Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SENI MENGANYAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

SENI RUPA
DOSEN PENGAMPU : YOLANDA PAHRUL, M.pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK : 6

FAHZIA RAHMA 2186206069


MIFTAHHUL JANNAH 2186206100
RAHMATUL HUSNA 2186206147
SHIRATUL MUSTAKQIM 2186206167
ZAHRATUL FADLANI 2186206196

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat serta nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Seni Anyaman ”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
Kuliah seni rupa dan berkeinginan untuk membantu para pembaca lebih mudah
memahami mengenai seni rupa, terutama pada seni anyaman.

 Kami sangat sadar, makalah ini tidaklah sempurna, kami minta maaf
apabila terdapat kesalahan pada setiap bagiannya, karena kami masih dalam
proses pembelajaran.

Saya  berharap dibalik adanya makalah yang jauh dari sempurna ini,
tersimpan manfaat ataupun hikmah yang dapat dipetik untuk dijadikan
pembelajaran hidup bagi penulis dan pembaca.

Peulis

Kelompok 6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seni anyam sudah ada sejak dahulu kala, hingga sekarangpun masih akrab
dalam kehidupan masyarakat. Bahkan hampir di seluruh nusantara terdapat home
industri pengrajin barang anyam-anyaman. Maka bisa dikatakan seni anyam
termasuk kategori warisan budaya yang harus dilestarikan.

Hal demikian, sangatlah bertolak belakang dengan kondisi keberadaan di


desa Jepang Pakis. Akhir-akhir ini perkembangan di desa tersebut mengalami
penurunan dari tahun ke tahun, sehingga hal tersebut tentu sangat mempengaruhi
baik dari segi budaya maupun dari perekonomian masyarakat, akibatnya berbagai
barang kerajinan anyaman semakin tergeser kedudukannya dari pasaran.

Fenomena tersebut banyak menimbulkan pertanyaan yang akhirnya


mendorong penulis untuk melakukan observasi. Penulis berharap dengan tindakan
tersebut dapat menemukan jawaban yang sesuai dengan data-data dari lapangan.
Selain itu penulis juga ingin mengetahui lebih jauh mengenai seni budaya yang
ada di kota Kudus, karena sudah menjadi kewajiban bagi generasi penerus bangsa
untuk mempertahankan berbagai kebudayaan yang telah ada tetap dilestarikan dan
berusaha menghidupkan kembali kebudayaan yang hampir punah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Seni Anyam ?


2. Bagaiman Sejarah Seni Anyam ?
3. Sebutkan Macam-macam Seni Anyam Bambu Serta Teknik?
4. Bagaimana Perkembangan Seni Anyam ?
5. Apa Pengaruh Seni Anyam Bambu Terhadap Perekonomian Masyarakat di
Desa Jepang Pakis ?
6. Apa Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan mempelajari segala tentang menganyam


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Seni Anyam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia seni adalah keahlian membuat


karya yang bermutu dengan keahlian yang luar biasa, kesanggupan akal untuk
menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. (Hasan Alwi : 2002)

Adapun anyam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengatur, tindih
menindih dan silang menyilang, melakukan pekerjaan menganyam. Sedangkan
pengertian seni anyam merupakan kerajinan yang telah menyatu dengan kegiatan
sehari-hari masyarakat pedesaaan. (Didi Wiraatmaja : 2006 )

B.  Sejarah Seni Anyam

Pada awalnya, seni anyam dipercayai sebagai seni kerajinan tangan


yang muncul dan berkembang tanpa adanya pengaruh dari luar. Pada zaman
dahulu, kegiatan menganyam ini dilakukan oleh kaum perempuan untuk mengisi
waktu senggang dan bukan sebagai mata pencaharian utama. Pekerjaan kaum
perempuan ini menghasilkan kerajinan tangan yang dijadikan alat untuk
kebutuhan sendiri atau sebagai hadiah untuk anak, saudara dan kerabat dekat
sebagai tanda terima ksasih atau kenang – kenangan. Seorang perempuan
dianggap tidak mempunyai sifat kewanitaan yang lengkap jika ia tidak mahir
dalam seni anyaman. (Muhammad Yayung : 2010)

Proses menganyam biasanya dijalankan oleh kaum perempuan,


sedangkan kaum pria hanya membantu mencari dan mengumpulkan bahan anyam.
Dahulu kegiatan produksi anyam biasanya dilakukan secara individu atau secara
kecil-kecilan yang merupakan suatu usaha ekonomi bagi orang – orang desa.

Setiap daerah menggunakan bagan dan pola khasnya masing-masing.


Misalnya, karena di pulau Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi banyak rotan, maka
rotan dianyam menjadi tikar, topi, keranjang dan bermacam-macam perabot
rumah tangga. Di Jawa, Madura dan Bali bambu dianyam menjadi keranjang.
Supaya dapat digunakan sebagai tempat penampungan air, keranjang itu dilumuri
dengan aspal.

Saat ini seni anyam bambu semakin berkembang. Bentuk anyaman dan
polanya semakin menarik denganhiasan dan warna yang beragam. Banyak warga
perkotaan yang tertarik dengan kerajinan anyam ini. Sekarang ini, seni anyam
tidak sekedar memenuhi kebutuhan rumah tangga saja. Tetapi juga sudah menjadi
barang seni yang bernilai tinggi.

C. Macam-macam Seni Anyam Bambu Serta Teknik

1.      Pembuatannya

Di Kudus terdapat macam-macam seni anyam bambu yang terdapat di


desa Jepang Pakis, diantaranya besek, ekrak, kepang, tumbu gula, kronjot serta
anyaman bambu lainnya. Cara pembuatan besek yaitu ambil bambu yang utuh,
lalu potong menjadi beberapa bagian, kurang lebih 40 cm, dari bambu yang
terbagi kecil-kecil itu ditipiskan menjadi kurang lebih 15 buah, lalu bambu yang
sudah ditipiskan itu dijemur biar tidak berjamur. Kemudian bambu dianyam
dengan cara 8 di horisontal lalu dianyam dengan diambil 2 tinggal 2 terus
menerus. Dari lembaran anyaman tersebut dibekuk atau dinaikkan keatas sehingga
membentuk anyamanberbentuk cekung dan sisa-sisa bambu tipis yang belum rapi
atau masih tidak teratur, dipotongi agar menjadi rapi dan hasilnya membentuk
anyaman cekung yang telah siap dipakai. (Subadi, 10 Oktober 2010, Jepang
Pakis)

D.  Perkembangan Seni Anyam

Akhir-akhir ini, warta tentang lenyapnya benda-benda bersejarah


memadati dalam ruang informasi. Karena penjualan barang-barang antik ini
memang laku keras, sebab nilai artistik serta sejarah yang tinggi turut menentukan
nilai jualnya. Minimnya penghargaan terhadap nilai sejarah bangsa ini semakin
terlihat ketika benda-benda tersebut mulai lenyap. Bahkan di Kudus, misalnya
benda-benda hasil kerajinan anyam bambu sekarang satu persatu mulai punah
seiring dasarnya arus zaman.

Caping Kudus misalnya, simbol kebudayaan masyarakat kota Kudus ini


memang sudah sangat jarang ditemui di tempat-tempat umum, karena benda ini
secara fungsional dapat digantikan dengan benda yang lebih modern seperti hlnya
topi. Sekarang benda ini dapat kita jumpai hanya ketika ada acara resmi, seperti
perayaan 17 Agustus, Upacara kehormatan dan acara kreasi seni di kota Kudus.
Padahal, dulunya benda ini sering terlihat di sawah ataupun kebun karena
mayoritas masyarakat Kudus dulunya berprofesi sebagai petani. Maka caping
adalah satu-satunya alat bagi masyarakat yang dipakai untuk melindungi diri dari
sengatan matahari. Akibatnya, banyak masyarakat Kudus khususnya di desa
Jepang Pakis yang sebagian besar memanfaatkan peluang bisnis tersebut. Akan
tetapi seiring berjalannya waktu menuju arus modernisasi, benda tersebut mulai
lenyap dari peredarannya.

Demikian pula dengan barang kerajinan anyam bambu lainnya yang juga
bernasib sama yaitu tempat nasi telah digantikan oleh ceting, ekrak telah
digantikan dengan sampah plastik, tampah telah digantikan oleh nampan dan
masih banyak barang kerajinan anyam bambu yang lainnya. Sehingga sekarang
keberadaan para pengrajin anyam bambu di Kudus turut berkurang bahkan
menghilang. Jika masih ada pasti para lansia yang masih sabar menekuni
kerajinan ini. Keterbatasan kemampuan karena bertambahnya umur juga menjadi
alasan semakin menurunnya produktifitas mereka sebagai pengrajin.

Bukan karena perubahan zaman saja yang menyebabkan barang kerajinan


anyam kurang diminati, namun jika dilihat dari harganya, mahalnya barang
kerajinan anyam yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu perbuah, mungkin
jadi alasan bagi masyarakat untuk mengganti barang kerajinan tersebut dengan
barang-barang yang lebih modis dan murah. Selain dari harganya yang cukup
tinggi, waktu yang cukup lama untuk pembuatan barang kerajinan ini juga turut
mempengaruhi antusiasme para pengrajin untuk memproduksinya.
Upaya pemerintah kota Kudus, untuk mencoba melestarikan seni anyam inipun
pernah dilakukan juga. Sempat pernah disalah satu sekolah mengadakan pelatihan
seni anyam bambu ini, yang diampu langsung oleh salah satu pengrajin anyam
dari desa Jepang Pakis, Mejobo Kudus. Namun para siswa yang mengikuti
pelatihan tersebut mengaku menyerah karena mereka tidak ada yang berhasil
dengan baik, rata-rata mereka mengeluh capek karena prosesnya terlalu lama.
Dengan demikian, bagaimanapun usaha pemerintah untuk kembali nguri-nguri
budaya bangsa, sementara anak bangsanya sendiri tidak ada yang berminat sama
halnya melakukan pekerjaan sia-sia.

Jika ditanya mengenai keberadaan seni kerajinan di Kudus, sudah pasti


tumpukan benda-benda tak bernyawa ini juga memiliki beribu arti yang luar biasa.
Namun ironisnya, kekayaan ini lama kelamaan mulai menghilang seiring
perkembangan zaman.

E. Pengaruh Seni Anyam Bambu Terhadap Perekonomian Masyarakat di


Desa Jepang Pakis

Dahulu kerajinan seni anyam bambu di desa Jepang Pakis menjadi


sumber mata pencaharian utama dalam kehidupan masyarakat tersebut. Sebelum
adanya globalisasi, masyarakat di kota Kudus hidup secara tradisional. Semua
peralatan penunjang aktivitasnya sehari-hari menggunakan peralatan yang
berbahan dari alam, salah satunya bambu yang tumbuh subur di kota Kudus.
Sehingga keadaan tersebut memberikan dampakpositif terhadap kelangsungan
kerajinan anyam bambu terutama di desa Jepang Pakis.

Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat.


Karena banyaknya masyarakat yang membutuhkan barang kerajinan anyam, maka
banyak masyarakat Jepang Pakis yang memanfaatkan keahliannya untuk membuat
barang kerajinan tersebut. Rata-rata penduduk Jepang Pakis mahir membuat
kerajinan anyam bambu, baik tua maupun muda, karena tradisi seni tersebut
diwariskan secara turun temurun.
Sejak saat itu desa Jepang Pakis menjadi sentral kerajinan seni anyam di Kudus.
Dan perekonomian masyarakat setempat mengalami perubahan drastis. Sehingga
dapat dinyatakan kehidupan masyarakat meningkat saat itu. Masyarakat merasa
mendapat pemasukan tambahan karena barang kerajinan yang mereka hasilkan
banyak yang membutuhkan, sehingga mereka berlomba-lomba memproduksi
barang kerajinan tersebut.

Namun, keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Setelah adanya


globalisasi, sejalan dengan itu pula peralatan teknologi hadir dengan menawarkan
multi fungsi yang akhirnya membuat orang cenderung untuk hidup instan dan
murah. Mulai saat itulah barang-barang produk modern yang berbahan plastik
yang mempunyai fungsi sejenis beredar di pasaran. Sehingga kerajinan bambu
produksi masyarakat semakin kalah bersaing dengan produk modern yang diklaim
lebih murah dan menyediakan berbagai modelpilihan.

Akibatnya, pabrik yang semula kegiatannya memproduksi kerajinan


anyam bambu itu harus gulung tikar. Sebab barang yang diproduksi tidak laku.
Maka sudah dipastikan kerajinan seni anyam yang sempat menjadi sumber
penghidupan utama itu sekarang luntur dan secara otomatis perekonomian
masyarakat menurun.

F. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat


1.   Faktor Pendukung
Ada beberapa faktor pendukung yang dapat membantu kelestarian
seni anyam yang menjadi salah satu budaya di kota Kudus, diantaranya :
1. Seni anyam di desa Jepang Pakis diwariskan secara turun temurun
2. Adanya konsumen yang masih tetap setia dengan barang kerajinan anyam
bambu meskipun sedikit
3. Adanya kesabaran dan keuletan dalam membuat berbagai barang kerajinan
anyam bambu
4.  Adanya beberapa pengrajin yang bersedia membuka lapangan pekerjaan.
Sehingga memberi peluang bagi masyarakat di sekitar untuk bekerja.
(Subadi, 10 Oktober, Jepang Pakis)
2.  Faktor Penghambat

Ada beberapa faktor penghambat yang dapat memberikan dampak


negatif dalam proses produksi kerajinan seni anyam bambu ini, diantaranya:

a. Harga bambu yang menjadi bahan baku naik tajam sehingga


membuat harga jual kerajinan seni anyam bambu menjadi mahal.
b. Munculnya produk modern yang menarik perhatian konsumen.
c. Terhambatnya proses produksi karena pengrajin anyam bambu
mengalami keterlambatan modal.
d. Banyak pengrajin anyam bambu yang beralih profesi.
e. Barang-barang kerajinan tergeser kedudukannya sehingga
dikhawatirkan kerajinan tersebut akan punah.
f. tidak hanya generasi yang nguri-nguri (menghidupkan) dan
meneruskan kerajinan tradisional ini. (Subadi, 10 Oktober, Jepang
Pakis)
BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan
a. Kemajuan IPTEK membawa dampak negatif bagi keberadaan seni
anyam bambu di desa Jepang Pakis
b. Sejak munculnya barang-barang produk modern, barang hasil
kerajinan anyam bambu tergeser dari pasaran sehingga
menyebabkan pendapatan masyarakat mengalami penurunan
c. Harga bahan baku yang kian melambung tinggi menjadi kendala
utama dalam penyediaan bahan baku.
B.  Saran
a. Untuk tetap melestarikan seni anyam bambu hendaknya dibentuk
sebuah lembaga desa yang bisa memasarkan hasil produksi
anyaman bambu.
b. Bagi para pengrajin hendaknya berusaha lebih kreatif lagi dalam
membuat anyaman bambu. 
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai