TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1 Bioplastik
Bioplastik adalah plastik yang berasal dari sumber biomassa terbarukan,
diantaranya seperti lemak nabati dan minyak, tepung jagung atau mikrobiota.
Bioplastik biodegradable dapat rusak di lingkungan anaerobik atau aerobik,
tergantung pada bagaimana mereka diproduksi. Bahan baku bioplastik diantaranya
pati, selulosa, biopolimer dan berbagai bahan lainnya (Melani, 2017). Umumnya,
bioplastik dapat terdegradasi dengan mudah karena struktur molekul bahan
bakunya yang berbentuk kristal sehingga lebih rapuh dan lebih mudah
terdegradasi dari plastik konvensional. Menurut Srikanth Pilla, bioplastik dapat
dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan bahan baku dan garis besar proses
pembuatannya, yaitu Kategori I yang didapatkan melalui ekstraksi atau isolasi
langsung dari biomassa, Kategori II yang didapatkan dari sintesis kimia
monomer-monomer yang terbarukan (renewable) dan berasal dari biomassa (bio-
based), serta Kategori III yang diproduksi dari proses hidup mikroorganisme
alami maupun mikroorganisme yang telah dimanipulasi secara genetik. Menurut
Harald Kaeb, Sekretaris Jendral dari European Bioplastics ada sekurang-
kurangnya 4 jenis plastik yang memenuhi kriteria sebagai bio-degradeable
bioplastik, yaitu starch-based plastics/thermoplastic starch, cellulose-based
plastics, PLA (polylactic acid), dan PHA (polyhydroxylalkanoates). Jika keempat
jenis plastik tersebut diklasifikasikan ke dalam klasifikasi yang dibuat oleh
Srikanth Pilla, maka starch based-plastics dan cellulose-based plastics termasuk
ke dalam Kategori I, PLA termasuk ke dalam Kategori II, dan PHA termasuk ke
dalam Kategori III (Wijayanti, 2016).
II.1.3 Pati
Pati merupakan polisakarida yang ditemukan dalam sel tumbuhan dan
beberapa mikroorganisme. Pati yang terdapat dalam sel tumbuhan berbentuk
granula (butiran) dengan diameter beberapa mikron. Granula pati mengandung
campuran dari dua polisakarida berbeda, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa
dalam pati bergabung dengan lipid dari struktur kristal yang lemah dan
memperkuat granula tersebut. Sementara amilopektin larut dalam air, amilosa dan
granula pati sendiri tidak larut dalam air dingin. Hal ini menyebabkan relatif
mudah untuk mengekstrak granula pati dari sumber tanaman. Ketika suspensi pati
dalam air dipanaskan, butiran pertama membengkak sampai tercapai suatu titik di
mana terjadinya pembengkakan ireversibel (Devi,2021).
II.1.4 Filler
Bioplastik memiliki karakteristik mekanik yang cukup rendah, sehingga
dibutuhkan komponen-komponen lainnya untuk memperkuat karakteristik
mekanik yang ada pada bioplastik. Komponen yang dapat ditambahkan dalam
pembuatan bioplastik yaitu bahan pengisi atau filler. Filler merupakan sebuah
bahan pengisi pada suatu bahan material, yang bertujuan untuk meningkatkan atau
merubah karakteristik suatu material. Filler merupakan bahan yang seringkali
digunakan dalam pembuatan bioplastik, karena filler memiliki properti-properti
yang dibutuhkan oleh bioplastik untuk meningkatkan kualitasnya. Untuk
meningkatkan sifat-sifat yang ada, bioplastik ditambahkan suatu elemen penguat
atau filler. Pemakaian filler pada pembuatan bioplastik dikarenakan filler
memiliki sifat yang terbarukan, memiliki sifat biodegradabilitas yang baik, dan
ketersediaa nya yang melimpah. Penambahan filler pada bioplastik dapat
meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti kekakuan, kekuatan, ketahanan gas,
ketahanan leleh, kestabilan thermal, dan lain sebagainya. Adapun jenis-jenis filler
yang sering digunakan untuk pembuatan bioplastik sebagai berikut
II.1.4.1 Kitosan
Kitosan adalah polisakarida yang banyak terdapat di alam setelah
selulosa. Kitosan merupakan suatu senyawa poli (Namino-2 deoksi β-D-
glukopiranosa) atau glukosamin hasil deasetilasi kitin (N-asetil-2 amino-2-
deoksi β-D glukopiranosa) yang diproduksi dalam jumlah besar di alam,
yaitu terdapat pada limbah udang dan kepiting. Pemanfaatan kitosan
sebagai bahan tambahan pada pembuatan film plastik berfungsi untuk
memperbaiki transparasi film plastik yang dihasilkan. Semakin banyak
kitosan yang digunakan maka sifat mekanik dan ketahanan terhadap air
dari produk bioplastik yang dihasilkan semakin baik.
II.1.4.2 Selulosa
Selulosa dengan formula (C6H10O5)n adalah polimer alami
dengan rantai panjang yang terbentuk dari molekul-molekul kecil yang
saling terhubung. Rantai selulosa mengandung gula, ß-D-glukosa. Gula
saling terhubung dengan menghilangkan kandungan air. Penghilangan
kadar air dilakukan dengan menggabungkan grup H dan –OH. Gula yang
saling terhubung menghasilkan disakarida yang dikenal sebagai cellobiose.
Selulosa merupakan substansi yang tidak larut dalam air yang terdapa di
dalam dinding sel tanaman terutama dari bagian batang, tangkai dan semua
bagian yang mengandung kayu. Selulosa merupakan hompolisakarida
yang mempunyai molekul berbentuk linear. Struktur yang linear
menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa
tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, selulosa
berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa dan lignin
membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Gian, 2017).
II.1.5 Gelatinisasi
Gelatinisasi merupakan suatu proses ketika granula pati dipanaskan
dengan air yang cukup sehingga terjadi pengembangan granula pati dan
menghasilkan cairan yang kental untuk memberikan kualitas produk yang
diinginkan. Proses ini terjadi pemecahan ikatan intermolekuler dari pati dengan
adanya panas dan air yang digunakan dalam proses gelatinisasi menyebabkan
pembengkakan granula yang tinggi dan amilosa mampu berdifusi keluar dari
granula(Dwi,2019).
II.1.6 Plasticizer
Plasticizer (bahan pelembut) adalah bahan organik dengan berat molekul
rendah yang ditambahkan pada suatu produk dengan tujuan untuk menurunkan
kekakuan dari polimer, sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas
polimer. Pada pembuatan biodegradable plastik ini sangat diperlukan sekali
adanya plasticizer untuk memperoleh sifat film yang khusus
Interaksi antara polimer dengan pemlastis dipengaruhi oleh sifat afinitas
kedua komponen, apabila afinitas polimer pemlastis tidak kuat maka akan terjadi
plastisasi antara struktur (Molekul pemlastis hanya terdistribusi diantara struktur).
Plastisasi ini hanya mempengaruhi gerakan dan mobilitas struktur. Jika terjadi
interaksi polimer- polimer cukup kuat, maka molekul pemlastis akan terdifusi ke
dalam rantai polimer. (Anita, 2013). Dalam penelitian ini jenis plasticiezer yang
digunakan adalah sebagai berikut.
II.1.6.1 Sorbitol
Sorbitol adalah salah satu pemanis alternatif lain yang sering
digunakan dalam makanan. Sorbitol ditemukan pada tahun 1872, dalam
berbagai buah-buahan dan berries. Saat ini sorbitol dapat disintesis dengan
hidrogenasi glukosa. Sorbitol memiliki struktur gula alkohol (poliol)
dengan enam atom karbon (heksitol), merupakan bentuk tereduksi dari
fruktosa. Rasa manisnya sekitar 60% dari sukrosa, dengan kalori lebih
kecil dari kalori sukrosa dalam jumlah yang sama. Sukrosa menghasilkan
4 kalori per 1 gram, sedangkan sorbitol menghasilkan sekitar 2.6 kalori per
1 gram. Sorbitol merupakan plasticiezer yang lebih efektif yaitu memiliki
kelebihan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan
intermolekuler sehingga baik untuk menghambat penguapan air dari
produk, dapat larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan
mempermudah gerakan molekul polimer, sifat permeabilitas O2 yang lebih
rendah, tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah.
II.1.6.2 Gliserol
Gliserol adalah sebuah komponen utama dari semua lemak dan
minyak, dalam bentuk ester yang disebut gliserida. Molekul trigliserida
terdiri dari satu molekul gliserol dikombinasikan dengan tiga molekul
asam lemak. Gliserol memiliki berbagai macam kegunaan dalam
pembuatan berbagai produk dalam negeri, industri, dan farmasi. Saat ini,
nama gliserol mengacu pada senyawa kimia murni dan komersial dikenal
sebagai gliserin (Melani, 2017).
terdegradasi secara lambat pada suhu 110oC dan terdegradasi cepat pada
2. Metode Thermopressing
Thermopressing atau proses pembakaran dan diikuti dengan pencetakan
merupakan salah satu metode yang digunakan dalam proses pembuatan
biodegradable foam berbahan baku pati. Metode ini digunakan dengan
cara memanfaatkan panas dan tekanan yang dihasilkan dari alat
thermopressing. Metode ini digunakan untuk mengatasi masalah yang
ditimbulkan oleh metode ekstruksi yaitu sulitnya membentuk adonan
menjadi produk biofoam. Prinsip dasar dari proses thermopressing adalah
pembuatan biofoam dengan memanaskan dan menekan adonan. Adonan
dengan kelembaban 70-80% diletakkan dalam cetakan panas. Uap
dihasilkan kemudian menjadi blowing agent untuk membentuk foam.
Produk biofoam yang dihasilkan berupa tray berbobot ringan dan memiliki
kemampuan menahan panas yang baik (Iriani, 2011).
3. Metode Puffing dan Popping
Metode lain yang dapat digunakan untuk membuat biodegradable foam
adalah proses pemanasan dengan menggunakan bahan baku pati dengan
kelembaban rendah. Proses ini sama halnya dengan membuat popcorn.
Proses puffing dengan sistem eksplosi berlanjut dikembangkan untuk biji-
bijian yang tidak bisa mengembang secara alami saat dipanaskan. Eksplosi
puffing dapat menghasilkan foam based starch berdensitas rendah dalam
beberapa detik saja namun kurang sesuai untuk membuat produk yang
dibentuk (Iriani, 2011).
4. Metode Pemanggangan (Baking Process)
Proses yang dikenal sebagai baking process pada pembuatan foam
mencakup dua langkah yakni yang pertama gelatinisasi pati, memperluas
campuran serta membentuk foam dan pada langkah kedua yaitu
pengeringan foam. Kerugian bahan yang dihasilkan adalah kerapuhan dan
afinitasnya yang tinggi terhadap air. Untuk meningkatkan sifat-sifat ini,
yaitu penambahan bahan-bahan pati yang dimodifikasi atau setelah
penambahan plasticizer, polimer, serat dan aditif lainnya (Salgado, 2007).
Pada dasarnya, proses memanggang dalam oven dikendalikan dengan
memodifikasi waktu dan suhu. Suhu operasi yang terlalu tinggi akan
menyebabkan warna gelap dan merusak komponen bahan. Namun, suhu
operasi yang terlalu rendah akan menyebabkan tekstur permukaan yang
kurang baik (Sani, 2014).
II.1.8 Thermopressing
Proses thermopressing dipilih karena pada penggunaan proses tersebut
dapat disesuaikan dengan bentuk dan ukuran yang dibutuhkan. Pada pembuatan
biofoam, tidak dapat diterapkan proses termoplastisasi karena proses foaming
akan terhambat (Sumardiono, 2020). Teknologi dalam pembuatan Biofoam selalu
berkembang akibat dari kebutuhan hidup. Thermopressing merupakan salah satu
proses dari pembuatan Biofoam dimana teknologi ini menggunakan prinsip
pembuatan wafer. Adonan dicetak pada suhu dan tekanan tertentu. Kadar air yang
terdapat dalam adonan akan menguap karena adanya panas yang berfungsi
sebagai blowing agent. Dimana uap air akan mendorong proses ekspansi dari
adonan pati hingga membentuk Biofoam sesuai dengan bentuk yang diinginkan
(Shogren,2002).
(Melani,2017)
II.2 Faktor yang Mempengaruhi
1. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pembuatan biodegradable foam, dimana pati memerlukan air untuk dapat
mengembang. Akan tetapi, semakin tinggi kandungan air akan membuat
produk menjadi lebih lunak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Saleh,2014) Semakin tinggi kadar air maka waktu thermopressing yang
diperlukan juga semakin lama.
2. Penambahan Selulosa
Penambahan selulosa dapat meningkatkan densitas dan
menurunkan porositas dari biofoam. Penambahan selulosa akan mengisi
rongga dari biofoam ketika proses ekspansi, jadi porositas akan mengecil
yang mengakibatkan air yang terserap mengisi rongga semakin sedikit.
3. Penambahan PVA
Penambahan dari PVA dapat meningkatkan sifat mekanis dari
biofoam , dimana pati dan PVA masing-masing memiliki gugus hidroksil
yang besar dan akan saling berinteraksi melalui ikatan hydrogen . Adanya
PVA akan memperkuat struktur yang lemah dari Pati serta meningkatkan
ketahanan terhadap suhu proses yang tinggi. Penambahan PVA 10 wt %
ke senyawa pati dapat menaikkan kekuatan Tarik sebesar 2,2 MPa
(Rahmat,2009). 40% polivinil alkohol (PVOH) dari berat pati dimasukkan
dalam satu wadah kemudian dilakukkan pengadukan cepat menggunakkan
mixer selama 20 menit hingga terbentuk adonan yang homogen dengan
penambahan air sedikit demi sedikit (Hendrawati,2019).
4. Ukuran Selulosa
Ukuran selulosa berpengaruh terhadap kemampuannya untuk
meningkatkan sifat mekanik biofoam. Dimana semakin Panjang serat
akan menyulitkan dalam proses pendispersian. Serat dengan ukuran 15
mm merupakan nilai kirtis, semakin Panjang ukuran serat tidak mampu
memperbaiki kuat tekan dari biofoam (Capela,2017).
5. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dari pembuatan biofoam, dimana
suhu berperan dalam proses pembentukan foam akibat mengembangnya
pati. Penentuan suhu proses dilakukan pada suhu antara 140-180 oC dipilih
berdasarkan sifat termal bahan baku yang umumnya berada dikisaran 95-
150oC (Iriani, 2013).
6. Tekanan
Tekanan berpengaruh pada biofoam yang dihasilkan dimana
dengan penambahan tekanan biofoam yang dihasilkan akan lebih padat
dan lebih kuat. Menurut (Schmidt,2010) besar tekanan pada saat proses
thermopressing sebesar 0,36 MPa dilakukan pada cetakan selama 3 menit
atau menurut (Saleh, 2014) dengan memberikan tekanan yang setara
dengan bobot 5 kg
II.3 Hipotesa
Bioplastik dapat dibuat dari pati biji alpukat dengan variasi plasticizer yaitu
Sorbitol, Gliserol, Polivinil Alkohol, Propilen Glikol, dan Trietilen Glikol.
Perbedaan variasi jenis dan volume plasticizer dapat mempengaruhi densitas dari
Bioplastik. Semakin Tinggi nilai densitasnya semakin kuat dan elastisitas dari
Bioplastic Tersebut. Sifat Bioplastik dapat diketahui melalui analisis gugus fungsi
dan gugus morfologi serta uji ketahanan air dan uji biodegradabilitas