Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN FIELD STUDY : PELESTARIAN KEAHLIAN MEMBATIK

DI KOTA SURABAYA

Dosen Pembimbing :
Dr. Wiwin Retnowati, S.Si., M.Kes.

Disusun oleh:
Kelompok 10 PDB57
1. Kaevlin Fadla T. (141231059)
2. Dini Amelya P. (147231097)
3. Salwa Salsabila (173231056)
4. Cheiza Xaviera (431231064)
5. Mufhida Noer A. (113231169)
6. Amanda Aulia P. (413231039)
7. Alma Syifa’un N. (181231041)
8. Nur Rizkita A. P. (186231053)
9. Hilwa ‘Aliyyah F. (123231195)

UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana melalui kehendak
serta karunia-Nya, kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Pelestarian Keahlian
Membatik di Kota Surabaya”. Tanpa adanya pertolongan dan izin kehendak Tuhan Yang
Maha Esa, kami tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah ini.
Tujuan kami membuat makalah ini untuk memenuhi tugas Field Study mata kuliah
Pembelajaran Dasar Bersama (PDB). Dan tak sebatas hal tersebut, kami berharap makalah ini
dapat memberi sedikit pengetahuan serta pemahaman, sehingga dapat membentuk rasa cinta
terhadap warisan budaya bangsa kepada para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan serta penyempurnaan makalah ini. Terima kasih atas
perhatiannya, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca.

Surabaya, 09 November 2023

Kelompok 10 PDB57

2
ABSTRAK

Kegiatan Field Study dari mata kuliah Pembelajaran Dasar Bersama (PDB) yang
dilakukan oleh kelompok kami mengambil tema “Kearifan Lokal dan Cinta Tanah Air”.
Kemudian. kami mengambil contoh satu warisan budaya untuk tugas Field Study yang
menjadi ciri bangsa Indonesia, yaitu batik. Batik merupakan salah satu peninggalan nenek
moyang yang berbentuk seni kuno menjadi suatu identitas budaya bagi Indonesia. Namun, di
era modernisasi ini kami menyadari bahwa seringkali kami masih sering terlena akan
pengaruh globalisasi kebarat-baratan dan acapkali abai untuk mempertahankan warisan
budaya sendiri. Maka dari itu, sebagai bentuk usaha lebih lanjut dari upaya mempertahankan
warisan tersebut, kami mencoba mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan batik, seperti
asal sejarah batik, ragam batik, dan teknik membatik, khususnya di Kota Surabaya. Kami
memilih salah satu sentra batik di Surabaya yang bernama “Kampung Batik” berlokasi di
Putat Jaya Barat VIII. Pada rumah batik tersebut, kami mendapat kesempatan untuk melihat
cara/teknik proses membatik, hasil batik yang dipajang, dan dilanjutkan dengan sesi
wawancara oleh pengelola sentra batik dimana dari wawancara tersebut kami mengetahui
tentang sejarah berdirinya rumah batik tersebut, sedikit dari banyaknya macam batik, dan
tentunya tentang macam-macam batik yang berasal dari Surabaya. Tentunya hal tersebut
menjadi suatu pengetahuan baru mengenai batik dan kebanggaan bagi kami akan adanya
batik Surabaya.

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….. 2

ABSTRAK …………………………………………………………………………………. 3

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….... 4

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………. 5


1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………. 5
1.2 Formulasi Isu………………………………………………………………………… 5
1.3 Tujuan Kegiatan……………………………………………………………………... 6

BAB II METODE KEGIATAN……………………………………………………………. 7

BAB III REFLEKSI PEMBELAJARAN……………………………………………….. 10

DAFTAR PUSTAKA…...………………………………………………………………….. 11

LAMPIRAN………..………………………………………………………………………. 12

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Globalisasi adalah suatu proses (perubahan) integrasi sosial yang terjadi di seluruh
dunia dan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia. Baik di bidang
ekonomi, sosial, politik, teknologi, lingkungan, dan budaya. Globalisasi terjadi karena adanya
kemajuan teknologi, telekomunikasi dan transportasi yang merupakan faktor utama dalam
globalisasi. Hal tersebut mendorong adanya saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas
ekonomi dan budaya yang akhirnya menyebabkan tersebar luasnya pengaruh ilmu
pengetahuan dan kebudayaan yang ada di setiap penjuru dunia ke penjuru dunia yang lain
sehingga tidak jelas lagi batas-batas yang jelas dari suatu negara.
Bagai pedang bermata dua, globalisasi membawa dampak positif dan negatif bagi
manusia. Salah satu dampak globalisasi dari pertukaran budaya antar negara menyebabkan
budaya asing masuk dalam budaya suatu negara dengan mudah. Globalisasi mengubah
pemikiran yang semula kuno menjadi modern, hingga membuat masyarakatnya mengenal
keberagaman (multikulturalisme) budaya dunia. Selain itu, dapat menumbuhkan toleransi
atas perbedaan yang ada. Akan tetapi, apabila gagal dalam memahami konteks dari
globalisasi. Hal tersebut akan mengakibatkan hilangnya kebanggaan terhadap warisan budaya
sendiri.
Dampak negatif tersebut dapat ditemui pada remaja bangsa yang telah terpengaruh
oleh budaya luar negeri. Seperti Hallyu atau gelombang budaya korea yang tengah melanda.
Para remaja mulai menggandrungi segala hal berbau korea, mulai dari musik, gaya
berpakaian bahkan makanan. Mereka lebih merasa bangga dan keren ketika mengikuti gaya
berpakaian luar negeri sehingga menelantarkan budaya warisan bangsa sendiri. Maka,
berdasarkan latar belakang tersebut, secuil upaya kami dalam mencegah dampak tersebut
terjadi dan bentuk usaha memahami kearifan lokal sebagai bentuk cinta tanah air kami
tertarik mengambil pembahasan mengenai batik di Surabaya.

1.2 Formulasi Isu


Batik merupakan salah satu kearifan lokal yang menjadi salah satu identitas budaya
Indonesia. Namun, masyarakat kini khususnya para pelajar penerus bangsa masih kurang
menyadari akan pentingnya pelestarian batik khususnya di kota Surabaya, juga kurangnya
pengetahuan akan tempat pelestarian keahlian membatik yang ada di kota Surabaya. Zaman

5
semakin berkembang, namun juga diikuti dengan perubahan sikap terkhusus generasi muda
penerus bangsa. Ketika generasi muda mulai tidak tertarik dan lupa akan kebudayaan mereka,
maka ini akan menjadi sebuah ancaman bagi negara itu sendiri. Era globalisasi menjadikan
menipisnya rasa cinta generasi muda akan kearifan lokal akibat masuknya budaya asing.
Sehingga, apabila rasa cinta budaya tidak ditanamkan maka akan terancam punah budaya
yang kita jaga dan lestarikan sejak lama.

1.3 Tujuan Kegiatan


Pelestarian kearifan lokal merupakan salah satu bentuk cinta terhadap negara
Indonesia. Berdasarkan permasalahan yang terjadi bahwa kurangnya kesadaran generasi
muda dalam hal melestarikan budaya termasuk kearifan lokal. Generasi muda memiliki peran
penting dalam melestarikan budaya. Untuk itu, diperlukan suatu usaha untuk bisa
mempelajari lebih dalam terhadap budaya, kami mengunjungi salah satu sentra batik di
Surabaya yang bernama “Kampung Batik” sebagai usaha untuk memahami kearifan lokal dan
melestarikannya.

6
BAB II
METODE KEGIATAN

Penggunaan budaya untuk sumber belajar bukanlah sebagai wujud hal yang kuno, tapi
guna menghidupkan lagi berbagai nilai kearifan lokal supaya bisa dikembangkan. Pendidikan
berbasiskan kebudayaan dikatakan pula dengan etnopedagogi. Berdasarkan pendapat
Alwasilah, dkk (2009), etnopedagogi merupakan pendidikan berbasiskan kearifan lokal yang
meliputi berbagai bidang. Etnopedagogi membuat berbagai nilai maupun muatan lainnya
yang dikandung pada kearifan lokal sebagai sumber belajarnya. Nilai - nilai Pancasila yang
tersembunyi dan nyata dalam karya kearifan lokal merupakan metode atau strategi yang
tampaknya sangat cocok untuk mewujudkan keterampilan yang diajarkan dan dipelajari
generasi muda untuk kehidupan. Nilai kearifan lokal lahir dari budaya, tata krama, dan adat
istiadat yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai Pancasila. Dengan menjadikan nilai-nilai
kearifan lokal pada program dalam proses pembelajaran, mayoritas mahasiswa diharap
tertarik untuk mengenal dan mencintai budaya secara sederhana.
Identitas merupakan sesuatu yang melekat dan mencerminkan jati diri seseorang
dalam lingkup kecil dan jati diri bangsa dalam lingkup luas. Identitas suatu bangsa terwujud
dalam berbagai bentuk seperti bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, lambang negara dan
yang dikaji dalam penelitian ini yakni identitas dalam wujud budaya. Adapun aspek-aspek
budaya yang dapat diobservasi antara lain, makanan, pakaian, religi, bahasa, bangunan dan
karya-karya lainnya. Saat ini, Batik berada di puncak popularitas. Batik sudah ditetapkan
sebagai Indonesian Cultural Heritage yaitu warisan budaya tak benda oleh United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) tepatnya pada tanggal 2
Oktober 2009. Batik adalah seni gambar di atas kain untuk pakaian. Seni gambar ini tidaklah
asal menggambar saja akan tetapi motif apa yang digambar juga memiliki makna filosofis.
Filosofi motif batik ini berkaitan erat dengan kebudayaan Jawa yang sangat kental dengan
simbol-simbol yang sudah mengakar kuat dalam falsafah kehidupan masyarakat Jawa.
Kreatifitas seni batik ini tidak hanya berkutat pada budaya lokal atau budaya Jawa saja, akan
tetapi juga bertemu dengan budaya luar seiring sejalan dengan ramainya jalinan perdagangan
antar negara. Kebudayaan Jawa yang bersentuhan dengan budaya lain seperti dalam hal
perdagangan dengan Cina, India dan Timur Tengah memberi warna tersendiri dalam ragam
motifnya. Penghargaan batik sebagai warisan budaya sendiri inilah yang mengantarkan
negara Indonesia mendapatkan pengakuan dunia yang diwakili oleh UNESCO bahwa batik

7
adalah Indonesia Cultural Heritage dan masuk dalam daftar World Heritage. Pengakuan
dunia atas batik Indonesia juga harus diikuti oleh tindakan nyata bangsa Indonesia untuk
melestarikan warisan budaya seni batik.
Beberapa masyarakat surabaya telah mengambil langkah mulia dengan melakukan
tindakan nyata, salah satu bukti dari tindakan nyata mereka adalah berdirinya sebuah rumah
batik yang bernama “Kampung Batik Putat Surabaya” yang berlokasi pada Jl. Putat Jaya
Barat VII B no.31 yang sampai saat ini masih terus berkembang untuk menjadi tempat sarana
edukasi batik yang bisa ikut serta berperan dalam melestarikan budaya seni batik di
Indonesia. Perkembangannya dapat dibuktikan dengan banyaknya sertifikat, piagam, hingga
pengakuan dari UNESCO. Bapak Tris warga asli Putat Jaya selaku narasumber yang
terhormat menyampaikan bahwa, Batik Putat Surabaya meraih beberapa pencapaian salah
satunya pengakuan UNESCO mengenai teknik cara pembuatan batik menggunakan malam
(tanah liat) panas.
Berdasarkan keterangan Pak Tris, awal mula sejarah Kampung Batik Putat Surabaya
bermula pada tahun 2014 sebagai UKM perkumpulan komunitas produsen batik, UKM yang
ada pada saat itu menampung banyak produsen batik baik dari pembatik yang sudah
professional hingga baru akan memulai belajar. Oleh sebab itu terdapat perbedaan taraf
keahlian, peserta UKM sulit untuk bersaing dengan kompetitor lain. Karena hal itulah setelah
penutupan lokalisasi Dolly pada tahun 2015, diusung pembentukan tempat edukasi batik yang
tetap menjalankan tujuan utama didirikannya komunitas ini, yakni untuk menyatukan seluruh
pembatik yang ada dan untuk mengedukasi kalangan umum terutama generasi muda akan
pentingnya warisan budaya batik ini.
Sejauh kurang lebih delapan tahun ini, Rumah Batik Putat memiliki banyak
perkembangan. Mulai dari kesulitan dalam menyusun pasar, melatih keterampilan, hingga
saat ini sudah memiliki pasar dan mendapatkan bantuan dari pemerintah serta skill dari
pembatik mulai meningkat. Tentu saja, perkembangan ini menimbulkan banyak sekali
dampak positif bagi produsen hingga konsumennya. Terbukti pada saat kami mencari
informasi mengenai batik, Rumah Batik Putat menyediakan sarana yang baik dan mudah
untuk dijangkau. Kami juga tidak perlu membayar untuk menambah edukasi di tempat ini.
Didampingi oleh Pak Tris, Kami dapat melihat bagaimana proses menggambar sketsa batik
yang akan dibuat, serta disuguhi oleh pajangan koleksi batik yang mereka miliki.

Pak Tris menyampaikan fokus tujuan pada saat ini adalah melestarikan batik demi
generasi yang akan mendatang dengan mengadakan pelatihan bagi peserta yang belum paham

8
dan diharapkan agar Surabaya bisa merintis sebagai kota produksi batik karena selama ini
Surabaya hanya berperan sebagai kota transit yang tidak memiliki sejarah batik. Pak Tris
berpesan untuk tetap melestarikan batik di era modern ini, Ia berharap generasi muda tetap
senantiasa mempelajari dan melestarikan budaya turun temurun batik ini, karena kalau bukan
generasi muda lantas siapa yang akan mewarisi dan menjaga harta karun berupa budaya milik
negara ini.

9
BAB III
REFLEKSI PEMBELAJARAN

Batik sebagai warisan budaya indonesia tidak hanya merupakan produk seni dan
kerajinan, tetapi juga memiliki nilai-nilai budaya dan sejarah yang mencerminkan identitas
nasional. Motif dan warna batik seringkali merefleksikan kearifan lokal, termasuk legenda,
mitos, dan keindahan alam setempat. Dengan demikian, batik menjadi sebuah kanvas yang
menggambarkan kekayaan dan keunikan setiap daerah di Indonesia. Melalui motif-motif dan
warna yang khas, batik mencerminkan keberagaman budaya di seluruh nusantara. Sehingga,
batik juga dijadikan sebagai simbol kebangsaan yang dapat memperkuat rasa cinta tanah air
di kalangan masyarakat.
Dengan melakukan kunjungan ke rumah batik “Kampung Batik Putat Surabaya” kita
dapat mengetahui pentingnya melestarikan warisan budaya yang telah direfleksikan sebagai
wujud cinta tanah air dan menjadi identitas bangsa indonesia. Upaya yang dilakukan di
rumah batik tersebut adalah melestarikan batik dengan cara mengadakan pelatihan membatik
bagi para generasi muda yang belum paham tentang batik khususnya di Surabaya yang pada
asalnya bukan merupakan kota produksi batik. Apabila produksi batik semakin banyak maka
secara tidak langsung akan berujung pada proses pengambilan peran di tengah masyarakat,
seperti menggunakan batik dalam kehidupan sehari-hari. hal tersebut juga sebagai upaya
dalam mewujudkan sikap cinta tanah air generasi muda indonesia. kita sebagai generasi muda
juga harus ikut mengenalkan kepada masyarakat luas sehingga nantinya warisan yang telah
turun-temurun tersebut tidak hilang ditelan zaman.

10
DAFTAR PUSTAKA
Kustiyah, I. E. (2017). Batik sebagai identitas kultural bangsa Indonesia di era globalisasi.
None, 30(52), 62476.
Trixie, A. A. (2020). Filosofi Motif Batik Sebagai Identitas Bangsa Indonesia. Folio, 1(1),
1-9.

11
LAMPIRAN

12

Anda mungkin juga menyukai