Anda di halaman 1dari 10

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Seri Konferensi IOP: Ilmu dan Teknik Material

KERTAS •AKSES TERBUKA Konten terkait


- Pemanfaatan pati biji nangka (Artocarpus
Produksi bioplastik dari pati biji nangka (Artocarpus heterophyllus) sebagai bahan baku untuk
pembuatan bioplastik menggunakan sorbitol

heterophyllus) diperkuat dengan selulosa sebagai plasticizer dan kitosan sebagai filler
M Lubis, MB Harahap, A Manullang dkk.

mikrokristalin dari kulit buah kakao (Theobroma kakao - Pemanfaatan pati biji mangga pada pembuatan
bioplastik yang diperkuat dengan mikropartikel tanah

L.) menggunakan gliserol sebagai pemlastis liat menggunakan gliserol sebagai bahan pemlastis

Maulida, T Kartika, MB Harahap dkk.


Mengutip artikel ini: M Lubisdkk2018Konferensi IOP. Ser.: Mater. Sains. bahasa Inggris309012100
- Pengaruh CMC dan gom arab pada
pembuatan velva nangka (Artocarpus
heterophyllus)
B Yudhistira, NH Riyadi, AD Pangestika
dkk.
Lihatartikel daring untuk pembaruan dan penyempurnaan.

Konten ini diunduh dari alamat IP 37.59.8.29 pada 22/04/2018 pukul 18:56
TALENTA-CEST 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu dan Teknik Material1ri2N3G43506978(920'1'8“)”012100 doi:10.1088/1757-899X/309/1/012100

Produksi bioplastik dari pati biji nangka


(Artocarpus heterophyllus) diperkuat dengan selulosa mikrokristalin
dari kulit buah kakao (Theobroma kakao L.)menggunakan gliserol
sebagai pemlastis

M Lubis1*, Seorang Gana1, S Maysarah1, MHS Ginting1, dan MB Harahap2

1Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan,


20155, Indonesia
2Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Medan Medan, 20221, Indonesia

*Email: maulida@usu.ac.id

Abstrak.Produksi bioplastik dari pati biji nangka yang diperkuat dengan mikrokristalin selulosa
(MCC) kulit buah kakao dengan menggunakan gliserol sebagai pemlastis telah diselidiki untuk
menentukan massa dan volume MCC dan gliserol yang paling optimal dalam pembuatan
bioplastik. Untuk menghasilkan MCC, kulit buah kakao mengalami perlakuan alkali, pemutihan,
dan hidrolisis asam klorida. Derajat kristalinitas PKS ditentukan dengan XRD, gugus fungsi
ditentukan dengan FT-IR dan analisis morfologi ditentukan dengan SEM. Analisis sifat mekanik
bioplastik meliputi kuat tarik dan perpanjangan putus berdasarkan standar ASTM D882.
Bioplastik diproduksi dengan metode casting dari pati biji nangka dan diperkuat dengan MCC
dari kulit buah kakao dengan perbandingan massa pati terhadap MCC 6:4, 7:3, 8:2, dan 9:1,
dengan menggunakan gliserol sebagai pemlastis sebesar 20%. 25%, 30% (berat/v gliserol
menjadi pati). Hasil isolasi MCC dari kulit buah kakao berbentuk batang dengan panjang 5-10
µm, diameter 11,635 nm dan kristalinitas 74%. Kekuatan tarik bioplastik tertinggi diperoleh
pada perbandingan massa pati terhadap MCC sebesar 8:2, penambahan gliserol 20% dengan
kekuatan tarik terukur sebesar 0,637 MPa dan perpanjangan putus sebesar 7,04%. Spektroskopi
inframerah transformasi menunjukkan gugus fungsi bioplastik, dimana sebagian besar gugus
OH ditemukan pada bioplastik dengan penguat pengisi MCC yang mewakili ikatan hidrogen
substansial.

1. Perkenalan
Dalam kehidupan sehari-hari, plastik digunakan hampir di seluruh dunia untuk berbagai keperluan karena plastik
murah, mudah didapat, tahan lama, dan serbaguna [1]. Namun bahan baku utama pembuatan plastik yang
berasal dari minyak bumi semakin berkurang dan tidak dapat diperbarui. Selain itu, plastik tidak dapat
dimusnahkan secara cepat dan alami oleh mikroba perusak yang ada di dalam tanah. Hal ini menyebabkan
terjadinya penumpukan sampah, pencemaran dan kerusakan lingkungan [2]. Tantangan lingkungan, ekonomi
dan keselamatan telah mendorong banyak ilmuwan untuk mengganti bagian dari polimer berbasis petrokimia
dengan jenis lain yang dapat terbiodegradasi, yang disebut bioplastik [3]. Bioplastik merupakan salah satu jenis
plastik terbarukan karena kandungannya berasal dari tumbuhan seperti pati, selulosa, lignin, dan hewani seperti
kasein, protein dan lipid [4]. Namun pengembangan bioplastik masih kurang karena tingginya biaya produksi

Konten dari karya ini dapat digunakan berdasarkan ketentuanLisensi Creative Commons Atribusi 3.0. Setiap distribusi lebih lanjut
dari karya ini harus mempertahankan atribusi kepada penulis dan judul karya, kutipan jurnal, dan DOI.
Diterbitkan di bawah lisensi oleh IOP Publishing Ltd 1
TALENTA-CEST 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu dan Teknik Material1ri2N3G43506978(920'1'8“)”012100 doi:10.1088/1757-899X/309/1/012100

batasan tertentu. Alternatif substrat berbiaya rendah dan terbarukan telah diusulkan dengan menggunakan
limbah pertanian (AW) [5].
Salah satu komponen utama bioplastik adalah pati. Pati sering digunakan dalam bentuk film biodegradable
dalam berbagai aplikasi karena merupakan bahan terbarukan, berlimpah dan murah [6]. Dalam buah nangka
terkandung sekitar 100-500 biji nangka atau sekitar 8-15% dari berat buah nangka itu sendiri dengan kandungan
pati yang tinggi. Dalam pembuatan bioplastik, penambahan bahan pengisi sangat penting untuk meningkatkan
kekuatan dan ketangguhan produk bioplastik. Penambahan bahan pengisi seperti selulosa telah terbukti menjadi
bahan yang sangat menjanjikan [8]. Salah satu bahan yang mempunyai potensi selulosa adalah kulit buah kakao
yang merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan dari tanaman kakao (Theobroma kakao L.). Buah kakao
mengandung 74% kulit buah, 2% plasenta dan 24% biji [9]. Kulit buah kakao mengandung 11% hemiselulosa, 35%
selulosa, 15% lignin, 6% pektin, serta unsur mineral lain seperti K (3,18%), Ca (0,32%) dan P (0,15%) (Sumber:
wikipedia). Selain itu penambahan plasticizer berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas bioplastik. Gliserol
merupakan bahan pemlastis (plasticizer) yang baik untuk mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan
meningkatkan jarak antarmolekul [11].

2. Bahan-bahan dan metode-metode

2.1. Bahan
Pati dari biji nangka diperoleh dari pedagang nangka di Langsa, Aceh, Indonesia. Kulit buah
kakao sebagai bahan baku produksi selulosa mikrokristalin diambil dari kawasan Kampung
Padang, Sei Rampah, Sumatera Utara, Indonesia. Akuades (H2O), Natrium Hidroksida (NaOH),
Natrium Hipoklorit (NaOCl), dari Toko Kimia Rudang Jaya. Asam Klorida (HCl) dari Laboratorium
Teknik Mikrobiologi, Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Indonesia.

2.2. Memproduksi Selulosa Mikrokristalin dari Kulit Buah Kakao


Serbuk kulit buah kakao sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam gelas kimia kemudian ditambahkan 1,5 L NaOH 4% dan
dipanaskan selama 2 jam pada suhu 100ºC. Residu disaring dan dicuci dengan aquades sampai pH netral. Residu
diputihkan dengan natrium hipoklorit 2,5% direndam 1 L selama 24 jam pada suhu kamar kemudian disaring, dan residu
dicuci dengan aquadest sampai pH netral. Residu yang diperoleh ditambahkan NaOH 17,5% sebanyak 650 ml kemudian
dipanaskan pada suhu 80 ºC selama 1 jam. Residunya disaring dan dicuci dengan aquades sampai pH netral. Pemutihan
dengan 500 ml natrium hipoklorit 2,5% dan dipanaskan pada suhu 100 ºC selama 5 menit. Residu disaring dan dicuci
dengan aquades sampai pH netral. Dikeringkan dalam oven pada suhu 60 ºC selama 12 jam. Serbuk selulosa
mikrokristalin yang diperoleh dihidrolisis menggunakan HCl 2,5 N dengan cara direbus selama 10-15 menit dan disaring.
Residu yang diperoleh dicuci sampai netral dengan aqua dest kemudian dikeringkan dan dihaluskan.

2.3. Pembuatan Pati Biji Nangka


Biji nangka sebanyak 100 g dikupas bagian kulit luarnya, lalu kulitnya dibersihkan dengan air bersih. Biji dipotong
dengan ukuran kurang lebih satu cm2lalu dihaluskan menggunakan blender yang diberi tambahan air. Campuran
disaring hingga diperoleh ampas dan filtrat cair (suspensi pati). Suspensi yang diperoleh kemudian diendapkan
selama 24-48 jam. Cairan kaya pati kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman no.1 hingga
diperoleh pati basah. Endapan yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C selama 30 menit. Bubuk
pati kering kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh.

2.4. Memproduksi Bioplastik


Jumlah pati dan massa mikrokristalin selulosa ditimbang dengan variasi perbandingan 6:4, 7:3, 8:2 dan 9:1
sebanyak 10 g berat kering total pati terhadap selulosa mikrokristalin. Kemudian dibuat larutan kanji
dengan perbandingan pati : aqua dest 1:20 dan larutan mikrokristalin selulosa dengan larutan NaOH 5%
sebanyak 40 ml. Larutan pati dipanaskan sambil diaduk selama 10 menit kemudian ditambahkan gliserol
dengan variasi 20%, 25%, 30% dari total berat kering pati menjadi selulosa mikrokristalin. Larutan selulosa
mikrokristalin kemudian ditambahkan ke dalam campuran setelah 20 menit. Itu

2
TALENTA-CEST 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu dan Teknik Material1ri2N3G43506978(920'1'8“)”012100 doi:10.1088/1757-899X/309/1/012100

Campuran kemudian dipanaskan sambil diaduk hingga suhu 88,15HaiC. Campuran didinginkan dan dicetak pada cetakan
akrilik berukuran 25 x 25 x 3 mm. Bioplastik dikeringkan dalam oven pada suhu 60HaiC selama 24 jam. Bioplastik
dikeluarkan dari oven dan didinginkan untuk dikeluarkan dari cetakan.

2.5. Karakterisasi Selulosa Mikrokristalin

2.5.1. Difraksi Sinar-X (XRD).


Analisis ini dilakukan untuk mengukur kristalinitas dan diameter mikrokristalin selulosa yang
dihasilkan. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika Universitas Negeri Medan.

2.5.2. Pemindaian Mikroskop Elektron (SEM).


Analisis ini bertujuan untuk mengamati morfologi selulosa mikrokristalin dari kulit buah kakao.
Analisis ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro Semarang.

2.6. Uji Mekanik Bioplastik

2.6.1. Daya tarik.


Kekuatan tarik diukur dengan GoTech Universal Testing Machine (UTM) menggunakan standar ASTM
D882. Kekuatan tarik dihitung sebagai berikut:
Daya tarik = Beban Maks × Gravitasi (1)
2.6.2. Perpanjangan Saat Istirahat.
Perpanjangan putus merupakan indikasi fleksibilitas bioplastik, dan dinyatakan dalam persentase.
Perpanjangan putus dihitung sebagai berikut:

Persen perpanjangan (%)=(Elongasi saat pecah)× 100% (2)


(Panjang pengukur awal)

2.6.3. Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FT-IR)


Gugus fungsi bioplastik dianalisis dengan menggunakan IR Prestige-21 Shimadzu. Analisis ini
dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Karakterisasi Selulosa Mikrokristalin

3.1.1. Difraksi Sinar-X (XRD)


2000
1750
1500
1250
Hitungan

1000
750
500
250
0
7.00 27.00 47.00 67.00
Posisi (°2 Theta)
Gambar 1.Grafik Difraksi Sinar-X Selulosa Mikrokristalin dari
Kulit Buah Kakao

3
TALENTA-CEST 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu dan Teknik Material1ri2N3G43506978(920'1'8“)”012100 doi:10.1088/1757-899X/309/1/012100

Dari gambar 1 terlihat bahwa puncak serapan spektrum yang dihasilkan selulosa mikrokristalin berada
pada 2θ = 12,14°; 20,20° dan 22,08°. Nilai kristalinitas diperoleh dengan menghitung intensitas analisis XRD
menggunakan metode Segal dengan persamaan dibawah ini [12] :

--- 100% (3)

Persentase kristalinitas selulosa mikrokristalin dari kulit buah kakao yang diperoleh sebesar 74%, nilai
ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahan bukan kayu lainnya (52-53%) [13]. Diameter kristal
juga dapat dihitung pada hasil analisis kristalinitas dengan Difraksi Sinar-X menggunakan persamaan
Scherrer dengan persamaan dibawah ini [14] :

2 (4)
.

Puncak serapan spektrum yang dihasilkan selulosa mikrokristalin berada pada 2θ = 12,14°; 20,20° dan
22,08°. Dengan menghitung diameter kristal selulosa mikrokristalin pada puncak 2θ=22,08° menggunakan
persamaan Scherrer, diameter kristal adalah 11,635 nm.

3.1.2. Pemindaian Mikroskop Elektron (SEM)

Gambar 2.Selulosa mikrokristalin dengan perbesaran 1000x

Gambar 2. menunjukkan hasil SEM selulosa mikrokristalin dari kulit buah kakao dengan perbesaran
1000x. Dari analisis SEM terlihat sebagian besar selulosa mikrokristalin dari kulit buah kakao yang
morfologinya berbentuk batang saling berhubungan dengan ukuran sekitar 5-10 μm.
Morfologi selulosa mikrokristalin yang berasal dari sisal menunjukkan hasil yang sama, yakni berbentuk batang
[15] [16]. Beberapa potongan serat mikro ditemukan pada selulosa mikrokristalin yang diamati. Bentuk partikel
merupakan penentu penting dalam menentukan kepadatan suatu material. Bentuk partikel material juga
menggambarkan porositas material. Partikel dengan ukuran lebih besar memiliki porositas yang lebih rendah [17].

4
TALENTA-CEST 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu dan Teknik Material1ri2N3G43506978(920'1'8“)”012100 doi:10.1088/1757-899X/309/1/012100

3.2. Analisis Uji Mekanik Bioplastik

3.2.1. Daya tarik

Gambar 3 menunjukkan nilai kuat tarik tertinggi yaitu 0,637 MPa untuk perbandingan komposisi pati :
MCC 8:2 dengan penambahan gliserol 20 %. Sedangkan nilai kuat tarik terendah sebesar 0,147 MPa
untuk komposisi perbandingan pati : MCC 6:4 dengan penambahan gliserol 30%. Penambahan selulosa
mikrokristalin pada film gelatinisasi pati melibatkan pengelompokan ikatan hidrogen antarmolekul yang
menyebabkan ikatan molekul amilosa pada pati menjadi lebih kompak [18]. Dalam hal ini homogenitas
bioplastik merupakan faktor penting lainnya dari bioplastik dengan karakteristik yang baik. Homogenitas
ini berkaitan dengan kelarutan selulosa mikrokristalin dalam NaOH sebagai pelarut. Kontturi (2015)
melaporkan bahwa sebagian selulosa kristalin dapat larut sebagian dalam larutan NaOH 5-20% setelah
perlakuan awal yang akurat dibandingkan bagian amorf dapat larut dalam NaOH 4% [19]. Pada penelitian
ini digunakan larutan NaOH 5% (b/v) sebagai pelarut.

0,8
Gliserol 20%
Kekuatan Tarik (MPa)

0,6 Gliserol 25%


Gliserol 30%
0,4

0,2

0,0
9:1 8:2 7:3 6:4
Pati : Selulosa Mikrokristalin

Gambar 3.Pengaruh penambahan mikrokristalin selulosa dan


gliserol terhadap kekuatan tarik bioplastik pati biji nangka

Banyaknya selulosa yang terlarut dalam larutan air NaOH bergantung pada derajat polimerisasi dan juga
kristalinitas selulosanya [20]. Berdasarkan grafik, kekuatan tarik pada pemuatan filler yang tinggi (7:3 dan 6:4)
mengalami penurunan karena adanya kandungan filler MCC yang tinggi mungkin berkontribusi dalam
memperlambat interaksi antarmolekul film pati. Hal ini menginduksi perkembangan struktur film yang
heterogen, menampilkan diskontinuitas, yang mengakibatkan penurunan kekuatan tarik film [8]. Dari gambar 3
terlihat bahwa nilai kekuatan tarik cenderung menurun seiring bertambahnya volume gliserol. Karena semakin
banyak variasi gliserol yang ditambahkan maka kekuatan tariknya semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh
molekul-molekul pemlastis akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi ikatan hidrogen dan
meningkatkan mobilitas polimer [21]. Molekul gliserol akan mengganggu kekompakan molekul penyusunnya.
Kondisi ini berdampak pada peningkatan fleksibilitas film yang dapat dimakan. Setelah itu, elongasi dan kekuatan
tarik dari Edible Film menjadi menurun [22]. Namun terdapat kekuatan tarik pada komposisi perbandingan pati:
MCC 8:2 dan gliserol 20% meningkat dibandingkan turun kembali. Abdorreza dkk (2011) menyatakan bahwa
penyimpangan tersebut disebabkan oleh kemampuan plasticizer dalam mempertahankan kristalinitas film
bioplastik. Fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan pemlastis, namun juga dapat membentuk
kristal pemlastis pada film [23].

5
TALENTA-CEST 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu dan Teknik Material1ri2N3G43506978(920'1'8“)”012100 doi:10.1088/1757-899X/309/1/012100

3.2.2. Perpanjangan Saat Istirahat

Gambar 4 menunjukkan bahwa dengan bertambahnya massa mikrokristalin selulosa maka nilai elongation at
break bioplastik akan semakin menurun. Sedangkan dengan bertambahnya volume gliserol maka nilai
elongation at break bioplastik akan semakin meningkat. Nilai elongation at break tertinggi adalah 15,76% pada
bioplastik dengan kadar MCC 4 g dengan gliserol 30%. Nilai elongation at break terendah adalah 1,82% pada
bioplastik dengan kadar MCC 3 g dengan gliserol 20%.

20 Gliserol 20%
Perpanjangan Saat Putus (%)

Gliserol 25 %
15 Gliserol 30%

10

0
9:1 8:2 7:3 6:4
Pati : Selulosa Mikrokristalin

Gambar 4.Pengaruh penambahan selulosa mikrokristalin dan gliserol


terhadap pemanjangan putus bioplastik pati biji nangka

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan bertambahnya penambahan gliserol menyebabkan
persentase pemanjangan juga semakin meningkat, karena gliserol dapat meningkatkan jarak antar molekul
sehingga membuat bioplastik menjadi lebih elastis [24]. Persentase perpanjangan berbanding terbalik dengan
kekuatan tarik. Semakin banyak bahan pengisi yang ditambahkan pada film plastik, maka perpanjangannya akan
berkurang, namun kekuatan tariknya meningkat. Penurunan elongasi diduga terjadi karena adanya interaksi
yang kuat antara komposisi bahan bioplastik yaitu molekul pati dengan bahan pengisi. Ikatan yang terjadi antara
molekul pati dengan bahan pengisi menjadi lebih rapat dan kompak sehingga bioplastik lebih kuat yang
mengakibatkan film menjadi sulit untuk diregangkan dan memanjang, sehingga akan menurunkan persentase
pemanjangan film [25]. Namun terdapat penyimpangan pada perbandingan komposisi pati: MCC 8:2 dan
penambahan gliserol 20 % dan 30% dimana terjadi penurunan nilai elongation at break dengan penambahan
gliserol. Penambahan plasticizer konsentrasi rendah hingga konsentrasi sedang (1% - 25%) memfasilitasi
pembentukan kristal pada film pati yang berhubungan langsung dengan perilaku antiplasticizer. Hal ini
disebabkan adanya perpindahan dari rantai polimer yang menyebabkan molekul air dan pemlastis menghilang
secara perlahan, hal ini berdampak pada amilosa dan amilopektin membentuk ikatan hidrogen yang kuat
sehingga terjadi rekristalisasi atau retrogradasi [26].

6
TALENTA-CEST 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu dan Teknik Material1ri2N3G43506978(920'1'8“)”012100 doi:10.1088/1757-899X/309/1/012100

3.2.3. Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FT-IR)

Gambar 5 menunjukkan karakteristik puncak serapan analisis FT-IR selulosa mikrokristalin kulit
buah kakao, bioplastik dari pati biji nangka dan gliserol tanpa MCC, bioplastik dari pati biji
nangka dengan MCC dan gliserol, serta pati biji nangka. Garis biru tua menunjukkan spektrum
FT-IR pati biji nangka dengan puncak spektrum yang menunjukkan gugus OH, CH alkana,
alkena C=C, aldehida C=O dan CO eter pada pati biji nangka. Hasil FT-IR ini sesuai dengan
penelitian Maulida (2016) yang melaporkan gugus fungsinya sama dengan pati biji nangka
[27].
Sekam Buah Kakao
Selulosa Mikrokristalin
100 Pati-PKS-Gliserol Pati
80 Bioplastik-Gliserol Pati Biji
Nangka Bioplastik
60
% Transmisi

40

20

0
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Nomor gelombang (cm-1)

Gambar 5.Karakteristik analisis spektrum FT-IR

Adanya gugus fungsi mewakili kandungan pati biji nangka yang terdiri atas amilosa dan amilopektin serta
gula pereduksi (C).6H10HAI5)N. Garis biru mewakili karakteristik puncak serapan selulosa mikrokristalin pada
bilangan gelombang 3445 cm-1, hal ini menunjukkan adanya gugus -OH dan berada pada puncak serapan
dengan bilangan gelombang 2903 cm-1menunjukkan adanya gugus CH yang dibuktikan terdapat ikatan CH
pada ujung struktur selulosa dan karbonil CO pada bilangan gelombang 1374,1 cm-1juga merupakan
selulosa yang khas. Garis oranye mewakili karakteristik puncak serapan kulit buah kakao yang mempunyai
banyak kesamaan dengan sampel selulosa mikrokristalin, karena mikrokristalin selulosa hasil proses kimia
dari kulit buah kakao, sehingga gugus-gugus yang mengindikasikan adanya selulosa berada pada bilangan
gelombang yang sama. Kemunculan puncak serapan pada kulit kakao adalah 3383 cm-1, 2927cm-1, 1612cm
-1, 1249cm-1, 1056 cm-

1, dan 898cm-1. Pada bioplastik pati-gliserol bergaris kuning terlihat puncak serapan yang

menunjukkan gugus OH, CH alkana, OH karboksilat, C=O aldehida, dan CO karboksilat, sama dengan
bioplastik dari pati biji nangka dengan MCC dan gliserol bergaris abu-abu, Munculnya puncak serapan
belum menunjukkan adanya pembentukan gugus baru. Namun terjadi peningkatan bilangan
gelombang ikatan OH pati dan mikrokristalin selulosa 2931,6 cm-1tepung kanji menjadi 3001,04 cm-1
pada bioplastik, dan dari 3445,71 cm-1pada mikrokristalin selulosa menjadi 3464,15 cm-1
di bioplastik.

4. Kesimpulan
Hasil isolasi MCC dari kulit buah kakao berbentuk batang berukuran 5-10 µm dengan diameter 11,635
nm dan kristalinitas 74%. Kondisi bioplastik terbaik diperoleh pada perbandingan massa pati: MCC 8:2
dan penambahan gliserol 20% dengan kekuatan tarik 0,637 MPa dan perpanjangan putus 7,04%.

Referensi

7
TALENTA-CEST 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu dan Teknik Material1ri2N3G43506978(920'1'8“)”012100 doi:10.1088/1757-899X/309/1/012100

[1] Narissara K dan Shabbir HG 2013 Evaluasi Gas Rumah Kaca dan Peluang Pasar
Kantong Bioplastik dari Singkong di ThailandJurnal Energi & Lingkungan Berkelanjutan.4
15-19
[2] MP Cereda 2000 Karakterisasi Edible Film Pati Singkong dengan Mikroskop Elektron
Jurnal Teknologi Pangan.91-95
[3] R. Laxmana Reddy, V. Sanjeevani Reddy dan G. Anusha Gupta 2013 Kajian Bioplastik Sebagai Alternatif
Ramah Lingkungan & Berkelanjutan Pengganti PlastikJurnal Internasional Teknologi
Berkembang dan Rekayasa Lanjutan.3(5) 82-89
[4] Luc A 2004 Sistem Multifase Biodegradable Berbasis Pati Plastik: Suatu TinjauanJurnal
Ilmu Makromolekuler.44(3) 231-274
[5] Jain R dan Tiwari A 2015 Biosintesis Bioplastik Ramah Lingkungan Menggunakan Sumber Karbon Terbarukan
Kesehatan Lingkungan.Sains Eng13
[6] J. S Alves, KC Reis, EGT Menezes, F. V Pereira dan J. Pereira 2014 Pengaruh Nanokristal
Selulosa dan Gelatin pada Film Plastik Pati JagungKarbohidrat. Poli.
[7] MA dan K. Sajjaanantakul 2004 Sifat Fisikokimia Tepung dan Pati dari Biji Nangka (
Artocarpus heterophyllus Lam.) Dibandingkan dengan Pati ModifikasiInt. J. Ilmu
Pangan. Teknologi.39271-276
[8] Maulida, M. Siagian dan P. Tarigan 2016 Produksi Bioplastik Berbasis Pati dari Singkong
Peel Diperkuat dengan Selulosa Mikrokristalin Avicel PH101 Menggunakan Sorbitol sebagai
Pemlastis Jurnal Fisika: Seri Konferensi710(2016) 012012
[9] Aji, Dhimas Prasetyo, Sri Utami dan Suparwi 2013 Kulit Buah Kakao (Theobroma kakao L.)
Fermentasi menggunakanAspergillus nigerdan Pengaruhnya terhadap VFA dan N-NH3level secara In-
Vitro Jurnal Ilmiah Peternakan.1(3) 774-780
[10] Hutomo, Gatot S., Djagal W. Marseno, Sri Anggrahini dan Supriyanto 2012 Sintesis dan
Karakterisasi Natrium Karboksimetil Selulosa dari Kulit Buah Kakao (Theobroma
kakao L.)Jurnal Ilmu Pangan Afrika.6(6) 180-185
[11] TH McHugh dan KJ M 1994 Sorbitol vs Gliserol Plastik Whey Protein Film yang Dapat Dimakan :
Evaluasi Permeabilitas Oksigen dan Properti Tensite TerintegrasiJ. Kimia Makanan Agic.2, TIDAK. 4,
841-845
[12] Segal, L., JJ Creely., AE Martin dan CM Conrad 1959 Metode Empiris untuk Memperkirakan
Derajat Kristalinitas Selulosa Asli Menggunakan Difraktometer Sinar-XJurnal
Penelitian Tekstil
[13] MS Jahan, A. Saeed, Z. He dan Y. Ni 2011 Rami Sebagai Bahan Baku Pembuatan Selulosa
MikrokristalinSelulosa,18, TIDAK. 2, 451-459
[14] Leroy Alexander dan Harold P. Klug 1950 Penentuan Ukuran Kristalit dengan
Spektrometer Sinar-XJurnal Fisika Terapan21, 137
[15] Y. Habibi, LA Lucia dan OJ Rojas 2010 Nanokristal selulosa: Kimia, Perakitan Mandiri,
dan Aplikasikimia. Putaran.110, no.6, 3479-3500
[16] Sumaiyah, Basuki, Wirjosentono, Karsono, MP Nasution dan Saharman G Persiapan 2014
dan Karakterisasi Nanokristalon Selulosa dari Tandan Aren (Arenga Pinnata (Wurmb)
Merr.)Jurnal Internasional Penelitian Teknologi Farmasi.6, No.2, hal 814-820
[17] NA Bhimte dan PT Tayade 2007 Evaluasi Selulosa Mikrokristalin yang Dibuat dari Serat Sisal
sebagai Eksipien Tablet : Catatan TeknisAAPS PharmSciTech,8, no.1, hal.1-7
[18] SM Lii, CY dan Chang 1981 Karakterisasi Kacang Merah (Phaseoulus Radiatus Var. Aurea)
Pati dan Kualitas MienyaJ. Ilmu Pangan.46
[19] E. Kontturi 2015 Selulosa : Pelarutan,”kimia. Adv. Biomater.
[20] C. Olsson dan G. Westman 2013 Disolusi Langsung Selulosa : Latar Belakang, Cara dan
Aplikasi
[21] M. Rodriguez, O. Javier, Z. Khalid dan IM Juan 2006 Pengaruh Gabungan Plastizer dan
Surfaktan terhadap Sifat Fisik Edible Film Berbasis PatiJ. Penelitian Makanan
Internasional.39, hal.840-646

8
TALENTA-CEST 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP. Seri: Ilmu dan Teknik Material1ri2N3G43506978(920'1'8“)”012100 doi:10.1088/1757-899X/309/1/012100

[22] R. Malaka, M. Taufik dan U. Hasanuddin 2014 Pengaruh Variasi Persentase Gliserol Sebagai
Pemlastis terhadap Sifat Mekanik Edible Film dari Kombinasi Whey Dangke dan
Agar hal. 214–219
[23] MN Abdorreza, LH Cheng dan AA Karim 2011 Pengaruh Hidrokoloid Makanan dari Pemlastis
tentang Sifat Termal dan Ketahanan Panas Film Tepung SaguHidrokol Makanan.25, TIDAK. 1,
hal.56–60
[24] Nathalie Gontard, Stephane Guilbert dan Jean Louis Cuq 1993 Air dan Gliserol sebagai Pemlastis
efek mekanis dan Sifat Penghalang Uap Air dari Film Gluten Gandum yang Dapat Dimakan
Jurnal Ilmu Pangan.58(1) 1993 : 206-211.
[25] Setiani, W., T. Sudiarti and L. Rahmindar 2013 Preparasi dan Karakterisasi Edible Film
Polibag Tepung Roti : Kitosan. Jurnal Kimia Valensi3(2): 100-109. Jurusan Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati. Bandung.

[26] Y. Zhang dan C. Rempel 2012 Retrogradasi dan Antiplastisasi Pati Termoplastik di
Elastomer Termoplastik Diedit, Edisi ke-7, PA El-Sonbati dan ISBN, Eds. Kanada:
InTech, hal.117–134.
[27] M. Lubis, MB Harahap, A. Manullang, Alfarodo, MHS Ginting, dan M. Sartika 2017 Pemanfaatan
Pati Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus) sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioplastik
dengan Menggunakan Sorbitol sebagai Pemlastis dan Kitosan sebagai PengisiKonferensi
IOP. Seri: Jurnal Fisika: Conf. Seri801(2017) 012014

Anda mungkin juga menyukai