TINJAUAN PUSTAKA
A. Plastik
Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah dari
pada serat. Plastik dapat dicetak (dicetak ulang) sesuai dengan bentuk yang
diinginkan dan dibutuhkan dengan menggunakan proses injection moulding dan
ekstrusi. Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer,
yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa
monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut
dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan
jerami maka disebut amorf, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan
sifat yang lebih keras dan tegar.
6
Tabel 2. Jenis-jenis plastik berdasarkan pengklasifikasian bahan baku dan
kemampuan degradasi
Jenis bahan baku Biodegradable Non-biodegradable
Renewable Bahan berbasis pati, Polietilena (PE) dan Polivinil
bahan berbasis selulosa, klorida (PVC) dari bioetanol,
poli asam laktat (PLA), poliamida
poli hidroksi alkanoat
(PHA)
Non-renewable Polikaprolakton (PCL), Polietilena (PE), polipropilen
poli butilena suksinat (PP), polivinil klorida (PVC)
(PBS), polivinil alkohol
(PVA)
B. Plastik Biodegradable
7
dibuat dari polimer alam atau dari campuran polimer alam dan polimer sintesis.
Prinsip pembuatan plastik biodegradable dari polimer sintetis adalah dengan
menyisipkan gugus fungsional khusus yang alami pada rantai polimer sintesis
(Cole, 1990). Polimer alam mempunyai sifat fisik yang kurang baik, sedangkan
polimer sintesis mempunyai sifat fisik yang unggul seperti lebih tahan air dan
kekuatan tariknya cukup tinggi. Modifikasi campuran fisik (blend) dengan
polimer lain diharapkan dapat menghasilkan material yang sifat fisiknya baik dan
bersifat ramah lingkungan (Wisojodharmo, 1998).
kolagen gelatin.
pati, pektin, garns. Selain dari polimer alami, ada beberapa zat
contohnya adalah poly alkilene esters, poly lactic acid, poly amid
8
esters, poly vinil esters, poly vinil alcohol, dan poly anhidrides.
secara penuh oleh bakteri, jamur dan alga. Namun oleh karena
C. Pati
Pati adalah polisakarida yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa
merupakan polimer rantai linear dari unit-unit glukosa yang ditautkan dengan
ikatan -1,4-glikosidik. Amilopektin merupakan amilosa dengan percabangan -
1,6-glikosidik (Beninca et al. 2008). Pati merupakan polimer alam yang dapat
dijadikan sebagai bahan baku alternatif untuk menggantikan polimer sintetik dari
minyak bumi (Oakley, 2010). Starch atau pati merupakan polisakarida hasil
sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk
kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang
memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati adalah
polisakarida alami dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari unit-unit
glukosa. Umumnya pati mengandung dua tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin secara umum adalah 20% dan
80% dari jumlah pati total. Kedua jenis pati ini mudah dibedakan berdasarkan
reaksinya terhadap iodium, yaitu amilosa berwarna biru dan amilopektin berwarna
kemerahan. Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai
biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat
diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom, 2007).
Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan -(1> 4) unit glukosa.
9
Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 5006.000 unit glukosa, bergantung
pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer -(1> 4) unit glukosa dengan
rantai samping -(1> 6) unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan - (1>
6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 45%. Namun,
jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak
dengan derajat polimerisasi 105 3x106 unit glukosa (Jacobs dan Delcour 1998).
Amilosa adalah polimer rantai lurus mengandung lebih dari 6000 unit glukosa
yang dihubungkan dengan ikatan -1,4. Amilosa bersifat tidak larut dalam air
dingin tetapi menyerap sejumlah besar air dan mengembang. Amilopektin
memiliki struktur bercabang dimana molekul-molekul glukosa dihubungkan
dengan ikatan -1,6 glikosidik. Amilopektin memiliki daya ikat yang baik, yang
bisa memperlambat disolusi zat aktif .
(www.polisakarida.html)
(www.polisakarida.html)
10
Pada Gambar 2 merupakan struktur kimia amilosa. Amilosa adalah polimer linier
dari -D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4-. Dalam satu molekul
amilosa terdapat 250 satuan glukosa atau lebih. Amilosa membentuk senyawa
kompleks berwarna biru dengan iodium. Warna ini merupakan uji untuk
mengidentifikasi adanya pati. Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang
dapat memutar dan membentuk daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa
yang bersulur tunggal terdapat hidrogen yang berikatan dengan atom O-2 dan O-
6. Rantai lurus amilosa yang membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan
terhadap amilase. Ikatan hydrogen inter dan intra sulur mengakibatkan
terbentuknya struktur hidrofobik dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu,
sulur tunggal amilosa mirip dengan siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada
permukaan dalamnya (Chaplin 2002). Pada struktur granulapati, amilosa dan
amilopektin tersusun dalam suatu cincincincin. Jumlah cincin dalamsuatu granula
pati kurang lebih 16 buah, yang terdiri atas cincin lapisan amorf dancincin lapisan
semikristal (Hustiany 2006).
Pada Gambar 3 struktur kimia amilopektin. Molekul amilopektin lebih besar dari
amilosa. Strukturnya bercabang. Rantai utama mengandung -D-glukosa yang
dihubungkan oleh ikatan 1,4-. Tiap molekul glukosa pada titik percabangan
dihubungkan oleh ikatan 1,6-. Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya
dalam granula pati letaknya tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis
pati. Umumnya amilosa terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan
secara acak berada selang-seling di antara daerah amorf dan kristal (Oates 1997).
Pada Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin akan membentuk lapisan yang
transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan
seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidakterjadi retrogradasi dan tidak
membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi (Belitz dan Grosch 1999).
D. Kitosan
11
Gambar 4. Struktur Polimer Kitosan
(Sumber : http://id.wikipedia.org)
12
Karakteristik kitosan
Kitosan merupakan padatan putih yang tidak larut dalam air, pelarut organik,
alkali dan asam mineral dalam berbagai kondisi. Kitosan larut dalam asam
formiat, asam asetat dan asam organik lainnya dalam keadaan dipanaskan sambil
diaduk. Pelarut yang sering digunakan adalah CH3COOH 1%. Kelarutan kitosan
dalam pelarut asam anorganik adalah terbatas. Kitosan dapat larut dalam HCl 1%
tetapi tidak larut dalam asam sulfat dan asam folmiat (Nadarajah, 2005).
Sifat-Sifat Kitosan
Secara umum, kitosan mengandung dua tipe unit molekul yaitu gugus
glucosamine (struktur I) dan N-acetyleglukosamine satu sama lain melalui rantai
(-(1,4) glukosidic). Semakin tinggi kandungan amina (struktur I) maka semakin
tinggi derajat diasetilasinya. Perbedaan kandungan amina adalah sebagai patokan
untuk menentukan apakah polimer ini dalam bentuk kitin atau kitosan. Kitosan
mengandung gugus amina lebih besar 60 % dari pada kitin.
E. Gliserol
Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis tidak berwarna,
cairan kental dengan titik lebur 20C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu
290C gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam
minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding
dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik
(Anonymous,N11, 2006). Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku (anti freeze)
dan juga merupakan senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk
mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik,
makanan dan minuman lainnya (Austin, 1985). (1,2,3-propanatriol) atau disebut
juga gliserin merupakan senyawa alkohol trihidrat dengan rumus bangun
CH2OHCHOHCH2OH. Gliserol berwujud cairan jernih, higroskopis, kental, dan
terasa manis. Sifat fisik gliserol disajikan pada Tabel 2.
13
Tabel 3. Sifat Fisik Gliserol
No Sifat Nilai
1 Bobot molekul (g/mol) 92,09382
2 Viskositas pada temperatur 20C 1499
(cP)
3 Panas spesifik pada temperatur 0,5795
26C (kal/g)
4 Densitas (g/cm) 1,261
5 Titik leleh (C) 180
6 Titik didih (C) 290
14
Begitu pula dengan penggunaan plasticizer yang bersifat hidrofilik juga akan
meningkatkan kelarutannya dalam air. Suhu pemanasan yang digunakan
ditentukan berdasarkan bahan dasar yang digunakan dan akan berpengaruh
terhadap elastisitas, persentase pemanjangan, permeabilitas terhadap uap air, dan
kelarutan edible film atau coating. Edible film dari pati singkong menggunakan
suhu pemanasan 95oC selama 5 menit akan menghasilkan kuat tarik (tensile
strength) yang maksimum. Peningkatan suhu pemanasan juga akan menurunkan
perentase pemanjangan dari edible film. Permeabilitas terhadap uap air dan
kelarutan akan cenderung menurun seiring dengan naiknya suhu pemanasan
(Bourtoom, 2007).
Mekanisme Plastisasi
F. Glioksal
15
Glioksal (COH)2 masuk dalam golongan alifatik dialdehid yang paling
sederhana. Monomer anhidrat glioksal sangat tidak stabil, glioksal secara
komersial dapat dijumpai dalam bentuk 40% larutan. Glioksal dalam bentuk
larutan telah menjadi monomer anhidrat yang sempurna seperti dimer, trimer, dan
oligomer.
Larutan glioksal memiliki daya pengupan yang rendah dan sedikit berbau
seperti halnya formaldehid, glioksal juga sebagai Crosslink Agent yang perlu
ditambahkan dalam formula pelapisan. Glioksal dalam larutan sangat reaktif,
bereaksi cepat dengan ion hidroksida (OH-) membentuk ion glikolat, reaksi ini
dapat diminimalkan dengan menurunkan ph larutan (Boss and Floyd, 1995), hal
ini yang menyebabkan mengapa secara komersial glioksal dering dijumpai pada
pH 1 hingga 3.
16
Glioksal dapat bereaski dengan pati membentuk suatu ikatan silang yang memiliki
daya ikat yang kuat, sehingga membuat pati menjadi lebih tahan terhadap air.
17
tersebut dipercepat di dalam electromagnetic coil yang dihubungkan dengan
Cathode Ray Tube (CRT) sehingga dihasilkan suatu informasi mengenai keadaan
permukaan suatu sampel senyawa. Sebelum dianalisis dengan SEM, dilakukan
preparasi sampel yang meliputi penghilangan pelarut, pemipihan sampel, dan
coating.
Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah dilapisi
oleh suatu film konduktor. Pelapisan ini bertujuan agar polimer yang digunakan
dapat menghasilkan arus listrik sehingga dapat berinteraksi dengan berkas
elektron. Berkas elektron yang berinteraksi dengan spesimen dikumpulkan untuk
menghasilkan sinyal. Sinyal ini digunakan untuk mengatur intensitas elektron
pada suatu tabung televisi yang diarahkan serentak dengan sinar dari mikroskop.
Interaksi berkas elektron dengan spesimen akan menghasilkan pola difraksi 19
elektron yang dapat memberikan informasi mengenai kristalografi, jenis unsur dan
distribusinya, dan morfologi dari permukaan bahan (Wu, 1983).
18
(www.perkinelmer.com)
Prinsip kerja instrumen ini adalah mengukur energi inframerah yang diserap
oleh ikatan kimia pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu. Energi radiasi
tersebut bervariasi dalam jarak tertentu dan responnya diplot dalam suatu fungsi
radiasi energi. Struktur dasar suatu senyawa dapat ditentukan berdasarkan letak
absorpsi inframerahnya. FT-IR dapat membedakan gugus OH yang berasal dari
alkohol dan karboksilat (Clark, 2000). Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-
reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. FT-IR juga bermanfaat dalam
meneliti polipaduan polimer. Salah satu penggunaan FT-IR adalah penentuan
gugus molekul pada asam laktat. Gugus fungsi suatu senyawa diidentifikasi
melalui puncak serapan yang spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Pada
umumnya sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan, atau gas. FT-IR
menggunakan pancaran sinar pada daerah inframerah (Hsu, 1994).
DSC mengukur sejumlah energi (panas) yang diserap atau dilepaskan oleh
suatu sampel ketika dipanaskan, didinginkan atau didiamkan pada temperatur
konstan. DSC juga mengukur temperatur sampel pada kondisi tersebut. Prinsip
kerja menggunakan metode ini adalah pengukuran aliran panas berdasarkan
19
kompensasi tenaga (Rabek, 1983). Di dalam alat DSC terdapat dua heater, dimana
di atasnya diletakkan wadah sampel yang diisi dengan sampel dalam wadah
kosong. Wadah tersebut biasanya terbuat dari alumunium. Komputer akan
memerintahkan heater untuk meningkatkan temperatur dengan kecepatan tertentu,
biasanya 10 0C per mernit. komputer juga memastikan bahwa peningktan
temperatur pada kedua heater berjalan bersamaan (Widiarto, 2007).
20
mempunyai kelebihan antara lain: dapat digunakan pada temperatur tinggi, bentuk
dan volume sampel yang fleksibel, serta dapat menentukan temperatur reaksi dan
temperatur transisi sampel (Steven, 2001).
(http://www.siiint.com).
21