Analisis Kromatografi
Penetapan Kadar Gentamisin pada Sediaan Krim Dengan Metode Kromatografi
Lapis Tipis
Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2020
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan ................................................................................................................................. 1
i
3.6.2. Prosedur Kerja............................................................................................................... 16
Daftar Pustaka....................................................................................................................................... 21
ii
Bab I
Pendahuluan
1
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa saja analit dan matriks pada sediaan krim Gentamisin?
b. Bagaimana sifat fisika dan kimia pada masing-masing analit dan matriks yang digunakan?
c. Apa metode analisis serta yang digunakan?
d. Bagaimana menentukan preparasi sampel?
e. Bagaimana validasi metode analisis yang digunakan?
f. Bagaimana aplikasi penentuan kadar krim gentamisin?
2
Bab II
Teori Dasar
Krim merupakan sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut dalam bahan dasar yang sesuai yang ditujukan untuk penggunaan topikal. Formulasi krim
bisa sebagai emulsi air dalam minyak ataupun minyak dalam air. Saat ini, emulsi minyak dalam air
lebih mengarah pada produk kosmetika dan estetika. Hal tersebut dikarenakan lebih mudah dicuci
dengan air (Ditjen POM, 1995). Krim juga digunakan untuk pengobatan, umumnya untuk mengatasi
penyakit kulit seperti jamur, infeksi atau dapat juga untu antiinflamasi (Anwar, 2012)
Untuk membuat krim harus memnuhi beberapa persyaratan pembuatan krim. Dimana,
persyaratan krim yaitu stabil dalam pemakaian, lunak, mudah dipakai, serta dapat terdistribusi
secara merata pada kulit (Widodo, 2013). Metode pembuatan sediaan ini yaitu proses peleburan
serta emulsifikasi. Dalam pembuatan krim perlunya dalam memastikan temperaturnya harus sama.
Hal ini diperlukan agar krim tidak menjadi 2 fase karena terjadinya pemisahan antara fase mintak
dan fase cair (Widodo, 2003). Penyimpanan krim umumnya dikemas dalam botol atau tube.
Umumnya kemasa botol menggunakan botol yang gelap untuk bahan obat yang peka terhadap
cahaya (Ansel, 1989).
Salah satu contoh produk krim adalah krim gentamisin. Gentamisin merupakan obat
antibiotik yang termasuk dalam golongan aminoglikosida yang didapatkan dari isolasi microspora
purpurea (Katzung, 2010). Aminoglikosida merupakan obat bakterisid yang berasal dari berbagai
spesies Streptomyces. Selain gentamisin, terdapat obat golongan aminoglikosida yang lain seperti
streptomisin, kanamisin, neomisin, amikasin, tobramisin, dan sebagainya (Katzung dkk, 2009).
Namun, yang paling banyak diminati salah satunya adalah gentamisin. Hal ini dikarenakan harga dari
gentamisin relatif terjangkau serta gentamisin efektif melawan bakteri gram positif serta bakteri
gram negatif. Sehingga, gentamisin menjadi pilihan lini pertama dalam golongan aminoglikosida
yang digunakan oleh masyarakat (Katzung, 2010).
Rute penggunaan yang tepat pada gentamisin yaitu melalui intravena, intraperitoneal, intra
muskular dan topikal. Penggunaan gentamisin tidak diberikan melalui rute oral dikarenakan absorpsi
gentamisin melalui pencernaan kurang baik, sehingga tidak disarankan pemberian untuk rute oral.
Waktu paruh gentamisin 2-3 jam (Hardjosaputra dkk, 2008)
Mekanisme kerja dari gentamisin yaitu bakterisid yang digunakan dalam menembus dinding
bakteri. Untuk menembus dinding bakteri, aminoglikosida yang bermuatan positif verikatan secara
pasif dengan membran luar dinding yang bermuatan negatif (Radigan dkk, 2009). Obat gentamisin
3
juga berikatan dengan ribosom subunit 30s dan 50s pada bakteri. Gentamisin bekerja dengan
mengganggu proses translasi sehingga terjadi kekacauan pada biosintesa protein bakteri. (Katzung,
2010)
Gentamisin adalah antibiotika golongan aminoglikosida yang secara klinis digunakan untuk
melawan bakteri gram negatif. Aktifitasnya terutama terhadap Escherichia coli, Proteus mirabilis,
dan Klebsiella sp, Morganella sp, Citrobacter sp, Serratia sp dan Enterobacter sp, Pseudomonas sp,
Acinetobacter sp dan Haemophilus influenza (Leibovici dkk, 2009). Gentamisin digunakan pada
septikemia dan infeksi berat lain yang disebabkan oleh bakteri gram-negatif aerob, infeksi saluran
kemih, infeksi saluran empedu, dan infeksi serius lain. Gentamisdin dapat dikombinasikan dengan
beta-laktam yang dapat digunakan untuk endokarditis bakterial. Gentamisin juga dapat digunakan
sebagai kemoprofilaksis pada operasi abdominal (Hardjosaputra dkk, 2008)
Efek Samping dari gentamisin yaitu neurotoksisitas, ototoksisitas (auditori dan vestibular),
nefrotoksik (meningkatkan klirens kreatinin) dengan kejadian lebih dari 10%. Edema, gatal, dan
kemerahan adalah reaksi samping yang terjadi pada kurang dari 10% pengguna. Efek samping lain
yang lebih jarang (< 1%) yaitu agranulositosis, reaksi alergi, dispnea, granulositopenia, fotosensitif,
pseudomotor serebral, dan trombositopenia (Katzung, 2010).
4
Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan alikuot kecil sampel pada salah satu
ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk zona awal. Kemudian sampel dikeringkan. Ujung
fase diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke dalam fase gerak (pelarut tunggal ataupun
campuran dua sampai empat pelarut murni) di dalam chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih
dengan benar, campuran komponen-komponen sampel bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda
selama pergerakan fase gerak melalui fase diam. Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa
didasarkan pada perbandingan nilai Rf dibandingkan Rf standar.
5
BAB III
Isi
3.1.2. Analit
• Gentamisin Sulfat
3.1.3. Matriks
• Vaselin Album : Basis krim
• Metil Paraben : Antimikroba
• Propil Parabn : Antimikroba
• BHT : Antioksidan
• Parafin Liquid : Emolien
• Alkohol ketostearat : Emulgator, Emolien
• Aquadest : Pembawa
6
3.2. Menentukan sifat fisika kimia
7
• BM:-
• Titik didih : -
• Titik lebur : 38–60 °C
• Λ max : -
• Log P : -
• Inkompatibilitas : Merupakan bahan inert yang tidak dapat bercampur dengan
banyak bahan.
b. Metil Paraben
• Struktur molekul :
8
esensial, sorbitol, dan atropin. Metil paraben berubah warna dengan adanya besi
dan terhidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat.
c. Propil Paraben
• Struktur molekul :
9
biru laut juga akan menyerap propil, sehingga mengurangi efektivitas pengawet.
Propil paraben berubah warna dengan adanya besi dan akan terhidrolisis oleh
alkali lemah dan asam kuat.
d. Butylated Hydroxytoluene (BHT)
• Struktur molekul :
10
• BM:-
• Titik didih : >360 °C
• Titik lebur : -
• Λ max : -
• Log P : -
• Inkompatibilitas : Inkompatible dengan oksidator kuat.
f. Cetostearyl Alcohol
• Struktur molekul :
11
• Rumus molekul : H2O
• Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
• Kelarutan :
• BM : 18 g/mol
• Titik didih : 100 °C
• Titik beku : 0 °C
• Λ max :
• Log P : -1,38
• Inkompatibilitas : Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-obatan
dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam adanya air
atau uap air) pada lingkungan dan temperatur yang tinggi.Air dapat bereaksi
dengan logam alkali, logam alkali dan oksida nya dengan cepat, seperti kalsium
oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan garam anhidrat untuk
membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dengan bahan organik tertentu dan
kalsium karbida.
12
aquadest dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL, diencerkan dengan
aquadestsampai tanda.
100 𝑚𝑔 𝑚𝐿
× 1000 = 2000 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿 𝐿
• Dari larutan baku induk dibuat larutan baku kerja dengan konsentrasi 10 ppm, 20
ppm, 40 ppm, 60 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dalam labu takar 50 mL.
𝑥 𝑚𝐿
a) 50 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 10 𝑝𝑝𝑚
𝑥 = 0,25 𝑚𝐿
𝑥 𝑚𝐿
b) × 2000 𝑝𝑝𝑚 = 20 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
𝑥 = 0,5 𝑚𝐿
𝑥 𝑚𝐿
c) 50 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 40 𝑝𝑝𝑚
𝑥 = 1 𝑚𝐿
𝑥 𝑚𝐿
d) 50 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 60 𝑝𝑝𝑚
𝑥 = 1,5 𝑚𝐿
𝑥 𝑚𝐿
e) 50 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 100 𝑝𝑝𝑚
𝑥 = 2,5 𝑚𝐿
𝑥 𝑚𝐿
f) × 2000 𝑝𝑝𝑚 = 150 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
𝑥 = 3,75 𝑚𝐿
𝑥 𝑚𝐿
g) 50 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 200 𝑝𝑝𝑚
𝑥 = 5 𝑚𝐿
13
pengembang KH2PO4 pada rentang konsentrasi 5% - 25%. Apabila larutan pengembang
telah mencapai batas elusi (eluent front), pelat diangkat dari bejana dan dikeringkan
dengan aliran udara pada suhu kamar. Setelah kering, pelat dicelupkan dengan cepat ke
dalam bejana yang berisi larutan ninhidrin. Pelat diangkat dari bejana, setelah kering
dipanaskan pada suhu 100°C selama 5-10 menit. Panjang gelombang maksimum setiap
noda diamati pada densitometer.
3.5. Validasi
14
selanjutnya dielusi sama dengan cara di atas, dan dilakukan pengukuran luas noda
pada panjang gelombang maksimum. Dari hasil pengukuran ditentukan koefisien
korelasi yang menyatakan hubungan antara kadar dan luas noda.
b. Selektivitas
Uji selektivitas larutan pengembang dilakukan dengan cara pemilihan
konsentrasi fase gerak yang dapat menghasilkan harga Rf memenuhi syarat. Dari
kelima macam konsentrasi larutan pengembang KH2PO4, maka dipilih larutan KH2PO4
20% (b/v) dalam air suling, karena menghasilkan harga Rf pada rentang 0,3-0,7.
Apabila Rf yang dihasilkan berada di bawah rentang, maka noda yang terukur akan
memberikan puncak sempit dan sangat runcing, sehingga tidak menggambarkan
konsentrasi sebenarnya. Begitu pula bila Rf berada di atas rentang, akan dihasilkan
noda semakin melebar dan memberikan puncak yang lebar, sehingga diperoleh hasil
yang tidak valid bila diukur dengan densitometer. Semakin panjang jarak yang tempuh
eluen, semakin baik proses pemisahan komponen gentamisin, begitu pula sebaliknya.
c. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ).
LOD adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat diketahui
tanpa perlu diukur. Limit LOQ adalah konsentrasi minimum analit yang dapat diukur
dengan presisi yang sesuai. Larutan baku kerja gentamisin dengan konsentrasi 50
μg/mL ditotolkan hingga jumlah atau volume totolan terkecil sampai noda tidak
teramati secara visual, tetapi alat masih memberikan respon sampai jumlah totolan
tertentu. Setelah dilakukan elusi dan penampakan noda, noda diamati pada panjang
gelombang maksimum dan luas noda diukur.
Batas deteksi (LoD) untuk gentamisin adalah 0,019 µg dan batas kuantitasi (LoQ)
adalah 0,064 µg. Berdasarkan data ini, gentamisin dapat terdeteksi dan ditentukan
apabila kadarnya lebih besar atau sama dengan LoD. Kadar gentamisin dalam sediaan
krim ±0,1% b/v.
d. Presisi
Pada penentuan presisi yang dilakukan dengan penotolan sebanyak 10 kali
dengan volume yang sama. Persyaratan presisi yang umum dan yaitu lebih kecil dari
2%, sedangkan untuk densitometri harga KV lebih kecil dari 5% sudah dianggap
memuaskan. Oleh karena itu, walaupun harga KV gentamisin lebih besar dari 2%,
namun masih memenuhi syarat untuk metode densitometri.
e. Akurasi
15
Keakuratan prosedur analitis merupakan kedekatan antara nilai yang diterima
baik sebagai nilai sebenarnya (konvensional) atau nilai referensi yang diterima dan
nilai yang ditemukan. Pada penetapan kadar untuk penentuan akurasi, persen
perolehan untuk berbagai macam kadar baku gentamisin memenuhi harga yang
dipersyaratkan secara umum yaitu 95-105 %.
3.6. Aplikasi
16
• Dari larutan baku induk dibuat larutan baku kerja dengan konsentrasi 10 ppm,
20ppm, 40ppm, 60ppm, 100 ppm, 150 ppm, dan 200 ppm
b. Preprasi eluen / fase gerak
• Ditimbang seksama 10 gram KH2PO4
• Dilarutkan dalam aquadest dan dimasukkan labu takar 50 mL
• Diencerkan dengan aquades sampai tanda, diperoleh larutan KH2PO4 20%
c. Teknik penampakan noda
• Dilakukan secara kimia, yaitu dengan cara pencelupan pelat KLT secara cepat ke
dalam larutan ninhidrin 0,2% (b/v) dalam etanol 96%
• Kemudian dipanaskan pada suhu 100˚C selama 5-10 menit
d. Penyiapan sampel sediaan topikal gentamisin
• Ditimbang seksama 10 gram krim
• Selanjutnya diekstrasi tiga kali dengan aquadest sebanyak 15 mL dalam erlenmeyer
dan dikocok dengan sonikator selama 10 menit
• Ekstrak yang diperoleh dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 50,0 mL
• Lalu ditambah aquadest sampai tanda
• Setelah dikocok homogen, larutan disaring, filtrat pertama dibuang dan filtrat
selanjutnya ditampung
e. Eluasi Larutan Standar dan Larutan Sampel
• Siapkan lempeng KLT (diusahakan jangan mengotori lempeng KLT dan dipastikan
tangan bersih dan kering)
• Totolkan 6L larutan standar gentamisin sulfat pada lempeng KLT dengan
menggunakan pipet kapiler 3 totolan.
• Totolkan 6L larutan sampel pada lempeng KLT dengan menggunakan pipet kapiler
3 totolan.
• Pastikan chamber jenuh (kertas saring terbasahi eluen semua), lalu masukkan
lempeng KLT ke dalam chamber dengna menggunakan pinset.
• Tunggu eluasi lempeng KLT sampai garis batas, lalu ambil.
• Keringkan lempeng KLT dengan alat pengering.
• Scanning lempeng KLT dengan densitometer camag.
• Scan purity dan identity serta hitung kadar Gentamisin sulfat pada sampel krim.
17
f. Perhitungan
• Pembuatan larutan standar induk gentamisin konsentrasi 2000 ppm
100 𝑚𝑔 𝑚𝐿
× 1000 = 2000 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿 𝐿
• Pembuatan larutan standar
a) Konsentrasi 10 ppm
𝑥 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 10 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
𝑥 = 0,25 𝑚𝐿
b) Konsentrasi 20 ppm
𝑥 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 20 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
𝑥 = 0,5 𝑚𝐿
c) Konsentrasi 40 ppm
𝑥 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 40 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
𝑥 = 1 𝑚𝐿
d) Konsentrasi 60 ppm
𝑥 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 60 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
𝑥 = 1,5 𝑚𝐿
e) Konsentrasi 100 ppm
𝑥 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 100 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
𝑥 = 2,5 𝑚𝐿
f) Konsentrasi 150 ppm
𝑥 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 150 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
𝑥 = 3,75 𝑚𝐿
g) Konsentrasi 200 ppm
𝑥 𝑚𝐿
× 2000 𝑝𝑝𝑚 = 200 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
𝑥 = 5 𝑚𝐿
• Larutan Sampel
Setiap 5 mg mengandung gentamisin sulfat 0,1 %
10 𝑚𝑔
× 1000 𝑝𝑝𝑚 = 200 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿
Diencerkan menjadi
18
50 𝑚𝐿 × 200 𝑝𝑝𝑚 = 𝑥 𝑚𝑙 × 1000 𝑝𝑝𝑚
𝑥 = 0,1 𝑚𝐿
19
Bab IV
Kesimpulan
• Krim merupakan sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
dalam bahan dasar yang sesuai yang ditujukan untuk penggunaan topikal. Formulasi krim bisa
sebagai emulsi air dalam minyak ataupun minyak dalam air.
• Gentamisin merupakan obat antibiotik yang termasuk dalam golongan aminoglikosida yang
didapatkan dari isolasi microspora purpurea (Katzung, 2010). Aminoglikosida merupakan obat
bakterisid yang berasal dari berbagai spesies Streptomyces. Gentamisin adalah antibiotika
golongan aminoglikosida yang secara klinis digunakan untuk melawan bakteri gram negatif.
• Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari
komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan
fase gerak (cair atau gas) yang menyebabkan terjadinya perbedaan migrasi dari masing-masing
komponen. Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing
komponen dalam fase diam dan fase gerak.
• Kondisi analisis pada uji ini adalah:
- Pelarut : aquadest
- Fase diam : silika gel F254
- Fase gerak : KH2PO4 20% (b/v)
- Konsentrasi uji : 10, 20, 40, 60, 100, 150, 200 ppm
- Penampak noda : ninhidrin 2% dalam etanol 96%
- 𝜆pengamatan : 400 nm
- Visualisasi hasil : densitometer
• Larutan standar yang digunakan yaitu larutan dengan konsentrasi sebesar 2000 ppm
20
Daftar Pustaka
Rowe, Raymond C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed. London: Pharmaceutical
Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Indonesia edisi V, Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36. London: Pharmaceutical Press
Hubicka, U., Krzek, J., Woltyska, H., & Stachacz, B. 2009. Simultaneous Identification and
Quantitative Determination of Selected Aminoglycoside Antibiotics by Thin-Layer
Chromatography and Densitometry. Journal of AOAC INTERNATIONAL, 92(4), 1068–1075
Isnaeni, A. Burhanudin, A. T. Poernomo. 2016. Penetapan Kadar Gentamisin dalam Sediaan Krim
dengan Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri. Pharmaciana Vol. 6, No. 2, 107-116
Wulandari, L. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT Taman Kampus Presindo.
Anwar. 2012. Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Depkes RI
Widodo, Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker. Jogjakarta: D-Medika.
Abubakar, Tribudhi M., Widodo S. 2003. Pengaruh Penambahan Aroma dan Penggunaan Jenis Gula
Terhadap Mutu Organoleptik Susu Pasteurisasi. Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Yogyakarta.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2009. Basic & Clinical Pharmacology, 11th Ed. New York:
McGraw-Hill
Hardjosaputra, S.L., dkk. .2008. Data Obat di Indonesia. Jakarta: PT. Muliapurna Jayaterbit.
Leibovici, L., L. Vidal ., M. Paul. 2009. Aminoglycosides drugs in clinical practice : an evidence
approach. Journal of Antimicrobial Chemotherapy
21