Anda di halaman 1dari 31

Laporan Akhir Hari : Rabu

MK. Ilmu Teknologi Pangan Tanggal : 10 November 2021

PEMBUATAN KAMABOKO, BAKSO


DAN CHICKEN NUGGET

Di susun oleh :
Aisyah Sausan (P032013411004)
Maulidya Amelza (P032013411022)
Nadila Khairulnisa (P032013411025)
Nisa Anggria Putri (P032013411026)
Tsa’adah Ramayani (P032013411035)
DIII Gizi Tk.2A

Dosen Pengajar :

Sri Mulyani, STP,


M.Si Dewi Rahayu, SP.
M.Si Fitria, S.Gz

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
JURUSAN GIZI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan Laporan
Akhir Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan Pembuatan
Kamaboko,Bakso,dan Chicken Nugget ini dapat terselesaikan dengan baik
tanpa kendala. Maksud dan tujuan penyusunan ini adalah untuk melengkapi
tugas dalam mata kuliah Ilmu Teknologi Pangan.

Adapun penyusunan Laporan Akhir Praktikum Teknologi Pengolahan


Pangan ini berdasarkan praktek yang dilakukan secara mandiri. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan ini. Demikian kata pengantar ini kami buat, semoga
dapat bermanfaat, khususnya bagi diri pribadi kami sendiri dan pembaca
pada umumnya.

Pekanbaru, 10 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................1
I. Latar Belakang..................................................................................................1
II. Tujuan..............................................................................................................2
III. Prinsip...............................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Fermentasi.......................................................................................................3
B. Donat................................................................................................................6
BAB III : METODOLOGI........................................................................................9
A. Waktu dan Tempat..........................................................................................9
B. Alat & Bahan....................................................................................................9
C. Prosedur Kegiatan..........................................................................................11
BAB IV : HASIL & PEMBAHASAN....................................................................13
A. Hasil................................................................................................................13
B. Pembahasan...................................................................................................14
BAB V : KESIMPULAN & SARAN.....................................................................20
A. Kesimpulan.....................................................................................................20
B. Saran..............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Pangan pangan pada umumnya harus diproses atau diolah lebih dulu sebelum di
konsumsi. Proses pengolahan pangan adalah suatu kegiatan atau proses mengubah suatu
bahan mentah menjadi bahan jadi atau hasil olahan atau produk pangan, baik secara fisik
maupun kimiawi dengan menggunakan dana, tenaga kerja, peralatan, dan bahan.
Sehingga dapat diperoleh suatu produk yang mempunyai nilai lebih tinggi dari
sebelumnya. Proses pengolahan pangan sangat tergantung pada karakteristik bahan dan
juga berpengaruh terhadap komponen yang terkandung dalam bahan, baik nutrisi
maupun karakteristik sensori yang diakibatkannya (Astawan, 2011).
Pangan hewani merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai
kandungan gizi tinggi dan mempunyai peranan dalam peningkatan derajat kesehatan dan
kecerdasan. Hal ini dikarenakan protein hewani mengandung asam amino esensial yang
lebih lengkap dan seimbang dibandingkan dengan protein nabati. Selain itu protein
hewani lebih mudah dicerna dan diabsorpsi, sehingga mempunyai nilai hayati yang lebih
baik. Protein hewani ini dapat bermanfaat untuk memperbaiki dan membangun jaringan
pada tubuh manusia. Pentingnya mengonsumsi pangan hewani dalam mencapai
kebutuhan gizi yang baik tercermin dalam Pola Pangan Harapan (PPH).
Bahan makanan hewani adalah sumber makanan yang dihasilkan dari hewan
yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Bahan pangan hewani dikenal sebagai sumber
protein dan lemak. Kandungan protein dalam bahan pangan hewani terbilang tinggi dan
dapat berperan untuk membantu meningkatkan kesehatan dan kecerdasan. Protein dalam
bahan pangan hewani memiliki kandungan asam amino esensial yang lebih lengkap dan
seimbang jika dibandingkan dengan protein dalam bahan pangan nabati nabati.
Kandungan protein dalam bahan pangan hewani dapat lebih mudah untuk dicerna dan
diserap oleh tubuh. Protein hewani ini dapat bermanfaat untuk memperbaiki dan
membangun jaringan pada tubuh manusia. Bahan pangan hewani juga mengandung
berbagai nutrisi lain seperti vitamin zat besi, dan asam lemak omega-3 (Muchtadi, 2010).
1.2 Rumusan Masalah.
 Apa itu pangan hewani?
 Bagaimana prinsip pengolahan pangan hewani?
 Bagaimana mengolah makanan dengan bahan dasar pangan hewani?
 Apa saja tahap-tahap pengolahan pangan hewani?

1.2 Rumusan Masalah.


 Mampu memahami pengertian pangan hewani.
 Mampu memahami prinsip pengolahan pangan hewani.
 Mampu mengolah makanan dengan bahan dasar pangan hewani.
 Mampu memahami tahap-tahap pengolahan pangan hewani.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kamaboko

Kamaboko merupakan produk turunan surimi yang pertamakali dipopulerkan di


Jepang. Produk kamaboko sangat disukai oleh konsumen karena memiliki rasa manis, juicy
dan memiliki gel yang baik.(Henggu et al., 2021)
Bahan baku yang digunakan adalah daging ikan giling sebagai bahan baku ditambah
dengan bahan penyedap atau bumbu seperti gula, garam sodium glutamat dan bahan pengikat
seperti pati. Kemudian dilakukan pemanasan dengan cara dikukus dibakar, direbus dan
digoreng. Salah satu kekhasan sifat kamaboko adalah kemampuan protein daging ikan
membentuk ashi atau gel yang membangun tekstur kamaboko menjadi elastis. Faktor- faktor
yang mempengaruhi ashi kamaboko diantaranya adalah jenis ikan dan bahan- bahan
tambahan yang digunakan dalam pembuatan kamaboko.(kusuma saputri widyantoro, Haryati
and Sudjatinah, 2018)
Hampir semua jenis ikan bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku, tetapi kekuatan gel
atau kekenyalan dan elastisitasnya berfariasi menurut jenisnya. Ikan yang digunakanharus
mempunyai kandungan protein yang segar ½ ormasi gel kamaboko danharus mempunyai
tingkat kesegaran yang tinggi. Kamaboko merupakan kue ikan yang sifatnya elastis, terbuat
dari daging ikan atausurimi sebagai bahan utamanya. Dalam pembuatan kamaboko
ditambahkankaragenan untuk memberikan tekstur kekenyalan pada kamaboko.

2.1.1 Macam –  macam kamaboko berdasarkan cara masaknya :


 Itatsuki kamaboko
 Fried kamaboko
 Chikuwa
 Hanpen

2.1.2 Faktor yang bisa mempengaruhi kualitas hasil produksi kamaboko,


antara lain sebagai berikut :
 Tingkat elastisitas.
 Tingkat kesegaran ikan.
 Cita rasa.
 Kadar garam.
 Daya tahan.

2.1.3 Bahan Tambahan Pembuatan Kamaboko


 Bahan Pengikat
Bahan pengikat dapat berupa tepung terigu, tepung tapioka, dan
tepungmaizena. Tepung meizena sangat baik untuk produk –  produk
emulsikarena mampu mengukat air dan menahan air tersebut selama
pemasakan.Fungsi dari tepung maizena antara lain adalah memperbaiki
tekstur,citarasa, daya ikat air, dan memperbaiki elastisitas produk akhir.
Selain itutekstur juga merupakan salah satu penilaian kualitas suatu
produk.
 Karagenan
Karagenan adalah salah satu bahan yang dapat ditambahkan pada
produkkamaboko dari komposit surimi ikan. Karagenan termasuk
senyawa hidrololoid yang secara luas digunakan dalam industry pangan
sebagai bahan pembentuk gel, penstabil dan pengemulsi.
Karagenan akan meningkatkan kekuatan gel  apabila terjadi
interaksidengan makromolekul yang bermuatan, misalnya protein
sehingga mampumenghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti
pembentukan gel. Karagenan selain dapat meningkatkan
nilai gel strength juga diharapkanmenambah kandungan nutrisi yaitu serat
kasar pada produk kamaboko.
 Sodium tripoliphospat (STPP)
Sodium tripoliphospat (Na5P3O10,STPP) merupakan bahan tambahan
yangdapat mengenyalkan. Penggunaan STPP sampai sejarang tidak
dilarangoleh Dapartemen Kesehatan RI. STPP dapat menurunkan
penyusutan makanan, meningkatkan daya mengukat air dan bersifat
antioksidan. Garammerupakan bahan tambahan lain yang dapat
meningkatkan daya mengikatair, menstabilkan emulsi daging dan
menambah citarasa. Penggunaangaram dan STPP secara sinergis dapat
meningkatkan daya mengikat air.Penambahan fosfat alkali yang
dicampur dengan garam pada daging berguna dalam melarutkan protein
myofibrial terutama meosin.

2.2 Bakso

Bakso merupakan salah satu produk pangan dari daging yang digiling, dan dicampur
dengan bahan-bahan lain, serta dibentuk bulat dan dilakukan proses perebusan. Bakso dipasar
memiliki beragam jenis dan bakso biasanya diikuti dengan penggunaan dagingnya, seperti
bakso ikan, bakso ayam, bakso sapi. Kandungan gizi yang terdapat dalam bakso cukup tinggi
dan rasanya enak, sehingga banyak masyarakat yang menyukai bakso.
Definisi Bakso yaitu produk olahan berbahan daging hewan ternak dan dicampur
tepung pati serta bumbu, dan ditambahkan ataupun tidak bahan pangan lain yang diizinkan,
yang bentuknya bulat atau bentuk lainnya dan dimatangkan. Bakso akan membentuk struktur
yang kompak disebabkan karena adanya kemampuan paada daging untuk berikatan. Mutu
bakso dapat dilihat dengan menilai dua aspek yaitu mutu bakso dari sifat bakso yang tampak
dan mutu bakso dari sifat tersembunyi.
Mutu bakso dapat diketahui dengan menilai mutu sensoris dan oragnoleptik serta
diperkuat dengan pengujian secara fisik, kimia maupun mikrobiologis pada bakso tersebut
(Astuti, Arso and Wigati, 2015). Lima parameter utama dalam penilaian sensoris bakso yaitu
penampakan, warna, bau, rasa dan tekstur (Wibowo, 2014). Kualitas bakso yang baik dapat
dilihat dari tekstur bakso yang halus, kompak, kenyal dan empuk, bakso juga harus memiliki
warna dan aroma yang baik.
Daging yang tidak berlemak, merupakan bahan yang baik untuk membuat bakso.
Daging yang berkadar lemak tinggi mengakibatkan tekstur bakso menjadi kasar, selain
daging bahan lainnya yang tak kalah pentingnya dalam pembuatan bakso yaitu tepung
tapioka. Kualitas bakso akan semakin baik, apabila komponen daging lebih banyak dari
tepung tapioka. Bakso yang berkualitas biasanya mengandung 90% daging ddan 10% tepung
tapioka. Bakso akan terasa lebih lezat, apabila ditambahkan dengan bumbu seperti bawang
merah, bawang putih, merica bubuk dan garam. Bahan lain yang biasa ditambahkan ketika
membuat bakso adalah pengenyal, adapun bahan pengenyal yang aman digunakan adalah
Sodium Tripoli Fosfat (STF). Sodium Tripoli Fosfat berfungsi sebagai pengemulsi sehingga
menghasilkan adonan yang lebih merata, adonan yang lebih merata akan menghasilkan bakso
yang lebih baik (Pradini, 2018).

2.2.1 Tahap – Tahap Pembuatan Bakso.


1) Pelumatan Daging
Daging yang akan digunakan dihaluskan dengan cara digiling. Tujuan
penghancuran daging yaitu untuk memperluas permukaan daging,
sehingga protein yang terlarut dalam garam dapat diekstrak keluar,
kemudian jaringan lemak akan berubah menjadi mikropartikel. Proses
penggilingan harus memperhatikan suhu panas pada proses penggilingan,
suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas lemak yaitu suhu
dibawah 20 ⁰C. Penggunaan suhu yang lebih dari 22 ⁰C, akan
mengakibatkan pecahnya emulsi, sehingga lemak dan air akan terpisah
selama proses pemanasan akibat proses denaturasi protein (Astuti, Arso and
Wigati, 2015).

2) Pembuatan Adonan
Pembuatan adonan dilakukan dengan cara mencampur seluruh bahan
dan bumbu secara sedikit demi sedikit hingga adonan tersebut homogen.

3) Pencetakan Bakso
Adonan yang telah homogenkan, selanjutnya dicetak hingga berbentuk
bola-bola. Pencetakan adonan dapat dilakukan secara manual menggunakan
tangan ataupun dapat dilakukan menggunakan mesin pencetak bakso.
Pencetakan secara manual dapat dilakukan dengan menggambil segenggam
adonan lalu diremas dan ditekan kearah ibu jari, adonan yang keluar akan
membentuk bulatan lalu diambil menggunakan sendok.
4) Pemasakan
Proses pemasakan merupakan proses terpenting dalam pembentukan
gel. Proses pemasakan dilakukan secara 2 kali, yaitu pemasakan pada suhu
sekitar 40⁰C selama 20 menit dengan tujuan terbentuk massa yang cukup
hangat dan struktur produk yang kompak. Setelah itu bakso direbus
dalam air mendidih (90-100⁰C) sampai bakso mengapung sebagai tanda
bahwa bakso tersebut sudah matang.

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi mutu bakso


 Komposisi bakso
 Proses pembuatan, dan
 Lama pemanasannya.

2.3 Chicken Nugget

Nugget adalah suatu produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak
dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan
braded). Nugget dikonsumsi setelah dilakukan proses penggorengan rendam (deep fat frying).
Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian
dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan
diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk
mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Nugget merupakan salah satu produk
makanan beku siap saji yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang
(precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu
penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C. Tekstur nugget tergantung dari bahan
asalnya (Tian, 2010).

2.3.1 Pembuatan Nugget

Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh
pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan, pelapisan
perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre-frying) dan
pembekuan.
Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
1. Penggilingan
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, dengan
menambahkan es pada saat penggilingan daging. Pendinginan bertujuan
untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses
penggilingan daging, terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan
panas. Air yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu
penggilingan daging dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan untuk
mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi
sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk
melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan
melarutkan protein myofibril.

2. Pengukusan
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan pada granula pati
yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi ini tidak dapat kembali seperti keadaan
semula. Mekanisasi gelatinisasi, diawali dengan granula pati akan menyerap
air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan struktur
heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan
menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut
hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu
matriks dengan amilosa yang disebut gel.

3. Batter dan Breading


Perekat tepung (batter) merupakan campuran yang terdiri dari air,
tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk
sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan bagian yang
paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri
pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk melapisi
produk–produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari
dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat
produk menjadi renyah, enak dan lezat.
Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan
batter dan breading. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa
tepung halus berwarna putih, bersih dan tidak mengandung benda – benda
asing. Tepung Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik
atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak
mengandung benda-benda asing.

4. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses yang umum dilakukan orang dengan
menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng
mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul
disebabkan karena reaksi pencoklatan. Penggorengan awal (pre-frying)
adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading.
Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada
produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya
didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan
warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng,
memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap
rasa produk.
Penggorengan awal dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih
(180-195°C) sampai setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu
rendah, pelapis produk menjadi kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi,
pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Waktu untuk penggorengan
awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal dilakukan karena
penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau
tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tian, 2010)

2.3.2 Bahan pembuatan Nugget


1. Bahan Pengikat
Bahan pengikat berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu
pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung
dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan.
2. Bahan Pengisi
Bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Bahan
pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah tepung.
3. Bumbu – bumbu
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna
untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan
keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk.
Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang
putih dan merica. Garam merupakan komponen bahan makanan yang
ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet.
Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk
yang dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur
daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan. Bawang putih
berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan citarasa
produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam
bahan makanan guna meningkatkan selera
makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan.
Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan
pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan
memperpanjang daya awet makanan (Triyadhi, 2018).

2.4 Sosis Sapi


Sosis sapi merupakan makanan asing yang sudah akrab dalam kehidupan masyarakat
Indonesia karena rasanya enak. Makanan ini dibuat dari daging sapi yang telah dicincang
kemudian dihaluskan, diberi bumbu, dimasukkan ke dalam selongsong berbentuk bulat
panjang simetris, baik yang terbuat dari usus hewan maupun pembungkus buatan
(casing).Istilah sosis berasal daribahasa Latin, yaitu salsus yang artinya garam.Hal ini
merujuk pada artian potongan atau hancuran daging yang diawetkan dengan penggaraman.
Pada proses pembuatan sosis diperlukan bahan tambahan lain sebagai pengisinya.
penambahan bahan pengisi (filler) pada produk daging dapat meningkatkan stabilitas,
citarasa, daya ikat air, karakteristik irisan produk, serta dapat mengurangi biaya formulasi
produk daging. Pati merupakan bahan pengisi yang paling umum digunakan pada sosis.
Bahan dasar pembuatan sosis sapi adalah daging sapi dan emulsi. Emulsi merupakan
dispersi dua cairan yang tidak saling melarutkan, dimana cairan yang satu terdispersi dalam
cairan lain. Masalah yang sering dialami dalam pembutan sosis adalah pecahnya emulsi
karena penggilingan dan pemanasan yang berlebihan dan proses pengolahan yang terlampau
cepat.
Sosis (dalam bahasa inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang artinya
adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan dan rempah, serta
bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara
tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan
komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak,dan air. Selain itu, pada sosis juga
ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat),
pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat.Sosis daging sapi dapat mengandung
air sampai 60%. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik
harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal
8% sintesis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan.

2.4.1 Jenis-jenis Sosis Sapi


1. Sosis segar (Fresh sausage)
Adalah sosis yang dibuat dari daging segar, lalu diberi bumbu-bumbu
dan kemudian dicampur. Sosis segar biasanya dimasukkan dalam
selongsong atau dijual dalam bentuk tumpukan dan harus dimasak
sebelum dikonsumsi. Sosis segar diperdagangkan sesuai dengan bentuk
asal bahan baku, seperti beef sausage dari sapi, chicken sausage dari ayam
atau pork sausage dari babi.
2. Sosis asap atau sosis masak
Terbuat dari daging curing dan mengalami proses pengasapan atau
pemasakan, sehingga daya awet cukup dan cita rasa cukup.
3. Sosis kering
Adalah sosis yang dibuat dari daging curing dan diasap produknya.
Sosis tersebut berkadar air rendah (kering) sehingga dapat langsung
dimakan.
4. Sosis fermentasi
Adalah sosis yang dibuat dengan menggunakan starter mikroba
tertentu. Sosis fermentasi dibuat dengan mengisikan daging yang diberi
inokulum bakteri asam laktat ke dalam selongsong, difermentasi,
dipasteurisasi, dikeringkan dan disimpan pada suhu 4-7oC. Fermentasi
yang terjadi merupakan fermentasi asam laktat dengan starter. Bakteri
yang digunakan antara lain Pediococcus sp. dan Lactobacillus sp.. Sosis
fermentasi lebih dikenal dengan istilah dry sausage atau semi dry sausage.
Contoh sosis jenis ini antara lain adalah salami sausage, papperson
sausage, genoa sausage, thurringer sausage, cervelat sausage dan chauzer
sausage.( et al., 2021)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Hari/Tanggal : Rabu , 03 November 2021
Waktu : 07.30 – selesai
Tempat : Daring

3.2 Alat
- Pisau
- Waskom
- Timbangan
- Wajan
- Botol/ wadah penutup
- Termometer
- Talenan
- Wadah penjemur
- alat penggiling
- kertas/plastik pembungkus
- saringan
- gelas ukur

3.3 Kamaboko
- Ikan tenggiri/tuna/belida/gabus½ kg
- Gula pasir 5%
- Tapioca 3%
- Garam dapur 3%
- MSG
- Air es
3.4 Bakso
- Daging sapi giling 400 gr
- Tepung maizena 1 sdm
- Tepung roti 2 sdm
- Merica halus 1/3 sdt
- Garam 1 sdt peres
- Telur 1 btr
- Bawang Putih 1 Siung

3.5 Chikcen Nugget


- Daging ayam ½ kg
- Garam 2 %
- Sodium tripoliposfat 0.3 %
- Air es 7 % dari berat daging ayam
- Terigu 150 gr
- Maizena 150 gr
- CMC 0.5 % dari total berat terigu & maizena
- Tepung roti

3.6 Sosis Sapi


- Daging sapi tanpa lemak, 500 gram
- Tepung tapioka, 200 gram
- Putih telur, 3 butir
- Merica bubuk, 1 sendok teh
- Bawang putih, 3 siung haluskan
- Garam dapur, secukupnya
- Gula pasir, 1/5 sendok makan
- Air es, 100 ml atau es serut 150 gram
- Plastik khusus sosis ( casing ) , secukupnya
3.7 Prosedur

3.7.1 Kamaboko
Bersih ikan, lalu haluskan daging ikan. Tambahkan es batu selama
kamaboko penggilingan

Cuci daging ikan sebanyak 3 - 4 x dengan air es, gunakan air cukup
banyak dapada pencucian terakhir gunakan larutan NaCl 0.1 %, lalu
Luang air cuciadengan kain saring.

Tambahkan garam dapur, tapioca gula dan MSG secukupnya campur


Hitung sampai merata.
rendemen.Amati
cita rasa (rasa,
aroma, warna, dan Cetak lalu goreng/rebus/kukus hingga matang
tekstur)

3.7.2 Bakso

Bakso Bersihkan daging dan potong kecil-kecil

Giling daging, selama penggilingan tambahkan es sebanyak 150 gr

Setelah daging menjadi halus, tambahkan bahan lainnya kemudian


blender kembali dan adonan siap dibuat bulatan bakso.

Bakso yang telah dibentuk kemudian direbus dalam air mendidih selama
Hitung
15 menit (sampai bulatan bakso mengapung).
rendemen.Amati
cita rasa (rasa,
aroma, warna, dan
tekstur)
3.7.3 Chicken Nugget

Chicken Nugget Simpan daging ayam dengan suhu 2oc selama 1 malam, lalu giling
daging ayam dengan di tambahkan air es

Tambahkan garam dan STPP, campur sampai merata. Masukkan dalam


cetakan lalu simpan dalam freezer

Campur semua bahan breading dengan 700 ml air.

Celupkan nugget beku ke dalam adonan breading, kemudian gulirkan


ke tepung roti
Hitung
rendemen.Amati
Goreng dengan minyak panas
cita rasa (rasa,
aroma, warna, dan
tekstur)

3.7.4 Sosis Sapi

Sosis Sapi Pisahkan daging dengan lemak lalu campur dengan air es dan Giling
daging

Campurkan daging sapi dengan bahan yang lainnya, aduk rata.


Masukkan adonan dalam plastik segitiga.

Semprotkan adonan sosis ke dalam casing hingga adonan habis.


Rapatkan dan ikat ujung casing dengan tali, kemudian ikat kembali
tiap 10 cm

Kukus / rebus sosis hingga matang sekitar 30 menit. Angkat dan


masukkan dalam air dingin. Tiriskan dan lepaskan ikatan
Hitung benangnya
rendemen.Amati
cita rasa (rasa,
aroma, warna, dan
tekstur)
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Nama Perlakuan Warna Tekstu Rasa Aroma Gambar


r
Kamaboko
Rebus Pucat Kenyal Manis Khas ikan

Kukus Lebih Keyal dan Manis Khas ikan


gelap padat

Goreng Kecoklata Kenyal Manis Ikan


n dan padat goreng

Bakso Pucat Empuk Gurih Khas


dengan Es khas daging
dagin
g
Penggilingan
dengan es

Bakso Penggilingan Abu abu Lembut, Gurih Daging di


tanpa es seperti padat, campur
tanpa Es
warna halus rempah
bakso seperti
pada bakso
umumnya umumnya
4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum pembuatan pembuatan kamaboko dengan perlakukan


di rebus mendapatkan hasil dengan warna yang pucat, tekstur yang kenyal, rasa yang
manis dan aroma khas ikan. Sedangkan pembuatan kamaboko dengan perlakuan di
kukus mendapatkan hasil denga warna yang lebih gelap, tekstur yang padat dan kenyal,
rasa yang manis dan aroma khas ikan. Untuk pembuatan kamboko dengan perlakuan di
goreng mendapatkan hasil dengan warna yang kecoklatan, tekstur yang kenyal dan
padat, rasa yang manis dan aroma khas ikan.
Penambahan tapioka berfungsi sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi.
Penambahan bahan ini bertujuan untuk memberikan elastisitas dari produk akhir, di
samping itu berfungsi untuk mengikat air, memberikan warna dan membentuk tekstur
yang padat. Pati bersifat sukar larut dalam air dingin, karena jaringan molekulnya terikat
dengan hidrogen yang banyak, tetapi apabila dipanaskan terjadi peningkatan kekentalan
dan terbentuklah pasta pati. Apabila konsentrasi pati dalam suspensi pati ditingkatkan
dan kemudian dipanaskan maka akan terbentuk gel pati. Proses pembentukan gel dari
suspensi pati ini disebut dengan gelatinisasi pati. Molekul pati terutama berperan dalam
proses pembentukan gel adalah amilosa. Rantai tak bercabang dari amilosa
memudahkan molekul amilosa untuk membentuk jaringan tiga dimensi molekul ikatan
hidrogen yang terbentuk.
Bahan-bahan lain seperti bawang putih, bawang merah, gula, garam dan merica
merupakan bahan tambahan yang akan menghasilkan cita rasa pada produk kamaboko.
Garam dapur yang ditambahkan adalah 2 - 3,5% dari berat daging ikan.
Penggunaan garam yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa asin yang berlebihan
dan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Penggunaan garam yang terlalu
sedikit juga akan menyebabkan tekstur kamaboko yang dihasilkan kurang baik akibat
tekstur protein aktomiosin yang kurang sempurna.
Penambahan margarine pada pengolahan dimaksudkan sebagai bahan yang
membantu meningkatkan nilai gizi pada produk. Selain itu, ditambahkan juga putih
telur yang berfungsi sebagai pengemulsi sekaligus pengenyal produk kamaboko yang
akan dihasilkan. Sifat putih telur yang elastis jika terkena panas dimanfaatkan untuk
proses pengolahan ini.
Proses pengolahan kamaboko diawali dengan dressing yaitu pemisahan
bagian bukan daging, dalam hal ini cumi dibersihkan dari kulit, lendir, tinta dan rangka
dalam ikan cumi. Proses ini bertujuan untuk membersihkan daging yang akan
digunakan serta mendapatkan daging ikan cumi atau disebut dengan edible portion.
Selanjutnya dilakukan proses pencucian ikan cumi dengan menggunakan air es
sebanyak 2 - 3 kali, karena bila menggunakan air dengan suhu kamar maka akan
merusak tekstur (akibat denaturasi atau kerusakan protein) dan mempercepat degradasi
lemak. Pencucian dengan air es ini bertujuan untuk mempertahankan protein miofibril
yang sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat (NaCl,
KCl) pada konsentrasi 0,4 M.
Pencucian dilakukan untuk mengeluarkan garam anorganik, protein yang larut
dalam air, pigmen dan kontaminasi visceral, bakteri dan produk yang tidak hancur.
Pencucian merupakan tahap yang penting dalam memproduksi kamaboko.
Pencucian dengan air sangat diperlukan dalam pembuatan kamaboko, karena
dapat menunjang kemampuan dalam pembentukan gel dan dapat mencegah denaturasi
protein. Pencucian yang berulang-ulang akan meningkatkan sifat hidrolik daging ikan.
Selama pencucian, daging ikan dibersihkan dari darah, pigmen, lemak, lendir dan
protein yang larut dalam air. Cara ini membuat warna dan bau daging menjadi lebih
baik, disamping itu aktomiosinnya terikat sehingga dapat memperbaiki sifat elastisitas
produk yang dihasilkan
Setelah itu cumi yang sudah dibersihkan direndam dengan air garam. Perendaman
dengan menggunakan air garam bertujuan untuk mencegah denaturasi protein, atau
dengan kata lain larutan garam merupakan bahan anti denaturasi, selain itu juga
berfungsi sebagai bahan pengikat. Daya ikat dari bahan tambahan yang digunakan pada
pengolahan kamaboko akan mempengaruhi kualitas tekstur produk akhirnya
(kamaboko). Untuk memperbaiki tekstur, secara umum, hal yang pertama kali
dilakukan ialah proses perendaman dengan menambahkan garam, setelah itu campuran
tersebut dihancurkan agar protein myofibrillar terlarut. Kemudian, untuk meningkatkan
tekstur maka ditambahkan pati dan atau putih telur pada setengah periode (waktu)
penghancuran, baru kemudian proses penghancuran dilanjutkan kembali. Hal ini juga
dapat mempengaruhi flavour (rasa) pada produk akhir kamaboko.
Perendaman menggunakan air larutan garam (NaCl) dilakukan setelah pencucian,
dengan kandungan garam sebanyak 0,01 sampai 0,3%, hal ini ditujukan utnuk
memudahkan pembuangan air dari daging ikan, dan untuk menghindari pengembangan
daging ikan karena menyerap air
Garam pada konsentrasi yang cukup dapat berfungsi sebagai pengawet atau
penghambat pertumbuhan mikroba, dan penambahan aroma, cita rasa atau flavour.
Garam (NaCl) bisa berfungsi melarutkan atau mengeluarkan miosin dan aktin dari serat-
serat daging, dimana miosin merupakan emulsifier utama dan dapat mempertinggi daya
ikat antar partikel
Air rendaman harus dibuang terlebih dahulu sebelum dilakukan penggilingan atau
penghancuran. Alat penggiling yang dipakai adalah tipe penggiling dingin, agar dapat
mempertahankan mutu kamaboko (mencegah terjadinya denaturasi protein).
Ditambahkan bahan krioprotein atau bahan anti denaturasi protein pada saat
penggilingan yaitu sukrosa, dan bahan pengikat (pati). Pembentukan gel ikan saat
penggilingan daging mentah dengan penambahan garam, aktimiosin sebagai komponen
yang paling penting dalam pembentukan gel, akan larut dalam larutan garam dan
membentuk sol (dispersi partikel padat dalam medium cair). Faktor yang mempengaruhi
kekuatan gel kamaboko adalah jenis ikan, kandungan air surimi, keadaan biokimia otot
saat post mortem, konsentrasi garam yang ditambahkan, lama penggilingan, pH, dan
derajat keasaman .
Adonan kamaboko siap dicetak dan dikukus selama 5 - 15 menit setelah
penggilingan dan pencampuran dengan bumbu dan bahan tambahan lainnya. Pencetakan
adonan kamaboko harus segera mungkin dilakukan untuk menghindari terbentuknya gel
suwari. Adonan yang sudah membentuk gel akan sulit dicetak.
Meskipun semua jenis ikan dapat diolah menjadi kamaboko, tetapi ada beberapa
syarat bahan mentah (ikan) yang disarankan, yaitu hidup diperairan dingin, ikan
demersal lebih baik digunakan, dan ikan air tawar pada umumnya tidak sesuai untuk
dibuat kamaboko. Selain itu makin segar ikan yang digunakan, elastisitas teksturnya
makin tinggi. Untuk ikan yang mempunyai elastisitas yang rendah dapat ditingkatkan
elastisitasnya dengan menambahkan daging ikan dari spesies yang lain, dan dilakukan
penambahan gula, pati atau protein nabati. Untuk memperbaiki elastisitas kamaboko
biasanya digunakan ikan cumi-cumi. pH ikan yang terbaik untuk kamaboko adalah 6.5 –
7.0 dan sebaiknya ikan tersebut berlemak rendah. Untuk ikan yang berlemak tinggi
seperti lemuru, lemak tersebut harus diekstrak atau dikeluarkan lebih dulu. Lemak akan
berpengaruh terhadap daya gelatinisasi dan menyebabkan produk mudah tengik .
Kamaboko merupakan produk hasil olahan daging ikan yang berbentuk gel
protein yang homogen dan berwarna putih, bersifat kenyal dan elastis. Produk ini
berasal dari Jepang. Di Indonesia produk semacam kamaboko yaitu otak-otak dan
pempek .
Kamaboko terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan baku utama ditambah
dengan bahan-bahan tambahan seperti pati untuk pengental, gula, garam serta natrium
glutamat sebagai penambah citarasa. Adonan ini kemudian dimasak dengan cara
dikukus, dipanggang, direbus ataupun digoreng (Anjarsari, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil produksi kamaboko, antara lain sebagai
berikut :
 Tingkat elastisitas.
Tekstur elastis pada produk kamaboko sangat mempengaruhi penampilan
(kilap), cita rasa, dan daya tahan produk.
 Tingkat kesegaran ikan.
Ikan dengan tingkat kesegaran prima akan menghasilkan produk dengan cita
rasa yang baik pula
 Cita rasa.
Cita rasa produk dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya jenis ikan
(kandungan protein), tingkat kesegaran, bumbu yang diberikan, serta komposisi
bahan.
 Kadar garam.
Kadar garam pada produk kamaboko berkisar antara 2,5 - 3,5%. Kadar garam
yang terlalu rendah akan menghasilkan kamaboko dengan tekstur kurang baik.
Bila terlalu tinggi, rasanya terlalu asin.
 Daya tahan
Produk kamaboko yang dapat disimpan dalam waktu lama akan lebih menarik.
Untuk itu, perlu disimpan pada suhu rendah.

Mekanisme terbentuknya gel pada kamaboko yaitu pada saat proses pemanasan
menyebabkan terjadinya pembentukan gel, saat pemanasan adonan (sol aktomiosin)
akan berubah menjadi gel suwari. Selajutnya pada suhu 60oC terjadi pelunakkan gel
(madoni) dan pada suhu diatas 70oC terbentuk gel kamaboko (ashi) yang kenyal dan
elastis. Pemanasan dapat dilakukan dengan cara perebusan, pengukusan, penggorengan
dan pemanggangan .

Bakso adalah salah satu makanan olahan yang berasal dari daging. ada beberapa
bumbu yanga biasa dimasukkan kedalam adonan bakso agar rasa bakso lebih enak
diantaranya adalah bawang putih. Selain untuk menambah kelezatan bakso biasanya
pembuat bakso juga menambahkan zat kimia untuk mengawetkan dan memperindah
bakso. bakso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun.
Tapi pada kenyataanya banyak pembuat bakso yang menambahkan zat kimia pada
baksonya. Menurut Beberapa pedagang baso sering menggunakanbahan tambahan pada
produknya, seperti bahan pemutih, bahan pengawet, boraks,fosfat (STPP), dan tawas.
Pengolahan bakso meliputi aspek penyediaan bahan baku yaitu daging, tepung
pati dan cara pengolahannya. Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam
pembuatan bakso adalah garam, es atau air es dan bumbu-bumbu. Tujuan penggilingan
daging adalah mencacah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut otot dan
jaringan ikat schingga distribusinya dapat merata. Selain itu emulsi yang terbentuk akan
lebih stabil
Tekstur bakso ditentukan oleh kandungan air, kadar lemak, dan jenis karbohidrat.
Tekstur yang didapat dari semua bakso ini yaitu agak halus. Hal ini dapat disebabkan
pencampuran kacang yang tidak ditumbuk dengan halus pada bakso kacang, kentang
yang tidak halus pada bakso kentang dan penambahan ebi serta jamur pada bakso jambi.
Kandungan air yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur yang lembek,
begitu juga dengan kadar lemak yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur
yang berlubang-lubang . Bahan-bahan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan utama bakso adala daging, sedangkan bahan tambahan baks adalah
bahan pengisi, garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada, serta bahan penyedap.
Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang banyak dikonsumsi dan
sangat popular di kalangan masyarakat. Pengolahan daging menjadi bakso bertujuan
untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan
nilai ekonomis. Bakso merupakan produk olahan daging atau bahan lain yang telah
dihaliskan, dicampur dengan bumbu dan tepung kemudian dibentuk bulat – bulat
dengan diameter 2-4 cm atau sesuai dengan selera .
Pada praktikum kali ini kami membuat bakso dengan penambahan es pada saat
proses penggilingan daging. Di dapatkan hasil dengan warna yang pucat, tekstur yang
empuk, rasa yang gurih khas dading, dan aroma yang khas daging.
Pada proses pembuatan bakso yang paling penting adalah proses pencampuran
bahan. Untuk pencampuran bahan ini ditambahkan es. Penggunaan es sebanyak 10 –
15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging. Es yang ditambahkan
berfungsi untuk menjaga suhu food processor agar tidak naik. Suhu alat ini perlu dijaga
agar proses emulsi dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Faktor yang sangat penting pada pembuatan emulsi daging adalah suhu. Suhu
menentukan efektivitas ekstraksi yang bersifat larut dalam larutan garam serta
menentukan stabilitas emulsi yang dihasilkan. Penambahan es batu pada proses
pegiilingan daging dapat membantu dalam menstabilkan suhu. Peningkatan suhu selama
proses pelumatan daging akan mencairkan es, sehingga suhu daging atau adonan dapat
dipertahankan. Selain itu, penambahan es atau air juga penting untuk menjaga
kelembaban produk akhir agar tidak kering, meningkatkan sari minyak (juiceness) dan
keempukan daging . Jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan akan mempengaruhi
kadar air, daya mengikat air, kekenyalan dan kekompakan bakso . Oleh sebab itu,
penggunaan es atau air es harus dibatasi.
Salah satu tujuan penambahan air dan es pada produk emulsi daging adalah
menurunkan panas produk yang dihasilkan akibat gesekan selama penggilingan,
melarutkan dan mendistribusikan garam ke seluruh bagian massa daging secara merata,
mempermudah ekstraksi proterin otot, membantu proses pembentukan emulsi, dan
mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah. Jika panas ini berlebih maka emulsi
akan pecah, karena panas yang terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya denaturasi
protein. Akibatnya produk tidak akan bersatu selama pemasakan .
Bakso adalah produk olahan daging giling yang dicampur dengan tepung dan
bumbu-bumbu serta bahan lain yang dihaluskan, kemudian dibentuk bulatan - bulatan
dan kemudian direbus hingga matang. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging
sapi giling dan tepung tapioka, tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam,
ikan, atau udang bahkan daging kerbau. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan
panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mie, bihun, taoge, tahu,
terkadang telur lalu ditaburi bawang goreng dan seledri. Bahan baku utama dalam
pembuatan bakso yaitu daging sapi dan bahan tambahan lainnya seperti tepung, garam,
dan bumbu. Selain garam dan tepung, pada proses pembuatan bakso digunakan bawang
merah, bawang putih, dan merica.

Bakso yang dibuat tanpa menggunakan es batu, maka hasilnya kurang sempurna.
Peran es batu sangatlah penting dalam pembuatan bakso. Fungsi es batu sebagai
pembentuk tekstur bakso menjadi halus, lembut, dan mudah dibentuk. Proses
pembuatan bakso terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penghancuran daging, pembuatan
dan pencampuran adonan, pencetakan bakso dan pemasakan bakso. Penghancuran
daging memiliki tujuan untuk memperluas permukaan daging sehingga protein larut
garam dapat ditarik keluar yang kemudian akan menyebabkan perubahan jaringan lunak
pada daging menjadi mikropartikel. Adonan bakso dibuat dengan cara daging yang telah
di hancurkan dicampur dengan garam dan bumbu secukupnya kemudian ditambahkan
dengan tepung, pati, atau tapioka, sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dilumatkan
hingga homogeni.
Proses pencetakan bakso dapat dilakukan dengan tangan dengan cara meremas-
remas adonan di tangan, kemudian menekannya ke tengah-tengah jari antara ibu jari dan
jari telunjuk, kemudian adonan yang keluar diambil dengan menggunakan sendok.
Pemasakan bakso harus memperhatikan suhu, hal ini berkaitan dengan proses denaturasi
protein pada bakso sehingga terbentuk gel. Proses pemasakan dilakukan dengan
menggunakan air mendidih atau menggunakan uap panas pada suhu 85-900 C. Bakso
yang matang ditandai dengan mengapungnya bakso ke permukaan. Selain itu,
kematangan bakso juga dapat dilihat dengan mengiris bakso, apabila bagian dalam
tampak mengkilap agak transparan, tidak keruh seperti adonan lain, maka bakso
dikatakan telah matang. Proses pemasakan bakso biasanya dilakukan selama 15 menit.
Bakso yang telah matang dapat langsung dikonsumsi atau dapat disimpan. Proses
penyimpanan bakso dapat dilakukan pada suhu 50 C.
BAB V
KESIMPULAN & SARAN

5.1. Kesimpulan

Kamaboko merupakan produk hasil olahan daging ikan yang berbentuk gel
protein yang homogen dan berwarna putih, bersifat kenyal dan elastis. Produk ini
berasal dari Jepang. Proses pengolahan kamaboko diawali dengan dressing yaitu
pemisahan bagian bukan daging, dalam hal ini cumi dibersihkan dari kulit, lendir, tinta
dan rangka dalam ikan cumi. Proses ini bertujuan untuk membersihkan daging yang
akan digunakan serta mendapatkan daging ikan cumi atau disebut dengan edible
portion.
Pengolahan bakso meliputi aspek penyediaan bahan baku yaitu daging, tepung
pati dan cara pengolahannya. Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam
pembuatan bakso adalah garam, es atau air es dan bumbu-bumbu. Tujuan penggilingan
daging adalah mencacah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut otot dan
jaringan ikat schingga distribusinya dapat merata. Selain itu emulsi yang terbentuk akan
lebih stabil.

Salah satu tujuan penambahan air dan es pada produk emulsi daging adalah
menurunkan panas produk yang dihasilkan akibat gesekan selama penggilingan,
melarutkan dan mendistribusikan garam ke seluruh bagian massa daging secara merata,
mempermudah ekstraksi proterin otot, membantu proses pembentukan emulsi, dan
mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah. Jika panas ini berlebih maka emulsi
akan pecah, karena panas yang terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya denaturasi
protein. Akibatnya produk tidak akan bersatu selama pemasakan .

5.2. Saran
Sebelum melakukan penelitian, hendaknya mensterilkan terlebih dahulu alat-
alat yang akan digunakan dalam proses pembuatan yoghurt untuk menghindari
kontaminasi dengan bakteri lain. Buatlah yoghurt pada malam hari, agar ketika bangun
keesokan harinya yoghurt telah jadi, kemudian segera dimasukkan ke kulkas.
Pada setiap materi pembelajaran yang memungkinkan untuk diadakan
percobaan ini, diharapkan melakukan prercobaan untuk membuktikan kesesuaian setiap
materi dengan teori-teori yang ada pada setiap bab. Diharapkan juga agar laporan ilmiah
ini dapat menjadi referensi bagi pendidikan‚ baik dalam ruang lingkup permasalahan
yang sama maupun yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, W. (2011). Teknologi Pengolahan Pangan Tepat Guna. Jakarta : CV


Akademika Pressindo.
Astuti, S. I., Arso, S. P. and Wigati, P. A. (2015) ‘No Title No Title No Title’, Analisis
Standar Pelayanan Minimal Pada Instalasi Rawat Jalan di RSUD Kota
Semarang, 3, pp. 103–111.Muchtadi. (2010). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Jakarta : CV. Alfabeta.
Ayustaningwarno, F., Retnaningrum, G., Safitri, I., Anggraheni, N., Suhardinata, F.,
Umami, C. (2015). Aplikasi Pengolahan Pangan. Deepublish.
et al. (2021) ‘KAJIAN PENAMBAHAN PATI KENTANG (Solanum tuberosum L.)
TERHADAP KARAKTERISTIK SOSIS DAGING SAPI’, Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 9(3), pp. 139–147. doi: 10.21776/ub.jpa.2021.009.03.1.Henggu,
K. U. et al. (2021) ‘Pengaruh Lama Waktu Pengukusan Suhu Suwari Terhadap
Karakteristik Kamaboko Ikan Euthynnus affinis, Cantor 1849’, Journal of
Marine Research, 10(3), pp. 403–412. doi: 10.14710/jmr.v10i3.31344.
Kusuma saputri widyantoro, M., Haryati, S. and Sudjatinah (2018) ‘BERBAGAI
KONSENTRASI TEPUNG TAPIOKA TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA
DAN ORGANOLEPTIK KAMABOKO BERBAHAN DASAR SURIMI IKAN
KURISI (Nemipterus sp.)’, Journal of Physical Therapy Science, 9(1), pp. 1–11.
Pradini, F. (2018) ‘Penurunan Kadar Formalin Pada Bakso Sapi Dengan Larutan
Belimbing Manis (Averrhoa carambola) Berdasarkan Variasi Konsentrasi Dan
Waktu PEREBUSAN’, Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah
Semarang, (2008), pp. 6–19.
Pramuditya, G. and Yuwono, S. S. (2014) ‘TAMBAHAN DALAM SNI DAN
PENGARUH LAMA PEMANASAN TERHADAP TEKSTUR BAKSO
Determination of Meatball Texture Quality Attribute as an Additional
Requirement in SNI and The Effect of Heating Time on Meatball Texture’,
Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(4), pp. 200–209.
Tian, T. (2010) ‘Pengertian dan Cara Pengolahan Nugget’, Universitas Muhammadiyah
Semarang, 2002, pp. 5–12.
Triyadhi, K. M. (2018) ‘Studi Pembuatan Nugget Ikan Gluten Free dari Tepung Ubi
Jalar Oranye (Ipomoea batatas L.)’.

Anda mungkin juga menyukai