Makalah
Disusun Oleh
Alda Awayan Banjarsari 230110180189
Ajeng Amirah Yasmin 230110180207
Rinaldo Nurfaizi 230220180211
Anisa Tri Mariane 230110180200
Daffa Nur Fauzan DU 230220180191
Fadillah Nur Azizah 230220180194
Taufik Rahman 230220180210
Dosen Pengampu
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
PANGANDARAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penyusun sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah mengenai “Terasi” tepat pada waktunya. Tak lupa salawat teriring
salam semoga tetap terlimpah curah kepada baginda besar Muhammad
SAW, kepada para keluarganya, sahabatnya, sampai kepada kita semua selaku
umatnya hingga akhir zaman.
Penghargaan dan ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada Dosen
Pembimbing yang telah memberikan waktu serta masukan yang membangun
untuk kegiatan penulisan makalah ini agar lebih baik lagi. Tidak lupa terimakasih
kepada dukungan dari Orang Tua Penulis yang telah berkontribusi dalam
mendukung moral Penulis.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Maka dari
itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik. Apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini Penulis mohon maaf. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL...........................................................................................iv
I PENDAHULUAN
II PEMBAHASAN
4.1 Kesimpulan....................................................................................10
4.2 Saran..............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. Komposisi Gizi dan Energi Terasi Belitung dalam 100 gram bahan. 4
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
zat yang bersifat kompleks menjadi zat yang lebih sederhana. Produk yang
dihasilkan memiliki sifat berbeda dari aslinya dan warna khas sesuai dengan
bahan baku yang digunakan. Menurut Adawyah (2007), fermentasi merupakan
penguraian senyawa-senyawa kompleks terutama protein, menjadi senyawa yang
lebih sederhana dalam keadaan terkontrol.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui produk olahan fermentasi terasi
2. Mengetahui kandungan gizi produk olahan fermentasi terasi
3. Mengetahui ciri produk olahan fermentasi terasi yang baik
4. Mengetahui cara membuat produk olahan fermentasi terasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Tabel 1. Komposisi Gizi Terasi dalam 100 gram bahan
Energi yang terkandung dalam produk terasi adalah 155 kkal (kilo kalori)
per 100 gram bahan, sedangkan kandungan proteinnya sebesar 22,3% dengan
kadar lemak hanya 2,9%.
Tabel 2. Komposisi Gizi dan Energi Terasi Belitung dalam 100 gram bahan
Sementara itu komposisi zat produk terasi belacan Belitung dalam Tabel 3
menunjukkan kandungan energi 181,32 kkal lebih tinggi dibandingkan dengan
angka Puslitbang Gizi. Kandungan yang lain seperti protein 20,65% dan kadar
lemak 2,92 % tidak menunjukkan perbedaan angka yang terlalu besar dari angka
Puslitbang Gizi. [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
2.3 Ciri terasi yang baik
Kualitas terasi yang beredar di pasaran sangat ditentukan oleh mutu bahan
baku, proses pengolahan dan pengemasan produk. Menurut Sayekti dan Muryati
(1980), mutu terasi ditentukan oleh penampakan, warna, bau, adanya serangga,
ulat atau belatung. Karakteristik organoleptip seperti penampakan, warna, dan bau
ditentukan oleh rebon yang digunakan. Semakin segar dan seragam bahan baku
yang digunakan, akan didapatkan mutu terasi yang lebih tinggi. Untuk mengetahui
4
ciri-ciri umum baik buruknya terasi salah satunya bisa lihat dari warna, tekstur
atau bentuk, serta bau atau aroma, yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Warna
Terasi yang berkualitas baik salah satunya bisa ditandai oleh warnanya,
yaitu berwarna gelap atau coklat kemerahan. Terasi yang disukai konsumen
berwarna coklat kemerahan. Warna tersebut hanya terbentuk pada terasi berbahan
baku udang karena mengandung astaxanthin. Astaxanthin merupakan pigmen
turunan dari karotenoid yang membawa warna merah. Menutur Jaswir et al.
(2011), warna merah terbentuk karena adanya kandungan karotenoid pada udang.
Karotenoid yang paling berperan dalam warna merah krustasea dan ikan laut
adalah astaxanthin. Penggunaan garam konsentrasi tinggi pada pembuatan terasi
dapat mempengaruhi rendahnya nilai astaxanthin. Rendahnya nilai astaxanthin
juga dapat dipengaruhi oleh waktu fermentasi yang cukup lama. Chaijan dan
Panpipat (2012) menjelaskan proses oksidasi astaxanthin bebas dapat
mengakibatkan dikolorisasi produk sehingga warna menjadi gelap.
Warna asli terasi adalah coklat kehitaman seperti warna tanah. Warna
terasi penting untuk diperhatikan karena warna merupakan salah satu aspek dalam
penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Tetapi untuk lebih menarik
minat para konsumen, seringkali terasi diwarnai dengan warna yang mencolok
menggunakan pewarna sintesis yang berbahaya bagi kesehatan. Menurut Sari et
al. (2009), sering terjadi penggunaan pemakaian zat warna untuk bahan pangan,
misalnya zat pewarna tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal
ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena ada residu logam berat pada zat
pewarna tersebut.
b. Tekstur dan Bentuk
Terasi yang baik memiliki teksur atau bentuk yang bagus, tidak terlalu
lembek dan tidak terlalu keras. Hal ini menandakan bahwa pembuatan terasi
dilakukan dengan proses optimal. Jika terasi terlalu lembek hal ini disebabkan
oleh proses penjemuran yang kurang sehingga menyebabkan kandungan air pada
terasi masih cukup tinggi. Kandungan air yang masih tinggi menyebabkan terasi
lembab dan mengurangi daya tahan keawetan terasi. Terasi udang yang diberi
5
garam lebih banyak memiliki tekstur lebih kompak dan padat, sedangkan terasi
udang dengan sedikit garam memiliki tekstur kurang kompak (mudah pecah) dan
kurang padat.
c. Bau atau Aroma
Kandungan yang terdapat pada terasi sebagian besar adalah ikan dan
udang rebon sehingga menimbulkan bau aroma yang khas. Terasi yang terbuat
dari bahan udang rebon segar biasanya memiliki aroma yang segar pula. Terasi
yang memiliki aroma terlalu menyengat karena bercampur dengan aroma busuk
dan bau tak sedap lainnya menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan
kurang bagus sehingga kualitas terasi yang dihasilkan juga kurang bagus. Garam
dalam terasi juga mempengaruhi aroma terasi udang.
Ciri yang menonjol dalam terasi adalah bau yang khas, tajam dan
merangsang. Bau ini timbul selama terasi mengalami proses penyimpanan atau
fermentasi. Menurut Hadiwiyoto (1993), selama fermentasi mikroba mampu
mengadakan transformasi senyawa-senyawa kimia, sehingga dihasilkan senyawa
turunannya yang bersifat volatile. Transformasi ini dapat berupa hidroksilasi
oksidasi, pemecahan rantai karbon atau reduksi.
Senyawa volatile adalah senyawa organik komplek yang mudah menguap
pada suhu kamar. Senyawa volatile yang dikeluarkan terasi dapat terdiri dari 16
senyawa hidrokarbon, 7 alkohol, 3 ester, 46 senyawa karbonil, 7 asam lemak, 34
senyawa nitrogen, dan 15 senyawa belerang.
Mikroba mempunyai peranan besar dalam pembentukan senyawa volatile
terasi. Mikroba yang tumbuh dalam terasi bermacam-macam jenisnya, umumnya
mikroba yang tumbuh adalah dari golongan bakteri. Menurut Susilowati (1988),
bakteri yang telah diisolasi dari terasi adalah bersiifat halotoleran yang dapat
tumbuh dengan atau tanpa garam, halofilik yaitu tumbuh pada kadar garam tinggi
(maks 20%) dan mesofilik yaitu tumbuh pada suhu antara 30 – 370C.
Adawyah (227), menjelaskan bahwa garam tidak hanya digunakan sebagai
penambah cita rasa saja namun memiliki peranan lain, yaitu untuk meningkatkan
konsistensi, nilai gizi, mengendalikan tingkat asam dan basa pada produk serta
6
mampu memantapkan bentuk dan rupa. Ozdemir (1997), menjelaskan sodium
klorida merupakan penghambat reaksi pencoklatan.
Penambahan garam pada terasi dimaksudkan untuk menambah rasa dan
menjaga daya awet terasi. Terasi dengan kadar garam tinggi memiliki daya awet
lebih baik bila dibandingkan dengan terasi dengan kadar garam sedikit tetapi tersi
tersebut memiliki rasa asin yang cenderung pahit. Menurut Murniyati dan
Sunarman (2004), garam memiliki fungsi pengawetan yang cukup baik sehingga
banyak dimanfaatkan manusia sebagai pengawet bahan makan. Apabila jamur
tidak ditemui pada seluruh terasi, keadaan tersebut berarti baik sebab jamur
menunjukkan bahwa terasi mulai mengalami kemunduran mutu. Hal tersebut
menunjukkan bahwa garam dapat menjaga daya tahan terasi dengan baik saat
proses fermentasi.
2.4 Membuat terasi
Pembuatan terasi antara ikan dan udang tidak terlalu berbeda, yang
membedakan hanyalah bahan bakunya.
2.4.1 Terasi Ikan
Menurut Hestiani (2019) cara membuat terasi adalah sebagai berikut,
A. Alat dan Bahan
a. Alat
a) Meat grinder
b) Timbangan digital
c) Toples
b. Bahan
a) Ikan bete-bete segar
b) Tepung beras angkak
c) Garam
B Cara Pembuatan Terasi
c. Penyiapan Bahan Baku
Ikan yang digunakan adalah ikan bete-bete berukuran 6 kg yang masih
segar dengan bagian tubuh masih utuh, tidak berbau busuk, mata tidak kusam,
insang tidak berwarna pucat, dan daging masih kenyal saat ditekan dengan jari.
7
Simpan ikan dalam styrofoam yang berisikan es, lalu ikan di filet dan dibersihkan
menggunakan air bersih yang mengalir sebanyak 3 kali. Setelah itu jemur ikan
selama 1 hari di bawah terik sinar matahari.
d. Pembuatan Terasi
a) Haluskan ikan yang telah dijemur menggunakan meat grinder lalu
ditimbang.
b) Campur ikan dengan garam (perbandingan ikan dan garam 94:5%)
c) Ikan yang telah dicampur garam kemudian diaduk sampai rata
d) Kemudian campurkan air 50 ml
e) Simpan dalam toples dan tutup
f) Fermentasi awal dilakukan selama 18 jam dalam suhu ruang
g) Toples dibuka 4 jam sekali
h) Jemur ikan selama 7 jam
i) Tepung beras angkak dilarutkan terlebih dahulu dalam 5 ml air
hangat dengan maksud agar tepung angkak larut dan tidak ada
endapan yang tersisa
j) Campur sampai merata pada ikan yang telah dijemur selama 7 jam
k) Selanjutnya lakukan pencetakan berbentuk persegi (3 x 3 cm)
l) Kemudian jemur selama 1 hari dibawah terik sinar matahari
m) Lakukan fermentasi kedua, pengambilan sampel dilakukan pada 5,
10, 15 dan 20 hari fermentasi.
2.4.2 Terasi Udang
Menurut Indriati dan Andayani (2012) cara membuat terasi udang adalah
sebagai berikut:
A. Alat dan Bahan
a. Alat
a) Wadah
b) Kertas
c) Tumbukan
b. Bahan
a) Udang rebon
8
b) Air
c) Garam
d) Tepung beras angkak
B. Cara Pembuatan Terasi
a. Pembuatan Terasi
a) Pisahkan Udang rebon dari kotoran nya.
b) Udang Rebon dicuci hingga bersih.
c) Jemur Udang Rebon selama 4-5 jam sampai setengah kering.
d) Setelah itu tambahkan garam sebanyak 5%, lalu tumbuk kasar.
e) Kemudian diperam selama satu malam.
f) Keesokan harinya dijemur lagi dan ditumbuk,
g) Kemudian diperam lagi selama satu malam.
h) Setelah itu dijemur lagi, ditambah tepung beras angkak 1% dari
bobot udang rebon kering
i) Sebelum dicampurkan, tepung beras angkak dilarutkan terlebih
dahulu dalam 100 mL air hangat (dengan maksud agar tepung
angkak larut dan tidak ada endapan yang tersisa) .
j) Setelah itu adonan terasi ditumbuk sampai halus lalu dibentuk,
k) Kemudian dibungkus dengan kertas dan diperam selama 4 minggu di
ruangan dengan suhu kamar (30oC) dan kelembaban 62–70%.
9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Terasi merupakan produk olahan perikanan yang menggunakan proses
fermentasi. Terasi memiliki banyak kandungan protein didalamnya. Warna terasi
yang baik adalah gelap atau coklat kemerahan. Terasi yang baik memiliki bau
khas fermentasi yang segar. Tekstur terasi yang baik adalah tidak terlalu keras
dan lembek. Cara pembuatan terasi pada umumnya adalah persiapan alat dan
bahan, menambahkan garam, pendiaman di dalam tempat tertutup untuk proses
fermentasi, penambahan tepung beras angkak, pencetakan, dan pengemasan.
3.2 Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., dan Liviawaty, E. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius,
Yogyakarta.
Indriati, N., & Andayani, F. (2012). Pemanfaatan angkak sebagai pewarna alami
Indonesia, 2(1).
Perikanan , 80-88.
11
Rahmayati, R., Riyadi, P. H., & Rianingsih, L. 2014. Perbedaan
Perikanan, 3(1), 108-117.
LIPI .
12