Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMBUATAN BIOPLASTIK TERMODIFIKASI

Oleh :
Nama : MAFIQ AUFA HILMI
NIM : 205100501111022
Kelompok : RE4
Nama Asisten : S. MIFTACHUL JANNAH

Laboratorium Rekayasa Bioproses


Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Plastik konvensional terbuat dari minyak bumi yang memiliki sifat degradasi rendah, kurun
waktu kantong plastik dapat diuraikan dalam waktu 500- 1.000 tahun, hal ini menyebabkan
plastik menjadi sumber sebagian besar sampah dunia dan tentu saja merusak lingkungan.
Bioplastik merupakan salah satu alternatif plastik yang dapat digunakan layaknya plastik
konvensional. Plastik biodegradable atau bioplastik merupakan plastik yang dapat digunakan
layaknya plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh mikroorganisme menjadi air
dan gas karbondioksida setelah habis dipakai dan dibuang kelingkungan tanpa meninggalkan
zat beracun.
Bioplastik atau plastik biodegradable, secara global sudah dikenal dan telah dikembangkan
sejak puluhan tahun yang lalu, demikian pula di Indonesia sudah dua puluh tahunan penelitian
telah dilakukan dan dikembangkan. Bahan baku bioplastik berlimpah ruah dimanapun dan
dapat diperbaharui melalui perkebunan atau pertanian. Indonesia merupakan Negara yang
memiliki perkebunan dan pertanian yang luas, sehingga untuk memproduksi bioplastik, bukan
hal yang sulit untuk mendapatkan bahan bakunya. Bahan baku bioplastik dapat diperoleh dari
gula tebu dari glukosa, amilum dari glukosa yang dihasikan dari bakteri dan pati. Pati
merupakan salah satu polimer alami dari ekstraksi tanaman yang dapat digunakan untuk
memproduksi material biodegradabel karena sifatnya yang ramah lingkungan, mudah
terdegradasi, ketersediaan yang besar dan terjangkau. Pembuatan bioplastik berbasis pati ini
telah banyak berkembang, namun memiliki beberapa kelemahan. yaitu bioplastik yang
dihasilkan tidak tahan terhadap air dan kekuatan mekaniknya sangat rendah.
Selain itu dalam pembuatan bioplastik tersebut harus dilakukan secara teliti dengan
memperhatikan aspek ramah lingkungan dan fungsionalnya, yaitu menjadi plastik yang tahan
untuk digunakan tetapi juga mudah untuk diuraikan. Sehingga dalam pembuatan bioplastik
diperlukan sebuah modifikasi untuk menambah nilai plus dari plastic yang akan diproduksi.
Modifikasi yang dilakukan dapat diambil berbagai aspek seperti bahan dasar (pati yang
digunakan), bahan tambah (plasticizer dan filler),serta cara pembuatannya.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui proses pembuatan bioplastik dan kelebihannya dari pati talas atau sagu.
2. Mengetahui fungsi penambahan CMC pada plastik Biodegradable
3. Menentukan prinsip dan waktu biodegrasi plastik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kandungan Tepung Talas dan Tepung Sagu

Talas merupakan jenis tanaman umbi-umbian yang memiliki nama ilmiah (Colocasia
esculenta). Talas merupakan salah satu bahan pangan potensial sebagai subtitusi bahaan pangan
pokok yaitu beras. Pengolahan talas menjadi tepung telah banyak diupayakan oleh berbagai
daerah di Indonesia baik secara konvensional dengan jumlah produksi kecil maupun secara
modern dengan skala industri. Tepung talas merupakan olahan lanjut dari umbi talas yang
multiguna dan dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan. Tepung talas sendiri
memiliki kandungan yang berbeda dengan tepung terigu maupun tepung dari bahan-bahan hasil
pertanian lainya. Dalam tepung talas terlandung berbagai macam zat antara lain kandungan abu,
karbohidrat, lemak, protein dan serat kasar (Lestari dan Maharani,2017). Kandungan kadar abu
tepung talas berkisar antara 3.11% - 3.84%. Kadar serat kasar atau selulosa pada tepung talas
berkisar antara 2.16% - 2.99%. Kandungan karbohidrat pada tepung talas berkisar antara 83.03%
- 86.94%. Pada penelitian lain menunjukkan bahwa tepung talas memiliki kadar karbohidrat yang
paling tinggi yaitu sebesar 95.7% dibandingkan dengan tepung kentang, tepung kedelai, dan
tepung jagung. Sementara itu kandungan kadar protein tepung talas berkisar antara 3.91% -
5.45%, angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan tepung tapioka. Kadar lemak tepung talas
berkisar antara 0.32% - 0.38%. Kandungan nutrisi dalam tepung talas dipengaruhi oleh jenis atau
varietas umbi, iklim, kesuburan tanah, umur panen, dan teknologi pengolahannya (Hawa, et al,
2020).
Sagu merupakan tanaman yang telah lama dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan
pokok. Sagu memiliki berbagai macam kandungan nutrisi yang menunjang sebagai bahan pangan
pokok pengganti beras. Sagu juga dapat diolah menjadi tepung. Tepung sagu banyak
dimanfaatkan sebagai bahan dasar berbagai produk pangan. Terepung sagu memiliki berbagai
kandungan gizi antara lain karbohidrat, kandungan abu, protein, lemak dan serat kasar. Tepung
sagu pada kadar air 14,8 persen mengandung protein 1,9 persen, lemak 0,3 persen, karbohidrat
91,9 persen, serat kasar 1,7 persen dan abu 4,2 persen. Komponen kimia pati sagu sangat
bervariasi. Variasi tersebut tidak banyak dipengaruhi oleh perbedaan spesies, umur, dan habitat
dimana pohon sagu tumbuh. (Gardjiyo, et al.,2013).

2.2 Pati dan Selulosa

Pati adalah polisakarida yang berasal dari hasil fotosintesis tanaman yang secara alami
berfungsi sebagai cadangan makanan. Pati umumnya berbentuk granula berwarna putih dan
bertekstur halus. Pati merupakan polimer yang tersusun atas dua komponen utama yaitu amilosa
dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai polimer yang linier dengan terdapat ikatan alfa-1,4-
glikosidik. Sedangkan amilopektin terdiri dari 2 struktur yaitu rantai linier amilosa dengan ikatan
alfa-1,4- glikosidik serta terdapat percabangan pada ikatan alfa-1,6- glikosidik. Kandungan
amilosa pada pati lebih kecil dibandingkan dengan amilopektin dengan perbandingan 77%
amilopektin dan 23% amilosa (Deden, et al. 2020).
Selulosa adalah salah satu senyawa polisakarida yang tersusun dari anhidroglukosa dan
mempunyai bentuk empiris C6H10O5 dan menjadi penyusun utama dari dinding sel pada
tumbuhan. Selulosa dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu Selulosa α, Selulosa β, dan Selulosa γ.
Selulosa α merupakan jenis selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5 %
atau larutan basa kuat dengan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) antara 600 – 1500.
Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa β
merupakan jenis selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat
dengan DP 15 – 90 dan dapat mengendap bila dinetralkan. Sedangkan selulosa γ memiliki sifat
dan karakteristik yang sama seperti selulosa β, tetapi DP nya kurang dari 15 (Siswati, et al. 2021).

2.3 Prinsip Plastik Biodegradable

Plastik biodegradable merupakan plastik yang mudah tergredasi oleh agen biologis dalam
waktu yang relative singkat namun memiliki sifat yang mirip dengan plastik konvensional. Hasil
penguraian dari plastic biodegradable berupa CO2 dan molekul air. Plastik biodegradable terbuat
dari bahan polimer organik baik sebagai bahan utama pembentuknya maupun plasticizer dari
bahan organic sebagai bahan tambahan. Prinsip pembuatan plastk biodegradable yaitu gelatinisasi
molekul pati (Anita Z, et al., 2013).
Pembuatan plastik biodegradable menerapkan prinsip gelatinisasi. Gelatinisasi
merupakan proses perubahan yang terjadi pada granula pati menjadi bentuk gel melalui pemanasan
menggunakan air. Pemanasan pada suhu tinggi yang optimum ini menyebabkan granula pati
menjadi terpecah karena adanya proses hidrolisis polimer pati oleh molekul air. Granula akan
membengkak secara irreversible dan kemudian pecah menjadi molekul-molekul glukosa,
sehingga setelah proses ini berlangsung bentuk pati akan menggumpal dan memadat (Aripin et
al., 2017).

Proses gelatinisasi molekul pati dilakukan dengan menambahkan plasticizer terlebih


dahulu ke dalam air lalu dipanaskan dan ditambahkan pati. Setelah wujudnya berubah dari
padatan menjadi gelatin, selanjutnya gelatin dapat dimasukkan kedalam cetakan yang bisa disebut
dengan cetakan flexiglass. Kemudian tunggu gelatin hingga menjadi plastik yang kering.
Penambahan plasticizer bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan elastisitas plastik sehingga
plastic tidak mudah robek (Nisah, 2017).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Hidrolisis


Proses hidrolisis merupakan proses pemisahan yang melibatkan perpindahan ion OH-dan
H+ dari H2O terhadap zat yang dihidrolisis. Hasil hidrolisis biasanya berupa senyawa yang
bersifat asam apabila menerima ion H+ dan bersifat basa bila menerima ion OH-. Proses hidrolisis
merupakan proses yang tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses hidrolisis adalah waktu reaksi dimana semakin lama waktu reaksi
hidrolisis, makin besar pula konversi pati. Tetapi waktu yang terlalu lama akan mempengaruhi
warna dan aroma hasil. Faktor selanjutnya adalah suhu reaksi. Pada hidrolisis pati suhu tidak
boleh terlalu tinggi, sebab konversi yang diperoleh akan menurun. Hal ini disebabkan adanya
glokusa yang mengalami karamelisasi. (Purnamawati, 2021).
Faktor lain yang juga mempengaruhi hidrolisis adalah katalisator yang digunakan.
Katalisator sangat mempengaruhi kinetika reaksi. Kecepatan reaksi akan bertambah dengan
naiknya konsentrasi katalisator yang digunakan. Untuk hidrolisis pati, katalisator yang digunakan
biasanya bersifat asam. Jenis asam yang dapat digunakan sebagai katalisator antara lain asam
klorida, asam sulfat, asam nitrat dan asam oksalat. Untuk produk yang akan dipakai sebagai bahan
makanan, sering digunakan asam oksalat. Faktor selanjutnya yaitu ukuran bahan yaitu semakin
luas halus atau kecil suatu bahan maka luas permukaannya akan semakin besar, sehingga reaksi
yang berlangsung akan semakin cepat dan menghasilkan produk konversi dalam jumlah yang
besar (Mastuti et al., 2013).
Faktor yang berpengaruh selanjutnya pada proses hidrolisi pati adalah kadar suspensi.
Pada kadar suspensi tinggi mengakibatkan kekentalan campuran akan semakin meningkat,
sehingga tumbukan antara molekul-molekul pati dan air akan makin berkurang, dan reaksi
berjalan lambat. Pada kadar suspensi yang rendah reaksi akan lebih cepat. Hal ini disebabkan
oleh makin bebasnya molekul pati, sehingga frekuensi tumbukan makin besar (Irmayanti, 2018).

2.5 Kelebihan Bioplastik dari Tepung Talas dan Sagu

Bioplastik yang terbuat dari tepung talas memiliki berbagai macam kelebihan salah
satunya adalah memiliki kemampuan biodegradabilitas yang cukup tinggi. Semakin banyak
tepung atau pati yang ditambahkan, maka sifat biodegradabilitasnya semakin tinggi (Hidayat et
al., 2015).. Selain itu pati talas juga menambah kelenturan plastik. Hal tersebut dikarenakan
tepung talas memiliki kekuatan mekanis yang rendah, sehingga menyebabkan kuat tarik antar
campuran dari komposit semakin rendah juga sehingga kelenturan plastic dan elastisitasnya
meningkat (Ani Melani, dkk. 2017).

Sedangkan untuk bioplastic yang terbuat dari pati sagu memiliki berbagai kelebihan
antara lain memiliki biodegradabilitas yang tinggi. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada pati
sagu cenderung meningkatkan kemampuan biodegradabilitas bioplastic. Selain itu bioplastic dari
pati sagu juga memiliki kemampuan untuk menahan air dan minyak yang cukup baik yang
disebabkan oleh besarnya granula pati dan kerapatan molekul yang cukup tinggi karena daya
Tarik antar molekul yang cukup kuat (Kamsiati et al., 2017).

2.6 Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dan fungsinya


Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan salah satu produk turunan dari selulosa yang
disintesis melalui proses eterifikasi. Secara konvensional, CMC dibuat dari bahan ligno-selulosa.
CMC merupakan eter polimer selulosa yang bersifat anionik, berwarna putih hingga kekuningan,
tidak berbau, tidak berasa, tidak beracun, bersifat biodegradable dan higroskopis. CMC mampu
mencegah terjadinya pengendapan protein pada titik isoelektrik serta meningkatkan viskositas
suatu produk Karboksimetil selulosa (CMC) dalam industri pangan digunakan sebagai bahan
tambahan yang berfungsi sebagai penstabil, pengemulsi dan pengental (Li, H., et all, 2011).
CMC banyak digunakan dalam industri farmasi, detergen, tekstil, kosmetik, dan industri
pangan, sedangkan pada bahan pangan CMC berfungsi sebagai pengental, penstabil emulsi dan
bahan pengikat. Penambahan konsentrasi CMC menghasilkan bioplastik yang semakin
transparan dan semakin elastis. Bioplastik yang transparan ini ditimbulkan oleh penambahan
CMC yang merupakan serbuk mudah larut dalam air sehingga penambahan CMC dengan
konsentrasi yang berbeda akan menghasilkan bioplastik dengan penampakan fisik yang berbeda
pula (Ningsih et al., 2019).
2.7 Perbedaan Plastik Biodegradable dengan Penambahan Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
dengan Tanpa Penambahan Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
Plastik dengan penambahan CMC cenderung memiliki warna yang lebih transparan
serta elastis. Sedangkan pada plastik yang tanpa penambahan CMC cenderung berwarna lebih
kecoklatan. Penambahan CMC (Carboxy Methyl Cellulose) berpengaruh terhadap sifat mekanik,
hidrofobisitas dan karakteristik edible film dari umbi garut. Penambahan konsentrasi CMC
dengan konsentrasi yang semakin meningkat maka akan cenderung meningkatkan ketebalan,
water uptake serta elongasi. Penambahan CMC yang semakin tinggi maka semakin tinggi pula
nilai water uptake terhadap air. Penambahan CMC menunjukan penyerapan uap air dari film pati
sehingga dapat meningkatkan ketahanan air. Hal ini karena pati mampu membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus hidroksil dan karboksil dari makromolekul CMC dimana struktur yang
kuat ini mampu mengurangi difusi molekul air dalam material. Selain itu kombinasi pati dengan
serat selulosa pada CMC dapat meningkatkan ketahanan air sebagaimana CMC memiliki sifat
hidrofilik. Peningkatan konsentrasi CMC akan menurunkan nilai kelarutan (solubility).
Sedangkan untuk nilai kuat tarik dan elastisitas cenderung mengalami kenaikan diawal dan
penurunan nilai diakhir (Putri, dkk. 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Ani Melani, dkk. 2017. Bioplastik Pati Umbi Talas Melalui Proses Melt Intercalation
(Kajian Pengaruh Jenis Filler, Konsentrasi Filler dan Jenis Plasticiezer). Distilasi
2(2): 53-67
Anita Z.,et al. 2013. Pengaruh penambahan gliserol terhadap sifat mekanik film plastik
biodegradasi dari pati kulit singkong. Jurnal Teknik Kimia USU 2(2): 37-41.
Aripin S, et al. 2017. Studi Pembuatan Bahan Alternatif Platsik Biodegradable dari Pati
Ubi Jalar dengan Plasticizer Gliserol dengan Metode Melt Intercalation. Jurnal
Teknik Mesin 6: 79-84. DOI: 10.22441/jtm.v6i2.1185.
Deden, et al. 2020. Sifat Fisik Dan Kimia Edible Film Pati Umbi Gadung Pada Berbagai
Konsentrasi. Jurnal Pengolahan Pangan 5 (1) 26-33.
Gardjito, et al. 2013. Pangan Nusantara Karakteristik Dan Prospek Untuk Percepatan
Diversifikasi Pangan. Jakarta, Kencana.
Hawa, et al. 2020. Analisa Sifat Fisik Dan Kandungan Nutrisi Tepung Talas (Colocasia
Esculenta L.) Pada Suhu Pengeringan Yang Berbeda. AGROINTEK. 14 (1): 36-44
Hidayat R, et al. 2015. Pengaruh Penambahan Pati Talas Terhadap Sifat Mekanik dan
Sifat Biodegradable Plastik Campuran Polipropilena dan Gula Jagung. Jurnal
Fisika Unand 4(3): 267-271.
Irmayanti, I. 2018. Kinetika Reaksi Hidrolisis Pati Talas (Colocasia Esculenta) menjadi
Etanol dengan cara Fermentasi. Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Kamsiati E, et al. 2017. Potensi Pengembangan Plastik Biodegradable Berbasis Pati Sagu
Dan Ubi Kayu di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian36(2):
67-76. DOI: 10.21082/jp3.v36n2.2017.p67-76.
Lestari, A. D., & Maharani, S. 2017. Pengaruh Substitusi Tepung Talas Belitung
(Xanthosoma Sagittifolium) Terhadap Karakteristik Fisika, Kimia Dan Tingkat
Kesukaan Konsumen Pada Roti Tawar. Edufortech 2(2): 96-106.
Li, H., et al. 2011. Concomitant degradation in periodate oxidation of carboxymethyl
cellulose. Carbohydrate Polymers, 84(3), 881-886.
Mastuti E, et al. 2013. Hidrolisa Pati dari Kulit Singkong (Variabel Ratio Bahan
dan Konsentrasi Asam). Ekuilibrium 12(1): 5-10.
Ningsih EP, et al. 2019. Pengaruh Penambahan Carboxymethyl Cellulose Terhadap
Karakteristik Bioplastik dari Pati Ubi Nagara (Ipomea batatas L.). Indonesian
Journal of Chemical Research 7(1): 77-85
Nisah K. 2017. Study Pengaruh Kandungan Amilosa dan Amilopektin UmbiUmbian
Terhadap Karakteristik Fisik Plastik Biodegradable Dengan Plasticizer
Gliserol. Jurnal Biotik 5(2): 106-113. DOI: 10.22373/biotik.v5i2.3018.
Purnamawati, Neneng., Arief Yandra Putra. 2021. Pengaruh Kadar Suspensi Pati Kulit
Pisang Kepok pada Kinetika Reaksi Proses Hidrolisis. JREC 3(1). DOI
10.25299/jrec.2021.vol3(1).6979
Putri, dkk. 2019. Analisis Penambahan Carboxymethyl Cellulose terhadap Edible Film
Pati Umbi Garut sebagai Pengemas Buah Strawberry. Jurnal Riset Sains dan
Teknologi 3(2): 77-83.
Sari DM, et al. 2019. Pembuatan Bioplastik Berbasis Pati Sagu dengan Modifikator Asam
Sitrat dan Filler Carboxymethyl Cellulose (CMC). Jurnal FTEKNIK 6(1): 1-6.
Siswati, et al. 2021. Selulosa Asetat Dari Ampas Sagu. Jurnal Teknik Kimia 15(2).
SCREENSHOT SITASI

Anda mungkin juga menyukai