Anda di halaman 1dari 9

TEKNIK MATERIAL MUTAKHIR

Biobased Materials Aplikasi Bidang Food Packaging

DISUSUN OLEH:
MUHAMAD FEBRYANDRI (17/413740/TK/46180)
MUHAMMAD YOGA BRILLIANTO (17/413745/TK/46185)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2020
I. Latar Belakang
Dalam 20 tahun terkahir, bahan kemasan yang berasal dari polimer petrokimia atau
yang lebih dikenal dengan plastik, merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan.
Hal ini disebabkan karena berbagai keunggulan plastik seperti fleksibel, mudah dibentuk,
transparan, tidak mudah pecah dan harganya yang relatif murah. Namun ternyata, polimer
plastik juga mempunyai berbagai kelemahan, yaitu sifatnya yang tidak tahan panas, mudah
robek dan yang paling penting adalah dapat menyebabkan kontaminasi melalui transmisi
monomernya ke bahan yang dikemas.
Kelemahan lain dari plastik adalah sifatnya yang tidak dapat dihancurkan secara
alami (non-biodegradable), sehingga menyebabkan beban bagi lingkungan khususnya pada
negara-negara yang tidak melakukan daur ulang (recycling). Sampah plastik bekas pakai
tidak akan hancur meskipun telah ditimbun berpuluh-puluh tahun, akibatnya penumpukan
sampah plastik dapat menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan hidup.
Seiring dengan kesadaran manusia akan masalah ini, maka dikembangkanlah jenis
kemasan dari bahan organik, dan berasal dari bahan-bahan terbarukan (renewable),
ekonomis, dan bersifat ramah lingkungan yaitu biobased material.

II. Pengertian
Biobased material adalah bahan (rekayasa) yang terbuat dari zat yang berasal dari
atau berbasis makhluk hidup.
Pada zaman dahulu biobased material masih didasarkan pada natural resources
seperti kayu, kulit, dan daun. Tetapi seiring berkembangnya zaman, biobased material kini
tidak hanya terpaku pada natural resources saja, namun lebih mengacu pada material/bahan
hasil olahan atau sintesis dari makhluk hidup yang umumnya tidak lagi memiliki kesamaan
bentuk, namun tetap memiliki kesamaan kandungan dengan makhluk hidup yang menjadi
sumbernya.
Seiring dengan kemunculan konsep eco-friendly, dibutuhkan kriteria baru dalam
pengembangan biobased material selain makhluk hidup sebagai basis pengembangannya.
Contohnya adalah material yang memiliki sifat biodegradable, yaitu kemampuan material
untuk terurai secara biologis di lingkungan sehingga lebih ramah lingkungan.
III. Food Packaging

1. Klasifikasi Food Packaging


Food packaging diklasifikasikan dalam 3 jenis berdasarkan fungsinya, yaitu
primary packaging, secondary packaging dan tertiary packaging. Primary packaging
adalah material pembungkus yang kontak langsung dengan makanan, fungsinya adalah
untuk melindungi isi, distribusi, penyimpanan dari makanan tersebut. Secondary
packaging sering digunakan untuk melindungi fisik dari makanan dan mempermudah
penyimpanan dan distribusi, serta untuk memberikan informasi tentang makanan
tersebut. Tertiary packaging berfungsi untuk mendukung secondary packaging, yang
fungsinya untuk mempermudah distribusi dan penyimpanan.
Contoh: Plastik, Kardus, Boks, Foil

2. Syarat dan Ketentuan Food Packaging


a) Nasional
UU No.7/1996 tentang pangan (UU No.7/1999), undang-undang ini berisi tentang
peraturan pengemasan berkaitan dengan keamanan pangan dalam rangka melindungi
konsumen.
b) Internasional
Eropa: British Plastic Federation, British Industrial Biological Research Association.
Amerika: Food and Drugs Administration (FDA)
United Nations: World Health Organization (WHO), Food and Agricultural Organization
(FAO), CODEX Alimentarius Commission (CAC). Hal-hal yang ditinjau dalam
peraturan di atas adalah jenis bahan dan aditif yang dipakai dalam pengemasan makanan,
meliputi pelabelan, kondisi pemakaian, petunjuk informasi, penggunaan, data peracunan,
dan cara analisis.
3. Contoh Produk Biobased Food Packaging
Berikut ini adalah beberapa contoh biobased food packaging:
a) Edible coating
Edible coatings diaplikasikan langsung pada produk makanan yang diproduksi dengan
penambahan liquid film-forming solution atau molten compounds. Edible coating
dibentuk dengan pencetakan dan pengeringan dari film-forming solutions. Edible coating
berfungsi untuk menjaga kualitas makanan dan membuat tampilan makanan menjadi
lebih menarik. Selain itu edible coating juga berfungsi sebagai pembatas atau pelindung
dari oksigen, karbon dioksida, uap air, lemak, dll.
Gambar 1. Perbandingan fisik makanan yang terlapisi dan
tidak terlapisi edible coating
b) Biobased Foam
Biobased foam adalah material menyerupai busa poliuretan yang terbuat
dari bahan organik seperti jerami, biji bunga matahari, pati jagung dan kacang
kedelai. Biobased foam merupakan tertiary packaging yang berfungsi untuk
melindungi makanan dari efek guncangan dan perubahan suhu selama proses
distribusi makanan.

Gambar 2. Biobased Foam

c) Bioplastik
Bioplastik merupakan polimer yang secara alamiah dapat dengan mudah
terdegradasi baik melalui serangan mikroorganisme maupun cuaca. Biasanya
bioplastik terbuat dari pati, selulosa dan polylacticacid (PLA). Bioplastik
biasanya digunakan untuk pengemasan barang sekali pakai seperti makanan.
Gambar 3. Bioplastic

4) Kelebihan dan Kekurangan Biobased Material


a) Kelebihan Biobased Materials
- Ramah Lingkungan
- Lebih aman bagi kesehatan
- Bahan baku yang digunakan melimpah
b) Kekurangan Biobased Materials
- Mechanical strength yang dimiliki lebih rendah dari petrobased material
- Tidak bisa diunakan pada kondisi lingkungan yang terlalu lembab
- Proses produksi lebih rumit dan mahal

IV. Proses Pembuatan Biobased Food Packaging


1. Edible Coating
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Edible coating adalah :
1. Pati
2. Plasticizer
3. Minyak
4. Bahan anti mikroba seperti kitosan dan minyak atsiri
5. Air

Edible coating dibuat dengan menggunakan metode casting. Pada metode ini
protein atau polisakarida didispersikan pada campuran air dan plasticizer, yang
kemudian diaduk. Setelah pengadukan dilakukan pengaturan pH, lalu campuran tadi
dipanaskan selama beberapa saat dan dituangkan pada casting plate. Setelah dituangkan
kemudian dibiarkan mengering dengan sendirinya pada kondisi lingkungan dan waktu
tertentu. Film yang telah mengering dilepaskan dari cetakan (casting plate) dan
kemudian dilakukan pengujian terhadap karakteristik yang dihasilkan. Pembuatan edible
coating berbasis pati pada dasarnya menggunakan prinsip gelatinisasi. Dengan adanya
penambahan sejumlah air dan dipanaskan pada suhu yang tinggi, maka akan terjadi
gelatinisasi. Gelatinisasi mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung saling
berdekatan karena adanya ikatan hidrogen. Proses pengeringan akan mengakibatkan
penyusutan sebagai akibat dari lepasnya air, sehingga gel akan membentuk film yang
stabil. Ketebalan film dapat diatur dengan memperhatikan rasio luas cetakan dengan
larutan edible film yang digunakan. Pembuatan larutan edible film komposit antara
bahan bersifat hidrofobik dengan hidrofilik, harus ditambahkan emulsifier agar larutan
akan lebih stabil (Santoso dkk., 2004). Proses pembuatan edible film dari pati singkong
dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Larutan Edible coating

Pencelupan Pada Larutan Edible Coating

Edible coating

Gambar 4. Proses Pembuatan Edible Coating Berbasis Pati Singkong


2. Biobased Foam
Bahan baku pembuatan biodegradable foam terdiri atas:
1. Pati yang diperoleh dari ubi, jagung, singkong , dll.
2. Serat yang dapat diperoleh dari bonggol pisang.
3. Polivinil alcohol
4. NaCl

Pati dan serat dicampurkan lalu ditambahkan Polivinil


alkohol dan NaCl sebagai bahan aditif untuk memperbaiki sifat mekanis
biodegradable foam, bahan kimia lainnya yang digunakan adalah
H2SO4, n-heksana, NaOH, aseton, etanol, dan air. Sebelum digunakan dalam proses
pembuatan biodegradable foam, sumber pati dan serat dihaluskan hingga ukurannya 100
mesh. Kemudian dilajutkan dengan proses plastisasi di atas hotplate dengan suhu 150°C,
selama 3 menit. Campuran kemudian dicetak dengan alat pada suhu ±120°C selama 2,5
menit, kemudian dimasukkan ke dalam microwave selama 10 menit pada suhu 100°C
selama 10 menit.
3. Bioplastik
Bahan baku pembuatan biodegradable plastic terdiri atas:
1. Pati yang diperoleh dari ubi, jagung, singkong , dll.
2. Batang bambu yang diperloleh dari ladang bambu.
3. Kalium Klorida 70%
4. Kalium Hidroksida 70%
5. Hidrogen Perroksida 50%
6. Toluene 99,5%

Pembuatan bioplastik diawali dengan membuat larutan pati sagu dengan


menambahkan 4 g pati sagu ke dalam 100 ml air (Bhat, dkk., 2013). Dilanjutkan dengan
pembuatan larutan MFC dengan mencampurkan MFC bambu ke dalam larutan KCl dengan
konsentrasi 3% b/v. Pencampuran larutan tersebut dilakukan menggunakan ultrasonic
homogenizer (FS-250 N) hingga MFC bambu terbentuk suspensi. Larutan suspensi MFC
bambu dicampurkan ke dalam larutan pati sagu (1:3 v/v) dan diaduk selama 30 menit.
Larutan bioplastik dipanaskan pada suhu 90oC (suhu gelatinisasi) menggunakan hot plate
(Thermo Scientific) dan ditambahkan gliserol sebanyak 0,3% b/b. Larutan bioplastik dicetak
pada cetakan akrilik dan dikeringkan pada suhu .
REFERENCES

J.W.,Claus. 2000. Biobased Packaging Materials For Food Industry. The Royal Veterinary
and Agricultural University Rolighedsvej. Denmark.

Ahmed, S. ed., 2018. Bio-based Materials for Food Packaging: Green and Sustainable
Advanced Packaging Materials. Springer.

Wahyu, M.K., 2009. Pemanfaatan pati singkong sebagai bahan baku edible film. Beswan
Djarum. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai