Oleh :
Fardin Ardyansah
Japri Arisandi
Beny Azhari
Ilham Zulkarnaen
Romy Saputra
2019
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan sosial dan ekonomi telah mempengarhui tujuan dari sains dan bidang
keteknikan yaitu pada pengembangan dan pemanfaatan polimer. Ketergantungan besar
pada material konvensional sehari-hari seperti Polyolefins mengakibatkan polusi serius
yang tidak dapat diselesaikan dengan cara yang mudah. Kemampuan pengembangan dan
ekonomi hijau memerlukan material baru yang dapat menghindari munculnya masalah
tersebut.
Polimer biodegradable telah berkembang lebih dari 10 tahun lalu, dan perkembangan
kearah plastik komersial sangat lambat. Hal ini disebabkan umumnya krena harga mahal
dan sifat agak lain ari plastik konvensional. Namun dengan harga minyak yang semakin
tinggi, yang berkisar sekitar 140 USD per barel maka harga bioplastik akan segera
menjadi kompetitif dibanding plastik lainnya.Kelebihan lain dari biodegradable plastik
adalah diproduksi dari sumber terbarukan bukan dari minyak dan mempunyai sifat
degradable secara alami. Komisi eropa untuk studi teknologi prospektif menyimpulkan
kebutuhan plastik ini akan mencapai 1-2% dari pasar polimer keseluruhan hingga tahun
2010 dan menjadi 5% ditahun 2020. Pengemas makanan merupakan kebanyakan
penggunaan dari biodegradable plastik. Dalam bentuk film dan bentuk foam digunakan
untuk pengemas daging, produk susu, atau roti. Dapat juga digunakan dalam bentuk botol
dan cangkir sekali pakai untuk kemasan air, susu, jus dan minuman lainnya. Piring,
mangkok, nampan, tas, film pertanian merupakan penggunaan lain dari jenis plastik ini.
Polylactic acid (PLA) merupakan salah satu jenis polyester alifatik, yang diperoleh dari
asam laktat dari sumber yang terbarukan seperti gula, pati-patian, selulosa dan gliserin
sisa biodiesel. Jenis polimer ini mempunyai potensi untuk dapat berkembang pada saat
ini. Sifat mekanik, barier, fisik, dan kimia mempunyai kombinasi cocok untuk digunakan
sebagai bahan sekali pakai atau sebagai pengemas makanan. PLA diharapkan dapat
menggantikan plastik konvensional karena mempunyai emisi gas CO2 lebih rendah
sehingga mengurangi pemanasan global. PLA sering dicampur dengan pati-patian untuk
menambah sifat biodegradable dan menurunkan harga. Namun campuran ini menjadi
mudah pecah, untuk itu ditambahkan plastisiser seperti gliserin, atau sorbitol agar lebih
lentur. Selain itu dapat pula dilakukan pencampuran dengan polyester degradable untuk
menggantikan plastisiser.
Pada penggunaannya, PLA masih memiliki kendala sehingga membatasi kondisi
pemrosesan polimer tersebut. Sifat fisik dan kimia PLA adalah rapuh, larut dalam
benzene, kloroform, acetonitrile, tetrahydrofuran (THF), dioxane, tetapi tidak larut dalam
etanol, methanol dan aliphatic hidrokarbon. Temperatur leleh PLA ~180oC, temperatur
glass 50-60oC dan temperatur dekomposisi ~200oC. Elongation at break dari PLA 10-20
(%) dan Breaking strength 4.0-5.0(g/hari). PLA merupakan polimer yang tidak beracun
dan nonkarsinogenik bagi tubuh manusia sehingga sangat baik digunakan untuk aplikasi
biomedis dan pengemasan makanan. Disamping keunggulan sifat yang dimilikinya, PLA
juga mempunyai kekurangan. PLA memiliki sifat getas, mudah rapuh dan hidrofobik
(Zuo et al., 2014). Hal yang sama dilaporkan oleh Rahmayetty et al, (2017) yaitu sintesis
PLA dari asam laktat dengan metode polikondensasi tanpa menggunakan katalis
menghasilkan PLA dengan berat molekul berat (Mw) sebesar 2820 dan bersifat rapuh,
getas dan tidak higroskopis. Sifat PLA yang sangat rapuh dengan elongation at break
kurang dari 10% akan membatasi kondisi pemrosesan polimer tersebut (Rasal & Hirt,
2010). Sifat hidrofobik PLA menyebabkan laju degradasi melalui hidrolisis ikatan akhir
ester membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga menjadi kendala pada aplikasi
biomedis dan kemasan makanan. PLA film untuk aplikasi biomedis dan kemasan
makanan harus memiliki elastisitas yang tinggi pada temperatur ruang, transparan dan
kristalinitas yang rendah (El-Hadi, Ahmed M., 2017).
BAB 2 PEMBAHASAN
Pada umumnya tatanama suatu polimer berdasarkan atas struktur kimia atau sumber
polimer. Tatanama yang berdasarkan atas struktur kimia, biasanya kita temui pada
sejumlah kecil senyawa anorganik dan organik. Contoh sederhana adalah polimerisasi
etilen dengan tatanama yang berdasarkan sumbernya, yaitu :
sekalipun biasanya polimer merupakan organik ( memiliki rantai karbon ) , ada juga
banyak polimer inorganik. Contoh polimer : plastik dan DNA.
Meskipun istilah polimer lebih populer menunjuk kepada plastik, tetapi polimer
sebenarnya terdiri dari banyak kelas material alami dan sintetis dengan sifat dan
kegunaan yang beragam. Kertas diproduksi dari selulosa , sebuah polisakarida yang
terjadi secara alami yang ditemukan dalam tumbuhan.
Polimer Biodegenerable adalah kelas khusus polimer yang terurai setelah tujuannya
dengan proses penguraian bakteri untuk menghasilkan produk sampingan alami seperti
gas (CO2, N2), air, biomassa, dan garam anorganik. polimer ini ditemukan baik secara
alami maupun sintetis, dan sebagian besar terdiri dari gugus fungsi ester, amida, dan
eter. Properti dan mekanisme kerusakannya ditentukan oleh strukturnya yang tepat.
Polimer-polimer ini sering disintesis oleh reaksi kondensasi, polimerisasi pembukaan
cincin, dan katalis logam. Ada banyak sekali contoh dan aplikasi polimer yang dapat
terurai secara hayati. Bahan kemasan berbasis bio telah diperkenalkan sebagai alternatif
hijau dalam beberapa dekade terakhir, di antaranya, film yang dapat dimakan telah
mendapatkan perhatian lebih karena karakteristik ramah lingkungan, variasi yang luas
dan ketersediaan, non-toksisitas, dan biaya yang rendah.
Polylactic Acid (PLA), sebuah poliester alifatik yang memiliki keunggulan luar
biasa dibandingkan polimer lainnya dan dengan demikian dapat menjadi bagian dari
solusi untuk material yang ramah lingkungan . Pada awal tahun 1970-an, produk PLA
telah telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS ( Food And Drug
Administration,FDA) untuk kontak langsung dengan cairan biologis. Empat dari
keunggulannya yang paling menarik adalah keterbaruan, biokompatibilitas,
kemampuan proses, dan hemat energi (Rasal, 2010). Pertama-tama, PLA berasal dari
energi terbarukan dan sumber daya yang dapat terdegradasi seperti jagung dan beras,
yang dapat membantu meringankan krisis energi serta mengurangi ketergantungan pada
bahan bakar fosil masyarakat kita; PLA dan produk turunannya, yaitu H2O dan CO2,
karenanya tidak beracun atau karsinogenik bagi tubuh manusia, oleh karea itu
menjadikannya bahan yang sangat baik untuk aplikasi biomedis termasuk jahitan, klip,
dan sistem pengiriman obat ( Drug Delivery System ,DDS).
Sementara PLA dapat di pertimbangkan sebagai bio material yang ramah lingkungan
dengan sifat yang bagus PLA juga mempunyai banyak sekali kekurangan ketika
berhadapan dengan beberapa kebutuhan dari aplikasinya.
1.laju degradasi terhadap hidrolisis dari sturktur kumpulan ester terlalu lambat proses
ini sering kali memakan waktu bertahun-tahun sehingga dapat mempengruhi aplikasi
2.PLA sangat getas dengan elongansi kurang dati 10% maka itu tidak cocok untuk
pembungkusan makanan.
Mempertimbangkan dari ketidak untugan dari PLA yang berbanding terbalik dengan
harganya yang mahal bukan hal yang mengejutkan PLA kurang mendapat perhatian
pada pengembangannya sehingga perlu dilakukannya penyesuian sifat pada PLA
tergantung akan penggunannya.
B. Sifat fisik dan kimia dari PLA
Asam L-laktat dan asam D-laktat, dua isomer asam laktat, ditunjukkan dalam
Gambar 2.2 asam lactic-L atau asam lactic-D murni, atau campuran dari kedua
komponen diperlukan untuk sintesis PLA.
Homopolimer LA ( Lactic Acid ) adalah bubuk putih pada suhu kamar dengan nilai Tg
dan Tm masing-masing sekitar 55 ° C dan 175 ° C. PLA dengan berat molekul tinggi
tidak berwarna, mengkilap, kaku bahan termoplastik dengan sifat yang mirip dengan
polystyrene
Kedua isomer dari LA bisa menghasilkan empat bahan yang berbeda: Poly (D-lactic
acid) (PDLA), bahan kristal dengan struktur rantai reguler; poli (asam L-laktat)
(PLLA), yang merupakan hemikristalin, dan juga demikian dengan struktur rantai yang
teratur; poli (D, asam L-laktat) (PDLLA) yang tidak berbentuk dan meso-PLA,
diperoleh dengan polimerisasi meso-laktida. PDLA, PLLA dan PDLLA larut dalam
pelarut umum termasuk benzena, kloroform, dioksan, dll. dan terdegradasi oleh
hidrolisis sederhana dari ikatan ester bahkan tanpa adanya hidrolase. PLA memiliki
waktu paruh degradasi di lingkungan mulai dari 6 bulan hingga 2 tahun, tergantung
pada ukuran dan bentuk artikel, rasio isomernya, dan suhu
Sifat tarik dari PLA dapat sangat bervariasi tergantung pada apakah itu dianelaing atau
diorientasikan, atau tergantung pada tingkat kristalinitas (Garlotta et al., 2001).
Beberapa sifat fisik dan kimia PLA adalah diringkas dalam Gambar 2.3 .
Gambar 2.3 Sifat fisik dan kimia dari PLA
C.Sintesis PLA
Dua metode sintesis utama digunakan untuk mendapatkan PLA : Polikondensasi langsung
( termasuk polikondensasi dengan larutan polikondensasi lebur ) dan polikondensasi
cincin terbuka ( Ring-Opening Polymerization , ROP ).
Karena Asam laktat ( Lactic Acid , LA ) memiliki kelompok –OH dan –COOH ,
diperlukan untuk polimerisasi , reaski dapat terjadi secara langsung dengan kondensasi
mandiri.
Pada persoalan ini pelarut organik mampu untuk melarutkan PLA tanpa mengganggu
penambahan reaksi , dan campuran dialiri dengan pengurangan air yang di akibatkan
oleh proses polikondensasi yang dimana hal ini bermanfaat untuk mendapatkan berat
molekul yang tinggi. Banyak prosedur menghasilkan PLA dengan berat molekul rata-
rata (Mw) lebih dari 200.000 oleh metode ini(Ohta et al., 1995; Ichikawa et al., 1995).
Polimer yang dihasilkan dapat digabungkan dengan isosianat, epoksida atau peroksida
untuk menghasilkan berbagai berat molekul. Reaksi berlangsung dengan lancar, akan
tetapi polimerisasi larutan mengalami kerugian tertentu seperti rentan terhadap
pengotor dari pelarut dan berbagai reaksi samping termasuk rasemisasi dan trans-
esterifikasi. Hal itu juga membutuhkan banyak volume pelarut organik, yang
berpotensi menjadi pencemar bagi lingkungan. Dalam kondisi yang dioptimalkan,
Ajioka et al. memperoleh PLA dengan Mw> 300.000 dengan metode ini (Ajioka et
al., 1995). Data karakterisasi telah menunjukkan bahwa suhu transisi gelas (Tg) dari
PLA dan polylactide disintesis oleh proses laktida konvensional pada dasarnya identik
(Tg = 58 ° C dan 59 ° C, masing-masing), tetapi PLA memiliki titik leleh yang lebih
rendah (Tm = 163 ° C) daripada polylactide (Tm = 178 ° C). Sifat mekanik kedua
polimer juga sangat mirip.
2. Polikondensasi Lebur
secara industri karena sensitivitasnya terhadap kondisi reaksi (Maharana et al., 2009).
Sederhananya, oligocondensate termal LA pertama kali mengalami polikondensasi
leleh untuk memperoleh polikondensat leleh, yang kemudian dikenai polikondensasi
keadaan padat pada 105 ° C. Sebagai akibatnya, berat molekul PLA sebesar 600.000
setelah waktu reaksi singkat dalam kondisi yang dioptimalkan. Singkatnya, proses
polimerisasi satu langkah ini relatif ekonomis dan mudah di kontrol, tetapi mereka
adalah reaksi kesetimbangan yang dipengaruhi oleh berbagai parameter seperti suhu,
waktu reaksi, katalis, tekanan, dan sebagainya. Faktor-faktor ini sangat kuat
mempengaruhi berat molekul dari produk yang diperoleh. Selain itu, air yang
dihasilkan di proses ini dapat menyebabkan PLA dengan berat molekul tinggi terurai
pada reaksi suhu tinggi. Jadi polimer yang dihasilkan dari reaksi ini biasanya memiliki
berat molekul rendah yang tidak memuaskan. Perhatian harus diberikan pada tiga
aspek reaksi untuk mendapatkan berat molekul tinggi, yaitu mengendalikan kinetika
reaksi, menghapus air yang terbentuk, dan mencegah degradasi rantai PLA.
Sejumlah penelitian telah meneliti pengaruh berbagai faktor seperti konsentrasi dan
jenis katalis, kemurnian monomer, dan suhu pada polimerisasi laktida. Perhatian
khusus telah diberikan pada katalis. Saat ini tin octoate adalah yang paling banyak
digunakan katalis untuk polimerisasi pembukaan cincin laktida, tetapi banyak logam
bebas baru yang efisien sistem katalitik muncul sebagai alternatif yang berharga
(Jérôme & Lecomte, 2008). Itu Katalis berbasis logam berat memang sangat mungkin
untuk mencemari produk, yang mempersulit pemurnian PLA yang diperoleh dan juga
membatasi aplikasi PLA di bidang pengemasan makanan dan biomedis.
D. Modifikasi PLA
Kelemahan utama PLA yang membatasi aplikasinya adalah modifikabilitas kimia yang
buruk dan daktilitas mekanik, profil degradasi lambat, dan hidrofilisitas yang buruk. Agar
sesuai untuk aplikasi biomedis spesifik, PLA telah dimodifikasi terutama mengenai dua
aspek: Sifat curah dan kimia permukaan. Untuk mencapai hal ini, baik modifikasi kimia
maupun modifikasi fisik telah dicoba, yang melibatkan penggabungan monomer
fungsional dengan arsitektur dan komposisi molekul yang berbeda, penyetelan kristalinitas
dan kemampuan proses melalui pencampuran dan plastisisasi, dll., Yang dijelaskan pada
bagian berikut.
Biomaterial harus memiliki sifat curah, terutama sifat hidrofilik dan mekanis, yang
memenuhi persyaratan khusus. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi karakteristik ini
termasuk zat kimia tambahan, komposisi, dan struktur morfologi. Saat ini banyak
penelitian berfokus pada berbagai gugus hidrolitik, mengendalikan fleksibilitas dan
kristalinitas rantai molekul, dan keberadaan gugus hidrofilik.
1 Modifikasi Fisik
Memadukan
Campuran polimer adalah metode yang efektif, sederhana, dan serbaguna untuk
mengembangkan bahan baru dengan sifat khusus tanpa mensintesis polimer baru (Peesan
et al., 2005). Sifat-sifat polimer yang berbeda (dapat terurai secara hayati dan tidak dapat
terurai secara hayati) dapat digabungkan dengan mencampurkannya dengan PLA, atau
bahkan sifat baru dapat muncul dalam produk karena interaksi antar komponen.
Komponen yang dapat terurai secara hayati dicampur dengan PLA termasuk poli (etilen
glikol) (PEG), poli (┚-hidroksibutirat) (PHB), poli (rol-kaprolakton) (PCL), poli (butilena
adipate-co-tereftalat) (PBAT), kitosan, dan pati (Sheth et al., 1997). Sementara campuran
PLA dan polimer non-biodegradable belum diteliti secara luas, polietilen densitas rendah
(LDPE), poli (vinil asetat) (PVA), dan polipropilen (PP) telah diperiksa. Reddy et al.
(Reddy et al., 2008) menemukan bahwa PLA dalam campuran yang diperoleh dari lima
rasio PLA / PP memiliki ketahanan yang jauh lebih baik terhadap biodegradasi dan
hidrolisis, dan meningkatkan kemampuan pewarnaan dengan pewarna yang tersebar.
Namun sebagian besar campuran ini tidak dapat bercampur (fase-terpisah) dan
menampilkan sifat mekanik yang buruk karena adhesi antarmuka yang rendah antara fase
polimer.
Untuk meningkatkan sifat pemrosesan dan mekanis PLA tanpa mengorbankan
degradabilitas dan biokompatibilitasnya, Xu et al. (Xu et al., 2009) dicampur PLA dengan
termoplastik baru yang dapat didegradasi yang berasal dari konjac glukomanan (TKGM),
disintesis oleh kopolimerisasi graft dari vinil asetat dan metil akrilat ke konjac
glukomanan (KGM). Pengukuran analisis mekanik dinamis (DMA) dan pemindaian
mikroskop elektron (SEM) menunjukkan bahwa sistem PLA / TKGM tidak dapat
beradaptasi karena interaksi spesifik antara PLA dan TKGM. Hal ini menyebabkan
perpanjangan maksimum pada 520% untuk campuran (20/80), dibandingkan dengan 14%
untuk PLA rapi. Kekuatan tumbukan juga meningkat dari 11,9 kJ / m2 untuk PLA rapi
menjadi 26,9 kJ / m2 untuk campuran 20/80. Sintesis polimer baru, biodegradable atau
non-biodegradable, agar dapat dicampur dengan PLA, akan mewakili tugas utama di masa
depan.
Plastisisasi
PLA adalah polimer kaca dengan perpanjangan yang buruk saat putus (biasanya kurang
dari 10%). Modifikasi PLA dengan plasticizer yang dapat terbiodegradasi dan non-
biodegradasi yang berbeda,
memiliki berat molekul rendah tetapi titik didih tinggi dan volatilitas rendah, telah
dieksplorasi sebagai cara untuk menurunkan Tg dan meningkatkan daktilitas dan
kelembutan PLA. Ini telah dicapai dengan memvariasikan berat molekul, polaritas dan
gugus fungsi dari plastisator. Molekul biokompatibel seperti asam laktat oligomer, ester
sitrat oligomer, PEG oligomer, dan gliserol adalah semua plastisator pilihan untuk PLA
(Martin & Averous, 2001; Ljungberg et al., 2005). Ljungberg et al. (Ljungberg & Wesslén,
2002) telah mencampurkan PLA dengan lima plasticizer (triacetine, tributyl citrate,
triethyl citrate, acetyl tributyl citrate) dan menemukan bahwa triacetine dan tributyl citrate
lebih efektif sebagai plasticizer daripada yang lain untuk mendapatkan signifikansi
penurunan Tg untuk PLA.
Komposisi
Serat dapat berfungsi sebagai pengisi dalam pembentukan komposit PLA yang dapat
diproses dengan kompresi atau cetakan injeksi, untuk meningkatkan stabilitas termal,
ketahanan hidrolisis, atau sifat mekanik PLA. Beberapa investigasi pada komposit PLA
yang dibuat dari serat selulosa alami dan modifikasi menunjukkan bahwa sifat
mekaniknya berskala dengan fraksi massa serat yang ditambahkan (Wan et al., 2001;
Mathew et al., 2005). Optimalisasi komposit PLA diperkuat serat alami, dalam hal sifat
mekanik dan lainnya, sangat penting untuk meminimalkan biaya mereka, menyesuaikan
biodegradabilitas mereka, dan memperluas area aplikasi mereka. Pengisi anorganik juga
dapat berkontribusi pada modifikasi properti. Tabel 3 memberikan perbandingan beberapa
bahan organik dan anorganik yang diuji sebagai pengisi PLA.
Graupner et al. (Graupner et al., 2009) menyiapkan komposit dari berbagai jenis serat
alami (kapas, rami, kenaf) dan serat selulosa termodifikasi (Lyocell), dengan fraksi massa
serat 40%, dengan cetakan kompresi. Sifat mekanik dari komposit ini dirangkum dalam
Tabel 4. Tomé et al. (Tomé et al., 2011) menyiapkan komposit dari PLA dan selulosa
bakteri asetat dengan peracikan mekanis. Komposit menunjukkan peningkatan yang
signifikan dalam moduli elastis dan Young, serta dalam kekuatan tarik (kenaikan sekitar
100, 40, dan 25%, masing-masing, dibandingkan dengan PLA yang rapi) pada pengisian
pengisi 6%. Beberapa pengubah permukaan dapat meningkatkan adhesi antara serat dan
matriks PLA. Misalnya, 3-aminopropyltriethoxysilane (APS) menghidrolisis dalam air
atau pelarut untuk menghasilkan gugus silanol yang mampu berikatan dengan gugus -OH
pada permukaan serat kenaf (Huda et al., 2008). Gugus -NH2 dari APS juga dapat
berikatan dengan -CO2- situs yang terbentuk pada permukaan PLA melalui perawatan
dengan larutan natrium hidroksida. Dengan demikian APS secara efektif berfungsi sebagai
agen penghubung. Yang et al. (Yang et al., 2011) menghasilkan komposit dari PLA dan
selulosa mikrokristalin yang dimodifikasi oleh asam L-laktat. Kekuatan tarik dan
perpanjangan putus komposit lebih tinggi daripada untuk PLA rapi. Modifikasi permukaan
substrat selulosa dianggap sebagai elemen kunci dari penguatan mekanik.
Kim et al. (Kim et al., 2010) menyiapkan serangkaian nanokomposit grafit (EG) PLA
dan terkonfirmasi bahwa nanoplatelet grafit dapat terdispersi secara homogen dalam
matriks PLA. Analisis termogravimetri juga menunjukkan bahwa stabilitas termal dari
nanokomposit ditingkatkan dengan jumlah EG yang meningkat hingga 3% berat.
Sebagai contoh, suhu yang berhubungan dengan penurunan berat 3% untuk komposit
dengan 3,0% berat EG meningkat 14 derajat menjadi ~ 364 ° C vs PLA murni. Selain
itu, modulus Young dari komposit meningkat dengan konten grafit dan resistivitas
listrik mereka secara dramatis diturunkan. Scaffold komposit poli (asam laktat) /
hidroksiapatit (PLA / HAP) yang diproses dengan berbusa dengan superkritis CO2
terbukti menjanjikan untuk penggantian tulang, karena karakteristik mekanisnya sangat
cocok dengan sifat-sifat tulang dalam hal viskoelastisitas dan anisotropi (Mathieu et
al. , 2006)
Modifikasi kimia PLA telah dicapai terutama melalui kopolimerisasi dan cross-linking.
Kopolimerisasi
(d)
(b)
(c) (e)
Gambar 2.6. Schematics of block copolymer structures: (a) diblock; (b) triblock;
(c) alternating multiblock; (d); dendrimer-like copolymer; (e) star-like
copolymer.
Tautan silang
Struktur PLA terkait silang dapat dibentuk melalui iradiasi atau melalui reaksi kimia.
Sinar elektron dan iradiasi telah banyak diterapkan pada cross-linking PLA di hadapan
sejumlah kecil agen cross-linking seperti triallyl isocyanurate (TAIC) (Quynh et al.,
2008; Phong et al., 2010). Stabilitas termal bahan berbasis PLA dapat ditingkatkan
secara signifikan dengan cara ini (Quynh et al., 2007). Quynh et al. (Quynh et al., 2009)
memperoleh stereocomplexes dengan menggabungkan silang campuran PLLA dan
PDLA dengan berat molekul rendah. Hidrolisis alkali dan degradasi enzim dari
stereocomplex dapat dikontrol oleh radiasi silang, karena larutan alkali dan juga
proteinase hampir tidak menyerang jaringan polimer ikatan silang. Sayangnya,
peralatan iradiasi mahal dan sampel PLA harus diproses sebagai pelat tipis untuk
menyerap energi yang cukup dari radiasi untuk memulai reaksi ikatan silang, yang
secara signifikan membatasi penerapan praktisnya.
PLA yang dimodifikasi dengan fraksi gel yang berbeda dan densitas ikatan silang juga
dapat diperoleh melalui reaksi kimia antara zat penghubung dan rantai polimer tanpa
iradiasi (Agrawal et al., 2010). Yang et al. (Yang et al., 2008) dengan demikian
menginduksi cross-linking melalui perawatan lelehan PLA dengan sejumlah kecil TAIC
dan dicumyl peroxide (DCP). Hasil yang diperoleh untuk sampel dengan fraksi gel
yang berbeda dan kepadatan cross-link menunjukkan bahwa cross-linking PLA dimulai
pada kandungan TAIC atau DCP yang rendah. Kristalinitas sampel PLA cross-linked
diperoleh dengan 0,5% berat TAIC dan 0,5% berat DCP menurun dari 32% untuk PLA
murni menjadi 24%. Peningkatan signifikan dalam modulus tarik dari 1,7 GPa menjadi
1,9 GPa, dan dalam kekuatan tarik dari 66 GPa menjadi 75 GPa juga diamati, dan
inisiasi degradasi termal dan suhu penyelesaian keduanya meningkat relatif untuk PLA
yang rapi. Keuntungan tambahan dari metode ini adalah tidak memerlukan langkah
pemurnian tambahan atau peralatan khusus, karena reaksi dilakukan dalam keadaan cair
dengan hanya sejumlah kecil zat pengikat silang. Dengan demikian secara ekonomis
sangat menguntungkan dibandingkan iradiasi, yang membutuhkan peralatan mahal.
Namun demikian, peningkatan kerapuhan diamati setelah pembentukan struktur yang
sangat saling terkait, yang masih menjadi masalah yang harus dipecahkan.
Sifat permukaan material memainkan peran penting dalam menentukan aplikasi mereka.
Kehadiran fungsi kimia permukaan spesifik, hidrofilisitas, kekasaran, energi permukaan,
dan topografi sangat penting untuk aplikasi biomedis PLA dan interaksinya dengan
biomacromolekul. PLA murni menyebabkan respons peradangan ringan jika ditanamkan
ke jaringan manusia. Oleh karena itu penting untuk merancang biomaterial dengan sifat
permukaan yang dibutuhkan. Berbagai strategi modifikasi permukaan yang diuji meliputi
metode fisik, termasuk pelapisan permukaan, penjeratan dan perawatan plasma, dan
metode kimia. Kedua jenis pendekatan ditinjau.
1. Metode fisik
Lapisan permukaan
Ini adalah salah satu metode modifikasi permukaan yang paling sederhana dan telah
diterapkan pada berbagai polimer, tetapi khususnya untuk partikel nano PLA yang
digunakan untuk pengiriman obat. Sebagai contoh, pelapisan PEG menunda fagositosis
nanopartikel PLA dan memperpanjang waktu sirkulasi nanopartikel in vivo (Gref et al.,
1994). Sayangnya nanopartikel PLA berlapis PEG tidak dapat memberikan penargetan
khusus, yang memengaruhi efisiensi pengirimannya. Salah satu alternatif yang paling
menjanjikan untuk PEG dalam hal ini adalah penggunaan polisakarida. Bahan-bahan ini
memberikan perlindungan sterik terhadap partikel nano terhadap interaksi non-spesifik
dengan protein dan dengan demikian memastikan stabilitas partikel dalam sistem sirkulasi
darah (Ma et al., 2008). Selain itu, ligan untuk mencapai penargetan aktif dapat
terkonjugasi pada permukaan nanopartikel ini, karena banyak kelompok reaktif tersedia
pada polisakarida dan turunannya (Gu et al., 2007). Pilihan lain adalah pelapisan
permukaan dengan protein matriks ekstraseluler (ECM) seperti fibronektin, laminin,
vitronektin, dan kolagen, yang kondusif untuk adhesi sel dan dapat sangat meningkatkan
biokompatibilitas juga (Lin et al., 2010).
Pekerjaan inovatif dilakukan oleh Cronin et al. (Cronin et al., 2004), yang menguji
perancah serat PLLA sebagai substrat untuk diferensiasi sel otot rangka manusia.
Penempelan sel (jumlah sel yang melekat pada film yang dihitung di sepanjang bagian
tengah, dari satu sisi ke sisi yang berlawanan dari film dalam bidang pandang) meningkat
secara signifikan pada film PLLA yang dilapisi dengan gel ECM, fibronectin, atau laminin
dibandingkan dengan yang tidak dilapisi. atau film PLLA berlapis gelatin. Myoblasts
mampu berdiferensiasi menjadi myofibers multinukleasi pada serat PLLA yang dilapisi
gel ECM dan mengekspresikan penanda otot seperti myosin dan act-actinin, seperti yang
ditunjukkan oleh western micro blot dan oligonucleotide microarray.
Entrapment
Jebakan spesies pemodifikasi (misalnya PEG, alginat, gelatin, dll.) Dapat dicapai melalui
pembengkakan permukaan PLA yang dapat dibalik seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 4. Ini adalah metode sederhana namun efektif untuk modifikasi permukaan yang
tidak memerlukan kelompok fungsional khusus dalam rantai polimer, seperti molekul
pengubah terakumulasi hanya pada permukaan material tanpa memodifikasi sifat curahnya
(Lu et al., 2009). Selain itu, jebakan dapat digunakan untuk menghasilkan morfologi dan
ketebalan perancah 3D yang berbeda, yang tidak dapat dicapai dengan metode modifikasi
permukaan lainnya. Akhirnya, jebakan memungkinkan modifikasi permukaan secara
terkendali karena berbagai parameter (mis. Rasio pelarut, konsentrasi gelatin, waktu
perendaman, dan ikatan silang kimia) dapat bervariasi untuk menyesuaikan proses (Zhu et
al., 2003).
Gambar 2.7 . Schematic illustration of entrapment process.
PEG (Mw = 18.500) dan poli (L-lisin) (PLL) (Mw = 29.300) telah terperangkap di
permukaan PLA menggunakan 2,2,2-trifluoroethanol (TFE) / air sebagai campuran pelarut
/ non-pelarut (Quirk et al. , 2002). Proses jebakan baru juga telah dilaporkan oleh Liu et al.
(Liu et al., 2005), melalui ikatan silang kimia gelatin dengan 1-ethyl-3- (3-
dimethylaminopropyl) carbodiimide (EDC) HCl dan N-hydroxysuccinimide (NHS) (97%)
dalam {2- [N -morpholino] buffer hidrat asam etanasulfonat} (MES), setelah film PLLA
pretreated direndam dalam larutan gelatin untuk waktu tertentu. Hasil dibandingkan
dengan perancah kontrol telah menunjukkan bahwa hidrofilisitas permukaan meningkat
dengan jumlah gelatin yang terperangkap dan bahwa perlekatan dan proliferasi sel,
pengendapan serat kolagen, dan ekskresi sel lainnya (matriks ekstraseluler, dll.) Juga
meningkat secara signifikan.
Pengobatan plasma
Tes dengan pengobatan plasma dimulai pada 1960-an dan telah sejak itu banyak
digunakan untuk meningkatkan hidrofilisitas dan afinitas sel permukaan PLA. Keuntungan
nyata dari perawatan plasma dibandingkan dengan metode modifikasi permukaan lainnya
termasuk kemampuannya untuk mengontrol struktur permukaan, energi dan muatan, dan
untuk secara seragam memodifikasi permukaan tanpa memengaruhi sifat curah (Chu et al.,
2002). Kelompok-kelompok fungsional seperti - NH2, -COOH, dan -OH, yang cenderung
membentuk ikatan kovalen dengan bahan lain untuk modifikasi lebih lanjut, paling sering
diperkenalkan dengan perlakuan plasma (Favia et al., 1998).
Liu et al. dengan demikian menyelidiki pengaruh parameter operasi utama, yaitu daya
plasma, durasi perawatan (jumlah siklus perawatan) dan kesenjangan elektroda pada debit
plasma penghalang dielektrik (DBD) dari pengobatan plasma film PLA dalam hal
perubahan keterbasahan permukaan dan kimia. (Liu et al., 2004). Mereka selanjutnya
mengembangkan persamaan yang menghubungkan sifat permukaan (sudut kontak air dan
pengayaan oksigen, seperti yang diamati oleh analisis XPS) dengan parameter operasional
ini. Ditentukan bahwa besarnya celah elektroda memainkan peran dominan dalam
pengobatan PLA, dan peningkatan keterbasahan yang diamati dikaitkan dengan perubahan
kimia permukaan dan mikrostruktur. Chaiwong dan rekan kerja (Chaiwong et al., 2010)
meneliti pengaruh plasma SF6 pada sifat hidrofobik dan penghalang PLA. Ditemukan
bahwa plasma SF6 meningkatkan hidrofilisitas dan meningkatkan waktu penyerapan air
dua kali lipat. Perlakuan plasma tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
permeabilitas uap air PLA, karena struktur curah yang mengendalikan sifat transpor tidak
terpengaruh oleh perlakuan. Jenis plasma lainnya seperti plasma oksigen, helium, dan
nitrogen juga telah diselidiki (Hirotsu et al., 2002).
2 Modifikasi kimia
PLA tidak membawa kelompok fungsional rantai samping yang reaktif. Akibatnya,
langkah pertama modifikasi kimia biasanya hidrolisis permukaan sederhana (dengan
alkali) atau perawatan aminolisis. Gugus hidrofilik –COOH dan –OH atau reaktif –NH2
yang diperkenalkan oleh pembelahan ikatan ester dapat digunakan untuk mengikat
molekul bioaktif seperti arginin-glikin-asam aspartat (RGD) yang mengandung peptida,
kitosan (CS), arginin dan lisin, PEG, kolagen, dan sebagainya untuk mengatur adhesi sel
atau adsorpsi protein.
Peptida yang mengandung RGD sintetik dapat diimobilisasi pada PLA setelah perawatan
dengan hidrolisis atau aminolisis (Stupack et al., 2001). Bahan yang disiapkan oleh
metode ini menyediakan situs pengakuan yang cocok untuk reseptor adhesi sel dan laju
degradasi hayati, menjadikannya cocok untuk berbagai aplikasi di bidang seperti teknik
jaringan dan teknologi implan. Juga telah ditentukan bahwa nanopartikel poli-terkonjugasi
RGD (asam laktat-ko-lisin) (asam arginin-glisin-aspartat) (PLA-PLL-RGD NP) tidak
beracun dan mengikat lebih efisien pada sel endotel vena umbilikal manusia ( HUVEC)
dibandingkan dengan PLA-PLL NP telanjang in vitro. Hasil pencitraan yang ditargetkan
diperoleh secara in vivo menunjukkan bahwa PLA-PLL-RGD secara selektif dapat
mengikat sel kanker payudara BACP-37. Lieb et al. juga menunjukkan peningkatan
densitas sel dan proliferasi sel pada permukaan yang dimodifikasi dengan monoaminated
poly (etylene glycol) berlubang RGD -block-poly (D, L-lactic acid) (H2N-PEG-PLA),
dimediasi melalui interaksi RGD-integrin (Lieb et al., 2005).
Chitosan (CS) adalah biopolimer yang menunjukkan biokompatibilitas yang baik, non-
toksisitas, dan dapat terurai secara hayati, diproduksi oleh alkali N-deasetilasi kitin.
Imobilisasi polimer ini pada PLA telah dilakukan dengan melapisi permukaan dengan
kitosan, dimodifikasi dengan reagen pengikat silang hetero-bifunctional fotosensitif asam
4-azidobenzoic, dan iradiasi dengan sinar ultraviolet untuk memfotolisasi kelompok azida
dan secara kovalen menghubungkan kedua polimer (secara kovalen). Zhu et al., 2002).
Kelompok chitosan -OH dan -NH2 memberikan peluang lebih lanjut untuk
memperkenalkan berbagai gugus fungsional di permukaan. Dengan demikian molekul CS
yang diimobilisasi pada PLA dimodifikasi dengan larutan heparin (Hp) untuk membentuk
kompleks polielektrolit pada permukaan, yang menghambat adhesi dan aktivasi platelet,
dan peningkatan adhesi sel.
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan
(PLA) dengan rumus kimia (CH3CHOHCOOH)n adalah sejenis polimer atau plastik
yang bersifat biodegradable, thermoplastic dan merupakan poliester alifatik yang terbuat
dari bahan-bahan terbarukan seperti pati jagung atau tanaman tebu. Walaupun PLA sudah
dikenal sejak abad yang lalu, namun baru diproduksi secara komersial dalam beberapa
tahun terakhir dengan keunggulan kemampuan untuk terdegradasi secara biologi. Poli
asam laktat merupakan keluarga aliphatic polyesters yang biasanya dibuat dari alfa asam
hidroksi yang ditambahkan asam poliglicolat atau polimandelat. Poli asam laktat
memiliki sifat tahan panas, kuat, & merupakan polimer yang elastic (Auras, 2002). Poli
asam laktat yang terdapat di pasaran dapat dibuat melalui fermentasi karbohidrat ataupun
secara kimia melalui polimerasi kondensasi dan kondensasi azeotropik (Auras, 2006).
Polimer Poli asam laktat dapat terurai di tanah baik dalam kondisi aerob ataupun anaerob
dalam kurun waktu enam bulan sampai lima tahun (Auras, 2002).Poli asam laktat,
menggabungkan sifat terbaik dari bahan alami dan bahan buatan. Karena bahan ini dibuat
dari gula tumbuhan, maka bahan ini menggunakan sumber yang dapat diperbaharui dan
dapat diuraikan kembali sepenuhnya. Selain itu bahan ini juga mempunyai sifat-sifat yang
sama dengan plastik biasa yang terbuat dari hidrokarbon, yaitu kuat, lentur dan murah
harganya. Setelah para pecinta lingkungan mulai menunjukkan kepedulian akan
merosotnya persediaan bahan bakar dan menghilangnya lahan pembuangan, para
pengusaha pabrik sudah mencoba untuk mengembangkan beberapa bahan alternatif untuk
pengganti plastik biasa yang terbuat dari hidrokarbon. Hasil-hasil riset terbaru
menunjukkan poli asam laktat mempunyai keunikan dan kelebihan baik dalam
permebelitas, transmisi oksigen, suhu transisi, dan kecepatan mengompos dibandingkan
dengan jenis plastik lain. Poli asam laktat memiliki permeabilitas uap air yang relatif
rendah sehingga memungkinkan layak dijadikan kemasan. Poli asam laktat juga memiliki
laju transmisi oksigen (udara) relatif lebih tinggi sehingga bisa digunakan untuk pangan
yang diinginkan dalam bentuk cair. Suhu perubahan Poli asam laktat adalah antara 50-60°
C sehingga dapat digunakan untuk kemasan makanan dingin.
Poli asam laktat mempunyai potensi yang sangat besar dikembangkan sebagai pengganti
plastik konvensional. Poli asam laktat bersifat termoplastik, memiliki kekuatan tarik dan
modulus polimer yang tinggi, bobot molekul dapat mencapai 100.000 hingga 500.000,
dan titik leleh antara 175-200ºC (Oota, 1997). Pada umumnya PLA dipergunakan untuk
menggantikan bahan yang transparan dengan densitas dan harga tinggi. Bahan plastik
yang digantikan dari jenis PET (1.4 g/cc, 1.4 usd/kg), PVC lentur (1.3 g/cc, 1 usd/kg) dan
selofan film. Dibanding PP (0.9 g/cc, 0.7 usd/kg) dan HIPS (1.05 g/cc, 1 usd/kg), PLA
dapat dikatakan kurang menguntungkan, namun mempunyai kelebihan lain yaitu ramah
lingkungan. PP dan HIPS berasal dari minyak bumi dan jika dibakar akan menimbulkan
efek pemanasan gobal, (Syah Johan, 2008). Kelebihan poli asam laktat pada jenis BOPLA
(bioriented PLA atau bentuk stretch dua arah) dimana twist dan deadfold mirip seperti
selofan dan PVC, karena itu BOPLA dipergunakan juga untuk film yang tipis untuk
pembungkus permen. BOPLA mempunyai barier yang bagus untuk menahan aroma, bau,
molekul solven dan lemak sebanding dengan PET atau nilon 6. Sebagai bahan polar poli
asam laktat mempunyai tegangan 38 dynes/cm2 sehingga mudah untuk di-print dengan
berbagai tinta tanpa proses „flame dan corona„ seperti halnya BOPP atau film yang lain.
Poli asam laktat merupakan penyekat yang bagus dengan suhu gelas atau Tg 55-65 deg,
inisiasi sealing bisa dimulai pada suhu 80 deg sama dengan sealant dari 18% EVA.
Gabungan antara kemudahan untuk di-seal dan tingginya barier untuk aroma dan bau
maka PLA dapat digunakan sebagai lapisan paling dalam untuk pengemas makanan,
(Syah Johan, 2008). Kekurangan PLA adalah densitas lebih tinggi (1.25 g/cc) disbanding
PP dan PS dan mempunyai polaritas lebih tinggi sehingga sulit direkatkan dengan PE dan
PP yang non polar dalam system film multi lapis. PP mempunyai densitas 0.9 g/cc, denga
harga 0.7 usd per kg dan HIPS mempunyai densitas 1.05 g/cc dan harga 1 usd per kg.
PLA juga mempunyai ketahanan panas, moisture dan gas barier kurang bagus dibanding
dengan PET. Hal lain yang paling penting adalah harganya yang masih tinggi yaitu 2.6
usd per kg. Kelebihan poli asam laktat dibandingkan dengan plastik yang terbuat dari
minyak bumi adalah ,Biodegradable artinya poli asam laktat dapat diuraikan secara alami
di lingkungan oleh mikroorganisme ,Biocompatible dimana pada kondisi normal jenis
plastik ini dapat diterima oleh sel atau jaringan biologi ,Dihasilkan dari bahan yang dapat
diperbaharui (termasuk sisa industri) dan bukan dari minyak bumi. 4.100% recyclable
melalui hidrolisis asam laktat dapat diperoleh dan digunakan kembali untuk aplikasi yang
berbeda atau bisa digabungkan untuk menghasilkan produk lain ,Tidak menggunakan
pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi poli asam laktat.
Serta dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO2 dan air. Saat ini, poli asam laktat
sudah digunakan untuk beragam aplikasi, diantaranya dibidang medis, kemasan dan tekstil.
Dibidang medis, PLA sudah lama digunakan sebagai benang jahit pada saat operasi serta bahan
pembungkus kapsul. Selain itu pada dasawarsa terakhir Poli asam laktat juga dikembangkan
dalam upaya perbaikan jaringan tubuh manusia dan juga telah dikembangkan untuk pembuatan
kantong plastik (retail bags), kontainer, bahkan edible film untuk sayuran dan buah. Dalam bentuk
film dan bentuk foam digunakan untuk pengemas daging, produk susu, atau roti. Dapat juga
digunakan dalam bentuk botol dan cangkir sekali pakai untuk kemasan air, susu, jus dan minuman
lainnya. Piring, mangkok, nampan, tas, film pertanian merupakan penggunaan lain dari jenis
plastik ini.Selain itu dibidang tekstil PLA juga telah diaplikasikan untuk pembuatan kaos dan tas.
Di Jepang, PLA bahkan sudah dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan compact disc (CD)
oleh Sanyo.
Sintesa poli asam laktat adalah sebuah proses yang terdiri dari beberapa langkah, dimulai
dari produksi asam laktat sampai pada tahap polimerisasi. Poli asam laktat dapat
diproduksi melalui tiga metode, yaitu: (1)Polikondensasi langsung (direct condensation-
polymerization) asam laktat yang menghasilkan poli asam laktat dengan berat molekul
rendah dan rapuh sehingga sebagian besarnya tidak dapat digunakan kecuali jika
ditambahkan chain coupling agent untuk meningkatkan panjang rantai polimer;
(2)Kondensasi dehidrasi azeotropik (Azeotropic dehydration condensation) asam laktat
dengan menggunakan pelarut azeotropik, yang dapat menghasilkan poli asam laktat
dengan berat molekul mencapai 15.400 dan rendemen sebesar 89% dan, (3)polimerisasi
pembukaan cincin (ring opening polymerization, ROP), yang dilakukan melalui tiga
tahapan yaitu polikondensasi asam laktat, depolimerisasi sehingga membentuk dimer
siklik (lactide) dan dilanjutkan dengan polimerisasi pembukaan cincin, sehingga
diperoleh poli asam laktat dengan berat molekul tinggi. Polimerisasi pembukaan cincin
menghasilkan poli asam laktat dengan berat molekul 2×104 hingga 6.8×105. Metoda ROP
ini telah dipatenkan oleh Cargill (Amerika Serikat) pada tahun 1992. Langkah pertama
dalam sintesa Poli asam laktat adalah produksi asam laktat. Asam laktat (IUPAC: 2-
hydroxypropanoic acid) yang biasa disebut sebagai asam susu adalah salah bahan kimia
yang berperan penting dalam industri biokimia. Asam laktat pertama kali berhasil
diisolasi oleh ahli kimia Swedia, Carl Wilhelm Scheele pada tahun 1780. Asam laktat
mempunyai rumus kimia C3H6O3, termasuk keluarga asam hidroksi propionat dengan
rumus molekul CH3CHOHCOOH. Asam laktat dalam larutan akan kehilangan satu
proton dari gugus asam dan menghasilkan ion laktat CH3CH(OH)COO-. Asam laktat
larut dalam air dan etanol serta bersifat higroskopik (en.wikipedia.org). Asam laktat dapat
dihasilkan melalui proses fermentasi atau secara sintesis kimiawi. Reaksi dasar proses
kimiawi adalah mengubah laktonitril (asetaldehid sianohidrin) menjadi asam laktat.
Beberapa metode kimia yang memungkinkan sintesis asam laktat adalah degradasi gula
dengan alkali seperti kapur atau NaOH, interaksi asetaldehid dan karbonmonoksida pada
suhu dan tekanan yang dinaikkan, dan hidrolisa dari asam α-kloropropionat Fermentasi
merupakan metoda yang paling banyak digunakan oleh industri untuk menghasilkan asam
laktat. Menurut Hofvendahl dan Hahn–Hägerdal (2000), dari 80.000 ton dari asam laktat
yang dihasilkan di seluruh dunia setiap tahun sekitar 90% dibuat dengan cara fermentasi
bakteri asam laktat dan sisanya dihasilkan melalui sintesis kimia yaitu hidrolisis
laktonitril. Averous (2008) juga menjelaskan hal senada dengan perkiraan produksi asam
laktat dunia 200.000 ton pertahun. Salah satu keunggulan metode fermentasi adalah asam
laktat yang dihasilkan bisa diatur hanya terdiri dari satu enantiomer berdasarkan bakteri
yang digunakan antara lain , metoda heterofermentatif, menghasilkan kurang dari 1.8 mol
asam laktat per mol heksosa dengan hasil fermentasi lainnya dengan jumlah yang
signifikan diantaranya asam asetat, etanol, gliserol, manitol dan karbondioksida dan
metoda homofermantatif yang hanya menghasilkan asam laktat, atau menghasilkan
produk samping dengan jumlah yang sangat kecil. Metoda homofermentatif ini banyak
digunakan di industri, dengan konversi yield glukosa menjadi asam laktat lebih dari 90%.
Langkah selanjutnya dari sintesa poli asam laktat adalah polimerisasi asam laktat.
Polimerisasi asam laktat sendiri terdiri dari tiga metode, yaitu: Polimerisasi poli asam
laktat dengan metode Polikondensasi Langsung Polimerisasi kondensasi adalah metoda
paling murah untuk menghasilkan Poli asam laktat, namun sangat sulit untuk
mendapatkan Poli asam laktat dengan berat molekul yang tinggi (Averous, 2008).
Polikondensasi langsung (konvensional) ini dimungkinkan, karena adanya gugus
hidroksil dan karboksil pada asam laktat. Namun, reaksi polikondensasi konvensional
asam laktat ini tidak cukup dapat meningkatkan bobot molekulnya dan pada metode ini
dibutuhkan waktu yang sangat lama karena sulitnya untuk mengeluarkan air dari produk
yang memadat, sehingga produk air yang dihasilkan justru akan menghidrolisis polimer
yang terbentuk. Reaksi polikondensasi konvensional hanya mampu menghasilkan poli
asam laktat denggan bobot kurang dari 1,6×104 yang cirinya seperti kaca yang getas
(britle). Pada perkembangannya, polikondensasi langsung ini selalu melibatkan
pengurangan kadar air hasil kondensasi dengan menggunakan pelarut pada tekanan
vakum dan temperatur tinggi. Berat molekul dapat ditingkatkan dengan penggunaan
coupling atau esterification-promoting agents yang berfungsi memperpanjang ikatan
kimia, namun biaya produksi meningkat karena proses yang cukup rumit dan panjang
(multistep process). Chain-extending agents berfungsi untuk mereaksikan gugus
hidroksil (OH) atau karboksil yang berada di ujung molekul poli asam laktat sehingga
membentuk polimer telechelic. Penggunaan agen ini memberikan beberapa keuntungan
karena reaksi hanya melibatkan sedikit agen dan bisa diselesaikan tanpa perlu dipisahkan
dengan proses yang lain. Kemampuan untuk mengembangkan desain kopolimer dengan
gugus fungsi yang beraneka macam juga bisa diperluas. Kelemahannya adalah polimer
mungkin masih mengandung chain-extending agentsyang tidak bereaksi, oligomer dan
sisa-sisa pengotor logam yang berasal dari katalis. Beberapa chain-extending agents juga
dapat mengurangi sifat biodegradabilitas polimer. Beberapa agen yang digunakan
diantaranya anhydride, epoxide and isocyanate. Produk-produk seperti ini digunakan
untuk pengembangan poli asam aktat yang cocok untuk bahan dasar pencampuran (PLA-
based blends). Kelemahan penggunaan isosianat sebagai chain extenders adalah sifatnya
yang beracun (eco-toxicity). Keuntunggan penggunaan esterification-promoting
adjuvents adalah produk akhir dengan kemurnian yang tinggi dan bebas dari sisa-sisa
katalis dan/atau oligomer. Kekurangannya adalah biaya yang tinggi sehubungan dengan
banyaknya tahap yang dilibatkan dan pemurnian tambahan dari residu dan produk
samping, karena produk samping yang dihasilkan harus dinetralkan atau bahkan
dihilangkan Reaksi polikondensasi azeotropik merupakan modifikasi dari reaksi
polikondensasi konvensional yang dapat menghasilkan bobot molekul yang lebih tinggi
dan tidak menggunakan chain-extenders atau adjuvents dan beberapa kelemahannya
(Averous, 2008). Mitsui Chemical (Jepang) telah mengkomersialkan proses ini dimana
asam laktat dan katalis didehidrasi secara azeotropik dalam sebuah refluxing, pemanasan
dengan temperatur tinggi, pelarut aprotic pada tekanan rendah untuk menghasilkan poli
asam laktat dengan berat molekul mencapai ≥ 300.000.Reaksi polikondensasi azeotropik
menggunakan pelarut seperti difenil eter, xilena, bifenil dan klorobenzena untuk
memudahkan pemisahan air dari produk pada atmosfer normal atau tekanan rendah.
Reaksi ini juga dapat menggunakan berbagai jenis katalis seperti asam protonat, logam,
oksida logam, logam halida dan garam asam organik dari logam. Logam memiliki orbital
p dan d yang bebas dan dapat menginisiasi terbentuknya kompleks koordinasi. Salah satu
logam yang yang dapat digunakan sebagai katalis reaksi polikondensasi azeotropik
adalah logam timah. Logam timah memiliki toksisitas yang rendah, merupakan katalis
yang direkomendasikan FDA dan dapat dipisahkan dari polimer setelah polimerisasi.
Fungsinya adalah untuk mempercepat reaksi pembentukan poli asam laktat.
Polikondensasi azeotropik dalam larutan dapat mencegah terjadinya reaksi pesaing, yaitu
pembentukan laktida dan reaksi degradasi poli asam laktat yang terbentuk (tito dkk,
2009).Universitas Sumatera Utara
Polimerisasi Poli asam laktat dengan metode Ring Opening Polymerization (ROP)Ring
opening polymerization (ROP, reaksi polimerisasi pembukaan cincin) merupakan metoda
yang lebih baik untuk menghasilkan poli asam laktat dengan bobot molekul yang tinggi,
dan sekarang telah diadaptasi untuk proses komersial seiring dengan kemajuan teknologi
fermentasi dekstrosa jagung. Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh Carothers pada
tahun 1932, namun belum bisa menghasilkan poli asam laktat dengan bobot molekul yang
tinggi sampai teknik pemurnian asam laktat membaik, seperti yang dikembangkan oleh
DuPont pada tahun 1954. Mekanisme-mekanisme ROP bisa berupa reaksi ionik (anionik
atau kationik) atau coordination–insertion, bergantung kepada sistem katalisnya (Averous,
2008). Secara umum, proses ROP pada produksi poli asam laktat dimulai dari
polimerisasi kondensasi asam laktat untuk menghasilkan poli asam laktat dengan bobot
molekul rendah (prepolimer), dilanjutkan dengan depolimerisasi untuk menghasilkan
dimer laktida yang berbentuk molekul siklik. Laktida kemudian dengan bantuan katalis
dipolimerisasi ROP untuk menghasilkan PLA dengan bobot molekul yang tinggi. Dalam
Pra-rancangan pembuatan Pabrik Poli asam laktat (PLA) ini dipilih proses fermentasi
dengan menggunakan bakteri dengan sumber karbon dekstrosa dan nutrient pembatas
Diamonuim posfat (N). Sedangkan proses polimerisasi Poli asam laktat dengan metode
Ring opening polymerization (ROP, reaksi polimerisasi pembukaan cincin) karena Ring
opening polymerization (ROP, reaksi polimerisasi pembukaan cincin) merupakan metoda
yang lebih baik untuk menghasilkan poli asam laktat dengan bobot molekul yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Cheng ,Y., Deng,S, Chen ,P., dan Ruan,R., Polylactic acid (PLA) synthesis and
modifications: a review,China University of Mining and Technology, Beijing 100083,
China