Anda di halaman 1dari 30

TUGAS ILMU BAHAN MAKANAN II

PEMANFAATAN TERIPANG GAMA


SEBAGAI MAKANAN FUNGSIONAL KANKER

DISUSUN OLEH
ERIKA MELINDA PUTRI (190400603)
NOVITA FAUZIAH PUTRI (190400540)
RAMA BEKA SARIY MZ (190400541)

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDY S1 ILMU GIZI
UNIVERSITAS ALMA ATA
TP 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Ilmu
Bahan Makanan II yang bertema tentang makanan fungsional untuk penyakit kanker.
Dalam penyelesaian tugas ini penyusun mendapat materi dari berbagai sumber
jurnal.Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca atau dosen
pembimbing mata kuliah ilmu bahan makanan agar dapat membantu perbaikan
selanjutnya.

Yogyakarta, 18 Januari 2020


Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................
B. Tujuan Penelitian...........................................................................................
1. Tujuan umum ................................................................................... . .
2. Tujuan khusus .................................................................................. . .
BAB II ISI
A. Morfologi dan Anatomi Teripang Gama (Stichopus variegatus)................
B. Biologi Teripang..........................................................................................
C. Potensi Teripang..........................................................................................
D. Klasifikasi Teripang....................................................................................
E. Komposisi Gizi Teripang.............................................................................
F. Komponen Bioaktif Teripang......................................................................
G. Mekanisme Teripang Sebagai Pangan Fungsional Antikanker...................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prevalensi penyakit kanker diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan


perubahan pola konsumsi pangan. Konsumsi pangan merupakan faktor risiko penyebab
penyakit kanker yang dominan dibandingkan faktor genetik (WHO 2013). Prevalensi
kanker sebenarnya dapat dihindari melalui konsumsi pangan nabati utuh alami sebagai
salah satu alternatif pencegahan dan pengobatan penyakit tersebut (Zakaria 2015), atau
dengan pangan fungsional. Pangan fungsional yang berasal dari bahan alami banyak
digunakan dalam pemeliharaan kesehatan secara tradisional, pencegahan dan pengobatan
kanker (Zakaria 2015; WHO 2013). Pangan fungsional merupakan pangan alami (sebagai
contoh, buah- buahan dan sayur-sayuran) atau pangan olahan yang mengandung
komponen bioaktif sehingga dapat memberikan dampak positif pada fungsi metabolisme
manusia (Wildman 2001).
BPOM (2005) juga menyatakan bahwa pangan fungsional adalah pangan yang
secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang
berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap memiliki fungsi fisiologis tertentu yang
bermanfaat bagi kesehatan. Sumber pangan fungsional sangat melimpah di Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan mega-biodiversity akan sumber daya
hayati dari laut, salah satunya adalah teripang gama Stichopus variegatus (S.variegatus).
Produksi teripang di Indonesia diketahui sejak dasawarsa cenderung meningkat dengan
rata-rata peningkatan pada tahun 2003-2004 sebesar 51.37% (DKP 2006). Perdagangan
teripang saat ini telah meluas terutama Hongkong dan Singapura, dua negara tersebut
merupakan pusat perdagangan ekspor teripang dunia. Produksi teripang di Indonesia
dewasa ini umumnya berasal dari hasil tangkapan dan usaha budidaya. Usaha budidaya
yang dilakukan sebagian besar terbatas kepada budidaya pembesaran yang dilakukan di
habitat alami atau tambak-tambak.
Teripang gama merupakan salah satu fauna laut yang sedang dikembangkan,
walaupun teripang jenis ini termasuk golongan teripang bernilai ekonomis rendah dan
makanan inferior. Teripang merupakan makanan laut kaya akan protein. Hasil penelitian
Nurjanah (2008) mengungkapkan bahwa protein teripang pasir sebesar 38.96% bk (basis
kering, bk). Teripang juga mengandung asam lemak tidak jenuh, asam amino esensial,
kolagen, vitamin E, serta zat-zat mineral seperti kromium, besi, kadmium, mangan, nikel,
kobalt, dan seng. Kandungan asam lemak tidak jenuh dalam teripang seperti EPA (asam
eikosopentaenoat) dan DHA (asam dekosaheksaenoat) merupakan jenis asam lemak yang
dikenal berperan penting sebagai agen penyembuh luka, anti thrombotik, memperlambat
proses degenerasi sel, mengurangi resiko penyakit jantung, stroke, dan memperlambat
proses penuaan (Bordbar et al. 2011; Maziar et al. 2012).
Penelitian yang telah dilakukan di Malaysia membuktikan khasiat teripang
sebagai agen-hipertensi (Maziar et al. 2012). Selain itu, hidrolisat protein dari Holothuria
scabra J. memiliki daya hipoglikemik (Karnila 2012), penstimulus sistem imun dari
glikosida triterpen dan asam amino (Qin et al. 2008). Teripang mengandung senyawa
bioaktif dalam jumlah cukup, seperti glikosida triterpen (saponin), kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, polisakarida sulfat, sterol, fenolik, peptida, kolagen, serbrosida, dan
lektin. Protein teripang yang dihasilkan dari dinding tubuh kaya akan glisin, asam
glutamat dan arginin. Glisin dapat merangsang produksi dan pelepasan IL-2 dan antibodi
sel B sehingga berkontribusi untuk meningkatkan fagositosis. Glisin dan asam glutamat
merupakan komponen esensial bagi sel untuk mensintesis glutathione yang dapat
merangsang aktivasi dan proliferasi sel NK. Arginin dapat meningkatkan imunitas sel
dengan cara merangsang aktivasi dan proliferasi sel T (Bordbar et al. 2011).
Penelitian Ogushi et al. (2005) menunjukkan fraksi molekul besar dari ekstrak air
panas teripang, Stichopus japonicus, dapat menghambat pertumbuhan sel
adenocarcinoma kolon manusia pada dosis tertentu. Penelitian lanjutan dari Ogushi et al.
(2006) menyatakan bahwa ekstrak Stichopus japonicus dapat menurunkan pertumbuhan
sel Caco-2 melalui induksi apoptosis. Selain itu, hasil purifikasi saponin sulfat dan
glikosida triterpen dari teripang juga bisa sebagai agen antitumor dan antiangiogenik
(Tian et al. 2005; Tong et al. 2005). Penelitian dari Pan et al. (2012) menunjukkan
hidrolisat teripang Stichopus japonicus dari hasil hidrolisis menggunakan enzim saluran
pencernaannya, memiliki aktivitas penangkapan radikal hidroksil dengan aktivitas
tertinggi pada fraksi protein dengan berat molekul antara 1 sampai 5 kDa, sehingga
teripang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional.
Pemanfaatan teripang sebagai pangan fungsional dapat dilakukan dengan cara
dikonsumsi langsung atau diolah sehingga nilai tambah teripang gama meningkat, seperti
penelitian Azam dan Jyanti (2013) yang mengolah teripang Holothuria sp menjadi
produk pangan berupa biskuit dan selai. Teripang umumnya mengalami proses
pengolahan sebelum dikonsumsi untuk pengawetan dan menghilangkan toksisitasnya.
Toksin (racun) pada kelompok teripang dari filum Echinodermata, kelas Holothuriiodea
adalah golongan oligoglikosida triterpen yang memiliki satu atau beberapa kelompok
sulfat dalam gugus karbohidrat (Stonik et al. 1999). Senyawa toksin tersebut bersifat larut
air, dan konsentrasi racunnya banyak terdapat pada daging dibandingkan kulit (Rao et al.
1985).
Laporan masyarakat di Sri Lanka juga menyebutkan bahwa setelah konsumsi
teripang, mereka mengalami gejala muntah dan pusing meskipun tidak ada korban jiwa
(James 2010). Hasil penelitian dari Ridzwan et al. (2014) menyatakan bahwa ada
perubahan tingkah laku pada mencit yang diberikan ekstrak air Holothuria atra secara
intraperitoneal. Pada dosis tertinggi ditemukan distorsi polyhedral hepatosites dengan
sitoplasma yang melebar, piknotik, kariorhesis dan kariolitik nukleus. Pada pemberian
ekstrak air dari Holothuria atra, mencit menjadi hipoaktif dengan LD50 pada dosis 41
mg/kgBB.
Teripang gama layak untuk dikembangkan sebagai bahan pangan fungsional, obat
herbal, ataupun pengembangan lainnya dengan informasi bahwa adanya komponen
pangan teripang yang telah diisolasi dan diidentifikasi dapat memberikan kontribusi bagi
kesehatan, baik pencegahan maupun penghambatan penyakit kanker. Salah satunya
adalah peptida bioaktif yang didefinisikan sebagai komponen makanan alami atau
dihasilkan melalui proses enzimatis. Peptida ini dihasilkan selama proses pencernaan atau
pengolahan makanan dari protein hewani maupun tumbuhan (Guadalupe et al. 2012).
Pada penelitian ini, teripang gama dibuat tepung teripang dengan menggunakan
oven vakum. Penggunaan oven vakum dinilai lebih ekonomis untuk skala industri
menggantikan pengeringan beku yang selama ini digunakan dalam proses pengolahan
bahan untuk tujuan sebagai bahan baku produk kesehatan. Sebelum dikembangkan,
tepung teripang diuji efek khasiat bagi kesehatan secara in vitro, dan keamanannya untuk
dikonsumsi yang melibatkan hewan uji untuk melihat ada atau tidak efek samping yang
merugikan.
Uji efek negatif tepung teripang diperlukan jika dikonsumsi setiap hari, baik
secara akut (dosis tunggal) maupun subkronis (dosis berulang dalam jangka waktu
tertentu). Pengujian ini dilakukan mengingat tepung dibuat dari campuran daging dan
kulitnya. Beberapa parameter yang diamati seperti pengamatan fisik, perubahan tingkah
laku hewan coba, ada tidaknya kematian hewan coba akibat pemberian ekstrak air tepung
teripang, biokimia serum darah; dan ada tidaknya gejala kerusakan hati, ginjal serta limfa.
Informasi potensi khasiat tepung teripang gama sebagai sumber bahan pangan
fungsional antikanker dan antioksidan masih terbatas. Komponen bioaktif teripang masih
memiliki khasiat jika diproses dengan oven vakum, baik diekstrak dengan pelarut air
maupun dihidrolisis dengan enzim pencernaan, yaitu pepsin, tripsin dan kimotripsin
secara bertahap. Oleh karena itu, pengujian daya penghambatan tepung teripang
dilakukan terhadap sel kanker kolon WiDr, sel kanker payudara T47D dan sel normal
Vero secara in vitro, serta kemampuan induksi apoptosis melalui sediaan ekstrak air (EA)
dan hidrolisat protein (HP). Data penelitian berupa aktivitas antioksidan, antikanker, dan
karakteristik kimia lainnya dapat dijadikan sebagai dasar informasi ilmiah untuk
pengembangan tepung teripang gama asal Indonesia sebagai bahan pangan fungsional.

A. Perumusan Masalah
Prevalensi penyakit kanker diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan
perubahan pola konsumsi pangan. Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor risiko
dominan penyebab penyakit kanker. Prevalensi kanker sebenarnya dapat dihindari
melalui konsumsi pangan fungsional, yaitu pangan alami utuh atau pangan olahan yang
mengandung komponen bioaktif sehingga dapat memberikan dampak positif bagi
kesehatan manusia. Teripang gama layak untuk dikembangkan sebagai pangan
fungsional, salah satunya adalah peptida bioaktif sebagai komponen bioaktif dari teripang
yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh. Berdasarkan hasil laporan penelitian menyebutkan
bahwa toksin pada teripang gama bersifat larut air, dan ditemukan pada bagian kulit dan
dagingnya. Pada penelitian ini, tepung teripang gama dibuat dari campuran kulit dan
daging dengan menggunakan oven vakum. Sebelum dikembangkan, tepung teripang akan
diuji yang melibatkan in vitro dan hewan uji untuk melihat ada atau tidak efek samping
yang merugikan dan efek khasiat bagi kesehatan.
Permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah karakteristik tepung
teripang gama yang dibuat menggunakan oven vakum. Komponen bioaktif teripang
masih memiliki khasiat jika diproses dengan oven vakum, baik diekstrak dengan pelarut
air maupun dihidrolisis dengan enzim pencernaan, yaitu pepsin, tripsin dan kimotripsin
secara bertahap. Oleh karena itu, pengujian daya penghambatan ekstrak air (EA) dan
hidrolisat protein (HP) dari tepung teripang dilakukan terhadap sel kanker kolon WiDr,
sel kanker payudara T47D dan sel normal Vero secara in vitro, kemampuan induksi
apoptosis, aktivitas antioksidan, dan karakteristik kimia seperti komposisi proksimat,
profil asam amino total, total fenol, berat molekul, gugus fungsional dari keduanya belum
diketahui, serta tepung teripang gama (Stichopus variegatus) sebagai bahan pangan
fungsional belum diketahui keamanannya untuk dikonsumsi.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan umum untuk mempelajari aspek potensi khasiat


fisiologis bagi kesehatan tubuh dari ekstrak air dan hidrolisat protein tepung teripang
gama (Stichopus variegatus) serta keamanan untuk dikonsumsi sebagai bahan
pangan fungsional.

2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui komponen kimia yang terdapat pada tepung teripang gama
b) Mengetahui aktivitas antioksidan ektrak air dan hidrolisat dari tepung teripang
gama
c) Mengetahui potensi daya penghambatan ektrak air dan hidrolisat dari tepung
teripang gama terhadap sel kanker kolon WiDr, sel kanker payudara T47D dan sel
normal Vero secara in vitro, serta kemampuan induksi apoptosis.
d) Mengetahui keamanan konsumsi melalui uji akut ekstrak air tepung teripang
dengan berbagai dosis terhadap karakteristik fisik dan tingkah laku mencit
BALB/c.
e) Mengetahui keamanan konsumsi melalui uji subkronis ekstrak air tepung teripang
dengan berbagai dosis terhadap karakteristik fisik dan tingkah laku, profil serum,
histologi organ hati,ginjal dan limfa mencit BALB/c.

C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan suatu informasi ilmiah tentang potensi
aktivitas antioksidan serta kemampuan penghambatan terhadap sel kanker WiDr, sel
T47D, dan sel Vero dari ekstrak air dan hidrolisat protein dari tepung teripang gama,
serta uji akut dan subkronis pada mencit BALB/c. Semua data tersebut bisa menjadi
rujukan potensi khasiat pangan fungsional dan keamanan konsumsi dari tepung teripang
gama (Stichopus variegatus) sehingga diharapkan adanya peningkatan nilai tambah dari
teripang gama melalui pengembangan pangan fungsional berbasis teripang gama.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap penelitian, yaitu 1) tahap karakterisasi
tepung teripang gama, sediaan ekstrak air dan hidrolisat tepung teripang; 2) tahap
pengujian tepung teripang dalam menghambat sel kanker WiDr, T47D dan sel Vero
secara in vitro dan aktivitas antioksidannya; dan 3) tahap pengujian keamanan konsumsi
tepung teripang gama melalui uji akut dan subkronis pada mencit BALB/c.
Rincian bagan alir ruang lingkup penelitian ditunjukkan pada
Gambar 1.

Tahap I

Teripang gama

Campuran kulit dan daging

Tepung teripang

Ekstrak air dan hidrolisat tepung teripang

Tahap II Tahap III


Pengujian potensi antioksidan Pengujian keamanan konsumsi
dan anti kanker (in vitro) secara in vivo
- Analisis kadar proksimat Pengujian keamanan
- Aktivitas antioksidan konsumsi secara akut
- Analisis in vitro pada sel kanker dan subkronis terhadap
WiDr, T47D dan sel Vero tepung teripang melalui
- Profil asam amino sediaan ekstrak air pada
- Total fenol mencit jantan BALB/c

- Berat molekul secara oral, analisis


gejala klinis, biokimia
- Analisis gugus fungsional
serum darah dan
histologi hati, ginjal, dan
limfa.

Pengujian keamanan konsumsi secara akut dan subkronis


terhadap tepung teripang melalui sediaan ekstrak air pada mencit
jantan BALB/c secara oral, analisis gejala klinis, biokimia serum
darah dan histologi hati, ginjal, dan limfa.

B. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Morfologi dan Anatomi Teripang Gama (Stichopus variegatus)


Teripang adalah hewan tidak bertulang belakang dengan tubuh berbentuk silinder
memanjang dengan garis oral dan aboral sebagai sumbu yang menghubungkan bagian
anterior dan posterior. Bentuk tersebut menyerupai mentimun sehingga teripang dikenal
dengan nama mentimun laut (sea cucumber). Mulut dan anus terletak di ujung poros
berlawanan, yaitu mulut di anterior dan anus di posterior, di sekitar mulut teripang
terdapat tentakel yang dapat dijulurkan dan ditarik dengan cepat. Tentakel merupakan
modifikasi kaki tabung yang berfungsi untuk menangkap makanan (Fechter,1969).

Menurut Chantal dan Maria (2006), teripang terbagi kedalam 3 kategori


berdasarkan nilai komersialnya, yaitu nilai komersial tertinggi (Holothuria juscogilva,
Holothuria scabra, dan Holothuria scabra versicolor), nilai komersial menengah
(Actinopyga echinites, Actinopyga miliaris dan Thelenota ananas), dan nilai komersial
rendah (Holothuria atra, Holothuria juscopunctata, Stichopus Choloronotus, dan
Stichopus variegatus). Teripang Stichopus variegatus dikenal dengan nama duri, kasur,
taikokong, curryfish/yellow meat, anjing, kapok dan gama. Teripang umumnya dikenal
sebagai gamat, umumnya dikenal sebagai beche-de-mer, atau gamat yang telah lama
digunakan sebagai obat dan makanan oleh orang Asia dan Timur Tengah. Namun spesies
teripang dijual dengan nilai ekonomi yang tinggi dan hanya ditemukan dari family
Aspidochirotae genus Holothuria, Muellaria, dan Stichopus. Selain itu, genus Holothuria,
Muellaria, dan Stichopus hanya ditemukan di laut Indonesia (Chasana., et.al. 2014).

Tubuh teripang gama memiliki warna coklat kehijauan dengan garis hitam
terputus-putus mengelilingi tuberkel di seluruh permukaan dorsal; kulit tebal dan keras;
di permukaan ventral terdapat garis-garis hitam yang hampir memenuhi permukaan.
Papila tersebar tidak teratur; sangat pendek dan berwarna abu-abu, ujung tumpul dan
berwarna hitam, dasar munculnya papila berukuran besar. Pada awetan alkohol, spesimen
dari Stichopus varigatus (S. vastus) memiliki bentuk dan warna tubuh yang sangat mirip
dengan teripang jenis Stichopus herrmanni dan Stichopus quadrifasciatus. Penyebarannya
meliputi Indonesia, Papua Nugini, Kepulauan Palau, Mikronesia, dan Australia (Tuwo
2004).

B. Biologi Teripang

Habitat atau tempat hidup teripang adalah ekosistem terumbu karang. Di


Indonesia teripang pada umumnya menghuni daerah litoral dan perairan pantai dengan
kedalaman sekitar 1-40 meter. Pada stadia muda, habitat teripang berada di perairan yang
dangkal, sedangkan pada stadia dewasa berada di perairan yang lebih dalam. Teripang
umumnya menempati ekosistem terumbu karang dengan perairan yang jernih, bebas dari
polusi, air relatif tenang dengan mutu air cukup baik. Habitat yang ideal bagi teripang
adalah air laut dengan salinitas 29-33% yang memiliki kisaran pH 6.5-8.5, kecerahan air
50-150 cm, kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm dan suhu air laut 20-25 oC (Tuwo 2004).
Makanan teripang umumnya terdiri dari atas partikel organik yang terdapat pada dasar
pasir dan atau lumpur. Makanan utama teripang pada semua habitat adalah detritus, dan
zat organik dalam pasir, sedangkan plankton, bakteri dan biota mikroskopis adalah
makanan pelengkapnya (Fechter, 1969).

Cara makan teripang menggunakan tentakel, yaitu dnegan cara tentakel tersebut
dijulurkan ke dalam pasir di sekitar mulut tersebut kemudian ditarik ke dalam rongga
mulut. Cara makan tersebut menunjukkan bahwa teripang termasuk ke dalam biota yang
bersifat deposit feeder atau pemakan endapan, karena kemampuan teripang untuk
menangkap plankton sangat terbatas (Azis, 1997). Teripang termasuk jenis hewan
dioecious atau berumah dua, artinya setiap individu hanya memiliki satu jenis kelamin
(satu organ seksual). Namun demikian sangat sulit membedakan jenis kelamin secara
morfologis, sehingga untuk membedakannya harus dilakukan pembedahan untuk diambil
organ kelaminnya.

Siklus hidup teripang diawali dengan terbentuknya telur-telur teripang berbentuk


bulat berwarna putih bening berukuran 177 mikron, setelah fertilisasi telur-telur ini
mengalami pembelahan sel menjadi 2 sel, 4, sel, 8 sel hingga multi sel. Ukuran rata-rata
sel tersebut sekitar 194 mikron, selang 10-12 jam kemudian akan membentuk stadium
gastrula yang berukuran antara 390,5-402,35 mikron. Setelah lebih dari 32 jam telur akan
menetas menjadi larva dan membentuk stadium auricularia yang terbagi menjadi stadium
awal, tengah dan akhr. Ukuran larva teripang pada stadium ini rata-rata antara 812,5-
987,1 mikron. Selama stadium auricularia awal sampai menjelang stadium akhr, larva
lebih banyak hidup dipermukaan air. Sekitar 10 hari kemudian. Larva berkembang
membentuk stadium doliolaria. Pada stadium ini larva berbentuk lup, mempunyai sabuk
dan dua tentakel yang menjulur ke luar. Larva dengan ukuran antara 614,78-645,7
mikron ini dapat bergerak cepat ke depan. Bagain badan belakang berbentuk cincin datar.
Pada setiap sudut terdapat lima kelompok cilia (bulu getar). Stadium auricularia dan
doliolaria bersifat planktonis. Selanjutnya tiga belas hari kemudian doliolaria ke stadium
pentaculata. Larva bewarna coklat kekuningan dengan panjang antara 1000-1200 mikron.

C. Potensi Teripang

Potensi penyebaran teripang dari perikanan tangkap di Indonesia diketahui cukup


besar, yaitu 184.631 ton pada tahun 2004 (DKP 2006). Daerah penghasil utama teripang
adalah perairan pantai Sulawesi Tengah, perairan pantai NTT dan Sulawesi Selatan.
Produksi teripang di Indonesia diketahui sejak dasawarsa cenderung meningkat dengan
rata-rata peningkatan pada tahun 2003-2004 sebesar 51.37% (DKP 2006). Perdagangan
teripang saat ini telah meluas, terutama 7 Hongkong dan Singapura, yang merupakan dua
negara pusat perdagangan ekspor teripang dunia. Teripang kering telah diolah dan
diperdagangkan di USA, Kanada, Eropa, Taiwan, Republik Korea, Cina, Australia,
Malaysia, Thailand dan beberapa negara lain. Produksi teripang di Indonesia dewasa ini
umumnya berasal dari hasil tangkapan dan usaha budidaya. Usaha budidaya yang
dilakukan sebagian besar terbatas kepada budidaya pembesaran yang dilakukan di habitat
alami atau tambak-tambak. Menurut Tuwo (2004) terdapat empat daerah penting tempat
budidaya teripang, yaitu Papua (378 ton bobot basah/tahun), Sulawesi Tengah (200 ton),
Sulawesi Tenggara (3 ton), dan Kalimantan Timur (1 ton). Teripang muda dengan ukuran
dan bobot tertentu yang dipelihara selama 8-10 bulan akan menghasilkan teripang yang
siap panen dengan ukuran komersial. Budidaya terpadu yaitu mulai dari pembenihan,
pemeliharaan sampai pemanenan telah dirintis oleh Sub Balai Budidaya Laut di
Lampung, akan tetapi sampai saat ini masih dalam taraf penelitian.

D. Klasifikasi Teripang

Klasifikasi teripang pasir menurut Wibowo et al. (1997) dan Martoyo et al. (2004)
adalah: Filum Echinodermata, Sub-filum Echinozoa, Kelas Holothuroidea, Sub-kelas
Aspidochirotda, Ordo Aspidoochirota dan Dendrochirota, Famili Aspidochirotae dan
Holothuridae, Genus Holothuria, Stichopus, Thelonota, Actinopyga, dan Muelleria.
Genus Holothuria terdiri dari 6 spesies yaitu Holothuria scabra, Holothuria edulis,
Holothuria argus, Holothuria vacabunda, Holothuria impatiens, dan Holothuria
marmorata. Untuk genus Stichopus terdiri dari 3 spesies yaitu Stichopus variegatus,
Stichopus ananas, Stichopus chloronatus. Sedangkan genus Muelleria hanya memiliki
satu spesies yaitu Muelleria lecanora.

Jenis teripang yang sudah dibudidayakan adalah teripang pasir. Daerah yang
sudah membudidayakan teripang tersebut antara lain Sulawesi Tenggara, Lampung, dan
Nusa Tenggara Barat. Teripang dipelihara di laut dengan sistem “pen” (kurungan) atau
dapat juga dipelihara di dalam kolam air laut (tambak). Kendala yang dihadapi adalah
belum tersedianya benih teripang. Walaupun pembenihan teripang sudah berhasil
dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung, namun hasilnya
belum dapat dilakukan secara massal. Saat ini benih teripang untuk budidaya masih
diperoleh dari hasil penangkapan di alam (Murdjiyo, 1997).

Jenis-jenis teripang di Indonesia


No. Jenis/Spesies Nama Daerah
1 Holothuria scraba Teripang pasir putih
2 H. nobilis Teripang koro/susu hitam
3 Thelonata ananas Teripang nanas putih
4 H. fuscogilva Teripang susu putih
5 Stichopus variegatus Teripang gama
6 Actinopyga lecanora Teripang batu
7 A. Milliaris Teripang lontong
8 H. edulis Teripang merah
9 H. leucospilota Teripang hitam
10 H. atra Teripang keling
Sumber : Darsono (2015)

E. Komposisi Gizi Teripang

Teripang merupakan bahan makanan yang cukup mengandung gizi. Teripang


merupakan sumber protein yang sangat baik. Kandungan protein pada teripang kering
adalah 82 g per 100 g dengan nilai cerna yang tinggi. Dari jumlah itu sekitar 80% -nya
berupa kolagen. Kolagen berfungsi sebagai pengikat jaringan dalam pertumbuhan tulang
dan kulit. Dalam pertumbuhan tulang, suplemen kalsium saja tidak cukup karena tulang
terdiri dari kalsium fosfat dan kolagen. Tanpa adanya kolagen tulang akan menjadi rapuh
dan mudah pecah (Astawan, 2008). Teripang diketahui bermanfaat sebagi bahan baku
obat karena banyak mengandung senyawa bioaktif. Beberapa senyawa yang telah
berhasil diekstrak adalah saponin, teriperten glikosida, chondroitin sulphate, neuritogenic
gangliosides, 12methyltetradecanoic acid (12-MTA), dan lektin (Matranga, 2005).
Protein pada teripang mempunyai asam amino yang lengkap, baik asam amino essensial
maupun asam amino non essensial.

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa zat gizi yang terkandung dalam teripang
antara lain protein 6,16%, lemak 0,54%, karbohidrat 6,41% dan kalsium 0,01% (kondisi
segar kadar air 86,73%), teripang kering mempunyai kadar protein tinggi yaitu 82%
dengan kandungan asam amino yang lengkap, dan asam lemak jenuh yang penting untuk
kesehatan jantung. Selain itu teripang juga mengandung phosphor, besi, yodium, natrium,
vitamin A dan B (thiamin, riboflavin dan niacin) (Wibowo et al., 1997). Sedangkan
menurut Ibrahim (2003) cairan dan tubuh teripang mengandung protein lebih dari 44%,
karbohidrat antara 3-5% dan lemak 1,5%. Sedangkan Martoyo et al. (2000) menyatakan
bahwa kandungan gizi teripang kering adalah protein 82%, lemak 1,7%, air 8,9%, abu
8,6% dan karbohidrat 4,8%. Menurut Departemen Obat dan Makanan Amerika Serikat
(USDA), teripang memiliki kandungan gizi yang lengkap, antara lain 9 jenis karbohidrat,
59 jenis asam lemak, 19 jenis asam amino, 25 komponen vitamin, 10 jenis mineral, dan 5
sterol.

Kandungan gizi teripang kering adalah protein 82%, lemak 1.7%, air 8.9%, abu
8.6% dan karbohidrat 4.8%. Teripang juga mengandung fosfor, besi, iodium, natrium,
vitamin A dan B (thiamin, riboflavin dan niasin ). Ekstrak dinding tubuh Stichopus
variegatus tersusun dari 37% asam amino, 21% hidrokarbon, 16% ester, serta campuran
fenol, alkohol dan senyawa tak diketahui berada pada konsentrasi rendah (Patar et al.
2012).

Dibanding ikan lainnya, kadar lemak teripang relatif rendah yaitu 1,7 g/100 g
teripang kering, tetapi cukup kaya akan asam lemak omega-3. dengan demikian, daging
teripang aman dikonsumsi oleh mereka yang memiliki kadar kolesterol serum tinggi.
Mineral dominanpada teripang adalah natrium, kalsium, kalium, fosfor dan besi
(Astawan, 2008). Kandungan gizi teripang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Komponen asam amino dari teripang juga memiliki fungsi dalam regulasi imun.
Sebagian besar (70%) dari protein dinding tubuh teripang terdiri dari kolagen (Saito et al.
2002). Kolagen dikenal sebagai komponen jaringan ikat, yang lebih lanjut dapat diubah
menjadi gelatin sehingga mampu bertindak sebagai zat bioaktif fungsional. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa serangkaian zat bioaktif dalam teripang berpotensi
meningkatkan immunitas, antikanker dan antikoagulasi (Bordbar et al. 2011).
F. Komponen Bioaktif Teripang

Pemanfaatan dan penelitian tentang penggunaan teripang dimulai sejak lama.


Etnis Cina mengenal teripang sebagai makanan berkhasiat medis sejak dinasti Ming
(Wibowo et al., 1997). Bahan bioaktif dalam teripang juga dikenal sebagai antioksidan
yang membantu mengurangi kerusakan sel dan jaringan tubuh. Kandungan antibakteri
dan antifungi teripang dapat meningkatkan kemampuannya untuk tujuan perawatan kulit.
Teripang juga diketahui mempuyai efek antinosiseptif (penahan sakit) dan anti inflamasi
(melawan radang dan mengurangi pembengkakan) (Wibowo et al., 1997).

Teripang telah lama dimanfaatkan sebagai makanan dan obat oleh masyarakat
Asia dan Timur Tengah.6 Di Asia Tenggara teripang dan produknya digunakan sebagai
makanan suplemen dan obat berbagai macam penyakit. Teripang, apabila dikonsumsi
secara teratur dapat mengurangi resiko hipertensi, asma, menyembuhkan luka dalam dan
kanker (Sulastri., et.al. 2014). Ekstrak air dan hidrolisat protein diuji potensi antioksidan
dan penghambatan terhadap sel kanker kolon, sel payudara, sel normal secara in vitro,
dan kemampuan induksi apoptosis.

Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh sel abnormal jaringan tubuh yang
tumbuh dan berkembang dengan cepat serta tak terkendali. Pengobatan penyakit kanker
yang selama ini dilakukan adalah pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi
(Van de Velde 1999). Biaya kemoterapi dan pengobatan kanker tinggi namun tingkat
keberhasilan terapi yang belum optimal, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
mengkaji dan menemukan obat baru yang lebih efektif dan selektif. Pemanfaatan teripang
terutama Holothuria atra sebagai antikanker belum banyak dilakukan (Nursid., et.al.
2017). Teripang adalah hewan invertebrata laut yang merupakan anggota hewan
berkulit duri (Echinodermata) memiliki potensi ekonomi yang cukup besar karena
mengandung berbagai bahan yang bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai sumber
protein hewani, obat luka dan anti inflamasi. Teripang diketahui bermanfaat sebagi bahan
baku obat karena banyak mengandung senyawa bioaktif (Gianto., et.al. 2017).

Penggunaan teripang sebagai antiseptik tradisional dan obat serba guna sudah
dikenal sejak 300 tahun yang lalu pada masyarakat Pulau Langkawi, yaitu sebuah pulau
kecil di Semenanjung Malaya. Biasanya, air sari teripang diminumkan kepada wanita
sehabis melahirkan untuk menghentikan pendarahan dan mempercepat proses
penyembuhan luka khitan pada anak laki-laki masyarakat Pulau Langkawi. Namun air
sari teripang ini masih memiliki kelemahan, seperti warna tidak menarik, dan berbau
tidak sedap. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa teripang memiliki khasiat lain
yaitu dapat melancarkan peredaran darah dalam tubuh, mencegah penyumbatan
kolesterol pada pembuluh darah, melancarkan fungsi ginjal, meningkatkan kadar
metabolisme, membantu arthritis, diabetes mellitus dan hipertensi serta mempercepat
penyembuhan luka, baik luka luar maupun luka dalam.

Beberapa senyawa bioaktif yang dikandung teripang yaitu teripang Stichopus


japonicus mengandung enzim arginin kinase (Guo et al., 2003), teripang Holothuria
glaberrina mengandung serum amyloid A (Cardona et al., 2003), teripang Stichopus
mollis mengandung glikosida (Moraes et al., 2004), dan teripang Stichopus japonicus
mengandung fucan sulfat sebagai penghambat osteoclastogenesis (Kariya et al., 2004).

Kaswandi et al. (2000) dan Lian et al. (2000) melaporkan bahan aktif yang
dihasilkan Holothuria sp. sebagai antibakteri dan antifungi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bahan aktif dari teripang Holothuria tubolosa tersebut dapat menghambat
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Disamping mengandung antibakteri, teripang
juga mengandung berbagai asam lemak tak jenuh seperti linoleat, oleat, eikosa
pentaenoat (EPA), dan docosaheksaenoat (DHA).

Putri (2002) menujukkan hasil penelitian ekstraksi komponen antibakteri dari


teripang (Holothuria vacabunda) cukup efektif menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli, Vibrio damsela, Vibrio harveyi, Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio
charcariae. Ekstrak teripang juga menujukkan aktivitas antiprotozoa dan penghambatan
pertumbuhan sel tumor (Firth, 1974). Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah
dilakukan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa teripang mengandung berbagai
komponen bioaktif yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia.

Teripang juga mengandung antioksidan berupa saponin glikosida. Komponen ini


mempunyai stuktur yang serupa dengan senyawa aktif ginseng dan ganoderma. Senyawa
anti kanker berupa terperoid, protein, saponin, dan polisakarida juga terdapat di dalam
teripang. Hasil penelitian menunjukkan teripang mengandung senyawa aktif triterpen
glikosida yang dapat menghambat pertumbuhan tumor pada sel limfoid, sel tumor paru
manusia, sel tumor servix, dan melanoma tikus pada kisaran konsentrasi 0,38–0,46
mg/ml (Fitriani, 2006). Teripang juga dilaporkan mengandung lektin yaitu suatu protein
atau glikoprotein non-imunogenik yang dapat menghambat pertumbuhan kanker.
Senyawa tersebut pada konsentrasi 50 µg dapat menggumpalkan dan membunuh sel
kanker.

G. Mekanisme Teripang Sebagai Pangan Fungsional Antikanker

Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian tidak hanya di negara
maju, karena 64% kasus kematian terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
Kasus kanker diperkirakan 15 juta pada tahun 2020, mortalitas ± 12 juta jiwa (Jemal et al.
2011). Menurut National Cancer Institute (2012), kanker paru-paru tertinggi terjadi pada
pria, kanker payudara tertinggi pada wanita, sedangkan kanker kolon menempati urutan
ketiga kematian di dunia. Kanker merupakan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan
DNA dan menyebabkan mutasi pada gen vital yang mengontrol pembelahan sel.

Peptida dan kolagen dari teripang gama dapat dijadikan sebagai salah satu agen
preventif kanker (Guadalupe et al. 2012). Hasil hidrolisis enzimatik kemungkinan besar
dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Bioaktif peptida yang ditemukan dalam
hidrolisat protein lautmemiliki potensi antioksidan menunjukkan potensi antikanker,
imunostimulan dan efek antiproliferatif (Picot et al. 2006). Antioksidan merupakan
senyawa aktif potensial yang cocok untuk digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan
penyakit yang berhubungan dengan spesies oksigen aktif, terutama berlaku untuk
penyakit kanker.

Penghambatan pertumbuhan sel kanker dapat terjadi melalui induksi apoptosis


(Xing et al. 2011). Ada dua jalur utama apoptosis yang dapat dilalui oleh sel yaitu jalur
ekstrinsik yang melibatkan reseptor di luar sel dan jalur intrinsik yang melibatkan
mitokondria. Proses apoptosis sendiri memerlukan koordinasi beberapa jenis aktivitas
protein spesifik, seperti caspase (Cystein Aspartic Acid Proteases) yaitu protein yang
berperan penting pada proses apotosis. Pada awal jalur ekstrinsiknya melibatkan peranan
caspase-8, sedangkan awal jalur intrinsik melibatkan caspase-9. Pada akhir proses
apoptosis, caspase-3 dan caspase-7 yang berperan untuk mengeksekusi sel kanker.
Apoptosis merupakan bentuk kematian sel terprogram yang mempunyai ciri-ciri
morfologi dan biokimia spesifik yaitu kromatin terkodensasi, fragmentasi DNA,
pemotongan protein dan berubahnya permeabilitas membran sel. Induksi apoptosis pada
sel-sel yang memiliki DNA rusak maupun kanker pada intinya merupakan target dari
pencegahan maupun terapi pada penyakit kanker (Zakaria 2001).

Proliferasi sel kanker akan terjadi secara tidak terkendali, jika penghambatan sel
kanker melalui jalur apoptosis tidak berhasil. Pertumbuhan sel kanker sangat tergantung
dari penghantaran sinyal oleh protein kinase untuk berproliferasi. Protein kinase yaitu
kelompok enzim yang dapat mentransfer gugus fosfat dari ATP ke residu asam amino
berbagai protein yang disebut proses fosforilasi. Kelompok enzim protein kinase yang
berperan sebagai penanda inisiasi keganasan, proliferasi sel kanker, progresi tumor, dan
metastasis adalah enzim ERK ½ (extracellular signal regulated kinase-1/2) dan JNK ½
( c-Jun NH2-terminal kinase). Keberadaan kedua enzim ini di dalam sel kanker sebagai
penanda progresivitas keganasan kanker (Xing et al. 2011).

Beberapa penelitian antitumor dari peptida dari sumber kelautan telah banyak
dilakukan, seperti sifat biologis dan mekanisme aktivitas peptida laut yang berbeda, serta
keanekaragaman molekul juga telah diinformasikan. Peptida dapat menginduksi jalur
sinyal apoptosis, mempengaruhi keseimbangan tubulinmikrotubulus dan menghambat
angiogenesis. Peptida dapat sebagai antikanker,salah satunya karena kemampuannya
menginduksi apoptosis (Lan Hong et al. 2011). Apoptosis sebagai bentuk kematian sel
terprogram merupakan salah satu mekanisme utama dari kematian sel dalam merespon
terapi kanker.

Apoptosis merupakan proses yang terjadi secara alami dan secara evolusi, sel-sel
yang tidak berguna lagi diarahkan ke kematian. Apoptosis berperan dalam proses
mendasar pada perkembangan, fisiologi, dan homeostatis. Deregulasinya yakni hilangnya
sinyal pro-apoptosis atau ada sinyal anti-apoptosis dapat menyebabkan berbagai kondisi
patologis seperti inisiasi kanker, promosi dan progresi atau kegagalan pengobatan.
Apoptosis biasanya tidak memicu respon inflamasi atau kekebalan tubuh; apoptosis
menjadi cara kematian sel kanker selama pengobatan kanker (Lan-Hong et al. 2011).
Modulasi jalur apoptosis dan induksi apoptosis selektif oleh agen kimia cenderung
menjadi pendekatan yang menjanjikan untuk terapi kanker. Pada mamalia, ada dua sistem
sinyal utama yang mengakibatkan aktivasi caspase, yaitu jalur reseptor kematian
ekstrinsik dan jalur mitokondria intrinsik. Kedua jalur tersebut banyak cross talk diantara
mereka seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Penelitian telah menunjukkan bahwa peptida antikanker dari laut memiliki


sitotoksisitas yang dapat memicu apoptosis dengan menargetkan banyak protein seluler,
dan proses apoptosis yang diinduksi tersebut melibatkan dua jalur, yaitu jalur intraseluler
dan ekstraseluler. Dalam kondisi sel normal, proto-onkogen mengkode protein yang
mengirim sinyal ke dalam inti untuk merangsang pembelahan sel. Transduksi sinyal
protein berlangsung dalam beberapa tahapan yang disebut cascade transduksi. Cascade
ini melibatkan reseptor membran untuk sinyal molekul protein intermediet yang
membawa sinyal masuk ke dalam sitoplasma dan faktor transkripsi dalam inti sel yang
mengaktifkan gen untuk pembelahan sel. Pada setiap tahapan satu faktor atau protein
akan mengaktifkan tahapan berikutnya (Robbins et al. 1995).

Gambar 1. Mekanisme peptida laut sebagai antikanker (Lan-Hong et al. 2011)

Protein kinase merupakan kelompok enzim yang berperan pada proses transduksi
sinyal dengan cara mentransfer gugus fosfat dari ATP ke residu asam amino berbagai
protein (fosforilasi). Fosforilasi oleh tirosin kinase berperan penting sebagai molekul
pemulai atau penghenti suatu cascade seluler dan sebagai pengikat antara dua protein.
Kebalikan protein kinase adalah fosfatase yang berfungsi mengkatalisis pembuangan
gugus fosfat dari spesies terfosforilasi. Gangguan ekspresi kedua enzim ini menyebabkan
pembentukan kanker dan penyakit proliferasi lain. Peranan protein kinase pada kanker
adalah pada inisiasi keganasan, proliferasi sel kanker, progresi tumor, dan metastasis
(Lan-Hong et al. 2011).

Sel kanker sangat tergantung pada penghantaran sinyal oleh protein kinase untuk
berproliferasi, sementara sel normal jarang menggunakan jalur ini. Sel akan merespon
berbagai pemicu seperti menghantarkan sinyal dari membran sel ke inti sel. Kelompok
protein kinase MAPK (Mitogen Activated Protein Kinase) memegang peranan penting
dalam proses ini. MAPK terbagi 3 sub famili yaitu ERK (Extracellular signal Regulated
Kinase), JNK (c-Jun N-terminal Kinase) dan p38.

Keseimbangan antara gen pro-hidup Bcl-2 dan gen pro-apoptosis Bax juga
berperan penting dalam menjaga kelangsungan hidup sel. Oleh karena itu, penghambatan
Bcl-2 atau induksi Bax menjadi strategi yang baik untuk memicu proses apoptosis.
Identifikasi aktivator caspase menjadi pendekatan lain untuk penemuan agen antikanker
baru karena caspase terlibat dalam jalur apoptosis intrinsik dan ekstrinsik. Beberapa
peptida antikanker dari laut dapat mengaktifkan Jun N-terminal kinase (JNK) dan
mitogen-activated protein kinase p38 (MAPK) jalur yang mengarah pada pelepasan
sitokrom c (CYT C) dari mitokondria (Lan Hong et al. 2011).

Jun N-terminal kinase (JNKs) dan kinase protein p38 mitogen-diaktifkan


(MAPKs) berperan penting dalam mekanisme sinyal bahwa respon seluler mengorganisir
berbagai jenis stres selular. Proliferasi merupakan ciri dari kanker, jalur JNK dan MAPK
p38 yang mengatur perkembangan siklus sel pada titik-titik yang berbeda dan tergantung
transkripsi dan transkripsi-independen, yang berefek pada pengembangan berbagai jenis
kanker. Efek pro- dan anti-apoptosis terhadap JNKs tampaknya tidak hanya tergantung
pada rangsangan, tapi juga pada kekuatan sinyal. Aktivasi JNK dan jalur MAPK p38
dapat memicu lepasnya sitokrom-c dan kemudian mengaktifkan caspase cascade (Lan-
Hong et al. 2011).

Jalur instrinsik disebut pula dengan jalur mitokondria, umumnya diaktifkan oleh
stress. Sinyal/perubahan intraseluler mengakibatkan sitokrom-c lepas ke dalam sitosol.
Sitokrom-c berikatan dengan Apaf-1 (Apoptotic-proteaseactivating factor-1) dan
procaspase-9 untuk membentuk apoptosom. Fungsi apoptosom dalam mengaktifkan
caspase-9 (Cysteinyl aspartic acid-protease-9) di jalur apoptosis intrinsik, yang
selanjutnya mengaktifkan procaspase-3 menjadi caspase-3 aktif sehingga terjadi caspase
cascade menghasilkan apoptosis.

Sel yang mati pada tahap akhir apoptosis mempunyai suatu fagositotik molekul
pada permukaannnya (contohnya fosfatidilserin). Fosfatidilserin ini pada keadaan normal
berada pada permukaan sitosolik dari plasma membran, tetapi pada proses apoptosis
tersebar pada permukaan ekstraseluler melalui protein scramblase. Molekul ini
merupakan suatu penanda sel untuk fagositosis oleh sel yang mempunyai reseptor yang
sesuai, seperti makrofag. Sitoskeleton memfagosit melalui proses penelanan (engulfment)
molekul yang mengalami apoptosis tersebut. Pengangkatan sel yang mati melalui fagosit
terjadi tanpa disertai dengan respon inflamasi.

Antioksidan berperan penting pada tahap perkembangan kanker selanjutnya.


Proses oksidatif mempromosikan karsinogenesis, meskipun mekanisme ini belum jelas
dan masih butuh pembuktian lebih lanjut. Antioksidan mungkin dapat menyebabkan
regresi premaligna, lesi dan menghambat perkembangan menjadi kanker (Boopathy dan
Kathiresan 2010). Asam amino leusin dan hidroksiprolin memiliki kemampuan
antioksidan dan ACE-inhibitor (Alem’an et al. 2011b). Peptida hidrofobik dapat
menginduksi jalur apoptosis sel U937 (Lee et al. 2003; 2004). Teripang jenis Isostichopus
badionotus memiliki aktivitas ACE inhibitor dan scavenging radikal, kapasitas pereduksi
besi dan efek sitotoksik terhadap sel kanker kolorektal yang dievaluasi pada hidrolisat
dan fraksi hidrolisat hasil ultrafilterasi. Aktivitas ACE-inhibitor yang kuat terdapat pada
fraksi yang mengandung peptida <3000 Da. Aktivitas antioksidan yang diberikan oleh
peptida dengan berat molekul rendah dan tinggi, tergantung pada metode hidrolisis
(Perez-Vega et al. 2013). Penelitian lain dari peptida sebagai antikanker melalui modulasi
hidrofobik (Huang et al. 2011). Janakiram et al. (2010) tentang kemampuan potensi
antikanker kolon dari sifat Frondanol A5, ekstrak glikolipid dari teripang, Cucumaria
frondosa, secara in vivo dan in vitro pada model kanker usus besar, sedangkan ekstrak
tiga spesies teripang (Holothuria leucospilota, Holothuria scabra, Stichopus chloronotus)
yang menggunakan pelarut akuades dan organik memiliki efek terhadap pertumbuhan sel
kanker manusia, A549 (human non-small lung carcinoma) dan C33A (cervical cancer
cells) (Althunibat et al. 2009).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teripang adalah hewan tidak bertulang belakang dengan tubuh berbentuk silinder
memanjang dengan garis oral dan aboral sebagai sumbu yang menghubungkan bagian
anterior dan posterior. Bentuk tersebut menyerupai mentimun sehingga teripang dikenal
dengan nama mentimun laut (sea cucumber). Jenis teripang yang sudah dibudidayakan
adalah teripang pasir. Teripang merupakan sumber protein yang sangat baik. Kandungan
protein pada teripang kering adalah 82 g per 100 g dengan nilai cerna yang tinggi. Kandung
dalam teripang antara lain protein 6,16%, lemak 0,54%, karbohidrat 6,41% dan kalsium
0,01% (kondisi segar kadar air 86,73%), teripang kering mempunyai kadar protein tinggi
yaitu 82% dengan kandungan asam amino yang lengkap, dan asam lemak jenuh yang penting
untuk kesehatan jantung. Selain itu teripang juga mengandung phosphor, besi, yodium,
natrium, vitamin A dan B (thiamin, riboflavin dan niacin). Dibanding ikan lainnya, kadar
lemak teripang relatif rendah yaitu 1,7 g/100 g teripang kering, tetapi cukup kaya akan asam
lemak omega-3. dengan demikian, daging teripang aman dikonsumsi oleh mereka yang
memiliki kadar kolesterol serum tinggi.
Bahan bioaktif dalam teripang juga dikenal sebagai antioksidan yang membantu
mengurangi kerusakan sel dan jaringan tubuh. Kandungan antibakteri dan antifungi teripang
dapat meningkatkan kemampuannya untuk tujuan perawatan kulit. Teripang juga diketahui
mempuyai efek antinosiseptif (penahan sakit) dan anti inflamasi (melawan radang dan
mengurangi pembengkakan). Peptida dan kolagen dari teripang gama dapat dijadikan sebagai
salah satu agen preventif kanker. Hasil hidrolisis enzimatik kemungkinan besar dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan. Bioaktif peptida yang ditemukan dalam hidrolisat
protein laut memiliki potensi antioksidan menunjukkan potensi antikanker, imunostimulan
dan efek antiproliferatif.

DAFTAR PUSTAKA

[NCI] National Cancer Institute. Cancer. www.cancer.gov. [17 Januari 2020].


Alem’án, A., Giménez B, Pérez-Santin E, Gómez-Guillén MC, Montero P. 2011b. Contribution
of Leu and Hyp residues to antioxidant and ACE-inhibitory activities of peptide
sequences isolated from squid gelatin hydrolysate. Food Chemistry. 125(2):334-341.
Althunibat OY, Ridzwan BH, Taher M, Jamaludin MD, Ikeda MA, Zali BI. 2009. In vitro
antioxidant and antiproliferative activities of three Malaysian sea cucumber species.
European Journal of Scientific Research. 37: 376–387.
Astawan M. 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya. Cetakan Pertama. Jakarta.
Aziz A. 1997. Status Penelitian Teripang Komersial di Indonesia. 1997. Oseana, XXII (1):9-19.
Boopathy NS, Kathiresan K. 2010. Anticancer drugs from marine flora: an overview. Journal of
Oncology. 1-18.
Bordbar S, Anwar F, Nzamid S. 2011. High-value components and bioactives from sea
cucumbers for functional foods—A review. Marine Drugs. 9: 1761-1805.
Cardona P.G.S, Berrios C.A, Ramirez F, Arraras J.E.G. 2003. Lipopolysaccharides Induce
Intestinal Serum Amyloid A Expression in the Sea Cucumber Holothuria glaberrima.
Development and Comparative Immunology 27:105-110.
Chantal C, Maria B. 2006. A review of recent developments in the world sea cucumber
fisheries. The University of Sydney, N.S.W. Australia.
Chasanah, Ekowati., et al. 2014. Sea Cucumber as Anticancer Agents and Its Development For
Functional Food Products. Sriwijaya University. Squalen Bullelin of Marine & Fisheries
Postarvest & Biotechnology, 9 (2). 85-96.
Darsono, P. 2005. Teripang (Holothurians) Perlu Dilindungi. Makalah. Bidang Sumberdaya
Laut. Puslit Oseanografi- LIPI Jakarta. 24 pp.
Fechter H. 1969. The Sea Cucumber. Grzimek B, editor. Grzimek’s Animal Life
Encyclopedia. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Firth F.E. 1974. The Encyclopedia ofa Marine Resources. New York: Van Nostrand Reinhold
Company.
Fitriani, V. 2006. Khasiat Dibalik Resep Datuk. Trubus on line. Edisi Teripang untuk
mengatasi penyakit maut . Diakses tanggal 28 Maret 2008.
Gianto. et al. 2017. Komposisi kandungan Asam Amino Pada Teripang Emas (Stichoupus
horens) di Perairan Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan.
Vol, 6. No. 2: 186-192.
Guadalupe MSJ, Armando BH, Josafat MEB. 2012. Bioactive peptides and depsipeptides with
anticancer potential: sources from marine animals. Marine Drugs. 10: 963-986.
Guo S.Y, Guo Z, Guo Q, Chen B.Y, Wang X.C. 2003.Expression, Purification and
Characterizationof Arginine Kinase from the Sea Cucumber Stichopus japonicus.
Protein Expression and Purification 29: 230-234.
Janakiram NB, Mohammed A, Zhang Y, Choi C-I, Woodward C, Collin P, Steele VE, Rao CV.
2010. Chemopreventive effects of Frondanol A5, a Cucumaria frondosa extract, against
rat colon carcinogenesis and inhibition of human colon cancer cell growth. Cancer
Prevention Research. 3(1):1-11.
Jemal A, Freddie B, Melissa M, Jacques F, Elizabeth W, David F. 2011. Global Cancer
Statistics. CA: A Cancer Journal for Clinicians. 61:69–90.
Kaswandi M.A, Lian H.H, Nurzakiah S, Ridzwan B.H, Ujang S, Samsudin M.W, Jasnizar S and
Ali A.M. 2000. Crystal saponin from three sea cucumber genus and their potential as
antibacterial agents. 9th Scientific Conference Elevtron Microscopic Society. 12-14
November 2000. Kota Bharu, Kelantan. 273-276.
Lan-Hong Z, Yue-Jun W, Jun S, Fang W, Yuan Z, Xiu-Kun L, Mi S. 2011. Antitumor peptides
from marine organisms. Marine Drugs. 9: 1840-1859.
Lee YG, Kim JY, Lee KW, Kim KH, Lee HJ. 2003. Peptides from anchovy sauce induce
apoptosis in a human lymphoma cell (U937) through the increase of caspase-3 and -8
activity. Annals of the New York Academy of Sciences. 1010: 399–404.
Lee YG, Kim JY, Lee KW, Kim KH, Lee HJ. 2004. Induction of apoptosis in a human
lymphoma cell line by hydrophobic peptide fraction separated from anchovy sauce.
Biofactors. 21: 63–67.
Lian H.H, Weng S.N, Ji S.M, Choi S, Jang S, and Lee S.K. 2003. A ginsenoside-Rh1, a
component of ginseng saponin, activities astrogen receptor in human breast carcinoma
MCF-7 cells. J of Steroid Biochem. And Mol. Biol. 84:463-468.
Martoyo J, Aji N dan Winanto Tj. 2006. Budidaya Teripang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Matranga V. 2005. Echinodermata, Progress in Molecular and Subcellular Biology. Springer.
Jerman.
Moraes G, Norchote P.C, Kalinin VI, Avilov S.A, Silchenko A, Dmitrenok P.S, Stonik V.A,
Levin V. 2004. Structure of the Major Triterpene Glycoside from the sea Cucumber
Stichopus malis and Evidence to reclassify this Species into the New Genus
Australostichopus. Biochemical Systematic and Ecology 32:637-650.
Murdjiyo, Fx. 1997. Kebijaksanaan Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Perairan Laut Indonesia. Makalah Seminar Nasional Perikanan. 1997. Taruna Sekolah
Tinggi Perikaan Jakarta. 30 pp.
Nursid, M., et al. 2017. Aktivitas Antikanker Dari Fraksi Aktif Teripang. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institusi Pertanian Bogor: Jawa Barat. Vol: 20. No. 1
Patar, A., S.M.S.S. Jamalullail, H. Jaafar, J.M. Abdullah. 2012. Analysis of Sea Cucumber Body
Wall Extracts from Perhentian Stichopus variegatus Species using Gas Chromatography
Mass Spectrophotometry. European Journal of Scientific Research 68(1):54-59.
Perez-Vega JA, Leticia OC, Jose AGR, Blanca HL. 2013. Release of multifunctional peptides
by gastrointestinal digestion of sea cucumber (Isostichopus badionotus). Journal of
Functional Foods. 5(2): 869-877.
Picot L, Bordenave S, Didelot S, Fruitier-Arnaudin S, Sannier F, Thorkelsson G, Berge´JP,
Gue´rard F, Chabeaud A, Piot JM. 2006. Antiproliferative activity of fish protein
hydrolysates on human breast cancer cell lines. Process Biochemistry. 41:1217–1222.
Putri L.A. 2002. Ekstraksi komponen Antibakteri dari Teripang Holothuria vacabunda dan
Pengujian Aktifitasnya sebagai antibakteri. Skripsi. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Robbins SL, Kumar V. 1995. Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium patologi
anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta: EGC.
Sulastri, H. et al. 2014. Efek Hepatoprotektif Teripang Emas (Stichopus variegatus) pada Tikus
jantan Dewasa Galur Wistar yang Diinduksi Parasetamol Dosis Toksis. Farmakologi
Kedokteran. Universitas Sriwijaya: Palembang. MKS. Th. 46, No.2.
Tuwo A. 2004. Status of Sea Cucumber Fisheries and farming in Indonesia. In Advances in Sea
Cucumber Aquaculture and Management; Lovatelli, A., Conand, C., Purcell, S.,
Uthicke, S., Hamel, J.-F., Mercier, A., Eds.; FAO Fisheries Technical Paper No. 463;
FAO: Rome, Italy, 2004; pp. 49–55.
Van De Velde CJH, Bosman FT, Wagener DJ. 1999. Onkologi. Ed ke-5. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Wibowo S, Yunizal, Setiabudi E, Erlina MD dan Tazwir. 1997. Teknologi Penanganan dan
Pengolahan Teripang (Holothuridea). Jakarta IPPL. Slipi.
Xing ZB., Yao L., Zhang GQ, Zhang XY, Zhang YX, Pang D. 2011. Fangchinoline inhibits
breast adenocarcinoma proliferation by inducing apoptosis. Chemical and
Pharmaceutical Bulletin. 59(12):1476-1480.
Zakaria FR. 2001. Pangan dan Pencegahan Kanker. Jurnal Teknologi Industri Pangan. 12: 171-
177.

Anda mungkin juga menyukai