Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini permintaan dan penggunaan plastik terus meningkat. Plastik
digunakan sehari-hari sebagai bahan kemasan untuk kebutuhan primer, sekunder, dan
tersier. Sifat plastik yang ringan, sebagai kemasan yang mudah digunakan,
merupakan kelebihan plastik dibandingkan dengan bahan lainnya. Namun,
penggunaan plastik konvensional yang terus menerus berdampak buruk bagi
lingkungan karena sulit terurai, meningkatkan kerusakan lingkungan seperti
pencemaran lingkungan (Gabriel dkk, 2020). Dalam pengembangan alternatif
kemasan bioplastik, umumnya digunakan matriks polimer seperti polisakarida (pati),
protein dan lipid. karena mudah didapat, ramah lngkungan, dan dapat diperbaharui
(Cerquiera et al. 2017).
Pati merupakan biopolimer karbohidrat yang menjadi salah satu komponen
penting dalam pembuatan bioplastik, hal ini dikarenakan pati dapat terdegradasi
secara mudah di alam. Selain itu, sumber-sumber pati sangat mudah dan murah
didapatkan sebagai bahan utama dalam proses sintesis plastik biodegradable (Amni
dkk, 2015). Ada beberapa pati yang biasa digunakan dalam pembuatan bioplastik
yaitu, pati jagung (Yasin, 2007), pati tapioka (Haryanto, 2017), pati sagu
(Widaningrum et al, 2015) dan yang lainnya. Jagung merupakan salah satu bahan
yang bernilai ekonomis dan jagung mengandung pati sebanyak 54%-71,7% (Yasin,
2007), amilosa sebanyak 26%, dan amilopektin sebesar 74% (Sunarti et al, 2002).
Pada penelitian ini menggunakan pati dari jagung karena jagung merupakan salah
satu bahan yang mudah dan murah didapat.
Bioplastik berbahan dasar pati mempunyai kekuatan mekanik yang rendah
sehingga untuk memperbaiki hal tersebut pati dapat dicampurkan dengan bahan
biopolimer yang bersifat hidrofobik atau tahan air seperti gliserol sebagai pemplastis
(plasticizer). Plasticizer digunakan untuk memperbaiki sifat elastisitas dan
mengurangi sifat barrier film dari pati (Gontard et al, 1993 dan Maulida et al, 2018).

1
2

Selain ditambahkan plasticizer, untuk meningkatkan kekuatan mekanik dari


bioplastik perlu ditambahkan penguat/pengisi. Selulosa merupakan salah satu sumber
daya alam yang melimpah di bumi, penggunaan selulosa sebagai bahan renewable
biomassa sudah sangat umum digunakan pada berbagai macam industri seperti
industri kertas, farmasi, kemasan makanan dan juga sebagai inovasi penghijauan.
Selulosa sudah terbukti dapat membuat produk akhir yang diinginkan menjadi lebih
baik dari berbagai bidang seperti kuat tarik, luas permukaan, biokompatibilitas,
stabilitas termal yang baik, dan dampak lingkungan yang baik (Xie et al., 2016).
Anggraini, 2019 menyatakan pemanfaatan ampas tebu sangat berpotensi sebagai
bahan baku pembuatan bioplastik, karena ampas tebu mengandung selulosa sebesar
45,96%, hemiselulosa sebesar 20,37% dan lignin sebesar 21,56% dimana komponen
selulosa dapat dijadikan bahan baku pada pembuatan bioplastik. Namun, karena
selulosa memiliki sifat kaku dan kuat, sedangkan bioplastik yang ingin dihasilkan
memiliki sifat plastis dan kuat, sehingga diperlukan penambahan plasticizer untuk
memperbaiki sifat kaku tersebut. Salah satu plasticizer yang dapat memberikan sifat
plastis adalah gliserol. Penggunaan gliserol dalam pembuatan bioplastik dapat
mempengaruhi kuat tarik bioplastik, dengan bertambahnya gliserol maka kuat tarik
yang dihasilkan lebih rendah (Anggraini, 2019).
Ampas tebu atau baggasse adalah limbah padat industri gula tebu yang
mengandung serat lignin, selulosa dan hemiselulosa yang merupakan hasil samping
dari proses ekstraksi tanaman tebu. Berdasarkan analisis kimia, rata-rata ampas tebu
memiliki komposisi kimia yaitu, abu 3,28 %, lignin 22,09 %, selulosa 37,65 %, sari
1,81 %, pentosan 27,97 % dan SiO2 3,01 %. Ampas tebu ini dihasilkan sebanyak 32
% dari berat tebu giling. Dengan kandungan ligno-cellulose serta memiliki panjang
seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, ampas tebu
sebenarnya bisa dimanfaatkan lagi sebagai bahan baku untuk industri kimia, industri
perminyakan, industri kertas, industri kanvas rem, industri jamur dan sebagainya,
sehingga ampas tebu ini secara ekonomis pemanfaatannya tidak hanya sebagai
sumber energi bahan bakar semata (Setiati, 2016)
Nanokristalin selulosa telah banyak menarik perhatian para peneliti untuk
digunakan sebagai bahan pengisi (filler) produk dengan tujuan mendapatkan nilai
kuat tarik yang baik pada produknya. Pengisi nano dapat memperkuat dan menjadi
3

reinforcement yang baik pada produk yang dihasilkan. Semakin kecil skala ukuran
partikel pengisi maka luas permukaan pengisi yang kontak dengan matriks akan
semakin besar, dan hal ini menyebabkan interaksi antar fasa meningkat hal ini
menjelaskan bahwa pengisi dengan skala nanometer memiliki interaksi antar fasa
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengisi yang hanya dalam skala mikrometer
dan millimeter (Li et al., 2014). Material yang sering digunakan untuk menghasilkan
serat nanoselulosa adalah tanaman bamboo (Xie et al., 2016), jerami gandum (Q. Liu
et al., 2017), rumput laut (Singh et al., 2017).
Banyak jenis pretreatmen dan proses yang sering digunakan untuk mengisolasi
selulosa dari tumbuhan – tumbuhan berserat seperti pretreatmen secara fisika,
pretreatment kimia menggunakan larutan asam ataupun basa, pretreatment
menggunakan enzim, pretreatmen larutan ionic, pretreatment peledakan steam untuk
menghilangkan material lain dari selulosa (C. G. Liu et al., 2019) dan kemudian
dilanjutkan proses ultrasonic dan high-pressure homogenizer yang pada umumnya di
pakai (Xie et al., 2016). Proses diatas telah terbukti dapat menghasilkan selulosa
dengan residu yang baik, akan tetapi proses diatas masih memiliki kekurangan yaitu
dalam efesiensi waktu dan degredasi peralatan . Salah satu proses yang dapat
menjadi alternatif yang dapat digunakan untuk menghasilkan selulosa yaitu
pretreatment menggunakan microwave. Pemanasan menggunakan microwave
terbukti lebih efesien dalam penghematan waktu, energi yang digunakan dan lebih
ekonomis (Puligundla et al., 2016) penilitian terdahulu seperti jiulong dkk (2016)
melakukan penelitian tentang isolasi selulosa bambu menggunakan proses
microwave dimana digunakan temperature microwave 120oC dan variasi waktu
pemanasan selama 3, 5, dan 7 menit kemudian dilakukan bleaching dan
ultrasonifikasi dihasilkan peningkatan selulosa terbanyak pada sampel dengan variasi
waktu 7 menit dan kandungan lignin berkurang selama proses pemanasan dan juga
bleaching. Singh dkk (2017) melakukan pengambilan selulosa dari rumput laut
menggunakan pemanasan microwave dimana dengan menggunakan microwave dapat
menghemat waktu prnghilangan lignin dan hemiselulosa, pemanasan secara
konvensional dapat memakan waktu 2- 4 jam sedangkan menggunakan microwave
hanya 30 menit saja.
4

Bioplastik pada perkembangannya dapat menggunakan zat antimikroba, terutama


pada bioplastik pengemas makanan. Kombinasi antimikroba dengan pengemas film
untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba pada makanan dapat memperpanjang
masa simpan dan memperbaiki mutu pangan (Quintavalla, 2002). Salah satu bahan
yang dapat dijadikan antimikroba yaitu minyak serai. Berdasarkan penelitan
Harianingsih et al., (2017) melaporkan ekstrak sereh mengandung sitronelal
sebanyak 36,11%, geraniol sebanyak 20,07% dan sitrinelol sebanyak 10,82%.
Ekstrak sereh juga mengandung minyak atsiri, saponin, polifenol dan flavonoid
(Bassole et al., 2011). Dengan adanya kandungan senyawa aktif tersebut,
mengindikasi sereh memiliki aktivitas antibakteri relatif besar (Jafari et al., 2012).
Sehingga berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengembangkan
bioplastik berbasis pati jagung dengan penambahan ekstrak sereh sebagai
antimikroba.

Berdasarkan uraian tersebut, maka akan dilakukan penelitian mengenai isolasi


selulosa menggunakan proses microwave dari ampas tebu pada pembuatan bioplastik
dari pati jagung dan plasticizer gliserol dengan penambahan pengisi nanokristal
selulosa.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pemanasan gelombang microwave terhadap


karakteristik dan morfologi nanokristalin yang dihasilkan dari bahan baku
ampas tebu dengan proses perlakuan kimia.
2. Bagaimana pengaruh penambahan nanokristalin selulosa dari ampas tebu
sebagai pengisi terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk biokomposit.
3. Bagaimana pengaruh penambahan minyak sereh sebagai bahan antimikroba
pada produk biokomposit.
5

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Mengetahui pengaruh pemanasan gelombang microwave terhadap
karakteristik dan morfologi nanokristalin yang dihasilkan dari bahan baku
ampas tebu dengan proses perlakuan kimia
2. Mengetahui pengaruh penambahan nanokristalin selulosa dari ampas tebu
sebagai pengisi terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk biokomposit.
3. Mengetahui pengaruh penambahan minyak serai sebagai bahan antimikroba
pada produk biokomposit.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :.

1. Memberikan informasi tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan


lanjutan limbah ampas tebu.
2. Memberikan informasi tentang penerepan teknologi microwave pada proses
pembuatan nanokristalin selulosa sebagai bahan pembuatan bioplastik.
3. Mengetahui informasi tentang keunggulan ampas tebu sebagai pengisi pada
pembuatan bioplastik.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik


Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun bahan baku
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Ampas tebu yang diperoleh dari pabrik gula di Kwala Madu, Sumatera Utara.
2. Pati jagung yang diperoleh dari pasar di Medan
3. Gliserol yang dieproleh dari toko bahan kimia, CV. Rudang Jaya
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
6

Tabel 1.1 Variabel tetap yang digunakan dalam penelitian


No. Variabel Keterangan
1. Berat pati 5 gram
2. Berat gliserol 30 (%b dari massa pati)

Tabel 1.2 Variabel berubah yang digunakan dalam penelitian (Suman Singh,
2017) (Iliyin et al, 2020)
No. Variabel Keterangan
1. Daya watt pada saat isolasi selulosa 220 W, 300 W 450 W
2. Berat nanokristal selulosa 2, 4, dan 6 (%b dari massa
pati)
3. Berat minyak sereh 6, 12, 18, 24 (%v/v)

Analisis hasil penelitian yaitu:


a. Karakterisasi selulosa nanokristal meliputi:
 Field Emission Scanning Electron Microscope (FE-SEM)
 X-ray diffraction (XRD).
 Fourier transform infra red (FTIR)
b. Karakterisasi dan sifat biokomposit meliputi:
 Scanning electron microscopy (SEM).
 Thermogravimetry analysis (TGA) – Differential Scanning Calorimetry (DSC)
 Sifat kekuatan tarik (Tensile strength).
 Pemanjangan pada saat putus (Elongation at break).
 Uji Biodegradasi.
 Uji aktivitas mikroba

Anda mungkin juga menyukai