PENDAHULUAN
Pada saat ini permintaan dan penggunaan plastik terus meningkat. Plastik
digunakan sehari-hari sebagai bahan kemasan untuk kebutuhan primer, sekunder, dan
tersier. Sifat plastik yang ringan, sebagai kemasan yang mudah digunakan,
merupakan kelebihan plastik dibandingkan dengan bahan lainnya. Namun,
penggunaan plastik konvensional yang terus menerus berdampak buruk bagi
lingkungan karena sulit terurai, meningkatkan kerusakan lingkungan seperti
pencemaran lingkungan (Gabriel dkk, 2020). Dalam pengembangan alternatif
kemasan bioplastik, umumnya digunakan matriks polimer seperti polisakarida (pati),
protein dan lipid. karena mudah didapat, ramah lngkungan, dan dapat diperbaharui
(Cerquiera et al. 2017).
Pati merupakan biopolimer karbohidrat yang menjadi salah satu komponen
penting dalam pembuatan bioplastik, hal ini dikarenakan pati dapat terdegradasi
secara mudah di alam. Selain itu, sumber-sumber pati sangat mudah dan murah
didapatkan sebagai bahan utama dalam proses sintesis plastik biodegradable (Amni
dkk, 2015). Ada beberapa pati yang biasa digunakan dalam pembuatan bioplastik
yaitu, pati jagung (Yasin, 2007), pati tapioka (Haryanto, 2017), pati sagu
(Widaningrum et al, 2015) dan yang lainnya. Jagung merupakan salah satu bahan
yang bernilai ekonomis dan jagung mengandung pati sebanyak 54%-71,7% (Yasin,
2007), amilosa sebanyak 26%, dan amilopektin sebesar 74% (Sunarti et al, 2002).
Pada penelitian ini menggunakan pati dari jagung karena jagung merupakan salah
satu bahan yang mudah dan murah didapat.
Bioplastik berbahan dasar pati mempunyai kekuatan mekanik yang rendah
sehingga untuk memperbaiki hal tersebut pati dapat dicampurkan dengan bahan
biopolimer yang bersifat hidrofobik atau tahan air seperti gliserol sebagai pemplastis
(plasticizer). Plasticizer digunakan untuk memperbaiki sifat elastisitas dan
mengurangi sifat barrier film dari pati (Gontard et al, 1993 dan Maulida et al, 2018).
1
2
reinforcement yang baik pada produk yang dihasilkan. Semakin kecil skala ukuran
partikel pengisi maka luas permukaan pengisi yang kontak dengan matriks akan
semakin besar, dan hal ini menyebabkan interaksi antar fasa meningkat hal ini
menjelaskan bahwa pengisi dengan skala nanometer memiliki interaksi antar fasa
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengisi yang hanya dalam skala mikrometer
dan millimeter (Li et al., 2014). Material yang sering digunakan untuk menghasilkan
serat nanoselulosa adalah tanaman bamboo (Xie et al., 2016), jerami gandum (Q. Liu
et al., 2017), rumput laut (Singh et al., 2017).
Banyak jenis pretreatmen dan proses yang sering digunakan untuk mengisolasi
selulosa dari tumbuhan – tumbuhan berserat seperti pretreatmen secara fisika,
pretreatment kimia menggunakan larutan asam ataupun basa, pretreatment
menggunakan enzim, pretreatmen larutan ionic, pretreatment peledakan steam untuk
menghilangkan material lain dari selulosa (C. G. Liu et al., 2019) dan kemudian
dilanjutkan proses ultrasonic dan high-pressure homogenizer yang pada umumnya di
pakai (Xie et al., 2016). Proses diatas telah terbukti dapat menghasilkan selulosa
dengan residu yang baik, akan tetapi proses diatas masih memiliki kekurangan yaitu
dalam efesiensi waktu dan degredasi peralatan . Salah satu proses yang dapat
menjadi alternatif yang dapat digunakan untuk menghasilkan selulosa yaitu
pretreatment menggunakan microwave. Pemanasan menggunakan microwave
terbukti lebih efesien dalam penghematan waktu, energi yang digunakan dan lebih
ekonomis (Puligundla et al., 2016) penilitian terdahulu seperti jiulong dkk (2016)
melakukan penelitian tentang isolasi selulosa bambu menggunakan proses
microwave dimana digunakan temperature microwave 120oC dan variasi waktu
pemanasan selama 3, 5, dan 7 menit kemudian dilakukan bleaching dan
ultrasonifikasi dihasilkan peningkatan selulosa terbanyak pada sampel dengan variasi
waktu 7 menit dan kandungan lignin berkurang selama proses pemanasan dan juga
bleaching. Singh dkk (2017) melakukan pengambilan selulosa dari rumput laut
menggunakan pemanasan microwave dimana dengan menggunakan microwave dapat
menghemat waktu prnghilangan lignin dan hemiselulosa, pemanasan secara
konvensional dapat memakan waktu 2- 4 jam sedangkan menggunakan microwave
hanya 30 menit saja.
4
1. Ampas tebu yang diperoleh dari pabrik gula di Kwala Madu, Sumatera Utara.
2. Pati jagung yang diperoleh dari pasar di Medan
3. Gliserol yang dieproleh dari toko bahan kimia, CV. Rudang Jaya
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
6
Tabel 1.2 Variabel berubah yang digunakan dalam penelitian (Suman Singh,
2017) (Iliyin et al, 2020)
No. Variabel Keterangan
1. Daya watt pada saat isolasi selulosa 220 W, 300 W 450 W
2. Berat nanokristal selulosa 2, 4, dan 6 (%b dari massa
pati)
3. Berat minyak sereh 6, 12, 18, 24 (%v/v)