Anda di halaman 1dari 9

TUGAS REVIEW JURNAL

TENTANG KOLAGEN

Oleh:

Neza Afriona

NRP: 57213213694

TPH A

Dosen Pengampu:

Yudi Presetyo Handoko. S.T.,M.T.

SARJANA TERAPAN PERIKANAN

PRROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN JAKARTA

2022
Jurnal 1

Judul : Pengaruh pemberian ekstak crustea terhadap kolagen tulang pada fraktur
terbuka

Penulis: Rika Amelia & Ratna Indriawati

Tahun terbit: 2020

1. Pendahuluan

Kolagen adalah salah satu protein berserat yang ditemukan di setiap makhluk
multiseluler. Kolagen adalah bagian utama dari kulit dan tulang, biasanya disekresi dalam
jumlah yang banyak oleh sel jaringan ikat. Kolagen memiliki banyak jenis tipe pada
matriks ekstraseluler, yang paling umum adalah kolagen tipe I yang berperan penting
dalam pembentukan tulang termasuk dalam fibrilar yang terdapat pada kulit, tendo,
ligamen, kornea dan tulang. Pemberian chitosan memicu peningkatan pembentukan sel
fibroblast untuk mensisntesis kolagen yang penting untuk regenerasi jaringan saat
proliferasi sehingga proses penyembuhan fraktur lebih cepat. Chitosan sudah diketahui
memiliki manfaat dalam penyembuhan luka.

Kulit udang mengandung bahan alami yang bisa digunakan dalam bidang kesehatan,
karena kandungan chitosannya yang memiliki sifat biokompatibilitas tinggi,
biodegradatibilitas, dan bersifat tidak toksik untuk tubuh sehingga baik digunakan untuk
penyembuha luka.
2. Metode

Crustacea melalui empat tahapan, namun sebelum itu limbah crustacea


dibersihkan dan dihaluskan dengan blender, adapun tahapannya yaitu tahapan
deproteinasi, demneralisasi, dekolorisasi, deastilasi.

 Deproteinasi merupakan tahapan pertama untuk menghilangkan protein


yang terkandung didalamnya dengan mencampurkan NaOH 3,5% 10:1
(v/b) kemudian di ekstraktor dan di keringkan.
 Demineralisasi merupakan tahapan kedua untuk menghilangkan mineral
yang terkandung dengan melarutkan ke dalam HCL 1 N perbandingan
15:1 (v/b) kemudian di ekstraktor dan dikeringkan.
 Dekoloralisasi merupakan tahapan ketiga untuk menghilangkan warna
tahapan ini dilakukan dengan cara melarutkan hasil demineralisasi yang
sudah kering dengan NaOCL 0,315% perbandingan 10:1 9v/b)
 Ekstraktor dan dikeringkan. Selanjutnya tahapan terakhir untuk
mendapatkan chitosan adalah deastilasi merupakan tahapan dengan
mencampurkan hasil dekoloralisasi yang sudah kering kedalam larutan
NaOH 60% 20:1 (v/b) dan dikeringkan hingga berat tetap.

3. Hasil Dan Pembahasan

Cangkang udang atau crustacea merupakan bahan khas yang dapat


dimanfaatkan, karena mengandung kitin dan chitosan yang dapat dimanfaatkan
dalam bidang kesehatan, bioteknologi, dan pangan. chitosan memiliki segudang
manfaat antara lain untuk pengobatan mata, homeostatis, anti koagulan, anti
tumor, imunologi, penghambat perkembangan bakteri, cicatrizant, pengobatan
otot, dan obat luka. Chitosan merupakan turunan dari chitin yang timbul karena
proses deastilasi, sedangkan kitin merupakan bagian dari kulit udang (kerang).
Berdasarkan beberapa penelitian, chitosan yang didapat dari kitin sangat
membantu dalam mempercepat penyembuhan luka. Di sini poin menarik dari
kelebihan chitosan adalah dapat dimanfaatkan dengan baik di bidang kesehatan,
karena diketahui bahwa chitosan memiliki biokompatibilitas, biogradabilitas, dan
tidak beracun.
Fraktur merupakan keadaan dimana terdapat ketidak teraturan konstruksi
tulang atau ligamen yang dapat disebabkan oleh keadaan faktor patologis yang
sering terjadi pada femur bagian proksimal dikarenakan osteoporosis maupun
trauma baik secara langsung ataupun tidak langsung. Penelitian yang dilakukan
oleh Wikananda et al (2019) di Rumah Sakit Umum dan Pendidikan Sanglah
Denpasar ditemukan fraktur derajat II lebih banyak dari pada derajat lainnya
dengan presentasi 53,3%, derajat II sendiri sering disebabkan oleh tekanan cedera
secara langsung dengan energi yang kuat. Proses tahap penyembuhan fraktur ada
tiga tahapan yaitu ada tahap inflamasi, reparatif, dan terakhir tahap remodeling.

Kandungan chitosan dipengaruhi oleh proses deastilasi semakin tinggi nilai


derajat deastilasi maka semakin bagus kualitas chitosan, berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Setha Beni et al (2019) membandingan proses deastilasi
berdasarkan waktu dan suhu didapatkan hasil chitosan dengan proses deastilasi
selama dua jam suhu yang digunakan 100oC lebih rendah yaitu sebesar 46,63%
dibandingkan dengan chitosan dengan proses deasetilasi selama tiga jam
menggunakan suhu 120oC hasilnya 50,59% ini membuktikan bahwa semakin
lama waktu dan semakin bertambahnya suhu maka semakin meningkat nilai
deastilasi chitosan. Chitosan bisa dibuat menjadi beberapa bentuk seperti gel,
membran, bubuk, dan larutan yang telah dikomersialkan dan digunakan untuk
mempengaruhi terjadinya peningkatan diferensiasi sel osteopregenitor dan menstimulasi
pembentukan tulang baru.

4. Kesimpulan

Limbah cangkang udang atau crustacea yang masih kurang dimanfaatkan ini
ternyata memiliki manfaat yang besar di bidang kesehatan yaitu dalam proses
penyembuhan luka yang mampu mempengaruhi proses pembentukan kolagen
tulang pada fraktur terbuka karena sifat yang tidak toksik bagi tubuh,
biokompatibilitas tinggi, biodegradatibilitas.
Jurnal 2

1. Pendahuluan
Tingginya konsumsi ikan kakatua serta penjualannya di pasar diikuti juga
dengan banyaknya limbah hasil produksi yang tidak diolah seperti sisik ikan.
Padahal sisik ikan kakatua dapat ditransformasikan menjadi turunan protein
yang menghasilkan produk samping komersiaL Sisik ikan kakatua mengandung
protein hingga mencapai 32,30% (Rumengan et al. 2017). Tingginya kandungan
protein pada sisik ikan kakatua diduga karena ikan kakatua memiliki aktivitas
pada malam hari yang menyelimuti diri dengan lapisan lender yang berasal dari
tubuhnya untuk menghindar dari predator {WINN, 1955).
Kandungan protein pada sisik ikan kakatua ini dapat dijadikan protein yang
lebih sederhana antara lain kolagen yang meningkatkan nilai tambah pada
produk hasil samping industri perikanan (Kartika et al.2016). Kolagen dapat
digunakan sebagai bahan dasar farmasitika dan kosmetika yang memiliki nilai
jual produk yang tinggi.
Kosmetik yang mengandung kolagen dapat membantu jaringan kulit dalam
meningkatkan kelembaban serta memperbaiki kekenyalan kulit. Kolagen sebagai
bahan baku farmasitika dan kosmetika umumnya dimanfaatkan dari kulit dan
tulang dari sapi dan babi, namun menjadi larangan karena berkaitan dengan nilai
keagamaan (Gomez-Guillen et al 2011). Selain daripada itu, ternyata jenis
kolagen dari bahan baku sisik ikan lebih bagus dalam segi kualitas daripada
kolagen sapi atau babi hal ini dikarenakan pada sisik ikan lebih rendah
terdegradasi oleh cahaya matahari yang dapat merusak struktur kolagen
{lmanah. 2019). Kolagen dari sisik ikan menjadi terobosan yang sangat
menjanjikan karena limbah sisik ikan kakatua masih belum dimanfaatkan
dengan baik oleh masyarakat khususnya di Sulawesi Utara. Penelitian ini
dilakukan untuk mendapatkan perbandingan gugus fungsi kolagen sisik basah
dan kolagen sisik kering dari ikan kakatua (Scarus sp).

2. Metode Penelitian
- Alat dan bahan

Pada penelitian ini menggunakan alat dan bahan sebagai penum,g pembuatan
ekstraksi. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sisik kering
dan sisik basah ika kakatua (Scarus sp), air, aquades, NaOH, HCI. Alat yang
digunakan untuk analisis pH adalah pH indikator digital.

Teknik pengambilan sampel sisik ikan kakatua Sampel ikan kakatua (Scarus sp)
dikumpulkan dari Pasar Bersehati Manado, Sulawesi Utara. Sampel sisik ikan
kakatua kemudian di cuci dan disaring kedalam saringan hingga bersih untuk
melepaskan sisa daging yang melekat pada sisik ikan ikan tersebut.

Penelitian 1ni dilakukan menggunakan beberapa tahap, yaitu: (1) Pretreatment (3)
Hidrolisis (4) Preparasi kolagen sebagai berikut

 Pretreatment

Pada tahap ini dilakukan pretretment menggunakan NaOH dengan konsetrasi


0,5 N. direndam selama 48 jam. Selanjutnya sampel sisik ikan hasil perendaman
dilakukan uji biuret agar mengetahui lama perendaman terbaik. Uji biur:et
dilakukan seiring dengan pergantian larutan. Pretreatment dimaksudkan agar sisa
kotoran, bau amis yang masih ada pada sisik ikan terangkat secara keselururahan,
serta menghilangkan protein non-kolagen. sampel di bertujuan agar sampel sisik
basa mendapatkan pH Netral (7) untuk dilakukan tahap selanjutnya pH diukur
dengan menggunakan pH indicator digital.
 Hidrolisis

Tahap selanjutnya menggunakan asam HCI dengan konsetrasi O,75%. Pada


tahap ini direndam selama 48 jam, sambil diaduk menggunakan pengaduk setiap
dua jam selama perendaman tanpa pergantian larutan. Larutan HCI dimaksudkan
agar menghilangkan mineral pada sisik ikan kakatua. Sampel kemudian
dinetralkan menggunakan hingga mencapai pH netral kembali untuk dilakukan
tahap ekstraksi kolagen. pH diukur menggunakan pH indikator digital.

 Prepasi Kolagen

Sampel sisik ikan yang telah di hidrolisis mendapat pH netral kemudian


diekstraksi agar menghasilkan kolagen. Setiap ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan suhu stabil 40°C. Hasil di pisahkan antara kolagen dengan
residunya tidak terlarut dalam air.

 Prosedur analisis randemen

Randemen kolagen yang dihasilkan diperoleh dengan membandingkan berat


kering masing-masing kolagen dengan berat bahan baku sebelum diekstraksi.
Perhitungan randemen ini mengacu pada AOAC 1995. Perhitungan dapat
diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Randemen Kolagen(%)= Berat kering Kotagen

Berat bahan

 Analisis FTIR kolagenlJisik ikan kakatua (Scarus sp) (Muyonga et al,


2004)

Analisis FTIR untuk mengetahui gugus fungsi kolagen sisik ikan kakatua
(Scarus sp) yang dihasilkan dari perlakuan terbaik. Sampel uji dibentuk pellet
menggunakan campuran KBr.. Pada tahap 1ni, analisis FTIR akan menghasilkan
puncak-puncak dari gugus fungsi dari sampel yang dikarakterisasi. Sampel
dilakukan dengan pendeteksian hingga menghasilkan gugus fungsi dari rekorder
histogram FTIR pada monitor. Histogram kemudian dianalisis untuk memperoleh
data kuantitatif. Data kuantitatif akan disesuaikan dengan standar kolagen sisik
ikan (SNI 80762014.)

3. Hasil Dan Pembahasan

Hasil pengujian menunjukan bahwa nilai kadar air pada kolagen kering lebih
rendah daripada kolagen basah. Kadar air dari kolagen sisik ikan dipengaruhi oleh
proses pengeringan dilakukan pada preparasi bahan baku. Kadar air merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi mutu dari bahan baku termasuk untuk
menentukan karakteristik fisika, kimia, mikrobiologi dan sensori dari ketahanan
bahan baku. dapat disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi yang digunakan,
perbedaan konsentrasi larutan untuk menghilangkan protein non-kolagen, peb
bedaan 1enis bahan baku, serta perbedaan suhu dan waktu dalam proses ekstraksi.
Larutnya kolagen yang dihasilkan ditandai dengan tingginya kekentalan dalam
proses pelarutan selama perendaman.

Nilai pH merupakan parameter yang dilakukan untuk mengukur derajat


keasaman ata kebasaan suatu larutan. Nilai pH pada kolagen sisik ikan kakatua
menunjukan nilai netral yaitu 7. Proses penetralan yang dilakukan bertujaun untuk
menghilangkan sisa asam dan basa pada proses ekstraksi kolagen. Nilai pH pada
kolagen sisik ikan kakatua yang dihasilkan memenuhi sesuai standar BSN (2014)
yaitu berkisaran pada nilai pH 6.6-8.

Randemen berguna untuk mengetahui f)efektifan suatu produk atau bahan


baku. Rendemen kolagen merupakan persentase kolagen yang dihasilkan dari
bahan baku awal. Pada randemen kolagen sisik basah dan sisik kering mengalami
perbandingan yang berbeda.Pada kolagen sisik kering menghasilkan nilai
rendemen 2.23 %. Randemen kolagen sisik basah lebih rendah dibandingkan
dengan kolagen sisik kering.
4. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Amida Ill


pada kolagen sisik basah dan kolagen sisik kering terdeteksi pada wilayah serapan
1242 cm-1 dan 1244 cm-1 hal menandakan bahwa kolagen sisik ikan kakatua
belum terdenaturasi karena masih terdapat struktur triple helix. Gugus fungsional
kolagen sisik kering dan kolagen sisik basah dari ikan kakatua memenuhi standar
gugus fungsional kolagen standar

Anda mungkin juga menyukai