Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pati

Pati adalah polimer glukosa yang memiliki ikatan α-glikosidik dan terdiri atas
amilosa dan amilopektin yang dapat mempengaruhi sifat dari pati. Semakin
rendah kadar amilosa dalam pati maka kandungan amilopektin akan semakin
tinggi. Pati yang memiliki karakteristik kental dan lengkat merupakan pati yang
memiliki kandungan amilosa rendah dan tinggi amilopektin (Winarno,2004).
Amilosa adalah polisakarida berantai lurus yang terdiri atas molekul glukosa yang
terikat dengan satu sama lain melalui ikatan α-1,4-glikosidik. Amilopektin adalah
polisakarida yang memiliki cabang dari pati, terdiri atas molekul glukosa yang
terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik dengan percabangan melalui ikatan 1,6-
glikosidik (Indriyanti,2010). Salah satu hidrokoloid yang memiliki potensi untuk
dijadikan bahan dasar pembuatan plastik biodegradable adalah pati. Karena
karakteristik yang dihasilkan serupa dengan plastik yaitu tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak memiliki rasa (Thirathumtharvorn dan Charoenrein,2007).

2.1.1.Pati singkong

Pati singkong merupakan pati yang dihasilkan dari ekstraksi umbi singkong
(Manihot utilissima). Komposisi utama dari pati singkong adalah amilosa,
amilopektin dan sisanya merupakan komponen minor. Pati singkong akan
menghasilkan warna putih jika dilakukan ekstraksi dengan benar. Granula pati
singkong akan pecah apabila dipanaskan pada suhu gelatinisasinya. Pati singkong
mengandung 83% amilopektin sehingga mengakibatkan pasta yang dihasilkan
bening dan kecil (Samsuri, 2008).

2.1.2.Pati tongkol jagung

Pati tongkol jagung merupakan pati yang didapatkan dari proses ekstraksi
tongkol jagung. Tongkol jagung sendiri merupakan bagian dalam organ yang
digunakan sebagai tempat bulir jagung menempel. tongkol jagung merupakan
limbah padat dari tanaman jagung yang telah diambil biji jagungnya. Tongkol
jagung memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradable karena dapat membuat
senyawa kimia dalam plastik dan dapat mengikat senyawa tersebut dengan baik.
Kandungan dalam tongkol jagung adalah protein (< 4,64%), lignini (15,8%) serta
selulosa (44,08%) yang cukup tinggi (Yulistiani,2013).

2.2.Ekstraksi pati
Ekstraksi yang dilakukan dalam pati merupakan upaya untuk meningkatkan
mutu umbi, karena pati yang telah diekstraksi memiliki daya simpan cukup
panjang serta dapat digunakan dalam bermacam-macam produk pangan. Pati hasil
ekstraksi disebut dengan pati alami. Ekstraksi pati dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu basah dan kering. Ekstraksi pati terdiri dari perendaman, disintegrasi
serta sentrifugasi. Ekstraksi pati secara basah dilakukan dengan merendam
kedalam pati ke dalam air dengan perbandingan 1:4. Sedangkan ekstraksi pati
secara kering dilakukan dengan mengekstraksi pati dari tepung yang didapatkan.
Hasil rendemen pati yang didapatkan melalui ekstraksi basah lebih besar jika
dibandingkan dengan pati yang diekstraksi dengan kering (Liu (2005) dalam Cui
2005).

2.3.Plasticizer

Plasticizer merupakan zat non-volatil yang memiliki titik didih tinggi


sehingga pada saat ditambahkan dengan bahan lain maka akan merubah
karakteristik dari bahan tersebut. Perubahan struktur dimensi obyek, penurunan
ikatan rantai antar protein serta pengisian ruang yang kosong pada produk
merupakan dan tidak mudah menguap merupakan sifat dari plasticizer. Pelapis
edible film harus memiliki sifat elastis dan fleksibilitas yang baik, rendahnya daya
rapuh, tingginya tingkat ketangguhan sehingga plasticizer yang digunakan harus
memiliki berat molekul kecil (non-volatil) (Yoshida dan Antunes (2003) dalam
Murni,dkk., 2013). Fungsi dari plasticizer adalah sebagai bahan untuk
meningkatkan elastisitas melalui pengurangan derajat ikatan hidrogen serta
meningkatkan jarak antar molekul dari polimer.

2.3.1.Gliserol

Gliserol dapat disebut sebagai alkohol terhidrik. Dimana sifat fisik yang
dimiliki yaitu tidak berwarna, tidak berbau, manis rasanya serta berbentuk liquid
seperti sirup serta akan meleleh pada suhu 17,8°C dan akan mendidih pada suhu
290°C serta akan larut dalam air dan etanol (Ningsih,2015). Gliserol cukup efektif
jika digunakan dalam peningkatan sifat plastis dari suatu plastik biodegradable
karena memiliki berat molekul yang kecil (Huri dan Fitri,2014). Penambahan
plasticizer gliserol pada plastik biodegradable akan menghasilkan plastik yang
elastis dan halus, di sisi lain gliserol mampu meningkatkan permeabilitas dari
suatu plastik terhadap gas, uap air, serta zat terlarut. Gliserol merupakan salah
satu plasticizer yang bersifat hidrofilik sehingga akan menambah sifat polar dan
mudah larut dalam air (Huri dan Nisa (2014) dalam Ningsih,2015)

2.3.2.Sorbitol

Salah satu gula alkohol yang memiliki enam atom karbon bisa disebut
dengan sorbitol. Memiliki rumus kimia C6H14O6 merupakan monosakarida
poliol. Merupakan senyawa berbentuk granul atau kristal berwarna putih dengan
titik leleh berkisar antara 89°C - 101°C dan memiliki rasa manis. Sorbitol
memiliki sifat sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam metanol, etanol
serta asam asetat dan tidak akan larut dalam eter dan kloroform (Food Chemical
Codex 5th edition,2004).

2.4.Metode pembuatan plastik biodegradable

Metode dalam pembuatan film plastik biodegradable bermacam-macam,


salah satunya adalah dengan metode solution cating dan melt intercalation.
Teknik solution cating dilakukan dengan cara melarutkan larutan polimer ke
dalam pelarut yang cocok sehingga akan didapatkan larutan yang viskos.
Kemudian larutan yang dihasilkan akan dituang pada permukaan yang rata dan
bersifat non-adesif hingga pelarut dibiarkan menguap hingga habis dan menjadi
kering. Teknik solution cating merupakan teknik yang mudah dan cepat untuk
dilakukan pada skala laboratorium. Pemilihan jenis pelarut menjadi faktor kunci
keberhasilan dari teknik solution cating (Allcock dan Lampe (1981) dalam
Juari,2006). Sedangkan metode melt intercalation merupakan metode yang
didasarkan pada prinsip termodinamika larutan. Dimana keadaan awal larutan
yang stabil selanjutnya akan mengalami ketidakstabilan (demixing) dari cair
menjadi padat. Proses pemadatan berlangsung dari fase cair ke fase cair menuju
padat serta berakhir pada fase padat (Pamilia dkk, 2014).

2.5.Uji kualitas fisiko-kimia pada plastik biodegradable


2.5.1.Uji ketebalan plastik biodegradable
Uji ini dilakukan guna mengukur ketebalan dari plastik biodegradable
dengan metode microcal messmer (ASTM 1983 dalam Mardiana,2017). Nilai
ketebalan akan didapatkan dari rata-rata hasil pengukuran terhadap lima titik yang
berbeda (setiap sudut dan tengah plastik biodegradable). Alat yang digunakan
dalam uji kali ini adalah micrometer scrup.

2.5.2.Uji kuat tarik plastik biodegradable

Merupakan ukuran untuk kekuatan plastik biodegradable dalam tarikan


secara maksimum yang dapat dicapai sebelum plastik biodegradable putus atau
sobek. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui besarnya gaya yang
dibutuhkan untuk mencapai tarikan maksimum di seluruh luas area plastik
biodegradable. Kuat tarik adalah sifat mekanis dari plastik biodegradable karena
dapat melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida serta lipid
(Fatimah,2013).

2.5.3.Uji persen perpanjangan (elongitas)


Uji ini adalah uji presentase perubahan panjang plastik biodegradable yang
akan dihitung dari plastik biodegradable ditarik hingga sobek atau putus. Sebelum
titik perputusan maka perpanjangan masih akan kembali dan setelah sampai
hingga titik yield, maka perpanjangan tidak akan kembali dan selanjutnya akan
disebut dengan titik break (Allcock dan Lampe (1981) dalam Juari 2006). Kurva
perpanjangan dapat dilihat pada Gambar 1. Perlakuan konsentrasi gliserol yang
tinggi akan mengakibatkan perpanjangan fil biodegradable, penambahan
plasticizer juga sangat penting untuk mengatasi plastik biodegradable yang rapuh
(Huri dan Nisa,2014).

Gambar 1. Kurva perpanjangan (Allcock dan Lampe (1981) dalam Juari


2006)

2.6.Uji degradabilitas plastik biodegradable


2.6.1.Uji ketahanan terhadap air
Uji ini dilakukan guna mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta
tingkatan ikatan dalam polimer setelah mengtalami pembesaran. Sifat ketahanan
plastik biodegradable terhadap air dilakukan dengan uji swelling, yaitu prosentase
pembesaran plastik biodegradable dengan adanya air (Ummah (2013) dalam
Mardiana,2017). Dapat dihitung dengan rumusan sebagai berikut:

𝑊 − 𝑊𝑜
𝐴𝑖𝑟 (%) = 𝑥 100%
𝑊
Keterangan :

W = massa sampel akhir dalam keadaan basah (gr)

Wo = massa sampel awal dalam keadaan kering (gr)

(Ban et al.,2005 dalam Mardiana,2017)


2.6.2.Uji Biodegradabilitas

Uji ini dilakukan guna mengetahui apakah suatu plastik biodegradable dapat
terdegradasi dengan baik dilingkungan. Proses biodegradabilitas dapat dilakukan
dengan proses hidrolisis (degradasi kimiawi), penggunaan bakteri/jamur, enzim
(degradasi enzimatik), oleh angin dan abrasi (degradasi mekanik) serta cahaya
(fotodegradasi). Proses ini dapat dilakukan melalui aerobik maupun anaerobik.
Langkah yang dilakukan yaitu sampel film bioplastik ditanam dalam tanah yang
diletakkan dalam pot dengan asumsi komposisi tanah serupa. Biodegradasi
merupakan penghancuran seluruh bagian struktur molekul senyawa oleh reaksi
fisiologis yang dikatalis oleh mikroorganisme. Saat mengalami proses degradasi,
film plastik akan mengalami proses penghancuran alami. Terdapat faktor yang
berpengaruh yaitu tingkat biodegradabilitas plastik setelah kontak dengan
mikroorganisme seperti sifat hidrofobik, bahan aditif, proses produksi, struktur
polimer, morfologi serta berat molekul (Ummah (2013) dalam Mardiana 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Committee of Food Chemicals Codex. (2004). Food Chemicals Codex. Edisi ke-5.
Washington, D.C: The National Academies Press. Hal. 37-38.

Coniwanti, Pamilia. 2014. Pembuatan film plastik bioedgradable dari pati jagung
dengan penambahan kitosan dan pemlastis gliserol. Jurnal Teknik Kimia
No. 4, Vol. 20 hal 26. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Sriwijaya: Palembang.

Cui, S. W. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physical Properties, and


Aplications. CRC Press, Boca Raton, London, New York, Singapore.

Huri, Daman dan Fithri Choirun Nisa. “Pengaruh Konsentrasi Gliserol Dan
Ekstrak Ampas Kulit Apel Terhadap Karakteristik Fisik Dan Kimia Edible
Film” Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 No 4 (2014).

Indriyati., L. Indrarti dan E. Rahimi. (2010). Pengaruh Carboxymethyil Cellulose


(CMC) dan Gliserol Terhadap Sifat Mekanik Lapisan Tipis Komposit
Bakterial Selulosa. Jurnal Sains Materi Indonesia. 8 (1):4044

Juari. 2006. Pembuatan Dan Karakterisasi Bioplastik Dari Poly-3-


Hidroksialkanoat (PHa) yang Dihasilkan Ralstonia Eutropha Pada
Hidrolisat Pati Sagu Dengan Penambahan Dimetil Ftalat (DMF). [Skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Mardiana Fahnur. 2017. Pembuatan, Uji Ketahanan Dan Struktur Mikro Plastik
Biodegradable Dengan Variasi Kitosan Dan Konsentrasi Pati Biji Nangka.
[Skripsi]. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Alaudin Makassar.

Murni, Sri Wahyu, dkk “Pembuatan Edible Film dari Tepung Jagung (Zea
MaysL.) dan Kitosan”. Jurnal Pengembangan Teknologi Kimia Untuk
Pengelohan Sumber Daya Alam Indonesia(2013).

Ningsih, S.H. 2015. Pengaruh Plasticizer Gliserol Terhadap Karakteristik Edible


Film Campuran Whey dan Agar. [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas
Hasanudin. Makassar. 57 hlm.

Samsuri, Bilal. 2008. Penggunaan Pragelatinisasi. FMIPA UI

Thirathumthavorn, D. and S. Charoenrein. 2007. Aging effect on sorbitol-and


non-crystallizing sorbitol-plasticized tapioca starch films. Starch 59:493-
497.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Yulistiani, Ratna,Murtiningsih, Munifa Mahmud. 2013. Peran Pektin dan Sukrosa
Pada Selai Ubi Jalar Ungu. Surabaya: UPN Jawa Timur

Anda mungkin juga menyukai