Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BEKASAM


TONGKOL(Euthynnus affinis)

Oleh:

Rahmatika putri
2004126616
THP B

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULATAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum yang berjudul " Pembuatan dan
Pengujian Bekasam (Euthynnus affinis) „‟dengan tepat waktu. Laporan Praktikum ini
disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Bioteknologi . Selain itu, Laporan ini
bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir Tjipto Lesono, M. Phil selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Bioteknologi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
kakak asisten dan semua pihak yang telah membantu sehingga terselesaikannya
laporan praktikum ini. Penulis juga menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
Laporan ini.

Pekanbaru , 6 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. iv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. v
BAB I. PENDAHULUA
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Tujuan……………………………………………………………….. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Bekasam…………………………………………………………… 3
2.2. Organoleptik……………………………………………………….. 4
2.3. Total Plate Count (TPC)………………………………………….. 5
2.4. pH………………………………………………………………….. 7
2.5. Aktivitas Air (Aw)………………………………………………… 9

III. METODELOGI PRAKTIKUM


3.1 Waktu dan Tempat Praktikum……………………………………… 10
3.2 Alat dan Bahan …………………………………………………….. 10
3.2 Prosedur Praktikum………………………………………………… 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil………………………………………………………………... 13
4.2 Pembahasan………………………………………………………… 16

V. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Simpulan …………………………………………………………... 20
4.2 Saran……………………………………………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRN

iii
DAFTAR TABEL

Isi Halaman

Tabel 1. Pengamatan sensoris bekasam selama fermentasi……………………. 13


Tabel 2. Pengamatan sensoris bekasam setelah selesai difermentasi…………. 14

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar didunia,yang juga dijuluki


sebagai negara maritim.Hal ini disebabkan karna Indonesia menjadi memiliki potensi
hasil perikanan yang kian melimpah.Salah satunya ialah keanekaragaman ikan.Ikan
memiliki kandungan lemak, protein, karbohidrat dan air tinggi sehingga disukai oleh
mikroba perusak yang menyebabkan ikan sangat mudah mengalami pembusukan
(Ndahawali 2016). Maka dari itu banyak pula masyarakat yang mengolah ikan
dengan berbagai modifikasi guna meningkatkan ketahanan ikan. Salah satu
pengawetan tradisional ikan yang hingga kini banyak dilakukan masyarakat adalah
fermentasi.

Fermentasi merupakan suatu pengolahan dengan memanfaatkan enzim dan


mikroba untuk menguraikan senyawa protein kompleks dalam tubuh ikan menjadi
senyawa lebih sederhana (Suprihatin, 2010). Beberapa produk ikan yang difermentasi
dan diawetkan antara lain rusip, wadi, peda, terasi, kecap ikan dan ikan pindang.
Sedangkan Ikan fermentasi yang belum banyak dikenal adalah bekasam.

Bekasam merupakan salah satu produk makanan fermentasi dari ikan dengan
tambahan nasi dan garam sebagai sumber nutrisi. Bekasam dibuat dari ikan yang
diberi garam antara 10-25% dan nasi sekitar 30% yang kemudian difermentasikan
selama kurang lebih 1-2 minggu dengan memanfaatkan bakteri asam laktat secara
alami yang didapat dari bahan baku yang digunakan.umumnya jenis ikan yang dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan bekasan adalah jenis ikan air tawar, seperti
ikan lele.

Bekasam dikenal oleh masyarakat sebagai makanan tradisional dengan rasa asam
dan asin yang khas serta memiliki daya tahan yang lama. Rasa asam dan asin yang
diperoleh membuat produk ini memiliki rasa cita khas yang tidak dimiliki oleh
produk olahan lainnya.
5
1.2. Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini ialah untuk mengetahui cara


membuat bekasam serta dapat memahami prinsip dari fermentasi pembuatan produk
bioteknologi hasil perikanan. Serta untuk mengetahui prinsip dan cara kerja dalam
pengujian bekasam dengan menggunakan beberapa parameter uji.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bekasam

Bekasam merupakan salah satu produk fermentasi ikan tradisional yang banyak
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Bekasam banyak diolah dengan menggunakan
ikan air tawar seperti ikan lele, ikan gabu, ikan nila, ikan mas maupun ikan mujair
(Hidayati dkk,2012). Bekasam merupakan salah satu pengawetan makanan, yang
murah dan mudah dilakukan. Fermentasi bekasam secara tradisional memanfaatkan
fermentasi alami/ spontan. Produk bekasam yang diolah dengan spontan dibuat
dengan penambahan karbohidrat yang didapatkan dari nasi dan garam. Penambahan
nasi ditujukan sebagai pengganti energy dan sumber nutrisi agar dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri Asam laktat, etil alcohol, asetat dan propiat, dimana senyawa-
senyawa ini memegang perananan penting dalam proses pengawetan dan pemberi
rasa asam pada bekasam. Bakteri asam laktat dari bekasam dimanfaatkan sebagai
starter produk fermentasi (Yanti dan Dali 2013), sebagai bakteri penghasil zat
antibakteri/bakteriosin (Desniar et al. 2011; Desniar et al. 2016), dan sebagai bakteri
probiotik (Marini et al. 2016).
Pembuatan bekasam dapat dijadikan sebgai alternative pengolahan bangan
pangan sehingga memiliki umur simpan relative lebih lama. Keberhasilan produk
bekasam dapat dilihat dari tekstur dan aroma yang didapat. Umumnya bekasam
memiliki tekstur kenyal dengan rasa dan aroma seperti alcohol maupun tapai.
Komponen yang terkandungan dari bekasam sangat baik bagi kesehatan, kandungan
ini diperoleh karn adanya bakteri asam laktat yang menghasilkan komponen bioaktif
seperti antihipertensi, antibakteri, dan antikolestrol, Lactobacillus acidophilus.
Bahkan salah satu BAL yang diisolasi dari bekasam ikan diketahui menghasilkan
lovastatin yang bermanfaat sebagai penghambat sintesis kolestrol (Rinto et al. 2015).

Pemanfaatan BAL juga dilakukkan pada beberapa produk pangan lainnya seperti
surip, pakasang dan bekasang.Namun, produk pangan seperti bekasam belum cukup

7
dikenal secara komersial seperti kecap ikan dan ikan peda. Cara pengolahan bekasam
sangat lah mudah. Pertama-tama, kepala ikan di buang, lalu dibersihkan sisik dan isi
perutnya. Ikan kemudian dibelah menjadi bentuk kupu-kupu dan dicuci. Ikan yang
telah dicuci selanjutnya ditaburi sedikit garam untuk mengawetkan nya dan
ditambahkan nasi dengan perbandingan 1 : 1 dengan ikan yang akan di buat bekasam.
Campuran tersebut sedikit diremat kemudian disusun dengan rapi didalam toples
untuk disimpan atau di fermentasi sesuai keinginan.

Metoda ini menghasilkan proses penetrasi garam ke dalam daging ikan yang
lebih cepat. Garam yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 20% dari berat ikan,
karna akan menghasilkan rasa asin yang berlebihan.Hal ini disebabkan garam
memiliki tekanan osmotic tinggi sehingga akan menyebabkan terjadinya osmotis
pada daging ikan dan pada sel-sel mikroorganisme, sehingga terjadinya plasmolysis
yang menyebabkan air bebas pada sel keluar dan mikroorganime menjadi mati.

Nilai pH bekasam cenderung konstan sampai fermentasi minggu keempat dan


fermentasi lebih lanjut menghasilkan peningkatan nilai pH produk yang mungkin
disebabkan oleh penurunan kecepatan pembentukan asam laktat dan meningkatnya
kecepatan senyawa bersifat basa. Kandungan asam laktat bekasam meningkat setelah
melalui proses fermentasi dan kecepatan peningkatannya secara nyata dipengaruhi
oleh sumber karbohidrat yang digunakan.

2.2. Organoleptik

Organoleptik atau uji sensoris merupakan pengujian terhadap bahan makanan


berdasarkan tingkat kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk
dengan cara pengujian oleh panca indra. Alat indra yang dipakai untuk pengujian ini
meliputi indera penglihat/mata, indra penciuman/hidung, indera pengecap/lidah,
indera peraba/tangan. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam
penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan,
kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk (Shfali Dhingra, Sudesh Jood.
2007). Pengujian organoleptik berperan penting dalam pengembangan produk dengan
meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan tentang penerimaan konsumen

8
terhadap produk baru.

Penilaian kerusakan pangan dengan metode uji organoleptik dapat digunakan


untuk mengetahui penyebab terjadinya kerusakan pada makanan, baik secara fisik,
kimiawi, dan mikrobiologis.Kerusakan fisik yang terjadi dapat dilihat secara
organoleptik yaitu contohnya kerusakan akibat benturan (memar, pecah, kurang

2.3 Aktivitas Air (Aw)


Mikroorganisme tidak dapat tumbuh tanpa adanya aair. Air dalam substrat yang digunakan
untuk pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan dalam istilah water activity atau aktifitas air = aw,
yaitu perbandingan antara tekanan uap dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada suhu
yang samaMenurut Karim et al. (2014), peningkatan penambahan garam pada proses fermentasi
menyebabkan meningkatnya tekanan osmotik pada air sehingga pertumbuhan mikroorganisme akan
terhambat. Penambahan garam akan menurunkan nilai aw dan dapat menyebabkan semakin lamanya
pertumbuhan bakteri menuju fase lamban (lag phase). Kondisi ini menyebabkan bakteri akan
mengalami kematian sebelum terjadi fase kematian bakteri dan menyebabkan produktivitas berkurang
ketika berada pada awal fase statis. Nilai aw di dalam bahan pangan dapat memengaruhi daya awet.
Nilai aw merupakan air bebas yang digunakan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak.
(renyah), suhu tinggi (gosong, warna gelap, karamelisasi), dan suhu rendah (dripping). Kerusakan
kimia yang dapat dilihat secara organoleptik yaitu bau tengik dan perubahan flavor pada minyak
(reaksi sinar matahari dan oksigen yang mengenai lemak) dan perubahan warna (sinar matahari
terhadap daging). Sedangkan kerusakan mikrobiologi yang dilihat secara organoleptik seperti
pertumbuhan jamur dan lendir.
Parameter yang diukur uji organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur. Pada penelitian ini
melibatkan panelis tidak terlatih sebanyak 20 orang (Soekarno, 2008). Adapun syarat-syarat yang
harus ada dalam uji organoleptik adalah adanya contoh (sampel), adanya panelis, dan pernyataan
respon yang jujur.

2.4 TPC
TPC (total plate count) merupakan metode kualitatif untuk mengetahui jumlah
mikroba dengan perhitungan cawan. Metode ini dilakukan dengan menumbuhkan sel
mikroorganisme hidup kedalam media agar dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat
diamati secara langsung mata ataupun dengan menggunakan mikroskop.

9
Uji TPC digunakan untuk menghitung banyaknya bakteri yang tumbuh dan
berkembangnya pada sampel, juga sebagai acuan untuk menentukan suatu kualitas dan
keamanan bahan pangan. Nilai TPC yang melebihi batas dapat membahayakan
konsumen,karna memungkinkannya terdapat bakteri patogen seperti Salmonella sp , E.coli
dan Shigella yang menimbulkan penyakit pada manusia (Radji,2011).

Untuk menentukan nilai TPC, digunakan larutan fisiologi sebagai pengencer sampel
serta menggunakan PCA (Plate Count Agar) sebagai media padatnya. Media agar biasanya
dibuat dengan cara disterilisasi dalam jumlah banyak hingga berbentuk media yang
mengandung agar sehingga setelah dingin media tersebut akan menjadi padat. Pengenceran
ini ditujukan agar dapat mengurangi jumlah kandungan mikroba yang ada dalam sampel
sehingga dapat diamati dan diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik tepat.

Metode TPC dibedakan atas dua cara yaitu metode tuang (pour plate),dan metode
permukaan (surface/spread plate). Pada metode tuang , sejumlah sampel (1ml atau 0,1ml)
dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke cawan petri, kemudian ditambah agar-
agar cair steril yang didinginkan (47-50°C) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya
sampelnya menyebar. Pada penanaman dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat
agar cawan kemudian sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada
permukaan agar-agar tersebur. Kemudian diratakan dengan batang gelas melengkung yang
steril (Wati 2018)

Menghitung jumlah koloni dalam cawan petri dapat menggunakan colony counter
yang biasanya dilengkapi electronic register. Perhitungan dengan cara ini diperlukan
beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Perhitungan TPC dapat digunakan rumus sebagai berikut.

Jumlah mikroba per gram : Jumlah koloni x 1


Faktor pengenceran

Keterangan :
N = jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml/koloni per gram
∑C = jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung.
VP = vaktor pengencer

10
2.3. pH

pH atau derajat keasaman merupakan suatu parameter untuk menyatakan tingkat


keasaman suatu larutan. pH digunakan untuk menyatakan derajat keasaman atau basa yang
dimiliki oleh suatu zat, baik lautan maupun benda padat. Umumnya pH diukur pada skala
0-14 (Nogroho, 2016). Oleh karna itu,ph 0 akan menjukkan tingkat derajat keasaman yang
tinggi sebaliknya ph 14 akan menunjukkan derajat kebasaan tertinggi pula.Larutan asam
mempunyai pH lebih kecil dari 7. Larutan basa mempunyai pH lebih besar dari 7.
Sedangkan larutan netral mempunyai ph = 7.

Untuk mengukuran derajat keasaman dapat digunakan indikator sederhana


pengukuran ph , diantaranya sebagai berikut.

1) Kertas lakmus
Kertas lakmus terdiri atas mlakmus merah dan biru. Kertas lakmus dikenal
sebagai indikator asam basa yang paling praktis, mudah dan murah, serta
penggunaannya sangat mudah. Namun penggunaannya sering kali
menunjukkan akurasi pengukuran yang tidak tepat disebabkan larutan sampel

yang berwarna ataupun keruh tidak dapat menunjukan secara tepat tingkat pH
larutan.

2) Indikator universal
Nilai pH dapat ditentukan dengan indikator pH(indikator universal),yang
memperlihatkan warna macam-macam untuk setiap nilai pH, sehingga kita
bisa menentukan nilai pH suatu cairan berdasarkan warna-warna tersebut
(Wibowo 2020). Indikator universal akan memberikan warna tertentu jika
diteteskan atau dicelupkan kedalam larutan asam atau basa. Sehingga akan
terbentuk warna yang terbentuk yang kemudian dicocokkan dengan warna
standar yang sudah diketahui nilai pH nya.

3) pH meter
pH meter merupakan alat elektronik untuk mengukur tingkat asam-basa suatu
larutan, alat ini sering digunakan di laboratorium untuk mengukur derajat
keasaman (pH) suatu larutan, apakah larutan tersebut tergolong asam, basa

11
atau netral. Nilai pH dapat dengan mudah dilihat secara langsung melalui

12
angka yang tertera pada layar digital dari pH meter sehingga data diperoleh
lebih efektif dan akurat jika dibandingkkan dengan menggunakan kertas
lakmus. (Rahmania and Ariswati 2018)

2.4. Aktivitas Air (Aw)

Aktivitas air atau water activity (Aw) merupakan salah satu metode uji
laboratorium yang sangat penting untuk menentukan kualitas serta ketahanan suatu
bahan pangan. Aktivitas air (Aw) disebut juga sebagai air bebas, hal ini disebabkan
oleh adanya kemampuan air dalam membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan
aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan (Arief, Pramono, and Bintoro
2012). Aktivitas air (Aw) merupakan salah satu faktor intrinsic yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Pengujian kaar Aw dilakukan
berdasarkan pengukuran aktivitas air dengan menggunakan alat yaitu Aw meter
(Higrometer). Untuk menentukan kadar Aw dapat dirumuskan sebagai berikut.

Nilai Aw : Rh
100
Tinggi rendahnya Aktivitas air dapat mempengaruhi waktu simpan bahan
pangan. Semakin tinggi aw dalam suatu pangan maka semain memungkinkan pula
mikroorganisme hidpu alam lingkungan tersebut. Sehingga bahan pangan dengan
nilai aw tinggi akan cepat mengalami kerusakan, akibat pertumbuhan mikroba
maupun akibat reaksi kimia tertentu seperti oksidasi dan reaksi enzimatik.

Aktivitas air dapat dinyatakan dalam nilai desimal pada kisaran skala 0-1,0. Pada
nilai aktivitas air sama dengan 0 berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali
tidak dapat melakukan aktivitas dalam proses. kimia. Sedangkan nilai aktivitas air
sama dengan 1 berarti potensi air dalam proses kimia pada kondisi maksimal
(Leviana and Paramita 2017). Mikroba mempunyai kebutuhan aw yang berbeda-beda
untuk pertumbuhannya. Bakteri biasanya memerlukan Aw setidaknya 0,91 , jamur
memerlukan 0,6-0,7 serta produk kering memerlukan Aw <0,85, dengan penyimpan
pada suhu ruang.

13
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Adapun waktu praktikum pembuatan bekasam dilakukan pada hari Rabu,23


November 2022 pada pukul 13.00-15.00 WIB, sedangkan pada pengamatan dan
pengujian bekasam dilakukkan pada hari Rabu, 30 November 2022 bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Jurusan Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan & Kelautan, Universitas Riau.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai beikut. Alat yang
dibutuhkan antara lain: Cutter, Sendok, toples (wadah tertutup), Timbangan, Kertas
lakmus, pH meter, Higrometer, Autoclove, Cawan petri, Pinset, Tabung reaksi, Labu
Erlenmeyer, Plastic steril, Api Bunsen, Mikropipet, Timbangan, Hot plate,
Makropipet, Kertas label, Gelas ukur, Rak tabung reaksi dan Alumunium foil.

Sedangkan bahan yang dibutuhkan seperti Aquades, Ikan lele (berat 500 gr),
Garam halus (10%), Nasi putih (30%), Agar Batang , Media PCA.

3.3. Prosedur Praktikum

 Pembuatan bekasam

Sebelum dilakukannya pembuatan bekasam, ikan dicuci dan disiangi (sisik,


insang dan isi perut) terlebih dahulu. Kemudian ikan dibelah menjadi dua bagiab
tanpa terputus .timbang ikan yang digunakan,lalu hitung persentasi pada berat garam
dan nasi yang akan digunakan berdasarkan berat ikan yang telah dihitung.

14
Setelah nasi dan garam telah ditimbang sesuai persentasi.campurkan garam
dan nasi pada toples steril, aduk rata hingga bahan- bahan tersebut tercampur
keseluruh tubuh ikan. Kemudian toples tutup ( hingga pastikan tidak terdapat celah
udara yang masuk kedalam toples). Kemudian fermentasikan bekasam selama
beberapa hari pada ruang tertutup.

 Pengujian nilai pH

Sampel bekasam dipisahkan daging dan kulitnya menggunakan pinset.


Kemudian timbang sampel dengan berat 8 gr .lalu masukkan kedalam plastik steril
dan hancurkan sampel. Setelah itu, hitung larutan aquades sebanyak 25 ml dan
campurkan dengan sampel didalam plastik. Kemudian homogenkan sampel, dan
hitung nilai ph dengan menggunakan ph meter dan kertas lakmus.

 Pengujian nilai Aw

Untuk menentukan nilai aktivitas air( Aw) dapat dilakukkan dengan


mempersiapkan sampel (bagian daging ikan lele), kemudian timbang berat ikan 6 gr.
Dan letakkan dalam wadah tertutup. Setelah itu,ukur dengan menggunakan alat
higrometer dan tunggu selama 10 menit hingga muncul perhitungan. Untuk
menentukan nilai aktivitas air( Aw) dapat dihitung menggunakan rumus berikut.

Aw : Rh / 100

 Pengujian TPC

Pertama- tama sampel diambil 10 gr ,kemudian letakkan pada plastik steril.


Setelah itu homogenkan dengan cara menghancurkan dengan menggunakan mortal
steril. Setelah itu , masukkan larutan aquades 90 ml ( pengenceran 10 -1) .selenjutnya
ambil 1 ml dari pengenceran pertama dan masukkan kedalam tabung reaksi steril
berisi 9 ml aquades. Kemudian aduk dan homogenkan( pengenceran ke 10 .
-2)

Pembuatan pengenceran selanjutnya menggunakan teknik yang sama hingga


diperoleh pengenceran 10-1, 10-2,10-3,10-4, 10-5. Dari masing- masing pengenceran

15
tersebut selanjutnya diambil 1 ml menggunakan pipet tetes yang kemudian
dimasukkan kedalam cawan petri steril berisi media PCA. Setelah itu, inkubasi media
pada suhu 37° C selama 2 x 24 jam. Setalah dilakukannya proses inkubasi, lakukan
perhitungan koloni bakteri asam laktat dengan memperhatikan citi- ciri koloni yang
sesuai.
Perhitungan jumlah koloni bakteri asam laktat dapat diperhitungkan dengan
memperhatikan sebagai berikut.

a. Bulat
b. Berwarna putih susu

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

 Pengamatan sensoris bekasam selama fermentasi

Berdasarkan pengamatan bekasam selama kurun waktu seminggu ,diperoleh data


Tabel 1.sebagai berikut.

Pengamatan sensoris bekasam selama fermentasi


Hari ke Hasil Pengamatan
Hari ke 1 Keadaan ikan masih segar ,kulit tampak cerah segar dan
terdapat lendir ,mata cerah ,cembung dan kondisi
dagingnya masih elastis saat ditekan oleh jari
Hari ke 2 Keadaan ikan mulai tampak perubahan seperti kondisi
daging mulai berwarna ,kulit mulai tampak pucat, mata
mulai cekung, daging sedikit menciut dan menyusut ,serta
warna nasi mulai berubah.
Hari ke 3 Keadaan ikan banyak terjadi perubahan, daging ikan
berwarna pucat,kulit tidak cemerlang, air pada sampel
pun mulai bertambah banyak dan warnanya menjadi
kekuning- kuningan.
Hari ke 4 Keadaan hampir sama dengan pengamatan ke 3,namun
warna yang ditunjukkan pada kulit dan daging lebih pucat
serta kandungan air yang diperoleh semakin bertambah
Hari ke 5 Warna pada nasi mulai menguning ,kondisi ikan semakin
menyusut, kulit dan daging lebih pucat ,maya lebih
cekung serta kadar air semakin banyak
Hari ke 6 Warna yang ditunjukkan pada daging lebih pucat, nasi
berubah menjadi kekuningan, ukuran pada daging pun

17
semakin menyusut dan kadar air pada sampel semakin
bertambah.
Hari ke 7 Penampakan pada hari ke 7 ,diperlihatkan kondisi kulit
dan daging kusam dan pucat dengan lendir agak tebal.
Kondisi mata cekung, nasi berwarna kuning pucat serta
kadar air semakin banyak.

Hari ke 4 Hari ke 5 Hari ke 6

 Pengamatan sensoris bekasam setelah selesai difermentasi


Berdasarkan pengamatan bekasam setelah semingu, ditunjukkan data Tabel 2.
sebagai berikut.

Aroma Aroma yang didapatkan pada bekasam setelah fermentasi


adalah memiliki aroma asam seperti tapai dan alcohol
Rupa Rupa dan warna yang tampak ialah kusam, pucat dan
kondisi daging menciut
Rasa -
Tekstur Tekstur yang didapatkan lunak ,kemudian tidak elastis
saat ditekan

18
 pH
Berdasarkan pengujian pH yang dilakukkan, diperoleh pertitungan pH pada
bekasam adalah 6,02ppm Hal ini menunjukkan bahwasannya pH yang dimiliki oleh
bekasam bersifat asam. Perhitungan ini ditujukan untuk melihat tingkat keasaman dan
kebasaan pada produk bekasam. Untuk menggukuran pH bekasam dapat
menggunakan pH meter ataupun Kertas Lakmus

 Aktivitas Air (Aw)


Nilai aktivitas air (Aw) penting dalam menentukan kualitas dan keamanan
pangan karna sangat mempengaruhi umur simpan makanan. Pengujian kadar Aw
dilakukan dengen menggunakan alat Aw meter (Higrometer). Pengujian ini dilakukan
untuk menentukan nilai Aw optimal bakteri Asam Laktat untuk tumbuh serta
mengetahui jenis BAL yang berperan dalam proses fermentasi. Untuk menentukan
nilai Aw dapat dihitung menggunakan rumus berikut.

Nilai Aw : Rh : 68 : 0,68
100 100
Berdasarkan perhitungan yang didapatkan ,diperoleh nilai Aw adalah 0,65.
Hal ini menunjukkan bahwa Aw yang terkadung pada bekasama berada pada tingkat
sedang ( medium), sehingga relative lebih awet dan memiliki potensi bahaya yang
lebih sedikit.

 Total Plate Count (TPC)


Berdasarkan hasil uji TPC menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
pengenceran maka jumlah bakteri/koloni yang diperoleh akan semakin sedikit. Hasil
ini ditunjuukan dari pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5.Diketahui bahwa nilai rata-
rata total bakteri asam laktat bekasam, terdapat nilai tertinggi pada pengenceran 10 -5
yaitu 298 koloni.sedangkan terendah terdapat pada pengenceran 10-1. Perbedaan
jumlah koloni dapat dilihat sebagai berikut.

19
- Pengenceran 10-1 : 0koloni
- Pengenceran 10-2 : 32 koloni
- Pengenceran 10-3 : 96 koloni
- Pengenceran 10-4 : 91 koloni
- Pengenceran 10-5 : 3 6 koloni

4.2. Pembahasan

 Uji Organoleptik

Berdasarkan Analisis sensoris terhadap mutu organoleptik menunjukkan


adanya pengaruh yang terjadi dalam proses fermentasi bekasam. Berdasarkan hasil
yang diperoleh dari tabel 1. Menunjukkan bahwa semakin lama proses fermentasi
berlangsung maka nilai sensoris yang diperoleh akan mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga menyebabkan rasa, serta
tekstur mengalami perubahan signifikan. Perubahan ini ditujukan untuk
menghasilkan produk bekasam yang baik.yang diperoleh menunjukkan hasil proses
fermentasi bekasam yang baik. Hal ini terlihat dari kondisi sensorik ikan seperti
dibawah ini.

Aroma merupakan keadaan yang dapat dirasakan secara visual melalui indera
penciuman. Aroma yang ditimbulkan pada bekasam dipengaruhi oleh lama
fermentasi. Semakin lama proses fermentasi akan menimbulkan aroma asam yang
menjadi ciri khas pada bekasam. Bau khas yang ditimbulkan seperti bau tapai dan
alkohol.

Tekstur pada bekasam dipengaruhi oleh lama waktu fermentasi.yang


menunjukkan bahwa sebelum ikan difermentasi, tekstur daging ikan kompak dan
terlihat segar. Setelah difermentasi tektur daging ikan mudah hancur, menjadi
sangat lunak dan juga terlihat pucat. Tektur daging ikan melunak menandakan proses
fermentasi berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan Irianto dan Waluyo (2004)
menyatakan bahwa, adapun ciri-ciri pembuatan bekasam dikatakan berhasil yaitu
diantaranya: berwarna merah segar, tekstur dagingnya maser (gembyur) dan lunak,
20
pHnya antara 6,0-6,44, Rasanya asam khas bekasam akibat adanya proses fermentasi.

 pH

Nilai ph pada pengolahan pangan berperan dalam menentukan daya awet


suatu makanan. Keasaman (pH) sangat mempengaruhi mikroorganisme yang dapat
tumbuh. Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan menunjukkan nilai pH bekasam
mengalami penurunan secara signifikan. Nilai ph yang diperoleh pada hari ke 7 yaitu
6,02ppm. Yang artinya nilai pH adalah asam. Adanya penurunan nilai pH terjadi
disebabkan oleh penambahan garam dan karbohidrat pada bekasam yang merangsang
pertumbuhan bakteri asam laktat. Penurunan nilai pH disebabkan oleh semakin tinggi
konsentrasi garam yang digunakan.Hal ini diperkuat oleh pernyataan Alvarado dkk
(2006) bahwa, penurunan nilai pH diakibatkan oleh aktivitas pengasaman yang
tunjukkan dengan meningkatnya jumlah bakteri penghasil asam laktat selama proses
fermentasi.

Lama proses fermentasi juga memberikan pengaruh terhadap bekasam .hal ini
dijelaskan bahwa semakin lama rentang waktu fermentasi maka total asam yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan seiring meningkatnya lama
fermentasi, maka semakin banyak waktu yang tersedia bagi bakteri asam laktat untuk
merombak nutrisi yang terkandung dalam substrat dan dapat memungkinkan
terakumulasinya asam-asam organik seperti asam laktat dalam jumlah yang lebih
banyak Yunus et al. (2015).

 Aktivitas Air (Aw)

Aktivitas air ( Aw) menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam bahan
pangan. Air merupakan komponen penting yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk berkembang biak dalam produk pangan. Pengujian nilai Aw sangat diperlukan
untuk mengetahui dan menentukan nilai Aw optimal pada pertumbuhan bakteri asam
laktat. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Aw pada bekasam adalah 0,65. Hal ini
menunjukkan Aw pada bekasam berada pada skala sedang( medium) yang artinya
produk bekasam memiliki ketahanan relatif baik sehingga potensi bahaya lebih
sedikit. Semakin tinggi nilai aw pada suatu produk,memungkinkan pertumbuhan
mikroorganisme pada lingkungan tersebut. Bakteri membutuhkan kadar Aw paling
21
tidak berkisar 0,91 , pada jamur berkisar 0,6-0,7 , serta pada produk kering berkisar
<0,85 dengan penyimpanan suhu ruang.

Tinggi rendahnya kadar air dapat menentukan nilai Aw yang diperoleh, kadar
air yang tinggi dapat mengakibatkan pertumbuan bakteri ,kapang dan khamir lebih
cepat. Selain itu, komposisi gula dan garam juga dapat mempengaruhi nilai
Aw.Semakin tinggi kadar garam yang ditambahkan pada bekasam, maka akan
semakin kecil kadar air pada produk tersebut. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Sastra (2008) bahwa konsentrasi garam yang semakin tinggi dapat menghilangkan air
lebih banyak dari tubuh ikan.

 Total plate count (TPC)

Analisis mikrobiologi merupakan parameter utama suatu produk fermentasi.


Uji mutu mikrobiologi meliputi pengujian dengan metode TPC. Pengujian ini
dilakukan dengen teknik pengenceran sebanyak 5 kali dan proses inkubasi pada suhu
37°C selama 1X 24 jam. Berdasarkan data uji yang dilakukkan diperoleh nilai
jumlah koloni mencapai 0 koloni pada pengenceran 10-1 sedngkan jumlah koloni
sedikit diperoleh pada pengenceran 10-5 yaitu 36 koloni. Hal ini menunjukkan
bahwasannya semakin tinggi tingkat pengenceran dilakukkan maka jumlah baketeri/
koloni yang didapat akan semakin minim.

Menurut yunita et,al 2015 menjelaskan bahwasannya tujuan dilakukannya


pengencerana bertingkat yaitu untuk mengurangi dan memperkecil jumlah mikroba
yang ada didalam cairan. Meningkatnya jumlah koloni disebabkan oleh adanya
penambahan garam yang secara tidak langsung merangsang pertumbuhan bakteri.
Garam berperan sebagai penghambat atau menyeleksi bakteri pembusuk dan
pathogen sehingga bakteri asam laktat lebih mendominasi diawal fermentasi. Dengan
penambahan Karbohidrat juga memberikan pengaruh terhadap penurunan total
bakteri selama proses fermentasi bekasam, sehingga terjadi perombakan karnohidrat
menjadi asam laktat yang menyebebkan rasa asam khas.

22
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukkan ,dapat disimpulkan bahwasannya dalam


menentukan keberhasilan bekasam dapat di uji dengan beberapa parameter,seperti
pH, Nilai Aw dan TPC. Nilai Aw yang diperoleh 0,68 (medium/sedang), tinggi
rendah nilai Aw yang diperoleh disebabkan adanya kandungan gula yang membentuk
ikatan hidrogen antara air dan gula. Sedangkan pada pengujian TPC terjadi
peningkatan jumlah koloni setelah dilakukannya pengenceran.Jumlah koloni tertinggi
diperoleh dengan nilai 0 koloni pada pengenceran 10-1 setelah dilakukannya 10-5
pengenceran. Nilai pH diperoleh 0,68 (asam). Penurunan nilai pH yang dialami
disebabkan oleh terbentuknya BAL akibat adanaya penguraian karbohidrat dari nasI.

5.2. Saran

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwasannya sebagai


berikut.

1) Perlu dilakukan praktikum lebih dalam lagi terkait parameter uji yang
dilakukan dalam meningkatkan mutu bekasam pada secara mikrobiologi dan
nilai organoleptiknya .
2) Perlu dilakukannya beberapa uji lanjutan mikrobiologi pada spesies bakteri
asam laktat (BAL) dan bakteri patogen serta uji kelayakan produk (SNI).

23
DAFTAR PUSTAKA

Alvarado S, Garcia Almandarez BE, Martin SE, Regalado C. 2006. Food-associated


lactic acid bacteria with antimicrobial potential from tradisional Mexican
foods. Microbiologia 48:206-268
Hadiyanti, Meilina.R., Prima Retno W. 2013. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Penambahan
Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum B1765 Sebagai Kultur
Starter.Terhadap Mutu Produk Bekasam Ikan Bandeng (Chanos Chanos). UNESA Journal of
Chemistry Vol. 2, No 3, September 2013.
Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan Cara Mengolah dan
Mengawetkan
Secara Tradisional dan Modern. CV Aneka. Solo.
Zummah, Atiqoh., Prima Retno W. 2013. Pengaruh Waktu Fermentasi dan
Penambahan Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum B1765 Terhadap Mutu Bekasam
Ikan Bandeng (Chanos chanos). UNESA Journal of Chemistry Vol. 2, No 3, September 2013.

24
LAMPIRAN

25
Lampiran 1. Alat dan Bahan

Timbangan digital Nasi putih 30% Garam halus 10%

Daging ikan lele 500 gr pH meter Kertas lakmus

Higrometer Wadah tertutup Plastic steril

timbangan Hot plate Cawan petri

Bunsen Pinset Labu erlemeyer

26
Autoclove Mikropipet Gelas ukur

Rak dan tabung reaksi

27
Lampiran 2. Prosedur Praktikum

 Pembuatan bekasam

Garam ditimbang 10% Nasi ditimbang 30% ari Campurkan garam


dari berat ikan berat ikan

Campurkan nasi dan Bekasam disimpan dengan


aduk rata wadah kedap udara

28

Anda mungkin juga menyukai