Hendry Armadani
F1C019054
1
Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Jerami Padi
(Oryza sativa) sebagai Bahan Bioplastik
Abstrak
Jerami padi (Oryza sativa) memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Selulosa merupakan
biopolimer alami yang dapat digunakan sebagai bahan bioplastik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah selulosa dari limbah jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioplastik
dan bagaimana karakterisasi bioplastik yang dihasilkan dari limbah jerami padi tersebut. Penelitian
ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu preparasi bahan, pembuatan pulp, pembuatan bioplastik
dengan metode inversi fasa dengan variasi jumlah kitosan dan pulp selulosa 3:10, 4:10, dan 5:10,
serta karakterisasi bioplastik. Bioplastik yang dihasilkan dari berbagai perbandingan pulp selulosa dan
kitosan memiliki karakterisitik yang berbeda-beda. Analisis morfologi menunjukkan bahwa bioplastik
yang terbentuk belum homogen dan pada analisis gugus fungsi, tidak ditemukan adanya gugus fungsi
baru dalam bioplastik dibandingkan terhadap gugus fungsi yang ada pada bahan pembentuknya. Nilai
penyerapan air pada bioplastik dengan perbandingan kitosan dengan pulp selulosa 3:10, 4:10 dan 5:10
adalah 154,65%, 119, 21%, dan 93,873 %. Hasil pengujian sifat mekanik yaitu kuat tarik secara
berturut- turut adalah 4,2 MPa; 13,8 MPa; dan 4,1 MPa. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa selulosa dari limbah jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioplastik.
2
Pendahuluan pencemaran
5
dengan udara bebas. Karakterisasi bioplastik meliputi
analisis gugus fungsi menggunakan alat mudah patah dibanding yang lain, selain itu
FTIR, analisa morfologi menggunakan alat juga masih dapat ditekuk.
SEM (Scanning Electron Microscopy), uji Setelah orientasi jumlah pulp tersebut,
ketahanan air, dan pengujian sifat mekanik selanjutnya pembuatan bioplastik
menggunakan alat UTM (Universal dilakukan dengan mencampurkan kitosan
Testing Machine) yang di uji sesuai ISO dan gliserol ke dalam pulp. Variasi
527 Tipe 5A. perbandingan jumlah kitosan dengan pulp
yang digunakan adalah 3:10 ; 4:10 ; dan
Hasil 5:10.
Bioplastik yang dihasilkan dapat dilihat
Hasil pengumpulan dan determinasi pada Gambar 1.
bahan
Jerami padi diperoleh dari daerah Hasil karakterisasi bioplastik
Bandung, Jawa Barat. Determinasi Bioplastik yang diperoleh di
tumbuhan jerami padi dilakukan di karakterisasi untuk mengetahui sifat-
Herbarium Jatinangor, Laboratorium sifatnya. Karakterisasi yang dilakukan
Taksonomi Tumbuhan, Jurusan Biologi meliputi :
FMIPA Unpad dengan nomor surat hasil
determinasi adalah 54/HB/01/2012. Analisis gugus fungsi
Hasil analisa gugus fungsi
Hasil preparasi bahan menggunakan FTIR dapat dilihat pada
Hasil preparasi bahan, jerami Tabel 2.
menjadi serbuk halus berwarna kuning
coklat. Setelah itu di uji kandungan Analisis Morfologi
selulosa dan ligninnya, hasil pengujian Analisis morfologi dilakukan dengan
dapat dilihat pada Tabel 1. menggunakan SEM untuk mengetahui
morfologi permukaan bioplastik yang
Hasil pembuatan pulp terlihat seperti pada Gambar 2.
Pada proses pembuatan pulp ini,
pulp berubah warna dari coklat menjadi Uji Ketahanan Air
putih kuning. Hasil pengujian ketahanan air dapat
dilihat pada Gambar 3.
Hasil pembuatan bioplastik
Dari hasil orientasi, jumlah pulp 2 g Kuat tarik (tensile strength)
memberikan hasil terbaik, ditinjau dari Hasil pengukuran kuat tarik pada
elastisitasnya yang diamati secara manual bioplastik dapat dilihat pada Gambar 4.
yaitu dilihat saat pelepasan dari plat tidak
Tabel 1 Hasil pengujian kadar selulosa dan Tabel 2 Hasil Identifikasi spektrum FTIR
kadar lignin bioplastik
6
Pengujian Kadar Kadar No Bilangan gelombang Identifikasi
selulosa lignin (cm-1)
1 20,52 % 3,60 % 1 3784,37 N-H streching
2 21,29 % 1,57 % 2 3419,34 O-H streching
3 24,42 % 5,28 % 3 2943,40 C-H streching
Rata-rata 22,07 % 3,48 % 4 1400,81 C-O streching
Stdev 2,06 1,86 5 1040,12 C-N streching
7
Gambar 1 Hasil bioplastik Gambar 2 Penampang atas bioplastik
perbandingan kitosaan dan pulp
5:10 dengan perbesaran 2000x
Bioplastik penelitian
Sifat PLA PCL PBSA PBAT PP PET
3:10 4:10 5:10
Swelling (%) 154,65 119,21 93,87 172 177 330 550 0,01 0,15
Kuat Tarik (MPa) 4,2 13,8 4,1 - 14 19 9 24,7-302 45,52
Keterangan: PLA : Poli Lactic Acid; PCL : Poli (ε-kaprolakton); PBSA : Poli Butilena Suksinat Adipate; PBAT :
Poly(butylene adipate-co-terphthalate); PP : poli propilen; PET = Poli etilen Terphtalat
Salah satu pengujian suatu polimer yang peningkatan konsentrasi kitosan bioplastik
sering diujikan untuk mengetahui 5:10 mengalami penurunan. Kitosan yang
kualitasnya, terutama golongan plastik ditambahkan jika berlebih tidak dapat lagi
adalah pengujian sifat mekanik. Dalam membentuk ikatan hidrogen dengan selulosa
penelitian ini pengujian sifat mekanik yang ataupun gliserol karena sudah tidak terdapat
dilakukan adalah penentuan nilai kuat gugus OH
tarik. Nilai kuat tarik menunjukkan
kekuatan tarik plastik yang dihasilkan
ketika mendapat beban. Nilai
tersebut menggambarkan
kekuatan tegangan maksimum bahan untuk
menahan gaya yang diberikan.18
Pada Gambar 4 terlihat bahwa nilai
kuat tarik terbesar diperoleh pada
bioplastik dengan perbandingan 4:10,
setelah itu nilai kuat tariknya turun
kembali pada perbandingan 5:10.
Penambahan kitosan menyebabkan
terbentuknya interaksi dengan rantai
polimer selulosa dalam bentuk ikatan
hidrogen, dimana interaksi rantai polimer
ini terbentuk untuk meningkatkan
kecepatan respon viskoelastis pada polimer
sehingga dapat meningkatkan mobilitas
molekuler rantai polimer. Meningkatnya
mobilitas molekuler rantai polimer ini
menyebabkan nilai kuat tarik akan semakin
meningkat. Peningkatan tersebut akan
berlaku selama masih terbentuk interaksi
rantai polimer.19
Namun pada bioplastik 5:10, nilai kuat
tarik mengalami penurunan. Penurunan
tersebut dikarenakan peningkatan
konsentrasi kitosan tidak diikuti oleh
pembentukan interaksi dengan rantai
polimer bioplastik. Pembentukan interaksi
melalui adanya ikatan hidrogen antara
selulosa, kitosan dan gliserol akan terjadi
apabila masih ada gugus OH yang bebas
yang dapat berikatan antara senyawa
tersebut.20 Apabila tidak terdapat gugus OH
bebas maka senyawa yang ditambahkan
akan ada yang tetap berdiri sendiri sebagai
molekulnya tanpa adanya ikatan dengan
molekul lain. Hal inilah yang
menyebabkan nilai kuat tarik pada
bebas. menghasilkan karakteristik bioplastik yang
Tabel 3 menunjukkan perbandingan berbeda pula.
karakteristik antara bioplastik yang Pada analisis morfologi, secara umum
dihasilkan dengan beberapa bioplastik bioplastik yang terbentuk belum homogen
dan plastik konvensional yang beredar di dan pada analisis gugus fungsi, tidak
pasaran. Dari Tabel 3 dapat terlihat bahwa ditemukan adanya gugus fungsi baru pada
nilai densitas dan swelling bioplastik yang bioplastik dibandingkan terhadap gugus
dihasilkan pada penelitian ini mendekati fungsi yang ada pada bahan pembentuknya.
nilai dari bioplastik-bioplastik lain. Nilai penyerapan air pada bioplastik
Sementara sifat mekanik lain yang dengan perbandingan kitosan dengan
berbeda dapat digunakan sebagai acuan pulp selulosa 3:10, 4:10 dan 5:10adalah
untuk memperbaiki sifat plastik yang 154,65%, 119, 21% dan 93,873%. Hasil
telah ada. Misalnya pencampuran dengan pengujian sifat mekanik yaitu kuat tarik
PP dapat meningkatkan biodegradabilitas secara berturut-turut adalah 4,2 MPa, 13,8
dari PP karena nilai swelling bioplastik MPa, dan 4,1 MPa.
yang tinggi dapat mempercepat proses
biodegradasi. Daftar Pustaka
Abstrak. Pemanfaatan limbah jerami padi selama ini selum maksimal. Limbah jerami padi
memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Selulosa merupakan biopolimer alami yang
dapat digunakan sebagai bahan bioplastik. Pembuatan bioplastik memerlukan bahan aditif
yang tepat sebagai plasticizer pada selulosa. Salah satu contoh bahan aditif antara lain
gliserol dan karboksimetil selulosa (CMC). Penambahan jenis serta besaran perbandingan
komposisi bahan aditif sangat mempengaruhi karakteristik dari bioplastik berupa sifat kuat
tarik, pemanjangan (elongation), ketahanan air serta biodegradasi dari bioplastik. Penentuan
jenis serta besaran perbandingan komposisi bahan aditif perlu ditinjau lebih mendalam agar
diperoleh karakteristik bioplastik yang dapat digunakan secara luas dan berkelanjutan.
Penelitian yang sudah dilakukan pada selulosa limbah jerami memiliki pencampuran gliserol
3 ml dan kitosan didapatkan karakteristik kuat tarik 13,8 MPa, water up-take 13,8%, dan
pengurangan massa 21,31% dalam biodegradasi selama 15 hari.
1. Pendahuluan
Permasalahan lingkungan yang tak kunjung usai hingga saat ini adalah banyaknya
limbah sampah plastik. Sampah plastik merupakan sampah yang sulit terurai di dalam tanah.
Menurut data statistik persampahan di Indonesia dari Deputi Pengendalian Pencemaran
Kementrian Negara Lingkungan Hidup Tahun 2008, menyebutkan bahwa berdasarkan
estimasi terhadap 26 kota metropolitan dengan total penduduk 40,1 juta jiwa menghasilkan
14,1 juta ton sampah. Sampah plastik mencapai 14% atau 5,4 juta ton per tahun dan
menempati urutan kedua setelah sampah dapur/organik. Plastik yang terbuat dari bahan kimia
sintetik dan bersifat ringan, kuat, elastis serta tidak mudah terurai diganti dengan bahan baku
yang mudah diuraikan oleh pengurai, yang disebut dengan plastik biodegradable (bioplastik).
Bahan baku bioplastik bisa berasal dari selulosa.
Selulosa merupakan biopolimer yang dapat diperoleh dari hasil pertanian. Biopolimer
ini bersifat termoplastik sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk atau dicetak menjadi
film kemasan. Keunggulan biopolimer ini adalah tersedia sepanjang tahun (renewable) dan
mudah hancur secara alami (biodegradable) [1]. Berdasarkan hal tersebut, biopolimer ini
dapat digunakan sebagai bahan bioplastik karena dapat diuraikan kembali oleh
mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan.
Jerami padi merupakan salah satu limbah agroindustri yang paling banyak
ketersediaannya di Indonesia. Limbah jerami merupakan limbah pertanian terbesar serta
belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Tahun 2014, produksi padi di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 70,83 juta ton gabah kering
giling (GKG), sedangkan produksi jerami padi yang dihasilkan dapat mencapai 50% dari
produksi gabah kering panen atau sekitar 35,46 juta ton. Limbah jerami kebanyakan
digunakan sebagai alternatif pakan ternak alternatif di kala musim kering dan selebihnya
dibakar sehingga menyebabkan timbulnya masalah baru terhadap lingkungan seperti
meningkatkan polusi udara yang berdampak buruk pada kesehatan manusia serta dapat
merusak bumi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemanfaatan limbah jerami padi secara
maksimal yang dapat menguntungkan dan tidak merusak lingkungan.
Studi literatur ini bertujuan untuk mengetahui potensi limbah jerami padi untuk
digunakan sebagai bioplastik. Hasilnya diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan
akibat pembakaran limbah jerami dan peningkatan konsumsi bahan plastik yang tidak dapat
terdegradasi.
Nilai kuat tarik akan menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi gliserol yang
ditambahkan. Penurunan nilai kuat tarik ini dikarenakan adanya gliserol yang menyisip di
antara molekul penyusun bioplastik akan memutuskan ikatan hidrogen internal antara molekul
penyusun bioplastik dengan membentuk ikatan hidrogen baru di antara molekul tersebut, yang
meyebabkan jarak antara molekul akan mengalami perenggangan [7].
156
Tabel 2. Sifat ketahanan air bioplastik pada berbagai bahan aditif.
Bahan bioplastik Bahan aditif Ketahanan air Ref.
(water %)
uptake
Selulosa limbah jerami Gliserol 3 ml; Kitosan 5:10 13,8 [4]
Selulosa daun rumput gajah Gliserol 3 ml tiap 2 g pulp selulosa; 69,009 [9]
(Pennisetumpurpureum Kitosan 3:10
Schumach.)
Selulosa limbah sekam padi Gliserol 1:4 ; Kitosan 30 ml 75 [10]
Gliserol 1:6 ; Kitosan 30 ml 66,67 [10]
Pati biji cempedak CMC 3 g; Gliserol 10% 54,33 [7]
Soy Protein Isolate (SPI) Gliserol 3.5% (w/v); CMC 0.5 g 30,54 [8]
dalam 20 ml air
Ketahanan air bioplastik semakin menurun seiring bertambahnya jumlah gliserol. Ketahanan
air yang tinggi pada bioplastik menunjukan bahwa bioplastik dapat digunakan sebagai
kemasan bahan yang berair karena bioplastik tersebut tidak mudah terurai di dalam air.
Sifat Biodegradasi
Biodegradasi merupakan fenomena yang terjadi secara alami akibat dari aktivitas
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan alga. Bioplastik memiliki sifat biodegradasi,
artinya dapat terurai dalam lingkungan tertentu seperti tanah, landfill, kompos, dan media
akuatik [11]. Uji biodegradasi dapat dilakukan dengan soil burial test yaitu dengan
mengamati perubahan massa bioplastik setelah dikubur dalam tanah dalam kurun waktu
tertentu. Tabel 3 menunjukkan pengurangan massa berbagai macam bioplastik sebagai akibat
dari biodegradasi.
Tandan Kosong
Kelapa Sawit
Bonggol Pisang Gliserol 12 27,88 [14]
Umbi Ganyong Sorbitol; CMC 21 86,032 [15]
Soy Protein Isolate Gliserol; CMC 10 15 [8]
(SPI)
Menurut [12] semakin tinggi konsentrasi gliserol maka semakin mudah bioplastik
terdegradasi. Sifat gliserol yang hidrofilik menyebabkan bioplastik lebih banyak menyerap
air. Kandungan air akan meningkatkan kelembaban bioplastik, sehingga membantu aktivitas
mikroba dalam proses degradasi [16]. Penambahan CMC dapat mempengaruhi sifat
biodegradasi bioplastik. Semakin tinggi konsentrasi CMC yang ditambahkan maka semakin
cepat bioplastik mengalami biodegradasi karena karboksimetil selulosa (CMC) dapat
berinteraksi dengan air untuk membentuk koloid. Jika kadar CMC pada bioplastik tinggi
maka air yang diserap juga semakin tinggi. Kandungan air yang tinggi menyebabkan
bioplastik lebih cepat mengalami biodegradasi [15].
3. Kesimpulan
Limbah jerami padi selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Limbah jerami
mengandung selulosa yang sangat tinggi dan berpotensi untuk dijadikan bahan bioplastik.
Penambahan jenis dan besar perbandingan komposisi bahan aditif pada bioplastik sangat berpengaruh
pada sifat karakteristik bioplastik. Penelitian yang sudah dilakukan pada selulosa limbah jerami memiliki
pencampuran gliserol 3 ml dan kitosan didapatkan karakteristik kuat tarik 13,8 MPa, water up-take 13,8%, dan
pengurangan massa 21,31% dalam biodegradasi selama 15 hari. Penelitian mengenai bahan aditif gliserol
dan karboksimetil selulosa (CMC) pada bioplastik selulosa dapat dikembangkan lebih lanjut karena
masih banyak penelitian-penelitian yang dilakukan.
157
4. Referensi
[1] Shofyan, Mohamad. Jenis Biopolimer. 2010. Tersedia dari:
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=15650.0 . [Diakses 12 Oktober 2020].
[2] Marton, R., Granzov, S. 1982. Ethanol-alkali pulping. Tappi, 65 (6), 103-6.
[3] Vieira, M. G. A., da Silva, M. A., dos Santos, L. O., & Beppu, M. M., 2011, Natural based plasticizers
and biopolymer films: a review, European Polymer Journal, 47, p.254-263.
[4] Pratiwi, R., Rahayu, D., Barliana, M. I. 2016. Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Jerami Padi ( Oryza
sativa) sebagai Bahan Bioplastik. Jurnal IJPST Volume 3 Nomor 3. Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran.
[5] Hidayati, S., Zulferiyenni., Satyajaya, W. 2019. Optimasi pembuatan biodegradable film dari selulosa
limbah padat rumput laut Eucheuma cottonii dengan penambahan gliserol, kitosan, CMC dan tapioka.
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 22(2): 340-354.
[6] Sumartono, Nugroho W., dkk. 2015. Sintesis Dan Karakterisasi Bioplastik Berbasis Alang-Alang
(Imperata Cylindrica (L.)) Dengan Penambahan Kitosan, Gliserol, Dan Asam Oleat. Jurnal PELITA,
Volume X Nomor 2. Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
[7] Elean, S., Saleh, C., Hindryawati, N. 2018. Pembuatan Film Biodegradable Dari Pati Biji Cempedak
Dan Carboxy Methyl Cellulose Dengan Penambahan Gliserol. Jurnal Atomik., 2018, 03 (2) hal 122-126
[8] Han, J.,Shin, S., Park, K., dan Kim, K. 2014. Characterization of Physical, Mechanical, and Antioxidant
Properties of Soy Protein-based Bioplastic Films Containing Carboxymethylcellulose and Catechin.
Food Sci. Biotechnol. 24(3): 939-945 (2015). DOI 10.1007/s10068-015-0121-0
[9] Sianne, Margareta. 2012. Selulosa Dari Daun Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schumach.)
Sebagai Alternatif Bahan Kemasan Bioplastik. Thesis Fakultas Farmasi. Universitas Padjajaran
[10] Cengristitama., Insan, V. D. N. 2020. Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Dan Minyak Jelantah Untuk
Pembuatan Bioplastik. Jurnal TEDC Volume 14 Nomor 1 p. 15-23, ISSN 1978-0060.
[11] Bilo, F., Pandini, S., Sartore, L., Depero, L.E., Gargiulo, G., Bonassi, A., Federici, S. and Bontempi,
E., 2018. A sustainable bioplastic obtained from rice straw. Journal of Cleaner Production, 200, pp.357-
368.
[12] Inayati, Pamungkas, D.J. and Matovanni, M.P.N., 2019, April. Effect of glycerol concentration on
mechanical characteristics of biodegradable plastic from rice straw cellulose. In AIP Conference
Proceedings (Vol. 2097, No. 1, p. 030110). AIP Publishing LLC.
[13] Amalia, A.R., Kumara, R.F. and Putri, N.P., 2019. Manufacturing of bioplastics from cellulose empty
fruit bunches waste with addition of glycerol as plasticizer. Konversi, 8(2), pp.63-68.
[14] Prasetya, I., Istiqomah, S.H. and Yamtana, Y., 2016. Pembuatan bioplastik berbahan bonggol pisang
dengan penambahan gliserol. Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, 8(2), pp.73-80.
[15] Ma‘arif, L., Fitrass, U. and Sedyadi, E., 2020, April. Bioplastic Biodegradation Based on Ganyong
Umbi States with Addition of Sorbitol and CMC (Carboxy Methil Cellulose) In Soil Media. In
Proceeding International Conference on Science and Engineering (Vol. 3, pp. 429- 435).
[16] Wypych, G., 2004. Plasticizers use and selection for specific polymers. Handbook of plasticizers, 1.
Prosiding 4th Seminar Nasional Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat 2020 978-602-60766-9-4
Zulmanwardi1), Rosalin 2)
1,2).
Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar
ABSTRACT
The purpose of this study was to find the optimum concentration of NaOH and HCl in the making of pulp from
rice straw with the main indicator was cellulose content in pulp products. The method of this research was carried out
using an alkaline process by varying the concentration of the solvent NaOH, i.e. 1%, 2%; 3%; and 4%, as well as the HCl
at various concentration of 0.1 M; 0.2 M; 0.3 M; and 0.4 M, with a heating temperature of 90°C for 1 hour, and analysis
the levels of cellulose, hemicellulose, and lignin.
The results showed that the optimum concentration of NaOH was 2%, and the HCl was 0.4 M, yielded the highest
cellulose content, namely 80.37%, from 35.45% of the cellulose content of raw material, the hemicellulose level
decreased to 6.16%. from the raw material hemicellulose content of 48.04%, the lignin content also decreased to 2.19%
from the lignin content of raw material of 9.55%. In the future, this research is expected to increase the utilization of rice
straw waste as an alternative raw material for the cellulose pulp industry that could increase economic value thereby
increasing the welfare of farmers. Cellulose pulp can be also used as a biopolymer for the bioplastic industry and raw
material for the paper industry.
1. PENDAHULUAN
Jerami padi (Oryza sativa) adalah bagian batang dan tangkai tanaman padi setelah dipanen
butir-butir buahnya. Jerami padi mengandung 37,71% selulosa, 21,99% hemiselulosa, dan 16, 62%
lignin [1]. Kandungan selulosa yang cukup tinggi ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai hal antara
lain sebagai bahan biopolymer untuk meningkatkan kuat tarik bioplastik. Limbah jerami padi
merupakan bahan lignoselulosa yang tersedia dalam jumlah besar dan belum dimanfaatkan secara
optimal di Indonesia. Biasanya jerami padi digunakan untuk pakan ternak dan sisanya dibiarkan
membusuk atau dibakar. Hal ini akan menghasilkan polutan (CO2, NOx, dan SOx) yang dapat
merusak lingkungan. Pemanfaatan jerami padi untuk keperluan industri, mempunyai beberapa
kendala salah satunya perlu mengubah beberapa komponen penyusun jerami padi. Selulosa
jarang ditemui dalam bentuk murni karena masih berbentuk lignoselulosa. Lignoselulosa merupakan
gabungan antara selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Komponen jerami padi terdiri atas selulosa (35-
50 %), hemiselulosa (20-35 %) dan lignin (10-25 %). Jerami padi yang mengandung selulosa dapat
dijadikan sebagai bahan pembuat pulp, karena selain persediaannya yang banyak di Indonesia, dan
juga dapat menggantikan bahan baku kayu di hutan sebagai bahan baku pembuatan pulp. Selulosa,
hemiselulosa, dan lignin merupakan komponen penyusun tumbuhan yang berfungsi membentuk
bagian struktural dan sel tumbuhan. Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan
ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian
berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa adalah polimer yang tersusun atas unit-unit glukosa
melalui ikatan β-1,4-glikosida. Bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk atau
terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan
menggunakan asam atau enzim. Proses hidrolisis sangat penting karena selulosa yang terkandung
pada tumbuhan berasosiasi dengan hemiselulosa di dalam lignoselulosa sehingga hidrolisis yang
tidak optimal akan menurunkan kualitas selulosa yang dihasilkan [2]. Hemiselulosa mirip dengan
selulosa, namun tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa
terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), seperti; xylosa, mannose, glukosa,
galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoroat, dan
asam galaturonat. Sedangkan lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit
phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin merupakan salah satu bagian
Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia Analisis, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 7
Prosiding 4th Seminar Nasional Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat 2020 978-602-60766-9-4
yang berbentuk kayu dari tanaman seperti janggel, kulit keras,biji, bagian serabut kasar, akar, batang
dan daun. Lignin mengandung substansi yang kompleks dan merupakan suatu gabungan beberapa
senyawa yaitu karbon, hidrogen dan oksigen.
Pulp adalah hasil pemisahan lignin untuk memperoleh selulosa dari bahan berserat melalui
berbagai proses pembuatannya. Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa). Untuk proses
pembuatan pulp tersebut ada tiga metode yang dapat digunakan, yaitu secara mekanis, semikimia,
dan kimia. Pada penelitian ini proses pembuatan pulp dari jerami padi menggunakan metode
semikimia, yaitu pemisahan serat-serat dari bahan pencampur memakai alat penghancur dan bahan
natrium hidroksida (NaOH) dan asam chlorida (HCl). Jerami padi merupakan bahan baku yang
mengandung banyak serat pendek. Proses basa merupakan proses yang paling cocok untuk
memperoleh pulp dari jerami dengan sifat kekuatan yang paling tinggi. Proses basa adalah salah satu
proses pembuatan pulp dengan menggunakan natrium hidroksida (NaOH) sebagai bahan kimia
pemasak. Pemakaian natrium hidroksida (NaOH) ini bertujuan untuk meluruhkan lignin (proses
delignifkasi). Delignifkasi dilakukan karena lignin dapat meningkatkan kekakuan suatu bahan,
sedangkan pemakaian asam chlorida (HCl) untuk meluruhkan hemiselulosa sehingga hanya selulosa
yang terkandung dalam pulp. Hemiselulosa perlu dihilangkan karena dapat meningkatkan kerapuhan
bahan. Prinsip dasar pembuatan pulp adalah mengambil sebanyak-banyaknya serat selulosa (fiber)
yang ada dalam jerami padi dan menghilangkan kandungan lignin dan ekstraktif [2].
Penelitian pendahuluan pembuatan pulp yang sudah pernah dilakukan, antara lain: Mucklin
(2009), pembuatan pulp secara semi kimia yaitu kombinasi antara mekanis dan kimia, mekanis yakni
dengan pengikisan dengan menggunakan alat seperti gerinda. Proses semi kimia termasuk ke dalam
proses ini diantaranya CTMP (Chemi Thermo Mechanical Pulping) dengan memanfaatkan suhu
untuk mendegradasi lignin sehingga diperoleh pulp yang memiliki rendemen yang lebih rendah
dengan kualitas yang lebih baik daripada pulp dengan proses mekanis [3]. Sun dan Cheng (2012),
menggunakan proses delignifikasi atau pretreatment lignoselulosa yaitu proses pemecahan ikatan
lignin. Lignin merupakan komponen makro molekul kayu yang berikatan secara kovalen dengan
selulosa dan hemiselulosa. Proses delignifikasi bertujuan untuk mendegradasi lignin secara selektif
dan menguraikan ikatan kimianya baik ikatan kovalen, ikatan hidrogen maupun ikatan van der
waalls, dengan komponen kimia lain pada bahan berlignoselulosa (selulosa dan hemiselulosa),
diusahakan komponen lain tersebut tetap utuh. Dengan demikian, substrat selulosa dan hemiselulosa
yang tersisa akan lebih mudah diakses oleh enzim pengurai termasuk enzim hidrolisis [3]. Sedangkan
[4], proses pembuatan pulp atau pulping adalah dengan proses pemisahan serat dari bahan yang
mengandung lignoselulosa seperti kayu, bambu, kapas, atau sisa bahan hasil pertanian (tandan
kosong kelapa sawit, ampas tebu, jerami dan serat nenas). Ada beberapa macam proses pulping yaitu
proses pembuatan pulp konvensional, dan proses pembuatan pulp non-konvensional (pulp
organosolve) [4]. Sedangkan pembuatan pulp dari jerami pada penelitian ini menggunakan metode
proses basa. Namun demikian hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan menjadi dasar penelitian
ini.
Secara umum penelitian ini bertujuan membuat pulp selulosa dengan memanfaatkan jerami
padi. Secara khusus penelitian ini bertujuan: 1) Mencari kondisi optimum konsentrasi NaOH, 2)
Mencari kondisi optimum konsentrasi HCl, 3) Menguji kadar selulosa, hemiselulosa, dan kadar
lignin pulp jerami padi.
Hasil penelitian ini ditargetkan untuk mendapat kondisi proses produksi pulp selulosa dari
jerami padi yang optimum dan memungkinkan industri dapat memproduksi dengan biaya yang lebih
murah tanpa mengurangi mutu produk.
2. METODE PENELITIAN
Peralatan yang dipakai adalah alat pencacah dan crusher yang berfungsi untuk menghancurkan
dan menghaluskan bahan baku, ayakan mesh no. 60, oven, timbangan analitis, stirrer, pemanas air
yang dilengkapi stirrer, gelas kimia (beaker glass). Oil batch, dan alat refluks. Bahan baku yang
Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia Analisis, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 8
Prosiding 4th Seminar Nasional Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat 2020 978-602-60766-9-4
digunakan untuk percobaan adalah. Limbah jerami padi dari Kabupaten Maros Sulawesi Selatan,
atau daerah persawahan yang sudah dipanen. Bahan kimia yang digunakan adalah: NaOH, HCl,
Aquadest, asam asetat (CH3COOH), dan natrium hipoklorit (NaOCl), dan bahan-bahan kimia untuk
analisis. Kondisi Operasi: 1) Konsentrasi NaOH: 1%; 2%, 3%; dan 4%, 2) Konsentrasi HCl: 0,1 M;
0,2 M; 0,3 M; dan 0,4 M, 3) Suhu pemanasan 90 0C, 4) Waktu pemanasan 1 jam. Metode Analisis
dilakukan untuk: 1) Analisis kadar selulosa, 2) Analisis kadar Hemiselulosa, 3) Analisis kadar lignin.
Persiapan bahan baku (Jerami padi)
a) Bahan baku jerami padi ± 200 gram terlebih dahulu dicuci dan dikeringkan dibawah sinar matahari untuk
menghilangkan kandungan airnya. Setelah kering jerami padi digiling menggunakan alat penggiling
sampai berbentuk serbuk yang halus. Kemudian sampel diayak dengan ayakan ukuran 60 mesh.
b) Serbuk Jerami padi kemudian dilakukan pengujian kadar hemiselulosa, kadar selulosa, dan kadar lignin.
Pembuatan Pulp dari Jerami Padi
Pembuatan pulp dari jerami padi mengacu metode yang digunakan oleh Norashikin, M.Z. dan
M.Z. Ibrahim dengan modifikasi [5], yaitu:
a) Sebanyak 10 gram serbuk jerami padi direndam pada suhu 90 0C selama 1 jam dalam 200 ml larutan
natrium hidroksida (NaOH) dengan variasi 1%, 2%, 3%, dan 4%, kemudian disaring dan dikeringkan.
b) Setiap 2 gram dari hasil tersebut, dilakukan pemanasan selama 2 jam dengan 36 ml larutan asam chlorida
(HCl) variasi 0,1 M, 0,2 M, 0,3 M, dan 0,4 M kemudian disaring dan dikeringkan .
c) Residu ditambahkan dengan NaClO 12% dan dimasukkan dalam oven suhu 105 0C selama 20 menit.
d) Residu dicuci dengan aquades dan dikeringkan kembali.
e) Setiap 2 gram dari hasil tersebut ditambahkan dengan aquades sebanyak 100 mL dipanaskan hingga
terbentuk pulp.
f) Dilakukan pengujian kadar hemiselulosa, kadar selulosa, dan kadar lignin pulp dari jerami padi.
Uji Kadar Hemiselulosa, Kadar Selulosa, dan Kadar Lignin Pulp
Pengujian kadar hemiselulosa, kadar selulosa, dan kadar lignin pada pulp jerami padi
menggunakan metode Chesson-Datta yang dimodifikasi,yaitu:
a) Sebanyak 1 gram sampel (A) ditambahkan 100 mL aquades kemudian direfluks pada suhu 1000C dalam
waterbath selama 1 jam.
b) Hasil refluks tersebut kemudian disaring dan residunya dicuci dengan air panas ± 300 mL.
c) Residu yang diperoleh dikeringkan dengan oven hingga beratnya konstan kemudian ditimbang (B).
d) Residu ditambahkan 150 mL H2SO4 1 N kemudian direfluks dalam water bath selama 1 jam pada suhu
100oC.
e) Hasilnya disaring dan dicuci dengan aquades ± 300 mL lalu dikeringkan dan ditimbang (C).
f) Residu kering direndam dalam 10 mL H2SO4 72% pada suhu kamar selama 4 jam kemudian ditambahkan
150 mL H2SO4 1 N dan direfluks dalam water bath selama 1 jam pada suhu 100oC.
g) Residu yang diperoleh disaring dan dicuci dengan aquades sampai netral kemudian dikeringkan dalam
oven dengan suhu 105oC dan hasilnya ditimbang (D), selanjutnya residu diabukan dengan
furnace pada suhu 575±25°C dan ditimbang (E).
h) Perhitungan kadar hemiselulosa, kadar selulosa, dan kadar lignin pulp jerami padi dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Kadar hemiselulosa = (B-C)/A x 100% (1)
Kadar selulosa = (C-D)/A x 100% (2)
Kadar lignin = (D-E)/A x 100% (3)
Data yang diperoleh dari percobaan ini adalah kadar hemiselulosa, kadar selulosa, dan kadar
lignin. Dari data tersebut dapat dilakukan evaluasi untuk menentukan kondisi optimum dari
parameter yang diuji. Indikator evaluasi adalah: nilai kadar selulosa tertinggi, nilai kadar
hemiselulosa dan lignin terendah.
kadar selulosanya menurun yaitu 48,744%. Hal ini disebabkan, konsentrasi NaOH yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan kadar lignin semakin banyak terluruhkan. Akan tetapi pemakaian konsentrasi
larutan pemasak (NaOH) yang berlebihan tidak terlalu baik karena akan menyebabkan selulosa
terdegradasi. Hal ini dibuktikan untuk konsentrasi NaOH 4%, kadar selulosa menurun menjadi
48,774%, sedangkan lignin dari kadar awal bahan baku 9,55% menjadi 4,605%.
Proses delignifikasi atau pretreatment lignoselulosa merupakan proses pemecahan ikatan
lignin. Lignin merupakan komponen makro molekul dalam bahan yang berikatan secara kovalen
dengan selulosa dan hemiselulosa. Proses delignifikasi bertujuan untuk mendegradasi lignin secara
selektif dan menguraikan ikatan kimianya baik ikatan kovalen, ikatan hidrogen maupun ikatan van
der waals, dengan komponen kimia lain pada bahan berlignoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) [3].
Grafik pengaruh konsentrasi NaOH terhadap Lignoselulosa, dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Hasil penelitian menunjukkan, peningkatan kadar selulosa tertinggi didapat pada konsentrasi
larutan NaOH 2% dan HCl 0,4 M yaitu dari 35,45% (bahan baku) menjadi 80,367% (Gambar 2). Hal
ini disebabkan dengan penambahan HCl dapat meluruhkan hemiselulosa sehingga kadar
hemiselulosa dalam pulp menurun menjadi 6,162%. Hemiselulosa terhidrolisis dengan asam
membentuk monomer yang mengandung glukosa, sedangkan selulosa merupakan gabungan
beberapa rantai panjang glukosa hasil hidrolisis hemiselulosa oleh HCl membentuk glukosa dan
bersatu ke selulosa membetuk rantai panjang yang menyebabkan kadar selulosa meningkat.
Penurunan kadar hemiselulosa tertinggi terjadi pada konsentrasi HCl 0,4% dengan pelarut
NaOH 4% yaitu dari kadar hemiselulsa 48,035% (bahan baku) menjadi 1,701% (pulp). Namun pada
kondisi ini kadar selulosa menurun yaitu 68,886%. Hal ini disebabkan pada konsentrasi NaOH
terlalu tinggi (4%) sebagian selulosa terdegradasi (Gambar 3), dan juga terjadi peningkatan kadar
lignin dalam pulp menjadi. Kadar lignin yang tinggi disebabkan oleh NaOH yang memisahkan
sebagian besar lignin, tetapi juga melarutkan sejumlah tertentu hemiselulosa dan selulosa sehingga
kadarnya menurun dan lignin meningkat. Suhu dan lama pemasakan menyebabkan lignin yang
tadinya terpecah kembali menyatu dalam pulp sehingga kadar selulosa ikut terlarut dan
meningkatkan kadar lignin [6].
Penurunan kadar lignin tetinggi terjadi pada konsentrasi HCl 0,4 M dengan pelarut NaOH 2 %,
yaitu ari kadar lignin 9,55% (bahan baku) menjadi 2,186% dalam pulp (Gambar 4).
Hasil penelitian menunjukkan, peningkatan kadar selulosa tertinggi didapat pada konsentrasi
larutan NaOH 2% dan HCl 0,4 M yaitu dari 35,45% (bahan baku) menjadi 80,367% (Gambar 2). Hal
ini disebabkan dengan penambahan HCl dapat meluruhkan hemiselulosa sehingga kadar
hemiselulosa dalam pulp menurun menjadi 6,162%. Hemiselulosa terhidrolisis dengan asam
membentuk monomer yang mengandung glukosa, sedangkan selulosa merupakan gabungan
beberapa rantai panjang glukosa hasil hidrolisis hemiselulosa oleh HCl membentuk glukosa dan
Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia Analisis, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 11
Prosiding 4th Seminar Nasional Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat 2020 978-602-60766-9-4
bersatu ke selulosa membetuk rantai panjang yang menyebabkan kadar selulosa meningkat.
Penurunan kadar hemiselulosa tertinggi terjadi pada konsentrasi HCl 0,4% dengan pelarut
NaOH 4% yaitu dari kadar hemiselulsa 48,035% (bahan baku) menjadi 1,701% (pulp). Namun pada
kondisi ini kadar selulosa menurun yaitu 68,886%. Hal ini disebabkan pada konsentrasi NaOH
terlalu tinggi (4%) sebagian selulosa terdegradasi (Gambar 3), dan juga terjadi peningkatan kadar
lignin dalam pulp menjadi. Kadar lignin
yang tinggi disebabkan oleh NaOH yang memisahkan sebagian besar lignin, tetapi juga melarutkan
sejumlah tertentu hemiselulosa dan selulosa sehingga kadarnya menurun dan lignin meningkat. Suhu
dan lama pemasakan menyebabkan lignin yang tadinya terpecah kembali menyatu dalam pulp
sehingga kadar selulosa ikut terlarut dan meningkatkan kadar lignin.
Penurunan kadar lignin tetinggi terjadi pada konsentrasi HCl 0,4 M dengan pelarut NaOH 2 %,
yaitu ari kadar lignin 9,55% (bahan baku) menjadi 2,186% dalam pulp (Gambar 4).
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Pratiwi, Rimadan., Dwiyanti Rahayu, dan Melisa I. Barliana, “Pemanfaatan Selulosa dari Limbah
Jerami Padi (Oryza sativa) sebagai Bahan Bioplastik”, Jurnal IJPST, Vol. 3, No. 3, Oktober 2016.
[2] Monariqsa, Dian, Niken Oktora, Andriani Azora, Dormian A N Haloho, Lestari Simanjuntak, Arison
Musri, Adi Saputra, dan Aldes Lesbani. “Ekstraksi Selulosa dari Kayu Gelam (Melaleuca leucadendron
Linn) dan Kayu Serbuk Industri Mebel”, Jurnal Penelitian Sains 15, No. 3, pp. 96-101, 2012.
[3] Sun and Cheng, Review Paper, “Fermentation of Lignocellulostic Hydrolysates, II: Inhibitors and
Mechanisms of Inhibition”. Bioresourse Technology. 74, pp. 25-33, 2012.
[4] Retnowati, Dian, “Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Proses Isolasi dan Karakterisasi Lignin pada Lindi
Hitam Hasil Pulping Formacell dari Tandan Kosong Kelapa Sawit”, Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung, 2017.
[5] Norashikin, M.Z. and M.Z. Ibrahim. “Fabrication and Characterization of Sawdust Composite
Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia Analisis, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 12
Prosiding 4th Seminar Nasional Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat 2020 978-602-60766-9-4
Composite Biodegradable Film”. World Academy of Science, Engineering and Technology 65, 2010.
[6] Zulmanwardi, dan Vilia D. Paramita, “Proses Pembuatan Pulp Selulosa dari Limbah Jerami Padi (Oryza
sativa)”, Prosiding Seminar Nasional PPM 2019, pp. 75-80. Biodegradable Film. World Academy of
Science, Engineering and Technology 65, 2010.
[7] Saleh. A., M.D, M., Pakpahan dan N. Angelina, “Pengaruh konsentrasi pelarut, temperatur dan waktu
pemasakan pada pembuatan pulp dari sabut kelapa muda”. Jurnal Teknik Kimia 16 (3). (Online) diakses
28 Agustus 2019, 2009.
Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia Analisis, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 13