Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara Indonesia sebagian besar penduduk setiap hari menggunakan plastik
khususnya di Pekanbaru. Dapat dilihat limbah plastik di Pekanbaru 1.260 ton
dalam satu bulan ditahun 2017. Plastik memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, sebagai media pengemas plastik memiliki beberapa
keunggulan diantaranya bobot yang ringan, kuat, kuat, transparan, dan harganya
yang dapat dijangkau semua kalangan masyarakat. Plastik yang sering digunakan
adalah polimer sintetik yang terbuat dari minyak bumi yang sulit untuk terurai di
alam (https://riau.antaranews.com/berita/92272/1260, 2017).
Namun penggunaan plastik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai
persoalan lingkungan, yaitu sulit untuk didaur ulang dan tidak dapat diuraikan
secara alami oleh mikroba di dalam tanah, sehingga terjadi penumpukan sampah
plastik yang dapat menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Berdasarkan asumsi Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), setiap hari penduduk
Indonesia menghasilkan 0,8 kg sampah per orang atau secara total sebanyak
189.000 ton sampah/hari. Khususnya kelemahan lain adalah bahan utama pembuat
plastik yang berasal dari minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis tidak
dapat diperbaharui (Ramadhan dkk, 2017)..
Salah satu cara untuk memecahkan permasalahan ini dengan mengganti
bahan baku menjadi bahan yang mudah diuraikan dengan pengurai seperti
mikroorganisme yang disebut sebagai plastik biodegradable (bioplastik).
Berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik biodegradable di bagi menjadi dua
kelompok produk tanaman pati seperti penelitian sebelumnya memanfaatkan
tepung sebagai bahan baku (Haryanto dan Titani, 2017) dengan hasil uji
biodegradasi bioplastik mengalami penurunan berat yang cukup signifikan yaitu
pada komposisi 10:40 menggunakan tepung tapioka dan tepung maizena dalam
waktu 56 jam. Selulosa juga berpotensial digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bioplastik seperti penelitian sebelumnya mengkarakterisasi bioplastik

Universitas Muhammadiyah Riau


2

dari pelepah kelapa sawit dengan penambahan variasi perbandingan maizena dan
gliserin dengan hasil yang baik dengan degradasi ditimbun dalam tanah
menunjukkan 80% (Ramadhan, dkk, 2017).
Berdasarkan data BPS 2016 luas perkebunan perkebunan kelapa sawit di
Provinsi Riau terus mengalami perkembangan. Pada tahun 2016 luas perkebunan
kelapa sawit di Provinsi Riau 2.430.508 ha dan pada tahun terakhir 2017
meningkat menjadi 2.493.176 ha. Setiap pohon kelapa sawit mampu
menghasilkan 22 pelepah/tahun dan rata – rata bobot pelepah per batang mencapai
2,2 kg (Ali dkk, 2017). Selulosa merupakan biopolimer potensial yang memiliki
serat yang bagus sehingga dapat digunakan bahan dasar dalam berbagai
biopolimer. Selulosa dapat diperoleh dari ekstraksi tanaman berdasarkan asumsi
seperti pelepah kelapa sawit. Menurut Padil (2010), pelepah kelapa sawit
merupakan limbah pada sawit yang sangat potensial untuk digunakan sebagai
bahan baku utama selulosa merupakan salah satu golongan karbohidrat penyusun
tumbuhan dan dapat di konversi menjadi berbagai macam senyawa kimia lain.
Menurut Astuti (2018), kadar selulosa pelepah kelapa sawit dibagian pangkal dan
tengah mendapatkan hasil yang baik yaitu 45,76 %.
Berdasarkan uraian diatas peneliti menitik beratkan pada sintesis dan
karakterisasi selulosa asetat dari pelepah kelapa sawit untuk diaplikasikan plastic
biodegradable ramah lingkungan yang memvariasikan selulosa, tepung, dan
gliserol dengan berbagai macam tepung dari penelitian sebelumnya yaitu
(Ramadhan, 2017), hasil yang terbaik perbandingan 4:2:1 di uji kuat tarik.
Penelitian ini akan menggunakan perbandiangan tepung tapioka dan tepung
meizena.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana cara pembuatan selulosa dari pelepah kelapa sawit dengan
penambahan tepung tapioka dan tepung maizena, plasticizer gliserol sebagai
plastik ramah lingkungan?

Universitas Muhammadiyah Riau


3

2. Bagaimana pengaruh penambahan tepung tapioka dan tepung maizena


plasticizer gliserol terhadap plastik biodegradable yang dihasilkan?
3. Mengetahui hasil karakterisasi uji kuat tarik, dan analisis struktur morfologi
dari selulosa pelepah kelapa sawit dengan penambahan tepung tapioka dan
tepung maizena menggunakan alat instrumen SEM (Scaning Eelctron
Microscopy?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana cara pembuatan selulosa dari pelepah kelapa sawit dengan
penambahan tepung tapioka dan tepung maizena, plasticizer gliserol sebagai
plastik ramah lingkungan?
2. Bagaimana pengaruh penambahan tepung tapioka dan tepung maizena
plasticizer gliserol terhadap plastik biodegradable yang dihasilkan?
3. Mengetahui hasil karakterisasi uji kuat tarik, dan analisis struktur morfologi
dari selulosa pelepah kelapa sawit dengan penambahan tepung tapioka dan
tepung maizena menggunakan alat instrumen SEM (Scaning Eelctron
Microscopy)?
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara
pemanfaatan selulosa dari limbah pertanian pelepah kelapa sawit dengan
penambahan variasi tepung tapioca dan tepung maizena plasticizer gliserol
sebagai plastik ramah lingkungan. Hasil penelitian bioplastik dari selulosa limbah
pelepah kelapa sawit dengan penambahan variasi tepung maizena dan plasticizer
gliserol dapat dijadikan alternatif plastik dengan keunggulan mudah terdegradasi
sehingga dapat mengurangi limbah plastik sintetis yang sulit terdegradasi.

Universitas Muhammadiyah Riau


4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelepah Kelapa Sawit


Pelepah kelapa sawit merupakan salah satu limbah padat perkebunan yang
cukup banyak dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit setiap pemanenan yang
belum dimanfaatkan dan dibiarkan mengering dan membusuk tanpa ada perlakuan
pengolahan lebih lanjut. Total potensi jumlah limbah pelepah kelapa sawit di
Indonesia sebanyak 10,14 juta ton/tahun. Pelepah kelapa sawit selama ini hanya
digunakan untuk menjadi pakan ternak, nitroselulosa, dan pupuk kompos (Sinurat
2018).

Gambar 2.1. Pelepah Kelapa Sawit (Rahmadi, 2017)

Bahwa nutrisi pelepah kelapa sawit terdapat 5,8% protein kasar, 1,07%
lemak, 48,6% serat kasar, 3,3% abu dan 29,8% total digestible nutrient. Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa komponen penyusun terbesar dari pelepah kelapa
sawit adalah serat kasar. Serat kasar dalam pelepah kelapa sawit terdiri dari
selulosa, hemiselulosa, lignin dan lainnya. Komposisi kimia pelepah kelapa sawit
dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Universitas Muhammadiyah Riau


5

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Pelepah Kelapa Sawit (Sinurat, 2018).


No. Komponen Kimia Kadar (%)
1. Selulosa 35,88
2. Hemiselulosa 26,47
3. Lignin 18,9

2.2. Selulosa
Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air dan
ditemukan di dalam sel pelindung tanaman, terutama pada tangkai, batang, dahan
semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Senyawa ini termasuk suatu
polisakarida yang tak larut dalam air dan 10 merupakan zat pembentuk kulit sel
tanaman. Selulosa terdapat lebih dari 50% dalam kayu, berwarna putih,
mempunyai kulit tarik yang besar. Selain terdapat dalam kayu, selulosa
jugaterkandung dalam beberapa tanaman lain seperti pelepah pohon pisang dan
sekam padi. Umumnya, masyarakat kurang memperdulikan pelepah pohon pisang
terutama setelah pohonnya berbuah, demikian juga dengan sekam padi, padahal
dalam kedua bahan tersebut terkandung selulosa dalam jumlah yang cukup besar
(Octaviana, 2017).
Terdapat dua sumber utama selulosa yaitu tumbuhan dan serat selulosa yang
dihasilkan oleh bakteri disebut Bacterial Celluloses (BC). Serat selulosa yang
dihasilkan dari tumbuhan memiliki keunggulan yaitu jumlah bahan baku yang
sangat melimpah dan mudah didapat, tetapi untuk mengambil selulosa dari
tumbuhan perlu dilakukan beberapa proses yang sedikit rumit. Hal ini terjadi
karena selulosa digunakan sebgai penyusun dinding sel tumbuhan, sehingga untuk
mengambilnya dari sel tumbuhan harus dilakukan pengekstrakan dan pemurnian
lebih lanjut.
Selulosa pada tumbuhan terdapat pada beberapa bagian seperti pada batang
dan bagian lain. Bagian tubuh tumbuhan umumnya tidak hanya mengandung
selulosa tetapi juga lignin dan hemiselulosa, lignin membungkus selulosa oleh
karena itu untuk tahap ekstraksi serat lignin perlu membungkus selulosa oleh
karena itu untuk tahap ekstraksi serat, lignin perlu dilarutkan terlebih dahulu.

Universitas Muhammadiyah Riau


6

Pelarutan lignin ini menghasilkan bahan yang hanya mengandung serat selulosa
dan hemiselulosa (Putera, 2012).
2.3. Selulosa Asetat
Selulosa asetat adalah selulosa yang gugus hidroksilnya diganti oleh gugus
asetil. Selulosa asetat berbentuk padatan putih, tak beracun, tak berasa, dan tak
berbau. Selulosa asetat mempunyai nilai komersial yang tinggi karena memiliki
karakteristik fisik dan optik yang baik, sehingga banyak digunakan sebagai serat
untuk tekstil, filter rokok, plastik, film fotografi, lak, pelapis kertas, dan membran
(Souhoka dan Fanesa, 2018).
Selulosa asetat juga merupakan ester organik yang berupa padatan putih tidak
berbau, tidak beracun, dan tidak berasa, yang dibuat dengan mereaksikan selulosa
dengan anhidrida asam asetat dan asam sulfat sebagai katalis Reaksi ini dikenal
sebagai reaksi esterifikasi, yaitu substitusi atom hidrogen pada gugus hidroksil
oleh gugus asetil dari anhidrida asam. Selulosa asetat bersifat tidak mudah
terbakar dibandingkan dengan selulosa nitrat sehingga selulosa asetat lebih
disukai. Salah satu jenis polimer yang banyak digunakan dalam berbagai industry
terutama industri serat dan plastik adalah selulosa asetat (SA). SA merupakan
selulosa ester berbentuk padatan putih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak
beracun. SA biasa dibuat dari kapas dan pulp kayu. Pembuatan SA melalui proses
larutan yang terbagi atas tiga tahap yaitu tahap awal, tahap asetilasi, dan tahap
hidrolisis. Di indonesia, SA masih harus diimport dari luar negeri sehingga
memerlukan biaya yang mahal. Untuk itu perlu dilakukan upaya mendapatkan
sumber alternatif bahan dasar SA dengan memanfaatkan bahan dasar yang
tersedia di indonesia (Widyaningsih, 2007).
2.4. Pati
Ritonga (2018) Pati bagian utama polimer dengan dua glukosa (amilase dan
amilopektin) spasial yang diatur dalam butiran dan morfologi, komposisi kimia
dan pengaturan yang relatif makromolekul dalam keadaan padat tergantung dari
sumber botani. Proporsi relatif dari amilase dan amilopektin dan susunannya
dalam butiran padat yang menentukan fisikokimia dan fungsional sifat pati, serta

Universitas Muhammadiyah Riau


7

kerentanan terhadap modifikasi fisik (misalnya gelatinisasi) dan kimia (misalnya


hidrolisis).
Pati tidak larut dalam air dingin, tetapi apabila butiran-butiran pati dipanaskan
pada suhu 55-80OC dalam larutan, butiran-butiran tersebut akan menyerap pelarut,
proses ini disebut gelatinisasi. Pati dengan larutan iod akan memberikan zat
berwarna biru-hitam. Sifat ini menjadikan larutan pati merupakan indikator yang
baik dalam analisis volumetrik yang berkenaan dengan iod. Pati digunakan secara
besar-besaran dalam industri kertas dan perekat kertas. Pati juga banyak
digunakan dalam industri makanan, baik sebagai komponen bahan makanan
maupun dihidrolisis lebih lanjut untuk menghasilkan glukosa dan digunakan
untuk menghasilkan kanji untuk kertas, tekstil dan diragikan menjadi alkohol. Pati
memiliki rumus molekul (C6H10O5)n, mudah terdegradasi, dan dapat diperbarui
(Nahir, 2017).
Pati terdiri atas 2 komponen, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa
merupakan polimer rantai linear dari glukosa dan dihubungkan oleh ikatan
glikosida α-1,4. Amilopektin merupakan polimer bercabang dari glukosa dengan
ikatan glikosida α-1,4 dan β-1,6. Proporsi amilosa dan amilopektin menentukan
sifat-sifat pati. Jika kandungan amilosa dalam pati meningkat maka viskositas dan
kekuatan gel dari pasta pati juga meningkat. Bahkan amilosa murni menghasilkan
film yang kuat. Kadar amilosa dapat memberikan sifat mekanik yang optimal dan
kadar amilopektin memberikan sifat lengket yang optimal. Pembuatan film
berbasis pati pada dasarnya menggunakan prinsip gelatinasi. Dengan adanya
penambahan sejumlah air dan dipanaskan pada suhu yang tinggi maka akan terjadi
gelatinasi. Gelatinasi mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung saling
berdekatan karena adanya ikatan hidrogen. Proses pengeringan akan
mengakibatkan penyusutan sebagai akibat lepasnya air sehingga gel akan
membentuk film yang stabil (Melani dkk, 2017).
2.5. Gliserol
Gliserin, atau juga sering dikenal sebagai gliserol, merupakan unsur kimiawi
yang bersifat organik. Gliserin dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi
tidak dalam minyak. Sebaliknya, banyak zak dapat lebih mudah larut dalam

Universitas Muhammadiyah Riau


8

gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserin merupakan
jenis pelarut yang baik (Yusmarlela, 2009).
Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer dan film hidrofilik, seperti film
berbahan dasar pati, gelatin, pektin, dan karbohidrat lainnya termasuk kitosan.
Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus.
Gliserol adalah molekul hidrofilik yang relatifkecil dan dapat dengan disisipkan di
antara rantai protein dan membentuk ikatan hidrogen dengan amida. Gliserol
dapat meningkatkan pengikatan air pada edible film. Gliserol merupakan cairan
yang memiliki kelarutan tinggi, yaitu 71 g/100 g air paada suhu 250C. Biasanya
digunakan untuk mengatur kandungan air dalam makanan dan mencegah
kekeringan pada makanan (Ginting, 2012).
2.6. Bioplastik
Bioplastik merupakan nama lain dari plastik biodegradable, plastik yang
dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai
oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida
setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat
kembali ke alam. Plastik biodegradable merupakan bahan plastik yang ramah
lingkungan. Plastik biodegradable adalah polimer yang dapat berubah menjadi
biomassa, H2O, CO2 dan atau CH4 melalui tahapan depolimerisasi dan
mineralisasi (Ardiansyah, 2011).
Bioplastik atau plastik organik adalah bahan polimer yang diperoleh dari
sumber biomassa terbarukan seperti minyak sayur, pati jagung, pati kentang dan
pati kacang, tidak seperti plastik bahan bakar fosil yang berasal dari minyak bumi
(Kipngetich, dkk. 2013). Bioplastik juga merupakan plastik yang dapat
diperbaharui karena senyawa - senyawa penyusunnya berasal dari tanaman seperti
pati, selulosa, dan lignin serta hewan seperti kasein, protein dan lipid (Aveirus
2004). Bioplastik dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori berdasarkan
komposisi kimianya, asal, dan metode sintesis, yaitu (Utami, 2014):
1. polimer langsung dari biomassa (misalnya pati, protein, selulosa)
2. polimer yang dihasilkan oleh sintesis kimia dari monomer bioderived
(misalnya PLA, berbasis bio PE)

Universitas Muhammadiyah Riau


9

3. polimer yang dihasilkan oleh mikroba fermentasi (misalnya


polihidroksi alkanoat)
4. polimer yang dihasilkan oleh bahan kimia sintesis dari kedua
monomer bio yang diturunkan dan monomer berbasis minyak bumi
(Misalnya poli (butilena suksinat) atau PBS, poli (trimetilen
terephthalate) atau PTT).
Aplikasi bioplastik sekali pakai mencakup item seperti piring, peralatan,
gelas, dan bungkus film pembotolan plastik dan sebagai pelapis kertas oleh
perusahaan makanan cepat saji, serat pakaian tas kompos, di bidang biomedis, dan
lain-lain.
Keuntungan bioplastik diantaranya adalah (Ritonga, 2018):
1. Mengurangi emisi CO2: Satu metrik ton bioplastik menghasilkan
antara 0,8 dan 3,2 metrik ton karbon dioksida lebih sedikit dari satu
ton metrik plastik berbasis minyak bumi.
2. Alternatif yang murah: Bioplastik menjadi lebih layak dengan
volatilitas harga minyak.
3. Limbah: Bioplastik mengurangi jumlah racun yang dihasilkan oleh
alternatif berbasis minyak.
4. Manfaat untuk ekonomi pedesaan: Harga tanaman, seperti jagung,
telah meningkat tajam di bangun dari kepentingan global dalam
produksi biofuel dan bioplastik, seperti negara-negara di seluruh dunia
mencari alternatif untuk minyak untuk menjaga lingkungan dan untuk
mencapai keamanan energi.
5. Reduced Carbon Footprint: Plastik berbasis minyak membutuhkan
bahan bakar fosil sebagai bahan baku utama. Selain itu, plastik
berbasis minyak seperti PP dan PS memerlukan lebih banyak energi
selama proses pengembangan plastik bila dibandingkan dengan
bioplastik. Analisis Siklus Hidup untuk khusus PP atau PS plastik
menunjukkan carbon footprint sekitar 2,0 kg setara CO2 per kg plastik
(dari buaian hingga gerbang pabrik). Emisi CO2 ini 4 kali lebih tinggi
dari emisi CO2 untuk resin Poly Lactic Acid ( PLA ).

Universitas Muhammadiyah Riau


10

6. Multiple end-of-life options: Bahan baku yang berharga dapat


direklamasi dan didaur ulang menjadi produk baru, mengurangi
kebutuhan bahan baru dan dampak negatif terhadap lingkungan dari
'digunakan' produk plastik dapat dikurangi, jika tidak, dihilangkan.
2.7. Karakterisasi Bioplastik
2.7.1. Uji Kuat Tarik
Kekuatan tarik (tensile strength) diartikan sebagai sumber kekuatan yang
digunakan untuk memutuskan sampel yang dinyatakan dalam pon per kuadrat inci
(lb/in2) atau dalam kilogram per sentimeter kuadrat (kg/cm2) pada waktu putus. ).
Kuat tarik atau kuat regang putus (tensile strength) merupakan tarikan maksimum
yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum putus. Pengukuran
tensile strength untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai
tarikan maksimum pada setiap satuan luas area film untuk meregang atau
memanjang. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah plasticizer
yang ditambahkan pada proses pembuatan film. Sedangkan persentase
pemanjangan merupakan representasi kuantitatif kemampuan film untuk
meregang (Purwanti, 2010).
Uji mekanik yang berupa uji kekuatan tarik dan elongasi merupakan uji
yang sangat penting kaitannya dengan kualitas film plastik biodegradable yang
dihasilkan. Sampel film plastik yang akan diuji dipotong dengan ukuran sesuai
ukuran standar alat, kemudian dikaitkan secara horisontal pada penjepit/pengait
yang ada pada alat dengan peregangan normal. Setelah film plastik terpasang pada
masing-masing pengaitnya, pengujian kuat tarik dan elastisitas dapat dilakukan.
Perangkat alat ini berupa alat peregang yang didukung oleh data komputer yang
dapat diamati langsung pada saat pengujian (Firdaus, 2004).
Karakterisasi uji tarik suatu material dilakukan dengan menambah beban
secara perlahan-lahan hingga material tersebut patah. Pada waktu yang
bersamaan, pertambahan panjang material dapat diukur. Pertambahan panjang
(∆l) yang terjadi akibat beban atau gaya yang diberikan pada material disebut
dengan deformasi. Sedangkan elastisitas suatu material (elongasi) dapat dicari

Universitas Muhammadiyah Riau


11

dengan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang semula seperti


ditunjukkan dalam Persamaan 2.1 berikut:
∆Ɩ
Ɛ = Ɩ𝑜 × 100%

Keterangan:
Ɛ = elastisitas/regangan (%).
Ɩ𝑜 = panjang mula-mula material yang diukur (cm).
∆Ɩ = pertambahan panjang (cm).
Kuat tarik dapat diukur berdasarkan beban maksimum (Ϝ𝑚𝑎𝑘𝑠) yang
digunakan untuk mematahkan material dibagi dengan luas penampang awal (∆𝑜)
yang ditunjukkan pada Persamaan 2.2 berikut:
Ϝ𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎= ∆0

Keterangan:
𝜎 = kuat tarik (kgf/cm2).
Ϝ𝑚𝑎𝑘𝑠 = beban maksimum (kgf).
∆0 = luas penampang awal.
(Marbun 2012).
2.7.2. Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy)
Struktur morfologi film dianalisis menggunakan scanning electron
microscopy. Sampel dipotong dengan ukuran yang kecil dan di letakkan pada
karbon tape. Hasil analisis SEM juga memperlihatkan penyebaran partikel pengisi
pada matriks sehingga dapat diketahui distribusi partikel pengisi pada matriks
tersebar dengan merata atau tidak (Marbun 2012).
2.7.3. Karakterisasi Biodegradabilitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui biodegradabilitas dari
bioplastik yang dihasilkan adalah pengujian soil burial test. Pengujian ini berguna
untuk mengetahui laju degradasi sampel dengan berbagai variasi sehingga waktu
yang dibutuhkan sampel tersebut untuk diuraikan oleh mikroorganisme dalam
tanah dapat diprediksi (Marbun. 2012).

Universitas Muhammadiyah Riau


12

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini dilakukan penambahan tepung tapioka dan tepung meizena
pada pembuatan bioplastik dari selulosa asetat. Pada bahan baku pelepah kelapa
sawit di preparasi dengan cara dipotong kecil-kecil dengan ukuran ± 5 cm. setelah
pelepah kelapa sawit dipotong-potong langkah selanjutnya melakukan proses
delignifikasi dan ekstraksi selulosa dari sampel pelepah kelapa sawit dimana hasil
dari perlakuan ini akan menghasilkan α-selulosa. Setelah α-selulosa selanjutnya
melakukan proses pembuatan selulosa asetat dari limbah pelepah kelapa sawit
dengan mengasetilasi serat pelepah kelapa sawit setelah diperolehnya filtrat
selulosa asetat dari proses ini kemudian akan diaplikasikan plastik biodegradable
ramah lingkungan.
Untuk karakterisasi bioplastik ini yaitu dengan menguji kuat tarik (tensil).
Setelah mendapatkan hasil yang baik dari uji tarik akan dilakukan pengujian
struktur morfologi menggunakan alat instrumen SEM dengan perbesaran 2000X,
1000X, 500X, dan 250X. Selanjutnya karakterisasi biodegradabel yang digunakan
pada penelitian ini menggunakan inokulum yaitu kotran sapi + tanah kebun yang
berskala simulasi dengan mengetahui pengurangan berat masing-masing sampel.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu Fakultas
Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Muhammadiyah Riau Selama 3
bulan.
3.3. Alat dan Bahan
3.3.1. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu instrumen SEM, alat kuat
tarik (tensil), neraca analitik, oven, hot plate, cawan petri, magnetik stirer, batang
pengaduk, pisau, gunting, dan alat - alat gelas dilab kimia.

Universitas Muhammadiyah Riau


13

3.3.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu natrium hidroksida,
natrium hikloporit, asam asetat, anhidra asetat, asam sulfat, gliserol, tepung
meizena, tanah kebun dan kotoran sapi.
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Prosedur Keselamatan Kerja
Adapun prosedur keselamatan kerja yang harus diperhatikan yaitu:
1. Alat keselamatan kerja
Didalam ruang laboratorium harus sudah tersedia seluruh alat keselamatan
kerja, supaya saat terjadi kecelakaan bisa diatasi dengan pertolongan
pertama. Berikut adalah alat-alat keselamatan yang ada di laboratorium:
pemadam kebakaran, water shower, kotak P3K, jas laboratorium, kapas,
plaster pembalut, dan peralatan pembersih.
2. Cara memindahkan bahan kimia
Sebelum memindahkan bahan kimia, hal yang harus diperhatikan adalah
mengetahui segala informasi tentang bahan kimia yang akan digunakan.
Pindahkanlah sesuai kebutuhan dan jangan berlebihan. Bila ada sisa bahan
kimia, jagan dikembalikan ketempat semula karna dapat menyebabkan
kontaminasi pada bahan kimia.
Memindahkan bahan kimia berwujud cair dengan menggunakan batang
pengaduk atau pipet tetes. Hindari percikan karena bisa menyebabkan
iritasi pada kulit. Perhatikan menaruh tutup botol diatas meja supaya tutup
botol tidak kotor oleh kotoran diatas meja.
Untuk memindahkan bahan kimia yang berwujud padat, gunakan sendok
atau alat lainnya yang tidak terbuat dari logam. Hindari menggunakan
sendok untuk mengambil beberapa jenis zat kimia supaya terhindar dari
kontaminasi.

Universitas Muhammadiyah Riau


14

3. Pembuangan limbah
Seperti yang kita ketahui bahwa limbah dapat mencemari lingkungan.
Maka dari itu kita perlu memahami limbah tersebut dengan tepat. Untuk
limbah kimia hendaknya dibuang di tempat khusus karena beberapa jenis
zat kimia sangat berbahya bagi lingkungan. Sebaiknya pisahkan limbah
organik dan anorganik supaya pengolahan sampahnya lebih mudah.
3.4.2. Prosedur Kerja
3.4.2.1. Preparasi Sampel
Bahan baku yang digunakan yaitu limbah pelepah kelapa sawit kemudian
dipotong-potong kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering
dan dipotong kecil-kecil kurang lebih berukuran 10 cm.
3.4.2.2. Pembuatan larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 4%
Natrium hidroksida ditimbang sebanyak 4,0 g, kemudian dilarutkan dalam
akuades secukupnya sampai volume 100 ml.
3.4.2.3. Pembuatan larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 17,5%
Natrium hidroksida ditimbang sebanyak 17,5 g, kemudian dilarutkan
dalam akuades secukupnya sampai volume 100 ml.
3.4.2.4. Pembuatan larutan Hidrogen Peroksida 10%
Larutan pekat natirum hipoklorit (50%) diambil sebanyak 20 ml kemudian
dilarutkan ke dalam air suling ke labu ukur 100 ml sampai tanda batas.
3.4.2.5. Proses Delignifikasi dan Ekstraksi Selulosa dari Sampel Pelepah
Kelapa Sawit (Sinurat, 2018).
Sebanyak 25 gram sampel hasil pengolahan seperti cara di atas
ditambahkan dengan 150 mL larutan natrium hidroksida 4%, dipanaskan pada
suhu 50ºC selama 1 jam. Kemudian dicuci, disaring dan diputihkan dengan 200
mL campuran larutan hidrogen peroksida 10%. Didihkan selama 3 jam, campuran
dicuci dan disaring.
Selulosa yang didapat dari pelepah kelapa sawit ditambah dengan 200
mL natrium hidroksida 17,5% dipanaskan pada suhu 80ºC selama 30 menit.
Hasilnya kemudian dicuci bersih dengan air. Lalu ditambah dengan campuran
hidrogen peroksida 10% dipanaskan pada suhu 100ºC selama 1 setengah jam.

Universitas Muhammadiyah Riau


15

Kemudian dicuci dengan air suling dan disaring, lalu dikeringkan pada suhu 60ºC
dalam oven. Maka diperoleh α selulosa.
3.4.2.6. Proses Pembuatan Selulosa Asetat Dari Limbah Pelepah Kelapa
Sawit (Asparingga dkk, 2018).
Selulosa asetat diperoleh dengan metode asetilasi. Selulosa yang telah
didapat selanjutnya ditimbang 5 gram dan dimasukkan kedalam labu leher tiga
kemudian ditambah asam asetat sebanyak 125 mL direfluks serta diaduk dengan
magnetik pada suhu 350C selama 45 menit. Setelah 45 menit asam asetat
ditambah 12 mL dan 1 tetes H2SO4 sambil di aduk selama 1 jam. Kemudian
dinginkan sampai suhu 200C, setelah suhu dingin ditambahkan sedikit demi
sedikit anhidra asetat dan 5 tetes H2SO4.
3.4.2.7. Proses Pembuatan Bioplastik dari Selulosa Asetat (Dewi dkk, 2017).
Pembuatan bioplastik dilakukan dengan pengukuran filtrate selulosa
asetaat lalu ditambahkan tepung tapioka dan tepung maizena kemudian gliserol
dengan perbandingan 4:2:1 kedalam wadah, dipanaskan dengan suhu selama 30
menit sambil diaduk, kemudian di tuang kedalam cetakan, selanjutnya dilakukan
proses pengeringan pada suhu 65 ̊C selama 6 jam, setelah kering lembaran
bioplastik didiamkan selama 24 jam pada suhu ruangan dan pengambilan
lembaran bioplastik dari cetakan.
3.4.2.8. Prosedur Pengujian Scanning Electron Microscope (SEM)
Karakterisasi uji sem untuk sampel dilakukan pada tegangan 22 kV dan
perbesaran 2000X, 1000X, 500X, dan 250X untuk mengetahui frofil morfologi
dan informasi kritalografi dari bioplastik yang dibuat.
3.4.2.9. Pengujian Uji Kuat Tarik
Sampel dibentuk dengan ukuran sampel standar sebesar 1,5 × 7 cm dengan
metode ASTM d-638 untuk plastik. Kemudian dilakukan pengujian dengan cara
kedua ujung di jepit dengan mesin penguji tensil. Sehingga diperoleh panjang
awal dan panjang akhir / elongasi (cm) serta nilai kuat tarik (Kg.F). perlakuan
setiap sampel uji dilakukan duplo dengan cetakan dan volume yang sama lalu
dianalisis kesesuaian antara beberapa data yang sama kemudian dilakukan secara
berulang.

Universitas Muhammadiyah Riau


16

3.4.2.10. Pengujian Biodegradasi Bersekala Simulasi (Mostafa dkk, 2018).


Dalam pengujian ini kompos terdiri dari inokulum (kotoran sapi dan tanah
kebun). Pengujian ini dilakukan pada dua sampel plastik berbahan baku selulosa
asetat sebanyak 5 gram. Untuk karakterisasi sampel yang dibiarkan selama tiga
hari untuk menentukan massa setiap sampel, massa rata - rata dari dua sampel
tersebut dicatat. Disamping itu suhu juga diukur sebelum di lakukan penimbangan
terakhir.

3.4.3. Jaminan Mutu


3.4.3.1. Jaminan Mutu Alat
Tabel 3.1. Jaminan Mutu Alat
Tanggal Lab. Kode Faktor
Nama Alat Merk
Kalibrasi Kalibrator kalibrasi Koreksi
18 UPT PSMB
LK-153- Memmert
Oven November Disperindag ±1,4ᵒC
IDN UN 55
2014 Prov. Riau
18 UPT PSMB
LK-153- ±0,24 SHIMADZU
Timbangan November Disperindag
IDN mg AY 220
2014 Prov. Riau
18 UPT PSMB
LK-153- ±0,73 IWAKI
Labu Ukur November Disperindag
IDN ml TE-32
2014 Prov. Riau
19 UPT PSMB
Gelas Ukur LK-153- ±0,18 IWAKI
November Disperindag
10 mL IDN ml TE-32
2014 Prov. Riau
Tensil
Scaning
Electron
Microscopy

Universitas Muhammadiyah Riau


17

3.4.3.2. Jaminan Mutu Bahan


Tabel 3.2. Jaminan Mutu Bahan
Produk
Test Minimum
Nama Bahan Catalog LOT Number Merk
Date Shelf Life
Number
NaOH
H2SO4
CH3COOH
CH3COOH.H2O
Gliserol
NaOCl

3.4.3.3. Jaminan Mutu Metode


Tabel 3.3. Jaminan Mutu Metode
Prosedur kerja Metode yang digunakan
Delignifikasi dan ekstraksi selulosa Sinurat, 2018
Isolasi selulosa asetat Asparingga dkk, 2018
Sintesis bioplastik Dewi dkk, 2017
Uji Scaning Electron Microscopy (SEM) Saputra, 2019
Uji Kuat tarik Setiawati, 2019
Uji Biodegradasi Mostafa dkk, 2018

3.4.4. Teknik Analisa Data


Penganalisaan data dari penilitian ini akan disajikan dalam bentuk grafik
dan tabel dari hasil karakterisasi pengujian kuat tarik dan biodegradasi, dalam
bentuk gambar hasil dari karakterisasi SEM

Universitas Muhammadiyah Riau


18

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A., Tarmizi, M., dan Febrina, D. 2017. Fraksi serat pelet silase pelepah kelapa
sawit (Elais guineensis) dan indigofera (Indigofera zollingerigna) dengan
komposisi yang berbeda, Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan
Veternier 2017 : 648-655.
Asparingga., Hesti., Intan Syabanu., Andi Hairil., dan Alimuddin. 2018. Pengaruh
volume anhidra asetat pada sintesis selulosa asetat dari sabut kelapa
(Cocosnucifera L.). Jurnal Kimia Khatulistiwa, 3(7): 10-17.
Astuti, Sri., Ridwan Yahya., dan Sundaryono. 2018. Analisa kadar komponen
kimia pelepah kelapa sawit varietes dura sebagai bahan baku pulp yang
diterapkan pada pengembangan kimia. Journal of Science Education, 1(2):
69-75.
Aveivus, L. 2004. Biodegradable multiphase system based on plasticized starch. A
Review Jurnal of Macromoleculer Science – Part C Polymer Review, 3(4)
:231-273.
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat Jendral
Perkebunan, Jakarta.
Dewi, N. L. G. S., Admadi, B., Hartiati, A. 2017. Karakteristik bioplastik alginate
dari rumput laut Ulva lactura (tinjauan suhu dan lama gelatinitas). Jurnal
REKAYASA dan MANAJEMEN Agroindustri, 3(5) : 66-73.
Ginting, A. 2012. Pemanfaatan gliserol dan turunannya sebagai plasticizer pada
edible fiml gelatin yang inkorporasi dengan minyak atsiri kulit kayu manis
(Cinnamomum burmammi) sebagai anti mikroba. Disertasi. Universitas
Sumatra Utara, Medan
Haryanto., dan Titani, F. R., 2017. Bioplastik Dari Tepung Tapioka dan Tepung
Maizena. Techno, 1(18): 1-6.
Kipngetich, T., dan Hillary, M. 2013. A blend of green algae and sweet potato
starch as a potential source of bioplastic production and its significance to
the polymer industry. International Journal of Green and Herbal Chemistry,
1(2) : 15-19.
Marbun, E. S. 2012. Sintesis bioplastik dari pati ubi jalar menggunakan penguat
logam zno dan penguat alami selulosa. Skripsi. Universitas Indonesia,
Depok.
Melani, A., Netty, H., Fari,. K. A. 2017. Bioplastik pati umbi talas melalui proses
melt intercalation (kajian pengaruh jenis filler, konsentrasi filler, dan jenis
plasticizer). Distilasi. 2(2) : 53-67.
Mostofa, N. A., Awater, A. F., Hala, M. A., Aghareed, M. T. 2018. Production of
biodegradable plastic from agricultural wates. arabian journal of chemistry,
11 : 546-553.
Nahir, N. 2017. Pengaruh penambahan kitosan terhadap karakteristik bioplastik
dari pati biji asam (Tamarindus indica L). Skripsi. UIN Alauddin, Makasar.
Oktaviana, M. 2017. Optimasi preparasi mikrokristalin selulosa dari sekam padi
menggunakan H2O2 dan NaOCl untuk sintesis CMC (Carboxy Methyl
Cellulose). Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Universitas Muhammadiyah Riau


19

Putera, R. D. H. 2012. Ekstraksi serat selulosa dari tanaman eceng gondok


(Eidtornia CRASSIPES) dengan variasi pelarut. Skripsi. Universitas
Indonesia. Depok.
Rahmadi, I. 2017. Pembuatan asam oksalat dari pelepah kelapa sawit (Elaeis
guineensis) melalui reaksi oksidasi asam nitrat. Skripsi. Universitas Sumatra
Utara. Medan.
Ramadahn, A., Dian, W., Rahayu., Vina. F., Yuni, S. M., Eddiyanto. 2017.
Karakterisasi bioplastik dari pelepah kelapa sawit dengan penambahan
variasi perbandingan maizena dan gliserin. Jurnal Einstein. 2(5) : 1-6.
Ritonga, F. S. 2018. Bioplastik dari pati biji durian berpengisi kitosan
(menggunakan pelarut asam format dan plasticizer gliserol) sebagai plastic
pengemas minyak. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Saputra, H. R. 2019. Sintesis dan karakterisasi hidroksi apatit dari tulang ikan
patin (Pangasius sp.). Skripsi. Universitas Muhammmadiyah Riau,
Pekanbaru.
Setiawati, B. R., Saputra, H. R., Aulia, F. 2019. Paduan ekstrak albumi ikan gabus
yang mempercepat penyembuhan luka dengan PVA-AG sebagai bahan baku
benang jahit operasi Absorbable. Artikel Ilmiah. Hal 7. Universitas
Muhammadiyah Riau, Pekanbaru
Sinurat, H. L. 2018. Karakterisasi selulosa mikrokristal dari pelepah kelapa sawit.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sohuka, F. A dan Jolante, L. 2018. Sintesis dan karakterisasi selulosa asetat
(CA). Indo J Chem. 2(5) : 58-62.
Utami, M. R., Latifa., Numwidiarti. 2014. Sintesis plastik biodegradable dari kulit
pisang dengan penambahan kitosan gliserol. Indonesian Journal of
Chemical Science, 2(3) : 163-167.
Yusmarlela. 2009. Studi pemanfaatan plasticizer gliserol dalam film pati ubi
dengan pengisi serbuk batang ubi kayu. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Universitas Muhammadiyah Riau


20

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Pembuatan Pembuatan
Persiapan alat
larutan NaOH larutan NaOH
dan bahan
4% 17,5%

Proses Pembuatan
Proses
delignifikasi larutan
pembuatan
dan ekstraksi hidrogen
selulosa asetat
selulosa peroksida 10%

Proses Karakterisasi Uji kuat tarik


pembuatan menggunakan dan uji
bioplastik SEM biodegradasi

Universitas Muhammadiyah Riau


21

Lampiran 2. Skema Kerja

2.1. Preparasi Sampel

Limbah pelepah kelapa sawit


dipotong-potong

Dikeringkan dibawah sinar


matahari sampai kering

Dipotong kecil-kecil ± 10 cm

2.2. Pembuatan Larutan NaOH 4%

Ditimbang NaOH 4 gr

Dilarutkan dengan aquades


sampai volume 100 ml

2.3. Pembuatan Larutan NaOH 17,5%

Ditimbang NaOH 17,5 gr

Dilarutkan dengan aquades


sampai volume 100 ml

Universitas Muhammadiyah Riau


22

2.4. Pembuatan Larutan Hidrogen Peroksida 10%

Diambil 20 ml larutan natrium


hipoklorit (50%)

Dilarutkan dengan air suling

Ke dalam labu ukur 100 ml


sampai tanda batas

2.5. Proses Delignifikasi dan Ekstraksi Selulosa dari Sampel Pelepah Kelapa
Sawit

Ditimbang 25 gr Ditambahkan Dipanaskan pada


sampel limbah 150 ml larutan suhu 50ºC
pelepah kelapa sawit NaOH 4% selama 1 jam

Dicuci dan diputihkan


Dididihkan
dengan 200 ml larutan Dicuci dan
Disaring selama 3
hidrogen peroksida disaring
jam
10%

Selulosa yang didapat


Dipanaskan pada suhu Dicuci bersih
ditambahkan dengan 200 ml
80˚C selama 30 menit dengan air
NaOH 17,5%

Dikeringkan
Ditambah larutan Dipanaskan pada Dicuci dengan
pada suhu
hidrogen peroksida suhu 100˚C air suling dan
60˚C dalam
10% selama 30 menit disaring
oven

Universitas Muhammadiyah Riau


23

2.6. Proses Pembuatan Bioplastik dari Selulosa Asetat

Ditambahkan tepung tapioka


Filtrat selulosa dan tepung maizena serta
asetat gliserol dengan perbandingan
4:2:1

Dipanaskan Dikeringkan pada


Dituang dalam
selama 30 menit suhu 65˚C selama
cetakan
sambil diaduk 6 jam

Setelah kering
didiamkan selama
24 jam pada suhu
ruangan

2.7. Karakterisasi SEM

Sampel diambil

Dilakukan pada tegangan 22 kV dan


perbesaran 2000X, 1000X, 500X,
dan 250X

2.8. Uji Kuat Tarik

kedua ujung sampel


Sampel dibentuk diuji
dijepit dengan mesin
sesuai standar alat ketebalan
penguji tensile

analisis data

Universitas Muhammadiyah Riau


24

2.9. Uji Biodegradasi

Disiapkan sampel Diletakkan disebuah wadah


seberat 5 gram masing-masing

Disiapkan
kompos yang Ditimbun sampel
diamati selama 3
terdiri dari dengan
hari
kotoran sapi dan pengomposan
tanah kebun

dicatat berat rata-


rata

Universitas Muhammadiyah Riau

Anda mungkin juga menyukai