BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN
RESUME
3 (TIGA) ARTIKEL ILMIAH
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN
SISTEM PERTUMBUHAN MELEKAT
OLEH:
FEBRIANTONI (2110247711)
DOSEN PENGAMPU:
Judul : Pengaruh Biofilm Terhadap Efektivitas Penurunan BOD, COD, TSS, Minyak
dan Lemak dari Limbah Pengolahan Ikan Menggunakan Trickling Filter
Penulis : Arik Agustina, Iryanti Eka Suprihatin, James Sibarani (Jurusan Kimia
Universitas Udayana)
Sumber : Cakra Kimia (Indonesian E-Journal Applied Chemistry Volume 5, Nomor 2
Oktober
Abstraksi :
Penelitian mengenai proses pengolahan limbah dari pabrik pengolahan ikan menggunakan trickling
filter bertujuan untuk mengetahui pengaruh sumber mikroorganisme terhadap pembentukan biofilm
serta pengaruh biofilm dan variasi sirkulasi terhadap efektivitas penurunan Biochemical Oxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), minyak dan lemak
dari limbah pengolahan ikan. Penelitian ini diawali dengan pembuatan biofilm dari pecahan genting
sebagai media menggunakan air limbah pengolahan ikan dan air sungai sebagai sumber
mikroorganisme. Setelah biofilm terbentuk, air limbah dipercikkan ke dalam bak yang berisi biofilm
tersebut sebanyak 4 kali sirkulasi. BOD, COD, TSS, minyak dan lemak diukur pada masing-masing
sirkulasi. Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA dua arah untuk mengetahui pengaruh
sumber mirkroorganisme dan variasi sirkulasi pada efektivitas sistem dalam menurunkan parameter
pencemar. Sumber mikroorganisme dari limbah pengolahan ikan lebih efektif dibandingkan air
sungai. Analisis menujukkan bahwa sirkulasi 4 lebih Efektif dalam menurunkan BOD, COD, TSS,
minyak dan lemak dengan persentase secara berurutan adalah 87,50%; 59,57%; 91,85%; dan
88,56%.
Kata Kunci : Trickling Filter, BOD, COD, TSS, Minyak dan Lemak
Pendahuluan :
Industri pengolahan ikan yang terdapat di Indonesia umumnya masih konvensional dimana lokasi
industri berdekatan dengan tempat penangkapan ikan sebagai tempat penyediaan sumber bahan baku
olahan. Umumnya pengolahan ikan tradisional tidak mengolah limbahnya sebelum dibuang ke
lingkungan. Limbah dapat berupa bekas pencucian ikan yang masih mengandung protein, lemak dan
zat padat terlarut [1]. Proses utama dari pengolahan ikan meliputi penerimaan produk, pemilahan
(pemotongan daging ikan, pemfiletan, penghilangan sisik kulit, kepala, isi perut), penimbangan,
perendaman dan proses lainnya seperti pengalengan serta pengemasan [2]. Proses pengolahan inilah
yang menghasilkan limbah, yang bila langsung dibuang menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan pesisir dan laut. Karakteristik air limbah yang mengandung senyawa organik ditunjukkan
antara lain oleh tingginya parameter BOD dan COD [2]. Salah satu alternatif teknologi yang dapat
digunakan untuk mengolah limbah cair pengolahan ikan adalah menggunakan trickling filter atau
biofilter. Trickling Filter adalah proses pengolahan dengan cara menyebarkan air limbah ke suatu
tumpukan atau media yang biasanya terdiri dari bahan kerikil, pecahan keramik, medium dari plastik
[4] atau pecahan genting [5]. Trickling filter merupakan pengolahan limbah cair dengan jenis
pertumbuhan mikroorganisme terlekat (attached growth). Mikroorganisme tersebut akan melekat
pada biofilm yang terbentuk pada media trickling filter [6]. Biofilm merupakan lapisan tipis yang
tersusun oleh kumpulan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada permukaan media [7]. Lapisan
biofilm terdiri dari bakteri, protozoa dan fungi seperti Zoogloea ramiqera, Carchesium dan
Opercularia vorticella [6]. Pemanfaatan trickling filter dalam penanganan kontaminan dalam air atau
limbah cair sudah banyak dilaporkan, diantaranya oleh Radisty dan Yoga [8], Harahap [9] dan
Suprihatin dkk [5]. Pada penelitiannya, Radisty dan Yoga [8], berhasil menurunkan kadar COD air
kolam Retensi Tawang sebesar 5,2 mg/L dengan waktu tinggal 48 jam. Sehingga perlu dilakukan
penelitian mengenai pengolahan limbah menggunakan sistem trickling filter dengan variasi sumber
mikroorganisme untuk pembentukan biofilm dan variasi sirkulasi. Berdasarkan latar belakang diatas,
maka pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah menggunakan trickling filter dengan variaasi
sumber mikroorganisme untuk pembentukan biofilm dan variasi sirkulasi untuk menurukan BOD,
COD, TSS, minyak dan lemak.
Percobaan
2.1 Bahan dan Peralatan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air limbah pengolahan ikan
yang diambil di salah satu pabrik pengolahan ikan di Desa Pengambengan Kabupaten Jembrana,
air sungai, K2Cr2O7, H2SO4 pekat, HgSO4, MnSO4, alkali iodida azida, n-heksan, MTBE,
Na2SO4, Na2S2O3, amilum, akuades, kertas saring, dan pecahan genting dengan ukuran ± 5 cm
(media trickling filter).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak trickling filter, aerator, pipa, dan
saluran sampling port, termos es, seperangkat alat refluks, buret, pH meter merk Hach,
termometer, Global Positoning System (GPS), statif, klem, peralatan gelas, timbangan analitik
merk Shimatzu, desikator, pompa vakum, oven merk Memert dan Spektrofotometer UV-Vis
merk Shimatzu type UV 1800.
2.2 Metode
Sampling Air Limbah
Sampel air limbah diambil dengan menampung air limbah dari outlet bak penampungan pertama
pada sistem saluran air limbah pengolahan ikan. Air limbah ditampung dalam wadah yang sesuai
dengan karakteristik limbah, selanjutnya ditempatkan dalam termos es dan dibawa ke
laboratorium. Dilakukan pencatatan pH limbah sebelum diolah dengan sistem trickling filter.
Penentuan efektifitas
a. Pemeriksaan awal
Diukur pH, suhu, dan warna sampel air limbah pengolahan ikan. Kemudian kandungan BOD,
COD, TSS, minyak dan lemak dianalisis mengikuti prosedur Standar Nasional Indonesia (SNI).
b. Penentuan efektivitas
Air limbah disirkulasikan ke dalam bak trickling filter secara perlahan selama 4 kali. Pada setiap
sirkulasi, sampel diambil untuk diukur konsentrasi BOD, COD, TSS, minyak dan lemaknya.
Selanjutnya dibuat kurva konsentrasi terhadap variasi sirkulasi dalam menurunkan kadar
pencemar air limbah. Efektivitas pengolahan menggunakan trickling filter ditentukan dengan
membandingkan parameter hasil pengolahan dengan sebelum pengolahan.
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif yaitu
dengan mendeskripsikan hasil pengolahan limbah pengolahan ikan secara trickling filter,
sedangkan secara kuantitatif yaitu dengan menghitung kadar pencemar yang mampu didegradasi
oleh mikroorganisme pada sistem trickling filter. Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk grafis
menggunakan program Microsoft Excel. Analisis statistik dilakukan menggunakan software
costat dan anova dua arah.
Proses inilah yang menyebabkan minyak dan lemak pada limbah menurun setelah proses
pengolahan limbah [18].
Pengaruh Biofilm dan Variasi Sirkulasi terhadap penurunan kadar pencemar BOD, COD,
TSS, Minyak dan Lemak dari limbah pengolahan ikan dengan trickling filter
Penurunan tertinggi untuk BOD, COD, TSS, minyak dan lemak terjadi pada trickling filter
menggunakan sumber mikroorganisme (S1) pada sirkulasi ke empat. Hal ini karena senyawa
organik dalam limbah menjadi makanan bagi mikroorganisme yang terdapat pada limbah,
dimana makin tinggi kandungan senyawa organik dalam sumber mikroorganisme (S1), main
banyak pula nutrien yang tersedia untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme tersebut.
Mikroorganisme berfungsi untuk mengurai senyawa organik dalam limbah sehingga dalam
jangka waktu tertentu kandungan senyawa organik pada limbah akan menurun [7].
Persentase penurunan beban pencemar BOD, COD, TSS, minyak dan lemak terendah adalah
pada sirkulasi pertama. Ini disebabkan karena air limbah hanya melewati media trickling fiter
sebanyak satu kali sehingga air limbah hanya diuraikan oleh mikroorganisme pada lapisan
biofilm yang melekat sebanyak 1 kali. Sedangkan pada sirkulasi yang kedua, persentase
penurunan senyawa organik lebih besar daripada sirkulasi 1 kali. Hal ini karena air limbah
pengolahan ikan mengalami 2 kali sikulasi sehingga dapat lebih lama mengalami kontak dengan
lapisan biofilm. Demikian pula dengan trickling filter sirkulasi III dan IV, dimana presentase
penurunan beban pencemar BOD, COD, TSS, minyak dan lemak terbesar pada sirkulasi IV. Hal
ini karena air limbah mengalami kontak dengan mikrooganisme pada biofilm lebih lama [7].
Penurunan beban pencemar BOD, COD, TSS, minyak dan lemak setelah melalui sistem
trickling filter terjadi karena dua proses, yaitu proses aerasi dan proses penguraian oleh
mikroorganisme yang terdapat pada lapisan biofilm. Proses penetesan air limbah ke bawah dan
proses lewatnya air limbah ke permukaan biofilm pada sistem trickling filter mempermudah
pengambilan oksigen dari udara bebas oleh mikroorganisme pengurai. Selain faktor tersebut,
kondisi lingkungan seperti pH dan suhu juga mendukung pertumbuhan mikroorganisme dalam
menguraikan limbah pengolahan ikan [19].
Senyawa organik yang ditunjukkan oleh BOD, COD, TSS, minyak dan lemak akan
terdistribusi ke lapisan biofilm yang melekat pada permukaan medium. Selanjutnya senyawa
organik tersebut akan diurai oleh mikroorganisme yang terdapat di lapisan biofilm dan energi
yang dihasilkan akan diubah menjadi biomassa. Bertambahnya jumlah oksigen dan jumlah
mikroorganisme pengurai akan membantu proses penguraian senyawa organik. Selain itu
bertambahnya sirkulasi juga dapat membantu proses penurunan senyawa organik, karena lebih
lamanya kontak senyawa oganik dengan lapisan biofilm, sehingga nilai BOD, COD, TSS,
minyak dan lemak mengalami penurunan[19].
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, mikroorganisme dari limbah
kegiatan pengolahan ikan (S1) memberikan pengaruh terhadap pembentukan biofilm pada media
trickling filter yang ditunjukkan dengan pertumbuhan biomassa mikroorganisme tertinggi (nilai
VSS) sebesar 2310,0 mg/L. Untuk tingkat efekivitas trickling filter dalam menurunkan BOD,
COD, TSS, minyak dan lemak tertinggi dicapai menggunakan limbah pengolahan ikan sebagai
sumber mikroorganisme pada sirkulasi IV secara berurutan adalah 87,50%; 59,57%; 91,85%;
dan 88,56%.
ARTIKEL 2
Judul : Pengaruh Dosis Inokulum dan Biji Kelor Dalam Pengolahan Limbah Cair
Tempe Menggunakan Trickling Bed Filter
Penulis : Rizza Fadillah Fitri, Ummu Fithanah, M. Said (Jurusan Teknik Kimia
Universitas Sriwijaya)
Sumber : Jurnal Teknik Kimia No. 2, Volume 23, April 2017
Abstraksi :
Limbah cair industri tempe merupakan masalah utama dalam pengendalian dampak lingkungan
karena mengandung bahan-bahan organik yang tinggi. Salah satu alternatif pengolahan limbah
cair industry tempe adalah dengan menggunakan biofilter horizontal dengan menambahkan EM4
sebagai Inokulum dan Biji Moringa Oleifera sebagai biokoagulan. Pengolahan limbah cair
industri tempe menggunakan biofilter horizontal menggunakan kerikil sebagai media penyangga
untuk menumbuhkan mikroorganisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
kombinasi perlakuan yang tepat antara EM4 dan Biji Moringa oleifera yang digunakan terhadap
penurunan kandungan organik pada limbah cair industri tempe. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 faktor. Faktor A (Penambahan Konsentrasi
Inokulum EM4) yang terdiri dari 3 level yaitu 0%, 5%, 10% dari total volume limbah. Faktor B
(Penambahan konsentrasi Biokoagulan Biji Moringa Oleifera) yang terdiri dari 3 level yaitu 0
mg, 1000 mg dan 1500 mg. dan factor C (Lama waktu pengendapan limbah) yang terdiri dari 5
level yaitu 0 hari, 4 hari, 8 hari, 12 hari dan 16 hari. Data hasil parameter limbah cair industri
tempe (TSS, BOD dan pH). Limbah cair industri tempe yang digunakan pada penelitian ini
memiliki kandungan organik yang diwakili nilai TSS, BOD dan nilai pH berturut-turut adalah
9141,7 mg/l; 213,3 mg/l dan 3,1. Perlakuan terbaik pada pengolahan limbah cair industri tempe
yaitu pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi inokulm 10 %, konsentrasi koagulan 1500
mg/l dan lama waktu pengendapan limbah 16 hari. Hasil pengolahan limbah cair industri tempe
menghasilkan nilai TSS, BOD dan pH berturut-turut adalah 48 mg/l; 54,3 mg/l; dan 6,9.
Kata Kunci: BOD, TSS, biofilter horizontal, EM4, biji Moringa Oleifera, limbah cair industri
tempe
Pendahuluan
Banyaknya industri tempe yang berdiri di Indonesia baik dalam skala kecil maupun
menengah tak luput dari limbah yang dihasilkan dari proses kegiatan industri tersebut sehingga
membawa dampak terhadap lingkungan disekitarnya. Terlebih, industri tempe yang biasanya
dalam skala kecil, bertitik ditengah permukiman masyarakat yang menimbulkan
keresahan.Jumlah industri tempe yang banyak dan sebagian besar mengambil lokasi disekitar
sungai ataupun selokan-selokan guna memudahkan proses pembuangan limbahnya, akan sangat
mencemari lingkungan perairan, sumur-sumur dan lahan disekitar lokasi penduduk setempat
seperti yang terjadi pada industri pembuatan tempe dikota Palembang.
Dalam proses pembuatan tempe memerlukan banyak air yang digunakan untuk perendaman,
pencucian dan perebusan kedelai, akibat dari besarnya pemakaian air pada proses pembuatan
tempe, limbah yang dihasilkan juga cukup besar. Jika limbah tersebut langsung dibuang tanpa
adanya pengolahan terlebih dahulu maka dalam waktu relatif singkat akan menimbulkan bau
busuk disekitar lokasi industri pembuatan tempe. Pada proses pembuatan tempe diperlukan
proses perebusan kedelai selama kurang lebih setengah jam kemudian dilakukan perendaman
kedelai selama satu malam dan proses fermentasi selama dua hari, hamper disetiap tahap
pembuatan tempe menghasilkan limbah. Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar
terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak, maka dalam limbahnyapun dapat terkandung unsur
unsur tersebut.
Dalam banyak hal, akibat nyata dari polutan organik adalah penurunan konsentrasi oksigen
terlarut dalam air karena dibutuhkan untuk proses penguraian zat zat organik. Pada perairan yang
tercemar oleh bahan organic dalam jumlah yang besar, kebutuhan oksigen untuk proses
penguraiannya lebih banyak dari pada pemasukan oksigen keperairan, sehingga kandungan
oksigen terlarut sangat rendah. Hal ini sangat membahayakan kehidupan organisme perairan
tersebut. Sisa bahan organic yang tidak terurai secara aerob akan diuraikan oleh bakteri anaerob,
sehingga akan tercium bau busuk. Di dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa daya dukung adalah kemampuan lingkungan
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera memerinci daya dukung lingkungan menjadi tiga yakni daya
dukung lingkungan alam, daya tamping lingkungan binaan dan daya tamping lingkungan sosial.
Berbagai penelitian sudah dilakukan untuk pengolahan limbah cair seperti yang
dilakukan oleh Harahap di tahun 2013 menggunakan biofilter tempurung kelapa sawit dalam
menurunkan kadar amoniak limbah cair tempe dengan efektivitas 15-30 % juga penelitian yang
dilakukan oleh Pitriani di tahun 2015 yaitu efektiviats penambahan EM4 dalam pengolahan
limbah cair rumah sakit dengan media sarang tawon mampu menurunkan BOD mencapai 91,22
% namun pada penelitian harahap nilai efektivitasnya masih terbilang rendah juga pada
penelitian Pitiani penggunaan media sarang tawon sebagai media biofilter memang telah berhasil
digunakan namun media sarang tawon yang berbahan dasar PVC harganya relative mahal
dibandingkan dengan tempurung kelapa sawit namun tempurung kelapa sawit juga sulit untuk
didapatkan dalam jumlah besar oleh sebab itu dalam penelitian ini media biofilter yang
digunakan adalah kerikil jenis koral dan split yang mudah diperoleh dan ketersediaannya cukup.
Penelitian ini juga akan dilengkapi proses koagulasi menggunakan biokoagulan serbuk biji kelor
yang disertai proses filtrasi dengan biofilter (Trickling bed filter) menggunakan EM4 sebagai
inokulumnya.
Alasan penggunaan serbuk biji kelor ini ditujukan untuk mengurangi penggunaan
koagulan dari bahan kimia yang justru menimbulkan masalah besar bagi lingkungan dan alasan
penggunaan EM4 karena dalam proses pengolahan limbah, EM4 sangat baik dalam penyisihan
kadar BOD dan TSS.
Metodologi Penelitian
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Biofilter (Trickling bed filter), Bak
penampung limbah, Tangki koagulasi, Botol plastic, Beker gelas, Gelas ukur, Neraca analitis,
Spatula, Pipet tetes, corong dan pH meter.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Limbah cair industri tempe yang berasal
dari industri tempe rumahan Macan Lindungan Bukit, Palembang, Media pengisi biofilter:
kerikil koral dan split, Serbuk biji kelor, Bakteri EM4 dan Gula merah.
B. Desain Sistem Biofilter Horizontal
Desain sistem biofilter horizontal dalam percobaan ini dirancang menggunakan sebuah tangki
terbuka yang terbuat dari kaca yang terhubung dalam tiga kompartemen dengan ukuran dimensi
50 cm x 20 cm x 30 cm (lihat Gambar 1).
Prosedur Penelitian
1) Uji Karakteristik Limbah
Sebelum melakukan penelitian dilakukan uji karakteristik awal air limbah Industri tempe
rumahan di Macan Lindungan Bukit. Sampel air limbah diuji di Laboratorium Kimia Air
Palembang untuk mengetahui kandungan BOD, TSS, dan pH.
2) Proses Pengembangbiakan Bakteri EM4
Sebelum dimasukkan kedalam Biofilter bakteri EM4 terlebih dahulu diaktifkan dengan cara
mencampurkan dosis 0% EM4 dengan 1 liter air limbah cair industri tempe dan 25 mL gula
merah cair, kemudian diinkubasi selama 2-4 Hari pada suhu kamar yang kemudian akan
dialirkan bersamaan dengan limbah cair tempe yang sudah dikoagulasi dengan penambahan biji
kelor dengan dosis 0 mg, 1000 mg, dan terakhir 1500 mg. Setelah itu dilanjutkan kembali dengan
dosis inokulum EM4 sebanyak 5 % dan 10 %.
3) Proses Pencampuran Koagulan
Sebelum di masukkan ke dalam Biofilter Limbah cair industri tempe akan diolah terlebih
dahulu dalam tangki koagulasi dengan ditambahkan serbuk biji kelor dengan dosis 0 mg dan
diaduk selama 5 menit kemudian di alirkan ke biofilter (Trickling bed filter). Setelah itu
dilanjutkan kembali dengan dosis 1000 mg dan 1500 mg.
4) Penelitian Inti
Limbah cair industri tempe yang sudah melewati proses koagulasi dialirkan bersamaan
dengan inokulum EM4 yang telah diinkubasi ke biofilter (Trickling bed filter) dengan tiga
perlakuan. Perlakuan pertama mengalirkan limbah yang sudah dikoagulasi dengan dosis biji
kelor 0 mg yang artinya tanpa proses koagulasi dengan inokulum dosis 0 % yang artinya tanpa
inokulum (sebagai control) kemudian dilanjutkan dengan mengalirkan inoculum dengan dosis 5
% dan 10 %. Perlakuan kedua mengalirkan limbah yang sudah dikoagulasi dengan biji kelor
1000 mg bersama dengan inokulum dosis 0 % yang kemudian dilanjutkan lagi dengan dosis
inokulum 5 % dan 10 %. Perlakuan ketiga mengalirkan limbah yang sudah dikoagulasi dengan
biji kelor 1500 mg bersama dengan inokulum dosis 0 % yang kemudian dilanjutkan lagi dengan
dosis yang sama 5 % dan 10 %. Setiap pergantian perlakuan dan dosis inokulum biofilter
dibersihkan dan diganti dengan media kerikil yang baru. Pada penelitian ini limbah cair industri
tempe dipertahankan pada suhu ruang (±27 °C). Sistem ini dioperasikan pada kondisi semi-
kontinyu dengan laju alir dipertahankan pada 1 liter per 2 hari serta diamati selama 16 hari.
Sampel limbah dikumpulkan dan dianalisis untuk BOD, TSS dan pH. Selain itu persentase
pengurangan (efisiensi removal) BOD, TSS dan pH juga dihitung.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa
perlakuan terbaik pada pengolahan limbah cair industri tempe menggunakan biofilter horizontal
yaitu konsentrasi EM4 10%, dengan penambahan dosis koagulan 1500 mg dan lama waktu
pengendapan Limbah 16 hari.
ARTIKEL 3
Judul : Bioakumulasi Timbal Pada Pengolahan Air Limbah Baterai Oleh Acinetobacter
sp. IrC2 Menggunakan Biofilter Lekat Diam
Penulis : Nida Sopiah, Wahyu Irawati, Susi Sulistia dan Djoko Prasetyo (Balai Teknologi
Pengolahan Air dan Limbah)
Sumber : Jurnal Teknologi Lingkungan · April 2017
Abstraksi :
Acinetobacter sp. IrC2 merupakan bakteri yang memiliki sifat multiresistensi terhadap berbagai
logam berat, tembaga, kadmium, timbal dan seng. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari
karakterisasi bioakumulasi timbal oleh Acinetobacter sp. IrC2 dalam menyisihkan kadar timbal
pada air limbah baterai yang diolah menggunakan biofilter lekat diam bermedia sarang tawon.
Efisiensi penyisihan kadar timbal ditentukan dengan berkurangnya kadar timbal menggunakan
spektrofotometri serapan atom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses bioakumulasi timbal
mengalami fluktuasi secara berkala dalam air limbah yang diolah Acinetobacter sp IrC2.
Efisiensi penyisihan kadar timbal pada jam ke-28 adalah sebesar 86,5% (6,31mg)/L dan pada
jam ke-176 kadar timbal dalam air olahan limbah baterai dalam bioreaktor menjadi kurang dari
0,01 mg/L. Dengan demikian maka Acinetobacter Sp. IrC2 mampu bertindak sebagai agen
bioremediasi dalam menyisihkan kadar timbal dalam air limbah baterai dengan menggunakan
biofilter lekat diam
Kata kunci: Acinetobacter sp. IrC2, timbal, bioakumulasi, biofilter lekat diam
Pendahuluan
Acinetobacter sp. IrC2 merupakan bakteri setempat yang diisolasi dari limbah industri di
daerah Rungkut, Surabaya. Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
bahwa Acinetobacter sp. IrC2 memiliki resistensi dan kemampuan akumulasi yang tinggi
terhadap tembaga (CuSO4), Timbal (Pb(NO3)2), Kadmium (CdSO4), seng (ZnSO4.7H20).
Acinetobacter sp. IrC2 juga dapat tumbuh pada medium yang mengandung 1mM campuran
logam berat CuSO4, ZnSO4, Pb(NO3)2, CdSO4 dan dapat mengakumulasi masing-masing
logam berat tersebut sebesar 1,50 mg CuS04, 54,57 mg ZnSO4, 22,29 mg Pb(NO3)2, dan 13,57
mg CdSO4. Acinetobacter sp. IrC2 dapat menurunkan 52,98% CuS04, 21,65% ZnSO4, 72,01%
mg Pb(NO3)2, dan 11,56% CdSO4. Acinetobacter sp. IrC2 dapat menurunkan 24,30 % CuS04,
16,38 % ZnSO4, 75,93% Pb(NO3)2, 47,62% CdSO4 di dalam medium yang mengandung 1mM
campuran logam berat tersebut(1). Penelitian lain menunjukkan bahwa pengaruh media kultivasi
dapat berpengaruh terhadapa permukaan sel hidrofobik dan kemampuan koagregasi(2).
Bakteri resisten logam berat dapat diisolasi dari lingkungan yang terkontaminasi logam berat
dan sangat potensial diterapkan sebagai agen bioremediasi logam berat(3). Populasi bakteri di
daerah yang tercemar logam berat akan mengembangkan suatu proses adaptasi untuk menjadi
resisten terhadap logam berat(4). Salah satu mekanisme resistensi yang dilakukan oleh bakteri
terhadap logam berat adalah dengan cara mengakumulasi baik secara aktif (bioakumulasi)
maupun secara pasif (biosorbsi) sehingga terjadi penurunan konsentrasi logam berat di
lingkungan. Salah satu mekanisme resistensi yang dilakukan oleh bakteri terhadap logam berat
adalah dengan cara mengakumulasi baik secara aktif (bioakumulasi) maupun secara pasif
(biosorbsi) sehingga terjadi penurunan konsentrasi logam berat di lingkungan(5).
Seeding bakteri dan aklimatisasi bakteri dalam bioreactor merupakan tahap terpenting dalam
pengolahan limbah cair. Pada proses seeding dan aklimatisasi diperlukan suatu kondisi
lingkungan yang mendukung untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri Acinetobacter sp. IrC2
secara optimal, meliputi kebutuhan sumber karbon, nitrogen dan posfor (100:5:1)(6). Kebutuhan
akan sumber karbon, nitrogen dan posfor ini dapat diperoleh dari kandungan organik yang
terdapat dalam limbah atau ditambahkan dari luar. Bila bakteri tersebut sudah dapat beradaptasi
ditandai dengan tumbuhnya bakteri berupa lapisan biomassa atau biofilm yang melekat pada
permukaan media penyangga, dan ditandai dengan terbentuknya gas. Kecepatan pertumbuhan
lapisan biofilm pada permukaan penyangga akan bertambah akibat perkembangbiakan yang terus
berlanjut sehingga terjadi proses akumulasi lapisan biomassa yang membentuk lapisan lendir
(slime). Di dalam reaktor, bakteri tumbuh melapisi keseluruhan permukaan media dan pada saat
beroperasi air limbah akan mengalir melalui celah-celah media dan berhubungan langsung
dengan biofilm bakteri(7). Pada Penelitian ini sebelum dilakukan proses pengolahan air limbah,
terlebih dahulu dilakukan proses inokulasi bakteri Acinetobacter sp. IrC2 pada media tumbuh
untuk menyiapkan kultur bakteri yang diperlukan dalam proses penyisihan logam timbal dalam
air limbah baterai. Dilanjutkan dengan tahapan kultivasi pada bioreaktor lekat diam dan tahap
selanjutnya adalah proses penyisihan logam Pb dalam air limbah baterai.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari karakterisasi bioakumulasi timbal oleh
Acinetobacter sp. IrC2 dalam menyisihkan kadar timbal pada air limbah baterai yang diolah
menggunakan biofilter lekat diam bermedia sarang tawon.
Tahap Persiapan.
Pada tahap persiapan unit bioreaktor lekat diam dilakukan kegiatan sebagai berikut:
pemasangan pompa, aerator dan sarang tawon pada unit bioreaktor, selanjutnya dilakukan uji
kebocoran, pengukuran kapasitas efektif bioreaktor. Bioreaktor yang digunakan dalam penelitian
penyisihan logam berat memanfaatkan bakteri Acinetobacter sp. IrC2, terbuat dari bahan akrilik
dan media biofilter yang digunakan adalah media dari bahan plastik PVC tipe sarang tawon
dengan spesifikasi seperti pada Tabel 1, Gambar 1. Adapun Bioreaktor lekat diam (FBR) secara
skematis dijelaskan pada gambar 1.
Tahap selanjutnya adalah karakterisasi air limbah yang akan diolah dengan melakukan uji
laboratorium meliputi pengukuran pH dengan metoda elektrometri(7), pengukuran Kebutuhan
Oksigen Kimiawi (KOK) dengan metode berat terdiri dari tembaga(9), seng(10), timbal(11),
kadmium(12) dengan metode spektrofotometri serapan atom.,
Kandungan logam berat yang ada dalam air limbah tersebut selanjutnya dijadikan parameter
uji untuk memantau penyisihan kandungan logam berat setelah dilakukan proses remediasi oleh
bakteri Acinetobacter sp. IrC2.
Proses seeding dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biofilter
selama satu minggu dengan waktu tinggal hidrolik (WTH) 2 jam; Selanjutnya air limbah baterai
dimasukkan ke dalam bioreaktor secara bertahap.
Tahap pertama air limbah dimasukkan ke dalam bioreaktor sebanyak 10% (V/V),
selanjutnya dilakukan pemantauan terhadap penyisihan Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) air
limbah, bila penyisihan KOKnya lebih dari 50%, selanjutnya penambahan air limbah dinaikkan
menjadi 50% (V/V). Penambahan air limbah dilakukan 100% bila telah terjadi penyisihan KOK
pada hari berikutnya.
Proses aklimatisasi dilakukan untuk mendapatkan suatu kultur bakteri yang stabil dan dapat
beradaptasi dengan air limbah yang telah disiapkan. Selama masa aklimatisasi kondisi dalam
reaktor dibuat tetap aerob dengan menjaga supply oksigen yang cukup. Aliran udara berasal dari
pompa yang disemburkan (spray aerator), penambah udara dilakukan agar proses oksidasinya
dapat berjalan dengan sempurna. Media penyangga disiapkan sebagai tempat tumbuh dan
melekatnya Acinetobacter sp. IrC2.
Tahap Pengolahan air limbah dengan biofilter lekat diam (fixed bed reactor, FBR)
Pada percobaan ini, bioreaktor dioperasikan dengan cara resirkulasi dengan waktu tinggal
hidrolik selama 2 jam. Pada proses pengolahan air limbah baterai dilakukan pengamatan
terhadap pH dan kadar timbal.
3.3 Pengolahan Limbah baterai menggunakan bioreaktor lekat diam (Fixed Bed Reactor)
Penelitian sebelumnya terkait pengolahan limbah dalam menghilangkan timbal menggunakan
bioreaktor lekat diam telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti Kumar dan
Acharya menggunakan sekam padi yang diperkaya dengan natrium karbonat (NCRH) (18). Dari
hasil kajiannya terhadap kinerja adsorben (NCRH) dalam menghilangkan timbal, ditemukan
bahwa bahan adsorben tersebut merupakan media yang efektif untuk menghilangkan timbal
secara kontinyu menggunakan bioreaktor lekat diam.
Nwabanne dan Igbokwe, mengkaji kinerja adsorpsi bioreaktor lekat diam untuk
menghilangkan Pb(II) menggunakan sabut kelapa sawit(19), mereka mempelajari pengaruh
parameter penting seperti konsentrasi inlet, laju alir dan tinggi kolom terhadap kurva terobosan
dan kinerja adsorpsi. Diamati bahwa tinggi kolom sangat berpengaruh terhadap kinerja adsorpsi
terhadap timbal.
Pada penelitian ini untuk melihat kinerja bakteri Acinetobacter sp. IrC2 dalam bioreaktor
lekat diam menggunakan media dari bahan plastik PVC tipe sarang tawon, pemantauan
dilakukan terhadap menurunnya nilai KOK sebelum dan sesudah proses pengolahan. Bila terjadi
penurunan pada nilai KOK, ini menunjukkan bahwa terjadi aktivitas bakteri dalam mendegradasi
limbah organik yang ada dalam limbah, sedangkan bila proses degradasi tidak terjadi
menunjukkan bahwa Acinetobacter sp. IrC2 tidak mampu beradaptasi dan mendegradasi limbah
tersebut.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan terjadi pola yang berfluktuasi terhadap penyisihan nilai
KOK, hal ini terjadi karena penambahan beban organik pada pengolahan air limbah disebabkan
adanya fase kematian pada siklus kehidupan bakteri sehingga meningkatkan kandungan organik
di dalam limbah tersebut. Selain terjadinya fase kematian, bakteri juga mengalami fase
pertumbuhan, yang menyebabkan jumlah populasi bakteri dalam air limbah bertambah dan
mampu meningkatkan proses degradasi organik yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan
nilai KOK dalam bioreaktor. Berikut grafik penyisihan KOK (mg/L) yang diukur pada waktu
yang telah ditetapkan, yaitu jam 08.05; 10.05; 12.05; 14.05 dan 16.05.
Ketika derajat pertumbuhan bakteri telah menghasilkan populasi yang maksimum, maka akan
terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang mati dan jumlah sel yang hidup. Fase stasioner
terjadi pada saat laju pertumbuhan bakteri sama dengan laju kematiannya, sehingga jumlah
bakteri keseluruhan bakteri akan tetap. Keseimbangan jumlah keseluruhan bakteri ini terjadi
karena adanya pengurangan derajat pembelahan sel. Hal ini disebabkan oleh kadar nutrisi yang
berkurang dan terjadi akumulasi produk toksik sehingga menggangu pembelahan sel. Fase
kematian yang ditandai dengan peningkatan laju kematian yang melampaui laju pertumbuhan,
sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan populasi bakteri(20).
Pada pengolahan limbah baterai menggunakan bioreaktor lekat diam (Fixed Bed Reactor)
selama 8 hari, terjadi fluktuasi proses penyisihan logam timbal dalam air limbah oleh
Acinetobacter sp. IrC2. Proses penyisihan logam timbal secara signifikan terjadi pada jam ke-28,
penyisihan timbal mencapai 86,5 %; Proses penyisihan timbal mengalami penurunan kembali
sampai pada jam ke-50, dan mengalami kenaikan kembali penyisihannya pada jam ke-56 sebesar
95,5% menjadi 2,08 mg/L. Peningkatan kembali konsentrasi logam timbal di dalam air olahan
terjadi pada jam ke-58 menjadi 10,62 mg/L (77,3%) dan pada jam ke 76 terjadi peningkatan
logam timbal 40,08 mg/L (14,2%). Pada jam ke-78 penyisihan logam timbal terjadi kembali
menjadi 4,6 mg/L (90,2%), dan pada jam ke-80 terjadi peningkatan kembali konsentrasi logam
timbal menjadi 18,87 mg/L (59,6%), peningkatan efiiensi meningkat kembali sampai jam ke 84
yaitu menjadi 2,36 mg/L dan jam ke 176 konsentrasi logam Pb dalam air olahan limbah baterai
dalam bioreaktor mampu menyisihkan Pb menjadi < 0,01 mg/L.
Kesimpulan
Acinetobacter sp. IrC2yang ditumbuhkan pada biofilter lekat diam bermedia sarang
tawonmampu menyisihkan timbal terlarut dalam limbah baterai.Fluktuasi proses penyisihan
kadar timbal dalam air limbah oleh Acinetobacter sp. IrC2 terjadi selama proses bioakumulasi
timbal selama 8 hari.
Proses penyisihan logam timbal terjadi pada jam ke-28 adalah sebesar 86,5% (6,31mg)/L),
dan efisiensi penyisihan meningkat pada jam ke-56 menjadi 95,5% (2,08 mg/L), dan pada jam
ke-176 kadar timbal dalam air olahan limbah baterai dalam bioreaktor menjadi < 0,01 mg/L.