Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PENGAMATAN ZAT TERLARUT DAN PH PADA ALBUMIN TELUR


DAN GELATIN

Dibuat oleh:
KELOMPOK 1 (TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN)
1. Dyah Ayu Ningrum (2210711320004)
2. M.Anshori safikri (
3. M.Guzali Anfal (
4. Nadia Devita Sari (2210711220014)
5. Nazmi Zahra (2210711220015)
6. Reza Maulana Saputra (
Wirawan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN, TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARNARU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hikmah, serta
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Biokimia ini dengan
baik. Shalawat dan salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW tercinta. Judul
yang diambil untuk pembuatan laporan praktikum Biokimia yaitu “Pengamatan Zat
Terlarut dan Ph pada Albumin Telur dan Gelatin”
Kami menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak telah membantu
penyusunan laporan ini, khususnya untuk para dosen mata kuliah Biokimia:
1. Candra, SPi, MSi
2. Iin Khusnul Khotimah, SPi, MSi
3. Dr. Yuspihana Fitrial, SPi, MSi
Kami memahami bahwa tanpa kerja-sama semua pihak, kami tidak akan dapat
menyelesaikan laporan ini secara efektif dan benar. Karena kami sangat menyadari
bahwa laporan ini tidak sempurna, kami mengantisipasi dan mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk memperbaiki dan menyempurnakan laporan ini. Semoga
laporan ini bermanfaat dan menjadi pengetahuan bagi kita semua yang membacanya.

Banjarbaru, November 2023

Praktikan

i
DAFTAR PUSTAKA

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................................5
1.1 Latar belakang.............................................................................................................5
1.2 Tujuan..........................................................................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................7
BAB 3 METODE PRAKTIKUM.........................................................................................9
3.1. Waktu dan Tempat.....................................................................................................9
3.2. Alat dan Bahan...........................................................................................................9
3.3. Prosedur Kerja.........................................................................................................10
3.3.1 Percobaan 1: Kelarutan Protein Albumin Putih Telur....................................10
3.3.2 percobaan 2: Kelarutan Protein Gelatin...........................................................11
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................12
4.1 hasil.............................................................................................................................12
4.2 pembahasan...............................................................................................................15
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................18
5.1 kesimpulan.................................................................................................................18
5.2 saran...........................................................................................................................19

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Alat-alat saat praktikum


Tabel 3.2 Bahan-bahan saat praktikum
Tabel 4.1 percobaan 1
Tabel 4.2 Pengamatan zat terlarut dan pH terhadap albumin telur
Tabel 4.3 percobaan 2
Tabel 4.4 Pengamatan zat terlarut dan pH terhadap gelatin

iii
1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Selama ini sisa putih telur ayam yang berada di pasaran maupun industri
makanan pemanfaatannya sangatlah kurang. Sisa putih telur ayam jika dibiarkan
menumpuk hingga kondisinya rusak, maka dapat menimbulkan masalah
lingkungan (limbah) yang akhirnya berdampak pada masalah kesehatan. Dalam
pengolahnnya, putih telur ayam hanya dimanfaatkan dalam ruang lingkup bahan
tambahan makanan seperti halnya dalam industri roti tawar, roti kering hingga
hanya dikukus untuk dijadikan lauk pauk konsumsi sehari-hari.
Putih telur ayam digunakan secara luas dalam industri pangan seperti
industri kue, roti dan pengolahan daging karena sifat putih telur ayam yang sangat
baik dalam meningkatkan daya busa dan kekenyalan produk. Sifat ini merupakan
dampak dari kandungan protein putih telur ayam yang mencapai 80%. Produksi
telur secara nasional menurut data statistik tahun 2013 menunjukkan peningkatan
dibandingkan tahun 2012 masingmasing dengan rincian adalah telur ayam
kampung 200.615 ton (peningkatan 1,79%), telur ayam ras petelur 1.223.718 ton
(peningkatan 7,35%), dan telur itik 272.431 ton (peningkatan 2,81%) (Ditjennak,
2013). Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan produksi telur unggas
yang dapat menjamin ketersediaan telur secara berkesinambungan setiap
tahunnya.
Telur merupakan produk unggas dengan nilai gizi yang tinggi dan
dibutuhkan oleh tubuh manusia karena merupakan sumber protein, asam lemak,
vitamin dan mineral yang lezat untuk dikonsumsi. Selain itu, telur juga sudah
banyak tersedia dan harganya relatif murah dibandingkan dengan bahan makanan
lainnya (seperti ikan, daging, ayam). Telur memiliki banyak keunggulan,
diantaranya kandungan asam amino terlengkap. Namun demikian telur mudah
mengalami kerusakan selama penyimpanan pada suhu kamar. Kesegaran telur
ditandai oleh keadaan fisik dan kimiawi, selama proses penyimpanan keadaan ini
akan terus mengalami perubahan dan kesegaran telur semakin menurun. Telur
yang disimpan di ruangan terbuka lebih dari dua minggu akan mengalami
kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Novia et al, 2011
2

menyatakan bahwa kandungan gizi yang terdapat di dalam telur merupakan


sumber yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga diperlukan
pengawetan untuk mempertahankan kualitas dan umur simpan telur.
Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen.
Gelatin merupakan protein yang larut yang bisa bersifat sebagai gelling agent
(bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Sumber bahan baku gelatin
dapat berasal dari sapi (tulang dan kulit jangat), babi (hanya kulit) dan ikan
(kulit). Karena gelatin merupakan produk alami, maka diklasifikasikan sebagai
bahan pangan bukan bahan tambahan pangan. Untuk hewan besar seperti sapi,
kerbau dan kuda, umumnya kulitnya digunakan sebagai bahan kerajinan dan
casing, yaitu kulit bagian dalam (sisa dari penyamakan) umumnya dikumpulkan
dan diproses lebih lanjut menjadi casing (selongsong sosis). Untuk hewan kecil,
terutama kulit babi jarang yang disamak dan untuk kerajinan, oleh sebab itu dicari
alternatif lain penggunaannya, yaitu umumnya diproses llebih lanjut menjadi
gelatin.
Cara pembuatan gelatin secara umum adalah : kulit atau tulang hewan
yang kaya akan kolagen direndam dalam asam atau basa, kemudian diekstrasi
dengan panas secara bertingkat, yaitu dilakukan pada evaporator atau tangki biasa
pada suhu 60,70, 80, 90, dan 100 derajat Celcius untuk menghasilkan mutu gelatin
yang berbeda-beda. Hasil ekstrak yang mengandung gelatin dibersihkan dari
kotoran halus dan mineral dengan cara penyaringan, sentrifugasi, demineralisasi
dengan ion echanger. Filtrat disterilisasi UHT, dikeringkan, digiling dan terakhir
dikemas dan siap dipasarkan. Proses lain yaitu filtrat hidrolisa lebih lanjut dengan
enzim protease, sehingga dihasilkan peptida atau sampai ke tingkat asam amino
yang disebut gelita sol. (Dewi Hastuti, dkk, 2007).

1.2 Tujuan

1. Mengetahui sifat kelarutan protein


2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan denaturasi protein
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Albumin adalah protein yang dapat larut air serta dapat terkoagulasi oleh
panas dimana terdapat dalam serum darah dan bagian putih telur (Poedjiaji, 1994).
Dalam plasma manusia, albumin merupakan protein terbanyak (4,5 g/dl) yaitu
sekitar 60% dari total plasma (Murray et al., 1993). Peranan albumin dalam tubuh
sangat besar, oleh karena itu diperlukan cara untuk memenuhi kebutuhan albumin
dalam tubuh terutama untuk pasien pasca operasi. Salah satu cara yaitu dengan
pemberian Human Serum Albumin (HSA), namun harganya yang sangat mahal
mencapai Rp. 1,3 juta per 10 mililiter (Aqua, 2002).
Zat adalah sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Zat
tersusun atas partikel-partikel yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang. Susunan dan sifat partikel setiap zat berbedabeda. Susunan dan
sifat partikel sangat menentukan wujud zat.
Larutan adalah suatu campuran homogen yang terdiri dari dua atau
lebih zat dalam komposisi yang bervariasi (Petrucci.1985). Zat yang jumlahnya
lebih sedikit di dalam larutandisebut (zat) terlarut, sedangkan zat yang
jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut.
Sebagai contoh, jika sejumlah gula dilarutkan dalam air dan diaduk dengan baik,
maka campuran tersebut pada dasarnya akan seragam (sama) di semua bagian
(Styarini, L. W. 20012).
Keasaman (PH) adalah tingkat asam dan basa air yang sering pula dikenal
dengan istilah potensial Hidrogen (pH). pH adalah derajat keasaman yang
digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau tingkat kebasaan yang
dimiliki suatu larutan. Total skala pH berkisar dari 1 sampai 14, dengan 7
dianggap netral. Sebuah pH kurang dari 7 dikatakan asam dan larutan dengan pH
lebih dari 7 dasar atau alkali. Asam dan basa adalah besaran yang sering
digunakan untuk pengolahan suatu zat, baik di industri maupun kehidupan sehari-
hari. Pada industri kimia, keasaman merupakan variabel yang menentukan, mulai
dari pengolahan bahan baku, menentukan kualitas produksi yang diharapkan
sampai pengendalian limbah industri agar mencegah pencemaran pada

3
lingkungan. Pada bidang pertanian, keasaman pada waktu mengelola tanah
pertanian perlu

4
diketahui. Dasar pengukuran derajat keasaman akan diuraikan dahulu
pengertian derajat keasaman itu sendiri. Pada prinsipnya pengukuran suatu pH
adalah didasarkan pada potensial elektrokimia yang terjadi antara larutan yang
terdapat di dalam elektroda glass (membrane glass) yang telah diketahui dengan
larutan yang terdapat diluar elektroda glass yang tidak diketahui. Hal ini di
karenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion
hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut akan
mengukur potensial elektro kimia dari ion hidrogen. Untuk melengkapi sirkuit
elektrik dibutuhkan elektroda pembanding. Sebagai catatan alat tersebut tidak
mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan.
BAB 3 METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Biokimia Hasil Perikanan pengamatan zat terlarut dan Ph pada


Gelatin dan Albumin Telut di laksanakan pada hari Rabu, 8 November 2023
pukul 08:00 – 10:00 WITA- selesai. Bertempatan di Laboratorium Teknologi
Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarbaru.
3.2. Alat dan Bahan

Alat- alat yang digunakan dalam pelaksaan praktikum adalah sebagai


berikut:
Tabel 3.1 Alat-alat Praktikum

NO Nama Fungsi
1 Pipet ukur Pipet ukur berfungsi untuk mengambil
sampel atau memindahkan larutan ke
dalam wadah.
2 Rak tabung reaksi Alat ini berfungsi sebagai wadah atau
tempat untuk meletakkan tabung reaksi.
3 Runner bulb Runner bulb berfungsi sebagai menyedot
larutan yang dipasang pada pangkal pipet
ukur untuk memindahkan larutan.
4 Tabung Reaksi Tabung reaksi berfungsi sebagai tempat
larutan atau bahan kimia, dan wadah
pengembangbiakkan mikroba dalam media
cair.
5 Hotplate magnetik strirrer Untuk memanaskan atau mencampurkan
larutan kimia.
6 Erlenmeyer Berfungsi sebagai wadah bahan kimia cair
7 Bunsen Untuk mensterilisasi alat.
8 Tabel indikator pH Untuk mengetahui kadar asam dalam
larutan .
9 Spatula Untuk mengambil objek bahan kimia yang
bersifat padat.
10 Pinset Sebagai alat bantu dalam memasukkan
kertas lakmus ke dalam tabung reaksi.
11 Beaker glass wadah penampung yang digunakan untuk
mengaduk, mencampur, dan memanaskan
cairan yang biasanya digunakan dalam
laboratorium

Bahan- bahan yang digunakan dalam praktikum sebagai berikut:


Tabel 3.2 Bahan-bahan Praktikum
NO NAMA
1. Albumin putih telur
2. Gelatin
3. Akuades
4. NaCl 30%
5. HCL 10%
6. NaOH 40% 7.
7. Alkohol 96%
8. khlorofoam

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1 Percobaan 1: Kelarutan Protein Albumin Putih Telur

1. Masing-masing tabung reaksi yang berisi albumin putih telur ditambahkan


dengan akuades, NaCl 30%, HCL 10%, NaOH 40%, Alkohol 96%, khlorofoam
dikocok.
2. Campuran dibiarkan selama 15 menit kemudian diamati larutannya apa yang
terjadi.
3. Kemudian larutan dipanaskan dan diamati
3.3.2 percobaan 2: Kelarutan Protein Gelatin

1. Masing-masing tabung reaksi yang berisi gelatin ditambahkan dengan akuades,


NaCl 30%, HCL 10%, NaOH 40%, Alkohol 96%, khlorofoam dikocok.
2. Campuran dibiarkan selama 15 menit kemudian diamati larutannya apa yang
terjadi.
3. Kemudian larutan dipanaskan dan diamati.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 hasil

Percobaan 1: Kelarutan Protein

Tabel 4.1 percobaan 1


Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung
Bahan
1 2 3 4 5 6
Albumin telur 4 ml 4 ml 4 ml 4 ml 4 ml 4 ml
Akuades 2 ml
NaCl 30% 2 ml
HCL 10% 2 ml
NaOH 40% 2 ml
Alkohol 96% 2 ml
Benzena 2 ml
Kocok dengan kuat
Sebelum
dipanaskan
Hasil:
Tidak Tidak Tidak
Larut Larut Larut Larut
Larut Larut Larut
/Tidak
larut
Setelah dipanaskan
Hasil:
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Larut/Tidak Larut
Larut Larut Larut Larut Larut
larut

Albumin pH = 10

Keadaan Keadaan pH
Bahan Sebelum Sesudah
Sebelum Sesudah
Dipanaskan Dipanaskan
Membeku
Albumin Dasar
berwarna putih 7 7
Akuades masih terlarut susu

Mengendap dan
Albumin terlarut warnanya berbusa
7 7
NaCl 30% agak kekuning
kuningan

Albumin Tidak berbusa cair Berbusa dan


1 1
HCL 10% dan bening mengendap

Membentuk 2
Atas bentuk gel lapisan dibawah
Albumin
berwarna kuning menjadi gel lapisan 0 0
NaOH 40%
atas
berwarna oren
Dasar bentuk gel
Albumin Tidak berubah atas tidak
7 7
Alkohol 96% warna dan
mengendap
berwarna jernih

Berbusa dan Berbusa dan


Albumin
mengedap mengedap 7 7
Khlorofoam

Tabel 4.2 Pengamatan zat terlarut dan pH terhadap albumin telur


Percobaan 2: Kelarutan Protein
Tabel 4.3 Percobaan 2
Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung
Bahan
7 8 9 10 11 12
Albumin telur 4 ml 4 ml 4 ml 4 ml 4 ml 4 ml
Akuades 2 ml
NaCl 30% 2 ml
HCL 10% 2 ml
NaOH 40% 2 ml
Alkohol 96% 2 ml
Benzena 2 ml
Kocok dengan kuat

Sebelum
dipanaskan
Hasil:
Tidak
Larut /Tidak Larut Larut Larut Larut Larut
larut
larut
Setelah dipanaskan
Hasil:
Larut/Tidak Larut Larut Larut Larut Larut Larut
larut

Gelatin pH = 5

Keadaan Sebelum Keadaan Sesudah pH


Bahan
Dipanaskan Dipanaskan Sebelum Sesudah

Gelatin Terlarut berwarna


Berbusa dan 8 8
Akuades kuning mengendap
Gelatin
Terlarut Tida berbusa dan 6 6
NaCl 30% cair
Gelatin Terlarut
Berbusa dan 1 1
HCL 10% Berwarna kuning mengendap
Gelatin Terlarut berwarna
Berubah warna 0 0
NaOH 40% kekuningan menjadi kuning
dan berbusa
Gelatin Terlarut berwarna
Berbusa dan 5 5
Alkohol 96% kekuningan mengendap
2 lapisan atas cair
Gelatin Berbusa
Dan bening 5 5
Khlorofoam dan
sedangkan di
mengendap
bawah bentuk gel
kuning
Tabel 4.4 Pengamatan zat terlarut dan pH terhadap gelatin

4.2 pembahasan

Dalam praktikum kali ini adalah melakukan pengamatan zat terlarut dan
pH terhadap pada albumin telur dan gelatin. Pada percobaan kelarutan protein
terdapat 12 tabung reaksi yang digunakan, kemudian dibagi menjadi 6 tabung
reaksi untuk percobaan menggunakan albumin telur dan 6 tabung reaksi untuk
percobaan menggunakan gelatin. Dalam praktikum kali ini ada 6 zat pelarut yang
digunakan yaitu akuades, NaCl 30%, HCl 10%, NaOH 40%, alkohol 96%, dan
benzena, kemudian digunakan masing-masing pelarut sebanyak 2 mL ke dalam
masing- masing tabung reaksi dan campurkan zat albumin telur dan gelatin ke
dalam 6 tabung reaksi pada percobaan menggunakan albumin telur dan 6 tabung
reaksi pada percobaan menggunakan gelatin sebanyak 4 mL. Tabung reaksi yang
sudah dicampurkan dengan zat pelarut dikocok dengan kuat hingga tercampur
dengan merata sampai ada perubahan wujud dari wujud aslinya. Keadaan wujud
dari zat terlarut sebelum dipanaskan dan sesudah dipanaskan dapat dilihat pada
(Tabel 4.2) yang menggunakan albumin telur dan dapat dilihat pada (Tabel 4.4)
yang menggunakan gelatin.
Dari (Tabel 4.2) tersebut dapat dilihat dari hasil percobaan yang telah
dilakukan bahwa pada percobaan kelarutan protein albumin telur terjadi
perubahan wujud atau pengendapan pada zat terlarut ketika sebelum dipanaskan
dan sesudah dipanaskan, namun tidak terjadi perubahan tingkat pH dibeberapa
tabung reaksi ketika sebelum dipanaskan dan sesudah dipanaskan kecuali 1 zat
terlarut pada tabung reaksi 6 yang mengandung campuran zat albumin telur (pH
= 10) dengan benzena yang dimana keadaan tingkat pH pada tabung reaksi 6
terjadi penurunan 1 pH ketika sesudah dipanaskan. Pada tabel percobaan 1
tabung reaksi 1,2,3,5,dan 6 campuran zat terlarut dan albumin telur tidak larut
setelah dipanaskan kecuali pada tabung reaksi 4 campuran zat terlarut dengan
albumin telur larut setelah dipanaskan.
Pada (4.4) dari hasil yang didapatkan setelah dilakukan percobaan bahwa
pada beberapa tabung reaksi tidak terjadi perubahan wujud atau pengendapan
yang siginifikan pada campuran gelatin (pH = 5) dan zat terlarut sebelum
dipanaskan dan sesudah dipanaskan dan beberapa tabung reaksi lainnya bahkan
tidak terjadi perubahan wujud atau pengendapan dengan kata lain konstan
sebelum dipanaskan

dan sesudah dipanaskan, namun hanya terjadi perubahan warna setelah


campuran gelatin dan zat terlarut dipanaskan, untuk pH pada percobaan gelatin
beberapa zat terlarut terjadi perubahan pH pada tabung reaksi 7, 5, dan 0 yang
dimana terjadi penurunan pH setelah dipanaskan. Pada tabel percobaan 2 semua
tabung reaksi yang mengandung campuran zat terlarut dan gelatin larut setelah
dipanaskan.
Sifat kelarutan protein bersifat amfoter dimana kelarutannya akan
ditentukan oleh muatannya. Protein mencapai titik terendah pada saat mencapai
titik isoelektriknya, karena pada titik ini interaksi protein dengan protein lebih
kuat bila dibandingkan dengan interaksi protein dengan air. Pada saat pH diatas
atau dibawah titik isoelektrik, yang terjadi adalah interaksi protein dengan air
lebih kuat dibandingkan interaksi protein dengan protein, sehingga protein
dapat larut (Kusnandar, 2010).
Setiap protein mempunyai kelarutan tertentu yang ditentukan oleh
komposisi larutannya. Kelarutan protein secara nyata dipengaruhi oleh pH dan
28 umumnya mempunyai nilai yang minimum pada pH isoelektrik. Perubahan
pH akan mempengaruhi ionisasi gugus fungsional protein sehingga muatan
total protein berubah. Pada titik isoelektrik total muatan protein sama
dengan nol, sehingga interaksi antar molekul protein menjadi maksimum
(Kusnandar, 2010).
Protein yang menggumpal atau mengendap merupakan salah satu ciri fisik
terjadinya denaturasi protein. Hal ini sesuai dengan pendapat Triyono (2010)
yang menyatakan, bahwa penambahan asam dan panas akan mengakibatkan
gumpalan yang banyak dengan intensitas gumpalan protein yang cukup tinggi.
Suhu yang cukup tinggi juga dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi
protein. Terjadinya denaturasi protein dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti pemanasan, pengadukan, asam atau basa dan garam. Tiap faktor tersebut
memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein. Pada saat
proses penambahan asam dan pemanasan, akan terjadi koagulasi dan protein
akan terdenaturasi lebih lanjut pada saat proses pemanasan. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Yulistiani dan Nuryati (2011) yang menyatakan, bahwa pada
konsentrasi 15% maupun diatasnya, pH akan mendekati pH isoelektrik, proses
tersebut membuat protein semakin mudah untuk mengendap dan semakin
kehilangan kemampuan kelarutannya.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 kesimpulan

Pada percobaan 6 zat pelarut yang digunakan yaitu akuades, NaCl 30%,
HCl 10%, NaOH 40%, alkohol 96%, dan benzena, kemudian digunakan masing-
masing pelarut sebanyak 2 mL ke dalam masing-masing tabung reaksi dan
campurkan zat albumin telur dan gelatin ke dalam 6 tabung reaksi pada
percobaan menggunakan albumin telur dan 6 tabung reaksi pada percobaan
menggunakan gelatin sebanyak 4 mL.
Pada beberapa tabung reaksi tidak terjadi perubahan wujud atau
pengendapan yang siginifikan pada campuran pada percobaan kelarutan protein
albumin telur terjadi perubahan wujud atau pengendapan pada zat terlarut ketika
sebelum dipanaskan dan sesudah dipanaskan, namun tidak terjadi perubahan
tingkat pH dibeberapa tabung reaksi ketika sebelum dipanaskan dan sesudah
dipanaskan kecuali 1 zat terlarut pada tabung reaksi 6 yang mengandung
campuran zat albumin telur (pH = 10) dengan benzene.gelatin (pH = 5) dan zat
terlarut sebelum dipanaskan dan sesudah dipanaskan dan beberapa tabung reaksi
lainnya bahkan tidak terjadi perubahan wujud atau pengendapan dengan kata lain
konstan sebelum dipanaskan dan sesudah dipanaskan, namun hanya terjadi
perubahan warna setelah campuran gelatin dan zat terlarut dipanaskan.
Protein mencapai titik terendah pada saat mencapai titik isoelektriknya,
karena pada titik ini interaksi protein dengan protein lebih kuat bila dibandingkan
dengan interaksi protein dengan air. Pada saat pH diatas atau dibawah titik
isoelektrik, yang terjadi adalah interaksi protein dengan air lebih kuat
dibandingkan interaksi protein dengan protein, sehingga protein dapat larut. Suhu
yang cukup tinggi juga dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein.
Terjadinya denaturasi protein dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
pemanasan, pengadukan, asam atau basa dan garam. Tiap faktor tersebut
memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein.
5.2 saran

Dalam melakukan atau melaksanakan praktikum hendaknya kita


lebih serius dalam melakukan praktikum agar mendapatkan hasil yang
lebih baik serta tidak lupa untuk menjaga kebersihan alat-alat praktikum
serta ruangan agar praktikan serta asisten dosen dapat melaksanakan
tugasnya dengan tenang dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Ariwibowo. J. 2010. Karakteristik Varietas Unggulan Ikan Nila (Oreochromis


sp.) Di Broodstock Center, Satker PBIAT Klaten Berdasarkan Ciri
Morfologi Pola Pita Serta Kandungan Protein. Skripsi. Jurusan Biologi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas
Maret.
Samadi. 2012, Konsep Ideal Protein (Asam Amino) Fokus pada Ternak Ayam
Pedaging.Penelitian, Vol: 12 (2), Hal : 42-48, Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh.
Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai