Anda di halaman 1dari 34

“FORMULASI LULUR KRIM DARI EKSTRAK

AGAROSA ( Gelidium Sp) SEBAGAI ANTIOKSIDAN


YANG DIUJI DENGAN DENGAN METODE DPPH”

PROPOSAL

Oleh :
TREE SUSELLO
16091116

YAYASAN AL-FATAH
AKADEMI FARMASI
BENGKULU
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan keharidat Allah Yang Maha Esa, karena berkat

rahmad dan karunianya semata sehingga penulis mampu menyelesaikan

proposal dengan judul “Formulasi Lulur Krim dari Ekstrak Agarosa

(Gelidium sp) Sebagai Antioksidan Yang Diuji Dengan Metode DPPH”

Penyusunan Proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan

kelulusan di Yayasan Akademi Farmasi Al-Fatah. Penyusunan Proposal ini

dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu

pada kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada :

a. Densi Selpia Sopanti, M.Farm.,Apt selaku pembimbing I.

b. Betna Dewi, M.Farm.,Apt selaku pembimbing II.

c. Herlina, S.si selaku dosen pembimbing akademik.

d. Yayasan Akademi Farmasi Al-Fatah.

e. Almamater Akademi Farmasi Al-Fatah.

f. Kedua orang tua saya yang selalu mendukung dan memberikan doa

terbaiknya.

g. Sahabat-sahabat terbaikku.

h. Teman-teman satu angkatan yang selalu memberikan motivasi dan semua

pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan

bantuan secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari, sebagai mahasiswa yang pengetahuannya belum

seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penulisan proposal, oleh

ii
karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang

positif untuk perbaikan proposal karya tulis ilmiah ini. Semoga proposal

karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih

bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bengkulu, November 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang............................................................................................................. 1

1.2 Batasan Masalah ........................................................................................................... 4

1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4

1.4 Tujuan ............................................................................................................................ 4

1.5 Manfaat penelitian ........................................................................................................ 5

1.5.1 Bagi akademik .............................................................................................. 5

1.5.2 Bagi peneliti lanjutan .................................................................................... 5

1.5.3 Bagi masyrakat ............................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 6

2.1 Kajian teori .................................................................................................................... 6

2.1.1 Tanaman Gelidium sp ................................................................................... 6

2.1.2 Agar-agar/Agarosa ........................................................................................ 8

2.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Agar-agar .................................................................. 9

2.1.4 Ekstraksi ..................................................................................................... 10

2.1.5 Kulit ............................................................................................................ 12

2.1.6 Lulur ........................................................................................................... 12

2.1.7 Antioksidan ................................................................................................. 22

2.1.8 Metode DPPH ............................................................................................. 23

iv
2.2 Kerangka Konsep ....................................................................................................... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 26

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian................................................................................... 26

3.2 Verifikasi Tanaman .................................................................................................... 26

3.3 Alat dan Bahan ........................................................................................................... 26

3.3.1 Alat ............................................................................................................. 26

3.3.2 Bahan .......................................................................................................... 26

3.3 Prosedur Kerja Penelitian .......................................................................................... 27

3.3.1 Pengambilan Sampel .................................................................................. 27

3.3.2 Pembuatan Simplisia .................................................................................. 27

3.3.3 Pembuatan Ekstrak ..................................................................................... 27

3.3.4 Rancangan Formulasi ................................................................................. 28

3.3.5 Pengambilan Agarosa ................................................................................. 28

3.3.6 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ........................... 28

3.4 Analisis Data ............................................................................................................... 29

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber keanekaragaman hayati

dan memiliki kekayaan spesies laut tertinggi. Sekitar 45% spesies rumput laut dunia

ada di Indonesia. Dikutip dari laporan ekspedisi Siboga, terdapat sekitar 782 spesies

rumput laut di Indonesia dengan 196 spesies alga hijau, 134 spesies alga coklat, dan

452 alga merah.

Rumput laut (alga) merupakan makroalga yang umumnya memiliki thallus

dan pigmen fotosintetik untuk memproduksi makanan dan oksigen dari

karbondioksida dan air. Rumput laut diklasifikasikan berdasarkan warna

pigmennya. Rumput laut hijau (Chlorophyta) mengandung klorofil sebagai pigmen

utamanya. Alga coklat (Phaeophyta) mengandung pigmen fucoxantin. Dan alga

merah (Rhodophyta) mengandung pigmen-pigmen seperti phycoerythrine,

phycocyanin, phycobilins, klorofil a, β-karoten, dan xanthophyl (Kasanah et al.,

2015).

Gelidium sp merupakan rumput laut yang berasal dari kelas Rhodophyta

(rumput laut merah). Gelidium sp banyak hidup di pantai berkarang dan

berombak besar. Rumput laut ini mengandung agarose, vitamin B12, asam

amino, asam aspartat, dan lain-lain.

1
2

lama mengekspor rumput laut ini ke Jepang karena memiliki nilai ekspor yang

besar yaitu US$ 32,5 juta pada tahun 2006 (Fanny Pranata Basuki, 2009).

Indonesia merupakan negara bahari dengan keanekaragaman hayati laut

terbesar di dunia yang memiliki total luas perairan Nusantara seluas 2,8 juta

Km2, dan laut teritorial seluas 0,3 juta mm2 (Kusumastanto, 2011). Salah satu

sumber daya alam yang terdapat di laut dan dapat dimanfaatkan adalah alga

merah. Alga baik yang liar maupun yang telah dibudidayakan secara tradisional

digunakan sebagai obat diet (Wibowo,2001), bahan makanan dan obat-obatan,

karena kaya akan protein, lipid, vitamin dan mineral yang sangat penting bagi

manusia. Temuan terakhir membuktikan bahwa rumput laut berpotensi

sebagai antivirus (Manilal, dkk., 2009), antibakteri (Izzati ,2007), antijamur

(Khazanda, dkk., 2007), antitumor (Zandi, dkk., 2010) dan antioksidan (Lestario,

dkk., 2008). Manfaat lain dari rumput laut yaitu sebagai sumber antioksidan

alami, antioksidan berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua ya itu

antioksidan alami dan antioksidan sintesis. Antioksidan sintesis telah

banyak digunakan, namun penggunaan dalam jumlah berlebihan dapat

menimbulkan efek samping (Alindra, dkk., 2018).

Review budidaya mikroalga telah dilakukan oleh Aidha dan Ermawati

(2014). Review metode serta proses ekstraksi fitokimia dari bahan alami (tumbuh-

tumbuhan dan mikroalga) telah dilakukan oleh Agustina (2015). Review potensi

mikroalga sebagai bahan kimia telah dilakukan oleh Agustina dan Herman (2016).

Review ini membahas proses biomekanisme kandungan alga pada kosmetik

terhadap manusia, sehingga diharapkan dapat memberikan nilai tambah mikroalga


3

sebagai bahan tambahan dan bahan aktif untuk produk kosmetik, serta

diversifikasinya sebagai medicated cosmetic bedasarkan fungsi dan proses

biomekanismenya.

Metabolit sekunder alga telah diketahui kemampuannya untuk kulit, seperti

ekstrak Arthospira dapat memperbaiki tanda-tanda penuaan kulit, mengencangkan

kulit, dan mencegah pembentukan kerutan (selulit). Chlorella vulgaris

menstimulasi pembentukan kolagen pada kulit, mendukung regenerasi jaringan dan

mencegah kerutan (Wang et al. 2014). Bahan kosmetik yang mengandung

mikroalga atau ekstrak dari mikroalga memiliki potensi permintaan yang tinggi,

apalagi jika dikombinasikan dengan antioksidan atau bahan kimia bioaktif, serta

dengan pengembangan produk untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar

matahari (anti UV atau sun block).

Makroalga juga telah digunakan secara komersil sebagai lulur herbal

(Laminaria dicampur tanaman herbal lainnya) untuk mencegah penyakit dan juga

untuk menghaluskan kulit. Makroalga juga telah digunakan pada pembuatan sabun,

shampoo, bedak, krim, dan lainnya. Makroalga dapat meningkatkan kualitas kulit

dengan meregenerasi sel; merangsang penumbuhan sel kulit baru; memperkuat

kulit dalam menangkas paparan sinar UV, radiasi dan toksin; menangkal radikal

bebas karena kandungan antioksidan; melembabkan sel kulit; mencegah penuaan

dini; mencegah keriput; mendetoksi dan mengoksigenasi sel kulit dengan

kandungan mineralnya; dan membantu membuka pori-pori kulit untuk

meningkatkan kinerja pembersih kulit (Baweja et al. 2016).


4

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yaitu

membuat “Formulasi Lulur Krim dari Ekstrak Agarosa (Gelidium sp) Sebagai

Antioksidan Yang Diuji Dengan Metode DPPH” Diharapkan dari penelitian ini

dapat menabah wawasan bagi para pembaca.

1.2 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut

a. Sampel yang digunakan adalah Agarosa dari Gelidum sp berupa ekstrak

kental.

b. Sampel dibuat formulasi lulur krim dengan konsentrasi Agarosa F1 5,00%,

F2 5,00%, F3 5,00%.

c. Formulasi lulur krim diuji antioksidannya dengan menggunakan metode

DPPH.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak Agarosa dari Gelidium sp dapat dibuat formulasi lulur

krim ?

2. Apakah formulasi lulur krim dari ekstrak agarosa Gelidium sp memiliki

khasiat sebagai antioksidan jika diuji dengan menggunakan metode

DPPH ?

1.4 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak Agarosa

Gelidium sp dapat dibuat menjadi sebuah formulasi lulur krim serta untuk

mengetahui apakah formulasi lulur krim tersebut memiliki khasiat sebagai

antioksidan jika diuji dengan menggunakan metode DPPH.


5

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Bagi akademik

Untuk menambah kajian mengenai penelitian tentang Agarosa

Gelidium sp.

1.5.2 Bagi peneliti lanjutan

Untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai formulasi lulur

krim Agarosa Gelidium sp.

1.5.3 Bagi masyrakat

Untuk menambah pengetahuan masyrakat tentang khasiat Gelidium

sp yang dapat digunakan untuk pengobatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian teori

2.1.1 Tanaman Gelidium sp

Gelidium sp memiliki panjang kurang lebih 20 cm dan lebar 1,5 mm. Batang

utamanya tegak dengan percabangan yang biasanya menyirip. Thallusnya

berwarna merah, coklat, hijau-coklat atau pirang. Organ reproduksinya

berukuran mikroskopis. Sistokarp mempunyai lubang kecil (osteolo) pada dua

belah sisi thallus, tetraspora membelah krusiat atau tetrahedral (Aslan, 1991).

Gambar 1. Alga Merah (Gelidium sp)

6
7

Menurut Hatta & Dardjat (2001), Gelidium sp memiliki sistematika

sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Bangsa : Gelidiales

Suku : Gelidiaceae

Marga : Gelidium

Spesies : Gelidium sp

a. Kandungan dan Manfaat Gelidium sp

Secara umum, rumput laut memiliki komponen utama karbohidrat (gula

atau vegetable gum), protein, lemak, dan abu yang merupakan mineral. Selain itu

Gelidium sp juga mengandung beberapa pigmen (pikoeritrin r, klorofil a, karoten

b, pikosianin r) yang terkandung dalam dinding selnya (Yunizal 2002). Selain itu

Gelidium sp juga mempunyai kandungan vitamin B12, kolesterol dan beberapa

sterol, protein sebagai antikoagulan dan ektrak lipid larut air sebagai anti-

inflamatory.

Menurut Aslan (1991), berbagai jenis Gelidium sp di Indonesia dan negara

lain dimanfaatkan sebagai bahan baku pabrik agar-agar dalam negeri dan sebagai

komoditas ekspor. Kandungan agar-agarnya berkisar antara 12 - 48 %, tergantung

jenisnya. Secara umum, Gelidium sp mengandung 14 – 20 gram air, 0,4 gram

lemak, 16,1-22,5 gram protein, 10,5-13,5 gram serat, dan 3,5-8,5 gram mineral
8

(Reine & Trono, 2002). Gelidium sp yang memiliki arti “gelatin”, banyak

digunakan secara komersial dalam pembuatan agar, bahan makanan, dan industri

farmasi, khususnya sebagai medium kultur dalam penelitian (Littler dkk., 1989).

Menurut penelitian Ku dkk. (2008), Gelidium sp mengandung senyawa katekin.

Katekin adalah antioksidan yang kuat, lebih kuat dari pada vitamin E, C, dan

betakaroten. Ada beberapa jenis katekin, yaitu epigallocatechin-gallate (EGCG),

epigallocatechin (EGC), epicatechin-gallate (ECG), gallocatechin, dan catechin

(Khomsan, 2003). Katekin merupakan suatu senyawa polifenol yang berpotensi

sebagai antioksidan dan antibakteri (Miller, 1996). Katekin bersifat asam lemah,

sukar larut dalam air, dan sangat tidak stabil di udara terbuka. Bersifat mudah

teroksidasi pada pH mendekati netral (pH 6,9) dan lebih stabil pada pH lebih rendah

(2,8 dan 6,9). Katekin juga mudah terurai oleh cahaya dengan laju reaksi lebih besar

pada pH rendah (3,45) dibandingkan pH 4,9 (Lucida, 2006).

2.1.2 Agar-agar/Agarosa

Agar-agar adalah produk ekstraksi rumput laut merah (Agarophyte) (Winarno

1990). Agarophyte yang paling penting adalah jenis Gelidium sp, Gracilaria sp,

Pterocladia sp, Acanthopeltis japonica, dan Ahnfeltia plicata (Chapman dan

Chapman 1980). Agar berkualitas tinggi dihasilkan dari rumput laut Gelidium

karena tingginya kekuatan gel dan rendahnya kandungan sulfat (Sharon dan

Komarow 1999). Agar merupakan kompleks polisakarida linear yang mempunyai

berat molekul 120.000 dalton, tersusun dari beberapa jenis polisakarida, antara lain

3,6-anhidro-L-galaktosa, D-galaktopiranosa dan sejumlah kecil metil D-galaktosa

(Glicksman 1983). Agar mengandung agarose yang merupakan polisakarida netral


9

(tidak bermuatan) dan agaropektin yang merupakan polisakarida bermuatan sulfat

(Araki 1966 dalam Istini S dkk. 2001). Agar-agar sebenarnya adalah karbohidrat

dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut. Ia tergolong

kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer

galaktosa (Anonim 2006).

2.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Agar-agar

Agar-agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, yang

tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas dan membentuk gel (Sri

Istini dkk. 1985 dalam Deptan 1991), dengan kemurnian tinggi agar-agar larut

dalam air panas, etanol amida dan formida (Winarno 1990). Agar-agar pada suhu

32-390C berbentuk bekuan (solid) dan tidak mencair pada suhu di bawah 850C

(Soegiarto dkk. 1978 dalam Deptan 1991).

Agar-agar merupakan agen pembentuk gel terefektif yang pernah diketahui. Gel

agar-agar dapat terbentuk dalam larutan yang sangat encer, yaitu fraksi agar-agar

sebesar 1%. Gel agar-agar bersifat reversibel terhadap suhu, yaitu pada suhu di atas

titik leleh maka fase gel akan berubah menjadi fase sol dan sebaliknya, tetapi fase

transisi dari gel ke sol atau sebaliknya tidak berada pada suhu yang sama

(Glicksman 1983). Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-

agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai

saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-

molekul air, sehingga terbentuk system koloid padat-cair (Anonim2006).

Karakteristik gel agar-agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik

cair tertentu. Keasaman (pH) sangat mempengaruhi kekuatan gel agar-agar, pH


10

semakin menurun kekuatan gel agar-agar semakin lemah sampai dengan pH 2,5.

Kandungan gula menghasilkan gel yang lebih keras tetapi menghasilkan tekstur

yang kurang kohesif (Glicksman 1983). Mekanisme pembentukan gel agar-agar

adalah sebagai berikut, tiga buah atom hidrogen pada residu 3,6-anhidro-L-

galaktosa memaksa molekul membentuk struktur heliks. Interaksi antar struktur

heliks inilah yang menyebabkan pembentukan gel. Penggantian senyawa L-

galaktosa sulfat oleh senyawa 3,6-anhidro-L-galaktosa mengakibatkan kekakuan

pada struktur heliks, dari sinilah gel mulai terbentuk. Perlakuan alkali dapat

mengkonversi grup sulfat yang ada pada posisi C-6 menjadi 3,6-anhidro-L-

galaktosa sehingga dapat memberikan kekuatan gel yang lebih tinggi (Glicksman

1983).

2.1.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga

terpisah dari bahan yang tidak larut dengan penyari (Voigt, 1994). Menurut

Harbone (1987), prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polardalam pelarut

polar dan senyawa non-polar dalam senyawa non-polar.


11

Menurut Darwis (2000), ada beberapa metode ekstraksi senyawa yang

umum digunakan, antara lain:

1. Maserasi

Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik

yang digunakan pada suhu ruangan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi

akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan

senyawa bahan alam tersebut.

2. Perkolasi

Merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga

pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut. Efektifitas dari

proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah

larut dalam pelarut yang digunakan.

3. Sokletasi

Penggunaan soklet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat dihemat

karena terjadinya sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Proses ini

baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas.

4. Destilasi uap

Proses destilasi uap banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan

pada suhu cukup tinggi, yang tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan untuk

minyak atsiri.

5. Pengempasan

Metode pemisahan dengan menggunakan tekanan untuk mendesak suatu

bahan yang akan diekstrak dengan alat pengepres. Metode ini banyak digunakan
12

dalam proses industri seperti pada isolasi senyawa dari buah kelapa sawit dan

isolasi katekin dari daun gambir. Proses ini tidak menggunakan pelarut.

2.1.5 Kulit

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan

hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat

badan.Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive,

bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada

lokasi tubuh (Tortora, 2009). Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai

perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan. Warna

kulit berbedabeda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah

muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada

genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan

tebalnya, kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan

preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa.

Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala

(Djuanda, 2003: 177-181).

2.1.6 Lulur

Lulur adalah sediaan kosmetik tradisional yang diresepkan dari turun temurun

(Tranggono, 2007: 8). Lulur badan (body scrub) terbagi beberapa bentuk sediaan

yaitu lulur bubuk, lulur krim, ataupun lulur kocok atau cair. Luluran adalah aktivitas

menghilangkan kotoran, minyak atau sel kulit mati yang dilakukan dengan pijatan

diseluruh badan. Hasilnya dapat langsung terlihat, kulit lebih halus, kencang,
13

harum, dan sehat bercahaya (Fauzi dkk., 2012: 129). Lulur badan (body scrub)

merupakan perawatan tubuh oleh dalam keadaan tubuh basah dengan

menggunakan berbagai ramuan, seperti herbal lulur badan. Tujuan penggunaan dari

lulur badan (body scrub) adalah untuk mengangkat sel kulit mati, kotoran, dan

membuka pori-pori sehingga pertukaran udara bebas dan kulit menjadi lebih cerah

dan putih.

Meskipun termasuk masih baru di dunia barat, scrub tubuh ini sudah

menjadi tradisi di negara-negara timur tengah selama berabad-abad. Gunakan scrub

tubuh apabila anda merasa perlu melakukan pembersihan secara mendalam untuk

peredaran darah (Dr Leenawaty Limantara, 2007).

Butiran scrub pada lulur ketika digosokkan akan membantu menghilangkan

sel-sel kulit mati dan digantikan pula dengan sel -sel kulit baru (Baliaromaticspa,

2008).

Berikut beberapa manfaat body scrub untuk tubuh: (Baliaromaticspa, 2008).

a. Membuang sel kulit mati lebih maksimal

Setiap hari kulit mengalami regenerasi. Mandi adalah usaha membersihkan

kulit dan membuang sel kulit mati. Namun mandi saja tak cukup membersihkan

semua sel kulit mati, yang akhirnya menumpuk dan menyebabkan kulit kusam.

Body scrub membantu pengelupasan kulit dengan lebih sempurna.

b. Menyehatkan kulit
14

Dengan membersihkan lapisan sel kulit mati, berarti kulit menjadi lebih

sehat. Kulit yang bersih akan merangsang tumbuhnya sel kulit baru, yang akan

menampilkan kulit yang lebih halus dan bersih.

c. Menghaluskan kulit

Body scrub bekerja seperti mengampelas kulit, sehingga kulit kasar akan

hilang. Sesudah memakai body scrub, kulit tubuh akan terasa lebih licin dan halus.

Manjakan kulit dengan melakukan scrub minimal 2 minggu sekali, dan hal ini bias

dilakukan sendiri tanpa harus memboroskan uang untuk datang ke salon.

Sediaan krim yang baik harus memilki stabilitas fisik yang baik, karena

tidak dapat kembali ke dua tahap terpisah. Ada dua jenis dasar emulsi. Pertama

minyak dalam air (M/A) dan kedua air dalam minyak (A/M). Pemilihan dasar tipe

emulsi adalah sesuai dengan tujuan dan jenis agen. Adapun keterbatasan hal

mengacu pada produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air (M/A) dan untuk

kosmetik dengan estetika, dan tidak lengket, mudah tersebar di permukaan tubuh,

sensasi dingin dan mudah dicuci (Nursiah dkk, 2009: 1341).

Kosmetik pembersih seperti sabun, krim pembersih, susu pembersih,

bahkan krim pembersih untuk kulit yang sangat kotor pun tidak sanggup untuk

mengangkat sel-sel yang sudah mati dipermukaan kulit itu. Sel-sel kulit mati itu

tidak dapat terlepas dari epidermis karena kosmetik pembersih terlalu halus atau

licin. Karena itu diperlukan bahan yang agak kasar untuk dapat melepaskannya dari

kulit, seperti batu apung, handuk kasar atau kosmetik pengampelas atau penipis

kulit yang umum disebut lulur krim.


15

Sesuai fungsi utama lulur yang mengangkat sel-sel kulit mati, lulur yang

baik mempunyai butiran sehingga ketika dipegang dan dioleskan terasa kasar

sehingga semua kotoran yang menempel pada kulit dapat terangkat. Lulur

mempunyai aroma yang tidak terlalu wangi dan warna tidak mencolok, sebab jika

terlalu wangi dan terlalu mencolok dikhawatirkan pewangi dan pewarna itu berasal

dari pewangi dan pewarna buatan, seperti pewarna tekstil. Untuk aroma dan warna

lulur dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan saat pembuatan lulur (Fauzi

dkk., 2012: 129).

Bahan-bahan dasar lulur krim sama dengan krim pembersih kulit pada

umumnya yang mengandung lemak dan penyegar, lulur krim dimasuki buiran-

butiran kasar yang bersifat pengampelas (abrasiver) agar bisa mengangkat sel-sel

kulit mati dari epidermis. Bermacam-macam bahan yang pernah dicoba sebagai

butiran pengampelas mulai dari butiran pasir, biji keras tanaman, sampai butiran

abrasive sintetis.Butiran itu tidak boleh terlalu kasar supaya tidak melukai kulit,

terlalu halus sehinggatidak berfungsi sebagai pengampelas, terlalu runcing, dan

terlalu bulat sehingga licin dan tidak bekerja sebagai pengampelas.

A. Komposisi Lulur Krim

Dalam membuat formulasi suatu sediaan lulur krim yang baik perlu

diperhatikan adalah kesesuaian sifat bahan-bahan yang dipilih, yaitu kesesuaian

sifat antara bahan aktif dengan bahan aktif dengan bahan pembawanya (basis). Suau

krim terdiri atas bahan aktif dan bahan dasar (basis) krim. Bahan dasar terdiri dari

fase minyak dan fase air yang dicampur dengan penambahan bahan pengemulsi

(emulgator) kemudian akan membentuk basis krim. Selain karakteristik formula


16

yang diinginkan, maka sering ditambahkan bahan-bahan tambahan antara lain,

pengawet, pengkelat, pengental, pewarna, pelembab, pewangi dan sebagainya.

Agar diperoleh suatu basis yang baik maka pemakaian bahan pengemulsi sangat

menentukan. Dalam penentuan jenis dan komposisi bahan pengemulsi yang

digunakan dalam pembuatan sediaan farmasetika dan kosmetik, selain mengacu

pada formula standar sering kali ditentukan dengan trial anderror (Budirman, 2008:

20-21). Profil dari bahan-bahan yang digunakan dalam formula lulur krim

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Peeling

Peeling adalah pengangkatan sel kulit mati dengan menggosokkan butiran

kasar pada permukaan kulit, bahan yang biasa digunakan oryza sativa, zea mays

(Szava, 2013) sedangkan dalam formulasi ini menggunakan ampas kelapa dengan

proses pengangkatan sel kulit mati yang terdapat pada lapisan tanduk sehingga

seluruh tubuh bersih dari sel-sel kulit mati (Fauzi, dkk, 2012: 130).

b. Asam stearat

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari

lemak. Merupakan zat padat, keras mengkilat, menunjukkan susunan hablur, putih

atau kuning pucat, mirip lemak lilin, praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20

bagian etanol (95%)P, dalam 2 bagian kloroform P, suhu lebur tidak kurang dari

54ºC. Asam stearat dalam sediaan topikal digunakan sebagai bahan pengemulsi.

Dalam pembuatan basis krim netral (nonionik) dinetralisasi dengan penambahan

alkali. Kombinasi agen pengemulsi digunakan untuk meningkatkan sifat fisik dan

stabilitas fisik suatu krim (Elfiyani dkk, 2013).


17

Menurut Sharon penggunaan kombinasi emulgator asam stearat dan TEA

dengan konsentrasi 12%:3%. Asam stearate digunakan umumnya karena tidak

toksik dan tidak mengiritasi. Konsentrasi asam stearat pada formulasi topikal 1-

20% (Rowe, 2009: 697).

c. Paraffin cair

Paraffin liquidum merupakan cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi,

tidak berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa, praktis tidak

larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam kloroform P, dan ester

Digunakan dalam eksperimen dalam formulasi topikal farmasi. Biasanya

digunakan sebagai emolientdan pelarut. Range konsentrasi yang digunakan yaitu 1

20% (Raymond, 2009: 471).

d. Trietanolamin

Trietanolamin (TEA) dalam sediaan topikal dalam farmasetika digunakan

secara luas dalam pembentukan emulsi. Digunakan sebagai bahan pengemulsi

anionik untuk menghasilkan produk emulsi minyak dalam air yang homogen dan

stabil. Trietanolamin ketika dicampur dengan asam lemak seperti asam stearat,

asam oleat akan membentuk bahan pengemulsi anionik yang stabil. Konsentrasi

yang biasanya digunakan untuk emulsifikasi adalah 2-4% (Sweetman, 2009: 65).

e. Metil paraben

Merupakan serbuk putih, berbau, serbuk higroskopik, mudah larut dalam

air. Digunakan sebagai pengawet pada kosmetik, makanan, dan sediaan farmasetik.

Dapat digunakan sendiri, kombinasi dengan pengawet paraben lain atau dengan

antimikroba lainnya. Lebih efektif terhadap gram negatif daripada gram positif.
18

Aktif pada pH, mempunyai titik lebur 125-128oC. Aktivitas pengawet ini memiliki

rentang pH 4-8 dalam sediaan topikal konsentrasi yang umum digunakan 0,02-0,3%

(Dirjen POM, 1979: 378; Rowe, 2009: 592).

f. Propil paraben

Propil paraben digunakan sebagai bahan pengawet dengan konsentrasi

0,010,6%.Aktivitas antimikroba ditunjukkan pada pH antara 4-8. Secara luas

digunakan sebagai bahan pengawet dalam kosmetik, makanan, dan produk

farmasetika.Penggunaan kombinasi paraben dalam meningkatkan aktivitas

antimikroba. Kelarutan yang sangat larut dalam aseton dan eter, mudah larut dalam

etanol dan metanol, sangat sedikit larut dalam air. Titik didih propil paraben 2950C

(Dirjen POM, 1979: 535; Raymond, 2009: 96).

g. Propilenglikol

Propilenglikol banyak digunakan pelarut dan pembawa dalam pembuatan

sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang tidak stabil atau tidak

dapat larut dalam air. Propilenglikol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental,

hampir tidak berbau. Dalam kondisi biasa, propilenglikol stabil dalam wadah yang

tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan

gliserin, air atau alkohol. Propilenglikol juga digunakan sebagai penghambat

pertumbuhan jamur.

Propilenglikol telah banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam

berbagai formulasi parenteral dan nonparenteral.


19

Tabel 1. Penggunaan Propilenglikol Dalam Sediaan Farmasi


Penggunaan Bentuk Sediaan Konsentrasi (%)
Humektan Topikal ≈15
Pengawet Larutan, semisolid 15-30
Aerosol 10-30
Larutan oral 10-25
PPPelarut Parentral 10-60
Topikal 5-80
h. Tween 80

Larut dalam air, dan metanol, sukar larut dalam minyak biji kapas.Polisorbat

digunakan sebagai agent pelarut untuk berbagai substansi termasuk minyak esensial

dan tween 80 merupakan cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau asam

lemak, khas, mudah vitamin larut minyak. Polisorbat merupakan derivate sorbiton,

dapat digunakan sebagai surfaktan dalam sediaan topikal (Raymond, 2009: 550).

Tabel 2. Penggunaan Polisorbat Dalam Sediaan Farmasi


Penggunaan Konsentrasi (%)
Digunakan sendiri dalam emulsi M/A 1-15
Kombinasi dengan pengemulsi hidrofilik dalam emulsi M/A 1-10
i. Span 80

Sorbitan merupakan cairan kental seperti minyak berwarna kuning. Praktis

tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan propilenglikol, tercampur dalam alcohol

dan metanol, satu bagian span larut dalam 100 bagian minyak biji kapas, sedikit

larut dalam etil asetat. Memiliki bobot jenis 1,01 g/ml dan HLB 4,3. Dalam dunia

farmasi digunakan sebagai emulgator surfaktan nonionik, peningkat kelarutan.

Sorbitan stabil terhadap asam dan basa lemah. Disimpan dalam wadah tertutup

rapat, tempat sejuk, dan kering (Dirjen POM, 1979: 567; Raymond, 2009: 679).

Tabel 3. Penggunaan Sorbitan Dalam Sediaan Farmasi


Pengunaan Konsentrasi
Digunakan sendiri dalam emulsi A/M 1-15
Kombinasi dengan pengemulsi hidrofilik dalam emulsi M/A 1-10
20

j. Setil alcohol

Dalam sediaan topikal losio, krim, dan salep, setil alkohol digunakan karena

sifatnya emolien, daya absorpsinya terhadap air, dan sebagai bahan pengemulsi.

Dapat meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur sediaan, dan meningkatkan

konsistensi. Praktis tidak larut dalam air, larut 1:10 alkohol, dapat bercampur

dengan minyak dan lemak tertentu seperti paraffin cair, paraffin padat, ketika dalam

bentuk lelehan (Raymond, 2009: 155).

Penggunaan Konsentrasi (%)


Emolien 2-5
Pengemulsi 2-5
Penyerapan air 5
Tabel 4. Penggunaan Setil Alkohol Dalam Sediaan Farmasi

k. a-tokoferol

a-tokopherol digunakan dalam formulasi farmasi kapsul, tablet,

mikroemulsi, topikal dan parenteral sebagai absorpsi aenhancer, antioksidan,

emulgator, granulasi, basis, solubilizing agent, surfaktan, suspensi, dan tablet

binder. Tokoferol adalah produk farmasi yang berbasis lemak dan biasanya

digunakan pada rentang konsentrasi 0,001-0,05 % (Raymond, 2009: 32).

l. Aquadest

Aquadest adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan. Air

murni dapat diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis, atau
21

dengan cara yang sesuai. Air murni lebih bebas kotoran maupun mikroba.Air murni

digunakan dalam sediaan-sediaan yang membutuhkan air terkecuali untuk

parenteral, aquadest tidak dapat digunakan (Dirjen POM, 1979: 92).

B. Parameter-parameter yang digunakan dalam uji kestabilan fisik :

a. Organoleptis atau penampilan fisik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan atau

pemisahan emulsi, timbulnya bau atau tidak, dan perubahan warna.

b. Sifat aliran (viskositas)

Secara umum kenaikan viskositas dapat meningkatkan kestabilan sediaan,

karena semakin tinggi viskositas maka semakin besar tahanannya untuk mengalir.

c. Kriming

Kriming adalah naik atau turunnya tetes-tetes terdispersi membentuk suatu

lapisan pada permukaan atau dasar dari suatu emulsi. Kriming terjadi karena

pengaruh gravitasi bumi dan naik atau turunnya tetesan tergantung pada rapat jenis

kedua fase. Bila kriming terjadi pada penggabungan, maka emulsi dapat

diemulsikan kembali dengan pengocokan. Persamaan stokes sangat berguna untuk

memahami proses kriming. Persamaan ini berdasarkan pada partikel yang terbentuk

bola yang berukuran sama dan dipisahkan oleh jarak yang menyebabkan gerakan

partikel yang satu tidak tergantung pada partikel lain. Persamaan ini

memperlihatkan fungsi dari tetesan kuadrat. Jadi partikel yang lebih besar akan

lebih cepat mengalami kriming. Persamaan stokes juga menunjukkan bahwa

kecepatan kriming berbanding terbalik dengan kekentalan (Lachman, 1994: 1077).

d. Perubahan ukuran tetes terdispersi


22

Perubahan rata-rata ukuran tetes terdispersi atau distribusi ukuran tetes

terdispersi merupakan parameter yang penting untuk mengevaluasi suatu emulsi.

Analisis ukuran tetes terdispersi dapat dilakukan dengan beberapa metode.

Mikroskop yang memberikan nilai rata-rata tergantung pada jumlah tetes untuk

setiap ukuran (Lachman, 1994: 1086).

e. Inversi fase

Suatu emulsi dikatakan mengalami perubahan fase (inversi) ketika terjadi

perubahan dari bentuk emulsi M/A menjadi A/M, atau sebaliknya. Inversi kadang-

kadang dapat disebabkan oleh penambahan elektrolit atau perubahan rasio fase

volume. Sebagai contoh suatu emulsi M/A yang mengandung natrium stearate

sebagai pengemulsi dapat mengalami inversi fase dengan penambahan kalsium

klorida karena terbentuknya kalsium stearat yang merupakan suatu pengemulsi

yang dapat membentuk fase M/A. Inversi fase dapat terlihat ketika suatu emulsi

yang dibuat melalui proses pemanasan dan pencampuran dua fase didinginkan

(Gennaro, 2000: 740).

f. Penentuan tipe emulsi

Beberapa metode yang tersedia untuk menentukan tipe emulsi. Beberapa

metode paling umum meliputi pengenceran tetesan, kelarutan cat, pembentukan

kriming, konduktivitas listrik, dan tes fluoresensi.

2.1.7 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau

reduktan. Senyawa ini mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi,

dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga dapat didefinisikan


23

sebagai senyawa yang apabila dalam konsentrasi rendah berada bersama substrat

yang dapat teroksidasi, dapat menunda atau menghambat oksidasi senyawa tersebut

(Sunardi, 2007).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan diklasifikasikan menjadi dua

kategori, yaitu antioksidan pencegah dan antioksidan pemutus rantai. Antioksidan

pencegah bekerja dengan menghambat pembentukan reactive oxygen species

(ROS), seperti enzim katalase, peroksidase, superoksida dismutase, dan transferin.

Antioksidan pemutus rantai merupakan senyawa yang menangkap radikal oksigen

kemudian memutus rangkaian rantai reaksi radikal, contohnya vitamin C, vitamin

E, asam urat, bilirubin, polifenol, dan sebagainya. Antioksidan pemutus rantai

memiliki dua jaul reaksi. Jalur pertama merupakan jalur transfer atom hidrogen

dengan mekanisme radikal oksigen menangkap hidrogen dari antioksidan sehingga

terbentuk kompleks antioksidan radikal yang bersifat stabil. Jalur kedua,

antioksidan mendeaktivasi radikal bebas dengan transfer electron tunggal. Transfer

elektron tunggal sangat dipengaruhi oleh kestablilan pelarut pada muatan tertentu

(Ou, Huang, Woodill, Flanagan, dan Deemer, 2002).

2.1.8 Metode DPPH

Metode DPPH merupakan metode yang cepat, sederhana, dan tidak

membutuhkan biaya tinggi dalam menentukan kemampuan antioksidan

menggunakan radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Metode ini

sering digunakan untuk menguji senyawa yang berperan sebagai free radical

scavengers atau donor hidrogen dan mengevaluasi aktivitas antioksidannya, serta


24

mengkuantifikasi jumlah kompleks radikal-antioksidan yang terbentuk. Metode

DPPH dapat digunakan untuk sampel yang berupa padatan maupun cairan (Prakash,

Rigelhof, dan Miller, 2001).

Gugus kromofor dan auksokrom pada radikal bebas DPPH memberikan

absorbansi maksimum pada panjang gelombang 517 nm sehingga menimbulkan

warna ungu. Warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning seiring

penambahan antioksidan yaitu saat elektron tunggal pada DPPH berpasangan

dengan hidrogen dari antioksidan. Hasil dekolorisasi oleh antioksidan setara dengan

jumlah elektron yang tertangkap. Mekanisme penangkapan radikal ditunjukan pada

reaksi di bawah ini.


25

2.2 Kerangka Konsep

Rumput laut
merah kering
Gelidium sp

Preparasi bahan baku

Serbuk rumput
laut
kering

Maserasi sebuk dalam etanol


96%

Filtrasi

Filtrat Residu
porasi

Evaporasi

 Perhitungan rendemen
Ekstrak etanol  Uji kadar air
Gelidium sp  Analisis fitokimia
 Uji aktivitas antioksidan

Formulasi lulur krim


Penambahan konsentrasi Uji aktivitas antioksidan
Ekstrak etanol Gelidium sp
(1,5%, 2%, 3%, 4%, dan
5%)

Formulasi lulur krim ekstrak  Viskositas


etanol Gelidium sp 5% dengan  Daya sebar
penambahan konsentrasi  Analisi pH
karagenan (0,50%, 0,75%, dan  Analisis sensori
1%)

Lulur krim
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Faramasetika

Akademi Farmasi Al-Fatah Bengkulu. Penelitian ini berlangsung dari bulan Janurari

sampai bulan April 2019.

3.2 Verifikasi Tanaman

Verifikasi ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan bahan

utama yang akan digunakan. Verifikasi ini akan dilakukan di Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Laboratorium Biologi Universitas Bengkulu.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu, timbangan analitik, perasan

jeruk, gelas ukur, batang pengaduk, erlemeyer, pipet volum, timbangan analitik,

pipet tetes, tabung reaksi, seperangkat alat spektrofotometri UV-Vis.

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu, Alga merah Gelidium sp,

FeCl3 1%, etanol 96%, MgSO4, HCl, natrium karbonat, asam galat, reagen

Folin-Ciocalteu, Larutan kuersetin, AlCl3, asam asetat.

26
27

3.3 Prosedur Kerja Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Gelidium sp yang

diambil dari perairan laut Kota Bengkulu. Pengambilan sampel dilakukan

pada saat Alga masih segar.

3.3.2 Pembuatan Simplisia

Alga yang masih segar dilakukan pencucian untuk memisahkan dari

kotoran-kotoran asing kemudian dirajang menjadi bagian-bagian yang

kecil lalu dikeringkan sampai kadar airnya berkurang setelah kering alga

disimpan untuk selanjutnya dilakukan maserasi

3.3.3 Pembuatan Ekstrak

Simplisia Gelidium sp yang telah kering kemudian ditimbang

sebanyak 500 gram. Ekstraksi dilakukan dengan cara dingin yaitu metode

Maserasi menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 500 ml. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam 500 gram simplisia dalam 75 bagian

etanol 96% (3750 ml) dalam botol gelap selama 5 hari sambil dikocok.

Setelah 5 hari diserkai, diperas hingga diperoleh maserat. Maserat yang

diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada

suhu 70oC dengan kecepatan 70rpm.


28

3.3.4 Rancangan Formulasi

Konsentrasi (%)

Bahan Formula Formula Formula


1 2 3
Ekstrak Gelidium sp. 5,00 5,00 5,00
Asam stearat 15,00 15,00 15,00
Gliserin 5,00 5,00 5,00
Propilen glikol 5,00 5,00 5,00
Trietanolamin 1,20 1,20 1,20
Metil paraben 0,12 0,12 0,12
Pewangi qs qs qs
Aquades ad 100 ad 100 ad 100
Cetyl alkohol 1 1 1
Na. Lauril Sulfat 0,25 0,25 0,25

3.3.5 Pengambilan Agarosa

Ekstrak kental yang diperoleh diserbuk ditambah NaOH ad pH 8,5 ditambah

Aquadest kemudian panaskan ad 800 C kemudian serkai panas dengan

menggunakan kertas saring whatman kemudian tambahkan etanol 95%

sebanyak 30 ml kemudian diamkan selama 24 jam terbentuk endapan

disisihkan ditambahkan etanol 95% sebanyak 200 ml kemudian disaring

terbentuklah ekstrak agar-agar.

3.3.6 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

a. Pembuatan Larutan DPPH

Larutan dpph 50 nm dibuat dengan melarutkan serbuk dpph

ditimbang sebanyak 1,97 mg dan dilarutkan dalam etanol p.a sampai

tempat 100,0 ml (0,05nm).


29

b. Penentuan Aktivitas Antioksidan

Sampel dipipet menggunakan mikropipet 1mg/ml.

(100mg/100ml) diencerkan dengan penambahan tetanol p.a 96%

hingga diperoleh 10,30,50,70, dan 90 mg/ml. Penentuan aktivitas

antioksidan dilakukan terhadap berbagai konsentrasi dengan

memasukan 0,2 ml larutan sampel kedalam tabung reaksi dan

direaksikan dengan 3,8 ml larutan dpph 50 nm campuran

dihomogenkan dan didiamkan selama 40 menit di tempat gelap. Pada

akhirnya, absorbansi diukur pada panjang gelombang 517 nm

menggunakan spektofotometri uv-vis (Primurdia, 2014;

Cahyono,2010).

3.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dilaboratorium selanjutnya akan

diolah secara manual dan di dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan

grafik

Anda mungkin juga menyukai