat yaitu Gas Chromatography-Mass
Spectrometry (GC-MS). GC-MS digunakan untuk mengukur kandungan lemak terutama
asam lemak pada gelatin tulang ikan patin. Lemak yang terkandung dalam gelatin tulang
ikan patin sebesar 1,95 %, dengan memiliki kandungan asam lemak jenuh dan asam
lemak tak jenuh
1.2 Tujuan

Bertujuan untuk mengetahui karakteristik gelatin, kandungan


senyawa khususnya asam lemak pada gelatin tulang ikan patin, proses
pembuatan gelatin tulang ikan patin, kualitas dari gelatin tulang ikan
patin, serta prinsip kerja GC-MS dalam pengujian mutu pada gelatin
tulang ikan patin.
BAB II
ISI
2.1. PENGERTIAN GELATIN

Gelatin adalah salah satu sumber protein tinggi yang dapat diperoleh
dari proses hidrolisis kolagen. Kolagen dapat diperoleh dengan cara mengekstrak
kulit, daging dan tulang dari hewan atau ikan (Suryati et al.2015).
Gelatin membentuk larutan koloid dengan air sehingga disebut
hidrokoloid. Sifat hidrokoloid gelatin sejenis dengan pektin, karagenan, gom arab,
dan lain-lain. Hidrokoloid banyak digunakan di industri makanan karena nilai
gizinya dan bersifat multi fungsi.
2.2 PROSES PEMBUATAN GELATIN
Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu proses asam
dan proses basa. Berdasarkan hal tersebut gelatin digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu gelatin tipe A dan
tipe B.
1. Gelatin tipe A (Acid)
Gelatin tipe A diperoleh melalui perendaman bahan baku menggunakan asam encer. Metode
ini cocok untuk bahan baku kolagen yang diperoleh dari hewan yang masih muda atau dari bahan kulit.
Ikatan silang pada kolagen masih lemah sehingga untuk memutuskan ikatan tersebut cukup dengan
larutan asam encer. Perendaman dapat dilakukan menggunakan asam klorida 2-6% selama 24-72 jam
pada suhu kamar (GMIA, 2012).
2. Gelatin tipe B (Base)
Gelatin tipe B diperoleh dengan proses pengkondisian menggunakan larutan basa. Bahan
bakunya adalah dari tulang atau kolagen yang sudah agak tua. Tergantung pada konsentrasi alkali dan
temperatur yang digunakan, proses perendaman bisa beberapa hari sampai berbulan-bulan. Jika
menggunakan larutan NaOH 1% pada temperatur 20ºC, maka proses pengkondisian bisa beberapa hari.
Namun jika menggunakan larutan kapur bisa lebih dari 1 bulan.
2.3. KUALITAS GELATIN

2.3.1. Karakteristik Fisika


Kualitas gelatin sangat dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimianya, selain itu sifat fungsional gelatin
juga merupakan parameter yang penting. Parameter-parameter fungsional ini adalah:
1. Kekuatan gel (nilai Bloom)
Sifat utama gelatin yang digunakan di industri adalah mampu membentuk gel (gelling agent).
Kekuatan gel adalah parameter utama dan sangat berpengaruh terhadap harga gelatin yang dipasarkan.
Kekuatan gel diukur dengan alat yang disebut alat uji Bloom.
2. Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan terhadap larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% b/v yang
dilarutkan pada suhu 60ºC, lalu dibiarkan hingga suhu 30ºC.
3. pH
pH gelatin berpengaruh terhadap pembentukan busa pada proses pembentukan gel dan interaksinya
dengan komponen lain pada proses formulasi. pH larutan gelatin diukur menggunakan pH meter.
2.3.2 Karakteristik Kimia
1. Kadar air
Kadar air merupakan salah satu uji yang diperlukan di dalam parameter penentuan sifat gelatin.
Gelatin yang kering bersifat stabil di udara. Jika dalam bentuk larutan lembab, gelatin mudah terurai oleh
mikroorganisme.

2. Kadar abu
Kadar abu merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh gelatin. Rendahnya kadar
abu menunjukkan kualitas gelatin yang baik (Balti et al., 2011).

3. Kadar protein
Tingginya kadar protein menunjukkan kualitas gelatin yang baik.

4. Kadar lemak
pH memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat gelatin sebagai bahan eksipien. pH sekitar 5
memberiakn efek ideal terhadap kekuatan gel yang dihasilkan (Shyni et al., 2014).
2.4. Peralatan dan Pengujian Mutu
2.4.1. Prinsip Kerja GC-MS

Metode analisa menggunakan GC MS (Gas Chromatography¬-Mass Spectroscopy) dapat


mengukur jenis dan kandungan senyawa dalam suatu sampel baik secara kualitatif dan kuantitatif.
Instrumen ini merupakan perpaduan dari dua buah instrumen, yaitu Kromatografi Gas yang
berfungsi untuk memisahkan senyawa menjadi senyawa tunggal dan Spektroskopi Massa yang
berfungsi mendeteksi jenis senyawa berdasarkan pola fragmentasinya.
Teknik GC pertama kali diperkenalkan oleh James dan Martin pada tahun 1952
(Sparkman et al.,2011). GC merupakan salah satu teknik kromatografi yang hanya dapat digunakan
untuk mendeteksi senyawasenyawa yang mudah menguap. Kriteria menguap adalah dapat
menguap pada kondisi vakum tinggi dan tekanan rendah serta dapat dipanaskan (Drozd, 1985). Cara
kerja dari GC adalah suatu fase gerak yang berbentuk gas mengalir di bawah tekanan melewati pipa
yang dipanaskan. Ketika sudah berada dalam kolom, terjadi proses pemisahan antar komponen.
Prinsip dari MS adalah pengionan senyawa-senyawa kimia untuk
menghasilkan molekul bermuatan atau fragmen molekul dan mengukur rasio
massa/muatan. Molekul yang telah terionisasi menghasilkan ion dengan muatan
positif, medan magnet dengan kecepatan tinggi membelokkan ion agar dapat
menentukan bobot molekulnya dan bobot molekul semua fragmen yang dihasilkan
(David, 2005).
Seiring dengan perkembangan teknologi maka instrument GC digunakan
secara bersama-sama dengan instrumen lain seperti Mass-Spectrometer (MS).
2.4.2 Komponen atau Bagian-bagian Alat Serta Fungsinya

Komponen Komponen penyusun GC MS :


• Carrier Gas Supply ( Gas Pembawa) berupa He, N2, H2, Ar.
• Injection system
• Kolom
• Detector
• Recorder
• Sumber ion
• Filter
• Oven
• Control system
Asam lemak (fatty Gelatin tulang ikan Gelatin komersial
2.5 Pengujian Mutu acid) patin
Jenuh/Saturated
Laurat / Lauric 0,82 0,60
1. Preparasi Sampel
Miristat/Myristic 0,57 1,59
2. Proses Curing (Peredaman)
3. Tahap Hidrolisis Palmitat/Palmitic 50,62 23,08

4. Rendamen Stearat/Stearic 0,71 2,07

5. Kadar Air Tidak


jenuh/Unsaturated
6. Kadar Abu
Oleat/Oleic
7. Derajat Keasaman 42,49 57,25
Linoleat/Linoleic
3,05 1,87
Linolenat/Linolenic
1,22 1,35
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kandungan asam lemak tulang ikan patin yang diuji dengan menggunakan GC-MS
melalui serangkaian metode pengujian mutu diantaranya ekstraksi, hidrolisis, dan
sebagainya, didapatkan hasil bahwa gelatin dari tulang ikan patin memiliki kandungan asam
lemak jenuh (laurat 0,82 g, miristat 0,57 g, palmitat 50,62 g, stearat 0,71 g) dan asam lemak
tidak jenuh (oleat 42,49 g, linoleat 3,05 g, linolenat 1,22 g). Karakteristik gelatin dari tulang
ikan patin ini ditinjau berdasarkan kandungan asam lemaknya menyerupai gelatin komersial.

3.2. Saran
Beberapa hal yang disarankan adalah masih perlu dilakukan usaha peninjauan
kembali dalam hal mengurangi kandungan asam lemak terutama asam lemak jenuh pada
gelatin tulang ikan patin agar gelatin yang dihasilkan memenuhi persyaratan sebagai salah
satu bahan baku pangan dan farmasi.
DAFTAR PUSTAKA
Atma, Y., H. Ramdhani, A. Z. Mustopa, M. Pertiwi dan R. Maisarah. 2018. Karakteristik fisikokimia gelatin
tulang ikan patin (Pangasius sutchi) hasil ekstraksi menggunakan limbah buah nanas (Ananas comosus).
Agritech, 38(1): 56-63.
Darmapatni, K.A.G., Basori, A., Suaniti, N.M. 2016. Pengembangan Metode GC-MS untuk Penetapan
Kadar Acemataminohen Pada Spesimen Rambut Manusia. Jurnal Biosains Pascasarjana 18(3).
Galisman, E. 2014. Sintesa Fatty Acid Alkyl Ester dari Minyak Limbah Ikan Patin dengan Isooktanol. Jurnal
Teknobiologi, 5(1): 47-51.
Hartono, H.S.O., Soetjipto, Hartati., Kristijanto, A.I. 2017. Extraction and Chemical Compounds
Identification of Red Rice Bran Oil Using Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC- MS)
Method. Jurnal Ilmu-ilmu MIPA.
Oktaviani, Ira Fitra, Perdana, Azlaini Yus Nasution. 2017. Perbandingan Sifat Gelatin Yang Berasal Dari Kulit
Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus) Dan Gelatin Yang Berasal Dari Kulit Ikan Komersil. JOPS, Vol(I).
Pertiwi, M., Y. Atma, A. Z. Mustopa, dan R. Maisarah. 2018. Karakteristik fisik dan kimia gelatin dari
tulang ikan patin dengan pre-treatment asam sitrat. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 7(2): 83-91.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai