Anda di halaman 1dari 7

GELATIN Di Indonesia, gelatin masih merupakan barang impor, negera pengimpor utama adalah Eropa dan Amerika.

Menurut data BPS 1997, secara umum terjadi pemanfaatan dalam industri pangan dan farmasi. Dalam industri farmasi, gelatin digunakan sebagai bahan pembuat kapsul. Dalam industri pangan, gelatin pun sekarang mulai marak digunakan. Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin merupakan protien yang larut yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari sapi (tulang dan kulit jangat), babi (kulit) dan ikan (kulit). Karena gelatin merupakan produk alami, maka diklasifikasikan sebagai bahan pangan bukan bahan tambahan pangan. Menurut data dari SKW Biosystem suatu perusahaan gelatin multinasional bahwa produk gelatin dunia pada tahun 1999 sebanyak 254.000 ton terdiri dari sumber kulit jangat sapisebanyak 28.7 %, kulit babi sebanyak 41.4% serta kontribusi tulang sapi sebesar 29.8 %, dan sisanya dari ikan. Gelatin komersial yang ada di pasaran dikategorikan sebagai gelatin tipe A dan tipe B. Pengelompokan ini berdasarkan jenis prosesnya, yaitu proses perendaman asam dan basa. Proses perendaman asam menghasilkan gelatin tipe A dan perendaman basa menghasilkan gelatin tipe B. Gelatin tipe A umumnya berasal dari kulit babi yang memiliki titik isoelektrik (titik pengendapan protein) pada pH yang lebih tinggi (7.5 9.0) dari PH isoelektrik gelatin tipe b (4.8 5.0). Sedangkan gelatin tipe B biasanya bersumber dari kulit jangat sapi dan tulang sapi. Sedangkan gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A. Dalam perkembangannya, proses pembuatan gelatin yang berasal dari tulang dapat dilakukan juga dengan menggunakan cara asam yang lebih sederhana yang akhirnya juga menggeser pH isoelektrik pada sekitar 5.5 6.0. Secara ekonomis, proses asam lebih disukai dibandingkan dengan proses basa. Hal ini dikarenakan, perendaman yang dilakukan dalam proses asam relatif lebih singkat yaitu (3-4minggu) dibanding dengan proses basa (sekitar 3 bulan). Setelah mengalami perendaman bahan dinetralkan untuk kemudian diekstraksi dan dipekatkan (evaporasi). Bahan yang telah mengalami pemekatan dikeringkan untuk kemudian mengalami proses penggilingan atau penghancuran menjadi partikel yang lebih kecil atau sesuai dengan standar tertentu. (Damanik, 2005)

Struktur Gelatin Gelatin merupakan suatu jenis protein yang biasa diekstraksi dari jaringan kolagen hewan. Gelatin merupakan protein (larut dalam air panas) yang mempunyai berat molekul tinggi. Berat molekul gelatin secara umum berkisar antara 20.000-250.000. Secara fisikawi dan kimiawi, gelatin berwarna kuning cerah atau transparan, berbentuk serpihan atau tepung, berbau dan mempunyai rasa, larut dalam air panas,gliserol dan asam asetat, serta pelarut organik yang lain. Gelatin dapat mengembang dan menyerap air 5-10 kali berat asalnya. Disamping itu, gelatin dapat menjendal dalam air dingin.Dalam suhu atau tekanan tertentu (hixotrophic), gelatin menunjukkan kenaikan viskositas yang reversible. Gelatin mempunyai struktur protein unik yang dilengkapi dengan berbagai sifat fungsional). Dalam larutan, gelatin membentuk senyawa heliks (triple) dan bersifat amfoter. Struktur gelatin terdiri atas rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Rantai asam amino dominan yang terdapat dalam gelatin adalah glysin (26-34%), prolin (10-18%) dan hidroksiprolin (7-15%). Beberapa jenis asam amino lain terdapat pula dalam gelatin, misalnya alanin (8-11%), arginin (8-9%),asam aspartat (6-7%), dan asam glutamat (10-12%). Meskipun demikian, gelatin bukan merupakan protein yang lengkap. Hal ini karena gelatin tidak mengandung asam amino triptofan dan hanya sedikit mengandung asam amino isoleusin, treonin, metionin, sistein, dan sistin. (Damanik, 2005) Pemanfaatan Gelatin Dari data SKW biosystem, penggunaan gelatin dalam industri non pangan sejumlah 100.000 metrics ton digunakan pada industri pembuatan film foto sebanyak 27.000 ton,untuk kapsul lunak sebanyak 22.600 ton, untuk produksi cangakang capsul (hard capsul) sebanyak 20.200 ton serta dalam dunia farmasi dan teknis sebanyak 12.000 ton dan 6.000 ton. Penggunaan gelatin dalam industri pangan sebesar 154.000 metrics ton, dimana penggunaan terbesar adalah industri konfeksioneri yaitu sebesar 68.000 ton selanjutnya untuk produk jelli sebanyak 36.000 ton. Untuk industry daging dan susu memiliki jumlah penggunaan gelatin yang sama yaitu sebesar 16.000 ton dan untuk kelompok produk low fat (semisal margarin) dan makanan fungsional(food supplement) memiliki kontribusi penggunaan gelatin yang sama yaitu sebesar 4.000 ton. Aplikasi sejumlah gelatin (254.000 metrics ton, 1999) pada industri pangan (60%) dannon pangan (40%),

dikontribusikan oleh gelain yang bersumber dari babi sebanyak 40% dan sapi (termasuk tulang dan kulit) sebesar 60%. Pada industri pangan jumlah penggunaan gelatin yang disumbangkan oleh babi sebesar 27% dan dari sapi sebesar 33%. Sedangkan untuk industri farmasi yang menggunakan gelatin yang berasal dari babi sebesar 7% dan yang berasl dari sapi sebesar 12%. Jika ditinjau dari selisih persentase kontribusi gealtin sapi dan babi dalam industri pangan maupun farmasi persentase tersebut bukan merupakan selisih yang cukup besar dibandingkan dengan presentase konsumen muslim yang hanya boleh menggunakan gelatin yang bersumber dari sapi. (Damanik, 2005). GELATIN DAN ALTERNATIFNYA Gelatin disebut miracle food disebabkan karena gelatin memiliki fungsi yang masih sulit digantikan dalam industri pangan maupun obat-obatan. Salah satu keunggulan yang paling terkenal adalah bisa memiliki sifat melting in the mouth. Ini sifat yang paling disukai oleh hampir semua pengusaha industri pangan. Namun demikian, tidak berarti gelatin sama sekali tidak bisa digantikan dalam industri pangan maupun farmasi. Penggunaan hidrokoloid yang bersumber dari tanaman sudah banyak dikembangkan dalam rangka menggantikan peran gelatin. Sungguhpun sejauh ini hasilnya tidak sesempurna gelatin, tapi sudah cukup memadai. Misalnya ada sebuah perusahaan permen chewy yang dulunya menggunakan gelatin, sekarang telah mendapat sertifikat Halal dari MUI setelah menggantikan gelatin dengan beberapa sumber hidrokoloid. Jadi, walaupun hasil akhirnya tidak mirip, peran gelatin dapat digantikan dengan mengkombinasikan beberapa sumber hidrokoloid. Dan penggunaannya bersifat aman dalam konteks kehalalan karena bersumber dari tanaman. Selain itu alternatif lain yangsaat ini masih terus dikembangkan adalah gelatin yang bersumber dari ikan. (Damanik, 2005). Gelatin Ikan Gelatin ikan dapat dilakukan pada beberapa contoh ikan, seperti ikan hiu. Ikan hiu merupakan salah satu jenis ikan pelagis bertulang rawan (Elasmobranchii). Salah satu contoh penelitian yang pernah dilakukan adalah untuk mengetahui efektifitas tulang ikan hiu sebagai sumber gelatin dan untuk mengetahui kualitas gelatin yang dihasilkan dari tulang ikan hiu dengan menggunakan pelarutasam dan basa. Gelatin tulang ikan hiu diekstraksi menggunakan asam. asetat 1,5% selama 12 jam dan NaOH 0,3% selama 48 jam. Gelatin tulang ikan hiu diekstraksi lebih

lanjut dengan air panas selama 2 jam pada suhu 800C. Parameter yang diukur untuk menguji kualitas gelatin tulang ikan hiu adalah kekuatan gel, viskositas, waktu gel mencair, kejernihan, pH, dan ujiorganoleptik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tulang ikan hiu mempunyai kadar gelatin 3,57-4,02 %, lebih rendah dibandingkan gelatin yang dihasilkan dari ikan pari dan sapi. Disamping itu, gelatin tulang ikan hiu mempunyai kekuatan gel 117,2-202,2 Bloom, dan viskositas 50-62,5 cP. Berdasarkan waktu mencair, gelatin tulang ikan hiu relatif lebih lama mencair (95 menit untuk tipe A dan 75 menit untuk tipe B) daripada gelatin komersial (55 menit). Tetapi memiliki tingkat kejernihan yang lebih rendah daripada gelatin komersial. Berdasarkan uji organoleptik, diketahui pula bahwa rasa, bau dan warna gelatin tulang ikan hiu kurang disukai bila dibandingkan dengan gelatin komersial. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa tulang ikan hiu kurang efektif untuk dijadikan sumber gelatin alternatif. Secara reologi gelatin tipe A lebih baik kualitasnya bila dibandingkan dengan gelatin tipe B dan komersil. Namun secara organoleptik gelatin tulang ikan hiu kurang cocok untuk diaplikasikan dalam produk makanan. (Prabowo,2005) Selain menggunakan ikan hiu, gelatin yang halal dapat juga diperoleh dari ikan tuna maupun ikan pari. Kadar lemak gelatin dari kulit cukup tinggi dikarenakan kandungan lemak dalam kulit tuna memang paling besar dibandingkan dengan tulang hiu maupun kulit pari. menurut Pelu et al. (1998), kandungan lemak dari kulit tuna mentah adalah sebesar 5,60%. Tingginya kadar lemak ini dikarenakan ikan tuna termasuk dalam jenis toleostei atau memiliki tulang sejati yang kadar lemaknya cenderung lebih besar dari pada jenis ikan elasmobranchii (bertulang rawan) seperti ikan hiu dan pari. Kisaran nilai kadar lemak ini cukup baik, karena sebagian besar tidak melebihi 5% yang merupakan batasan nilai maksimal untuk persyaratan mutu gelatin (Pelu et al., 1998). Untuk nilai kadar air gelatin sesuai standar mutu SNI tentang gelatin (1995), yaitu kadar air maksimal sebesar 16%. Kadar air gelatin dari ikan hiu/ cucut yang diekstrak melalui proses asam hasil penelitian Ismanadji dan Budiyanto (1997) sebesar 6,50%, gelatin yang diekstrak dari kulit ikan tuna dengan proses asam sebesar 6,45% (Pelu et al., 1998). Sedangkan menurut Chamidah dan Elita (2002), kadar air gelatin antara 8%-13%. Perbedaan jenis bahan baku ternyata dapat mempengaruhi kandungan air gelatin. Kadar air gelatin tulang hiu relatif lebih besar dari pada gelatin kulit pari, diikuti gelatin dari kulit tuna. Hal ini disebabkan kadar air bahan baku dari ketiga bahan tersebut berbeda.

Umumnya kadar garam gelatin yang terbuat dari ikan akan cukup tinggi. Hal ini dikarenakan jenis bahan baku yang digunakan merupakan ikan laut, dimana dalam produk perikanan hidup di daerah air asin (laut) sehingga menyebabkan kandungan garam organisme laut lebih besar dari pada yang hidup di darat. Nilai pH akan berpengaruh terhadap aplikasi gelatin. Gelatin dengan pH netral sangat baik untuk produk daging, farmasi, kromatografi, cat dan sebagainya. Sedangkan gelatin dengan pH rendah sangat baik untuk digunakan dalam produk juice, jelly, sirop dan sebagainya. Nilai pH gelatin ini sangat dipengaruhi oleh jenis larutan perendam yang digunakan untuk mengekstrak gelatin tersebut (Astawan dan Aviana, 2002). Berdasarkan standar mutu SNI (1995), gelatin diharapkan diharapkan memiliki nila pH mendekati netral (pH 7). Kadar protein gelatin standar yaitu sebesar 87,25% (SNI, 1995), dan gelatin komersial sebesar 85,99%. Sedangkan menurut Chamidah dan Elita (2002), kadar protein gelatin berkisar 91,27-93,45%. Perbedaan kadar protein dapat juga dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan (baik jenis binatangnya maupun jenis bagian yang diekstrak), juga proses ekstraksi yang dilakukan.

KERUPUK CEKER AYAM

Kerupuk ceker ayam memiliki kandungan protein dan lemak yang cukup tinggi. Kandungan protein dan lemak pada kerupuk ceker ayam dapat dilihat padatabel 1. Tabel 1. Komposisi protein kerupuk ceker ayam

Retnani (2000) menyatakan sebagian air yang terkandung dalam kerupuk ceker ayam hilang selama penggorengan dan digantikan minyak goreng yang diserapoleh kerupuk ceker ayam. Kerupuk ceker ayam bersifat mudah menyerap air sehingga penyimpanan dengan baik sangat diperlukan untuk mengurangi risiko ketengikan. Kadar abu merupakan komponen zat anorganik yang tidak terbakar dalam proses pembakaran (Winarno, 1995). Kerupuk ceker ayam memiliki kandungan abu yang lebih tinggi dibandingkan kandungan abu pada kerupuk kulit sapi yaitu pada kerupuk ceker ayam sebesar 4,19 dan pada kerupuk kulit sapi hanya sebesar 2,86 (Permana, 1999). Kulit ceker ayam yang tipis membuat garam mudah meresap kedalam kulit yang akan mempengaruhi persentase kadar abu (Retnani, 2000). Kandungan protein kerupuk ceker ayam berkisar antara 38,65 - 41,70%. Protein pada kerupuk ceker ayam sebagian besar terdiri dari kolagen. Kolagen memiliki tingkat kecernaan yang rendah. Namun demikian, kolagen mengandung asam amino prolin dan hidroksiprolin yang sangat berperan dalam pertumbuhan makhluk hidup. Kerupuk ceker ayam memiliki kandungan lemak yang cukup tinggiyaitu 49,52 52,41 %. Penyerapan minyak selama proses penggorengan dapat meningkatkan kandungan lemak pada kerupuk ceker ayam (Retnani, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Chamidah, A. dan C. Elita. 2002. Pengaruh Proses Pengolahan Terhadap Kualitas Gelatin Ikan Hiu. Seminar Nasional PATPI. Malang 30-31 Juni 2002. Damanik, A. 2005. Gelatin 2001. Jakarta

Kulit

Halal, Gelatin Haram. Jurnal Halal LP POM MUI. No.36 Maret

Pelu, H., S. Herawati dan E. Chasanah. 1998. Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna (Thunnus sp.) melalui Proses Asam. Jurnal Penelitian Perikanan IndonesiaVol. IV No. 2 Tahun 1998. Jakarta Permana, A.W. 1999. Perbandingan cara pengolahan, rendemen, dan mutu kerupuk kulit sapi (Bos indicus) dan kerbau (Bus bubalus) produk perusahaan. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prabowo, 2005. Kualitas Gelatin Tulang Ikan Hiu (Carcharhinus sp ) dengan pelarut Asam dan Basa. Laporan Skripsi, Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta. SNI. 063735. 1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Mutu Pangan. Jakarta Winarno, F.G, 1995. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak SapihanPengadaan dan Pengolahannya. Diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai